naruto

naruto

Sabtu, 01 Desember 2012

pdk harum 376 - 380

Episode 376 Laki-laki itulah yang berjuluk Mo-kiam Siauw-ong. Dia adalah seorang tokoh kang-oow yang berilmu tinggi dan di daerah lembah Sungai Fen-ho, dia terkenal sebagai datuk golongan hitam yang dianggap seperti "raja" oleh kaum petualang dan penjahat. Setelah dia menjadi sekutu para pembesar di kota Sun-ke-bun, dia hidup makmur dan biar pun semua urusan pemerintahan dijalankan oleh para pembesar daerah, namun sesungguhnya dialah yang berkuasa karena para pebesar tunduk kepadanya. Apa lagi ketika Mo-kiam Siauw-ong yang hidup sebatangkara dan tidak beristeri itu oleh pembesar setempat diambil mantu sebagai taktiknya, untuk mengambil hati orang pandai ini, kedudukan Mo-kiam makin menanjak. Dia menikah dengan puteri kepala daerah yang baru berusia delapan belas tahun hidup mewah dan terhormat, akan tetapi sebagai imbalan kebaikan sang kepala daerah, Mo-kiam Siauw-ong yang menjamin kekuasaan sang mertua, bahkan karena datuk golongan hitam ini selalu menerima semacam upeti dari perampok dan bajak sungai, sebentar saja dia menjadi kaya raya, bahkan sang mertua juga ikut ambil bagian! Dengan adanya Mo-kiam Siauw-ong sebagai mantu, kedudukan kepala daerah menjadi makin kuat sehingga dia tidak khawatir lagi kalau-kalau kedudukannya akan ada yang berani menggulingkan dalam masa peralihan pemerintahan itu. Mo-kiam Siauw-ong memang bukan orang sembarangan. Dia adalah murid dari tiga orang datuk hitam yang amat terkenal dengan julukan Thian-te Sam-lo-mo (Tiga Iblis Tua Bumi Langit) yang pernah menggegerkan dunia kang-ouw. Mereka itu berjuluk Kai-ong Lo-mo, Bun-ong Lo-mo dan Thian-te Lo-mo, tiga orang yang berilmu tinggi sekali. Ketika Thian-te Sam-lo-mo ini akhirnya tewas di dalam tangan pendekar sakti Cia Keng Hong, kepandaian mereka diwarisi oleh Mo-kiam Siauw-ouw inilah. Dapat dibayangkan betapa marah Mo-kiam Siauw-ong ketika dia mendengar kacung restoran tentang tewasnya Fen-ho Chit-kwi yang dia tahu tentu datang untuk menyerahkan hasil pembajakan. Fen-ho Chit-kwi merupakan anak buahnya yang paling kuat dan boleh diandalkan. Kini mendengar bahwa mereka itu roboh di tangan seorang wanita cantik, dia menjadi penasaran dan marah sekali. Namun, di samping kepandaiannya yang tinggi dan yang membuatnya jumawa, Mo-kiam Siauw-ong adalah seorang yang cerdik dan hati-hati. Oleh karena itu, dia tidak sembrono turun tangan seorang diri menurutkan kemarahannya, melainkan minta kepada ayah mertuanya untuk membawa sepasukan penjaga kota untuk menangkap penjahat yang mengacau kota Sun-ke-bun! Dengan bantuan lima puluh orang pasukan, apa sukarnya menangkap seorang wanita? Dia mendengar wanita itu cantik sekali, maka sudah dia bayangkan betapa akan senangnya menangkap wanita itu hidup-hidup dan sebelum membunuhnya, akan mempermainkan lebih dulu sepuasnya. Dengan demikian, baru impaslah kematian Fen-ho Chit-kwi yang merupakan sebuah pukulan dan kerugian baginya. Penduduk banyak yang datang melihat dari jauh. Restoran itu sudah ditinggalkan pemiliknya, dan di dalam restoran yang kelihatan kosong itu kini tinggallah si wanita bersama laki-laki tampan, seorang di antara Fen-ho Chit-kwi yang menjadi "tawanannya"! "Siluman betina! Keluarlah menghadap Mo-kiam Siauw-ong!" Tiga kali Mo-kiam Siauw-ong berteriak dari pintu restoran, menantang wanita yang sedang dibalut lukanya oleh tawanannya. "Celaka.. Dia.. dia datang...." Laki-laki tampan yang selesai membalut pundak yang sudah diobati itu berkata dengan muka pucat. "Ihhh... takutkah engkau, Tampan?" Wanita ini merangkul dan menciumi pipinya. Akan tetapi, laki-laki itu kini tidak membalas ciumannya seperti tadi, bahkan tidak tampak lagi gairahnya. "Dia.. Dia berbahaya sekali, amat lihai.., celakalah kita.." Wanita itu mengerutkan alisnya yang hitam kecil dan melengkung panjang lalu menghentikan belaiannya. "Siapakah dia?" "Dia... Mo-kiam Siauw-ong, kiam-hoatnya (ilmu pedangnya) luar biasa lihainya.. dan tentu membawa pasukan yang banyak jumlahnya." "Hi-hi-hik! Tikus-tikus busuk macam itu perlu apa ditakuti? Jangan hiraukan mereka, kita mempunyai urusan yang lebih penting, hi-hi-hik! Ayolah!" Wanita itu merangkul lagi dan membawa muka laki-laki itu ke dadanya. Akan tetapi, tubuh atas yang tak berpakaian itu, yang tadi membuat pria itu bergelora darahnya oleh gairah dan nafsu berahi, kini agaknya tidak menarik lagi, tertutup oleh rasa takutnya. Melihat betapa laki-laki itu sama sekali tidak terangsang, wanita itu menghentikan usaha menggumulinya, bangkit duduk, menggelung rambutnya dan wajahnya keruh. "Apa kau lebih senang kubunuh?" Laki-laki itu menggigil dan berusaha memeluk wanita itu, berusaha membangkitkan lagi gairahnya, akan tetapi sia-sia dan akhirnya dia terisak seperti orang akan menangkis, "Maafkan aku... aku... takut sekali.." "Pengecut!" Pada saat itu, Mo-kiam Siauw-ong yang sudah tak sabar lagi, menggapai dan menyuruh sepuluh orang anggauta pasukan menyerbu ke dalam. Sepuluh orang itu mencabut golok lalu memasuki restoran, kemudian mereka menyerbu kamar karena sudah mendapat keterangan dari si gendut pemilik restoran bahwa "siluman rase" itu berada dalam kamar bersama laki-laki tampan seorang di antara Fen-ho Chit-kwi. Ketika laki-laki tampan melihat sepuluh orang anggauta pasukan menyerbu, dia tidak berani bergerak karena maklum bahwa mereka adalah anak buah Mo-kiam Siauw-ong yang amat ditakutinya. Akan tetapi, dia melihat wanita itu menggerakkan tangan kiri. Tampaklah sinar merah berkelebat dan terdengar jerit-jerit mengerikan disusul robohnya sepuluh orang itu bertumpang tindih di pintu kamar. Tepat di dahi mereka, di antara kedua mata, ditembusi jarum merah yang dilepas oleh wanita itu! "Hi-hi-hik! Engkau masih takut? Lempar-lemparkan bangkai mereka keluar!" Wanita itu terkekeh. Bukan main kagetnya hati laki-laki tampan menyaksikan kelihaian si wanita melepas jarum merah yang dia tahu merupakan jarum-jarum beracun yang amat lihai. Ia bergidik. Belum pernah selama hidupnya dia melihat orang dapat melepas jarum setepat itu, sekali gerak merobohkan sepuluh orang dan semua jarum tepat mengenai dahi di antara kedua mata! Hatinya menjadi besar. Berteman dengan seorang wanita secantik dan selihai ini, agaknya memang tidak perlu lagi takut terhadap Mo-kiam Siauw-ong! Ia melangkah maju dan kedua tangannya yang kuat sekaligus menyeret empat orang yang sudah menjadi mayat, kemudian dia melemparkan mereka itu keluar. Tiga kali dia melemparkan sepuluh buah mayat itu melayang keluar rumah makan! Kemudian dia embalik dan matanya terbelalak melihat bahwa wanita itu telah membuka semua pakaiannya dan mengembangkan kedua lengan yang berkulit putih halus. Ia mengeluarkan suara seperti gerengan harimau, lalu menubruk maju disambut oleh wanita itu yang tertawa cekikikan. Episode 377 Dapat dibayangkan betapa kaget dan ngeri hati mereka yang melihat sepuluh buah mayat orang melayang keluar. Mo-kiam Siauw-ong cepat menghampiri dan mengerutkan alisnya ketika melihat luka di dahi para anak buahnya, luka merah sekali dan masih tampak ujung merah yang menancap sampai hampir tidak kelihatan lagi. "Ong-ya, biar saya membawa semua pasukan menyerbu ke dalam!" Seorang pembantunya mengajukan usul. Marah melihat betapa anak buahnya tewas sedemikian mudahnya. Akan tetapi Mo-kiam Siauw-ong mengenal bekas tangan orang pandai dan mengangkat tangan kiri mencegah. *** "Pergunakan api, bakar restoran ini agar siluman itu terpaksa keluar!" Si gendut pemilik restoran sampai jatuh berlutut hampir pingsan ketika dia melihat betapa restorannya dikelilingi pasukan yang membawa minyak, kemudian dia benar-benar roboh pingsan dirangkul isterinya ketika restorannya mulai terbakar. Para penduduk yang menyaksikan menjadi makin tegang dan ngeri, diam-dia mereka sudah bersiap-siap untuk mengangkat langkah seribu kalau siluman rase yang muncul itu mengamuk! "Restoran terbakar...!" Laki-laki tampan itu bangkit duduk dan terbelalak memandang asap yang memasuki kamar. "Sialan!" Si wanita menyumpah. "Tikus-tikus itu ingin mampus semua!" Dengan tenang namun jelas memperlihatkan wajah kecewa karena merasa kesenangannya terganggu, ia mengenakan pakaiannya lagi yang didahului oleh si laki-laki yang kembali menjadi ketakutan. "Hayo ikuti aku keluar!" Mengandalkan kepandaian wanita itu, laki-laki ini terpaksa mengikutinya keluar dengan hati berdebar-debar tegang. Kini dia harus berhadapan dengan datuk golongan hitam yang ditakutinya itu sebagai lawan! Betapapun juga, dia tidak dapat mundur karena lawan wanita ini berarti mati, kalau bersekutu dengannya masih ada harapan si wanita lihai ini akan menyelamatkannya dan di masa depan tampak harapan yang amat menyenangkan menjadi sahabat dan terutama kekasihnya! Namun dia bersikap cerdik, tidak mau memperlihatkan sikap bermusuh kepada Mo-kiam Siauw-ong dan akan melihat gelagat dahulu. Kalau wanita ini tewas di tangan Mo-kiam Siauw-ong, dia masih dapat menggunakan alasan bahwa dia dipaksa dan tidak berdaya menjadi tawanan si wanita lihai! Maka dia mengikuti wanita itu dari belakang, menuju ke pintu rumah makan yang sudah terbakar. "Jangan bergerak, aku akan membawamu keluar melalui api!" Wanita itu berkata dan tiba-tiba laki-laki itu merasa pinggangnya dipeluk dan tubuhnya melayang keluar. Ia makin kagum dan terheran-heran. Manusia ataukah iblis wanita ini? Kepandaiannya benar-benar luar biasa sekali. Bagaimana orang selihai ini sampai terluka pundaknya? Ia hanya merasa panas sedikit ketika tubuhnya meluncur cepat menerjang api di luar restoran, berdiri di samping wanita itu yang tersenyum-senyum memandang Mo-kiam Siauw-ong dan anak buahnya yang sudah siap mengepungnya. Episode 378 Mo-kiam Siauw-ong tercengang. Tak disangkanya bahwa orang yang amat lihai itu hanyalah seorang muda yang amat cantik, melebihi isterinya sendiri cantiknya dan berdiri tersenyum tenang tanpa ada senjata menempel di tubuh! Para pasukan juga bengong, demikian pula para penonton, hampir tidak percaya karena siluman rase itu ternyata tidak menggiriskan, hanya seorang wanita yang cantik dan agaknya seorang manusia biasa! Ataukah memang penjelmaan siluman? Biarpun hatinya marah sekali, Mo-kiam Siauw-ong terpesona dan tertarik, merasa sayang kalau sampai wanita itu dibunuh begitu saja. "Wanita siluman, menyerahlah sebelum aku turun tangan!" bentaknya. "Hi-hi-hik, aku keluar bukan untuk menyerah, melainkan untuk membunuh kalian yang sudah mengganggu kesenanganku!" "Serbu...!" Pembantu Mo-kiam Siauw-ong tak sabar lagi dan menyerbulah pasukan yang tinggal empat puluh orang itu. Akan tetapi tiba-tiba tubuh wanita itu berkelebat lenyap dan terdengar jerit di sana-sini disusul robohnya enam orang pasukan sendiri. Gerakan wanita itu sedemikian cepatnya sehingga sukar diikuti pandangan mata. Yang menusuknya, tahu-tahu goloknya membalik dan menusuk perutnya sendiri. Yang membacoknya pun demikian dan tahu-tahu wanita itu telah berada di depan Mo-kiam Siauw-ong! Datuk golongan hitam itu dapat mengikuti gerakan si wanita itu benar-benar memiliki ginkang yang dia sendiri tidak akan mampu menandinginya. Akan tetapi, sebagai seorang ahli tidak takut dan pedangnya menyambar ganas. "Bagus! Kiam-hoat lumayan juga!" Wanita itu mengejek dan mengelak, tangan kirinya tahu-tahu menyambar ke depan, mengirim pukulan dengan telapak tangan terbuka kepada lawannya. Mo-kiam Siauw-ong cepat miringkan tubuh akan tetapi hawa pukulan tangan itu tetap saja menyambar dan menyerempetnya. Dia terhuyung dan merasa pundaknya seperti dilanggar benda yang panas. Makin terkejutlah dia. Ginkang wanita ini juga luar biasa hebatnya. Dia mengerahkan kepandaiannya sehingga pedang di tangannya berubah menjadi segulungan sinar yang berkilauan dan yang menggunakan tubuh wanita itu. Para pasukan berbesar hati melihat pimpinan mereka sudah turun tangan maka mereka pun cepat mengurung dan menyerbu. Wanita itu berada dalam keadaan terluka, lengan kanannya tidak dapat dipergunakan untuk bertanding sehingga dia hanya melawan dengan gerakan tangan kiri saja. Namun, ia cepat meloncat menjauhi Mo-kiam Siauw-ong yang benar-benar lihai ilmu pedangnya itu, dan dengan mudah tangan kirinya merobohkan setiap anak buah pasukan yang menyerangnya. Apalagi kini tangan kirinya mulai menyebar jarum-jarumnya sehingga kembali ada lima orang pasukan roboh dan tewas! "Heh-heh-heh-hi-hi-hikkk! Ang-kiam Bu-tek benar-benar tak boleh dipandang ringan!" Tiba-tiba terdengar suara yang lembut dan muncullah seorang nenek tua sekali berdiri di barisan depan para penonton. Wanita itu terkejut, merobohkan dua orang lagi dengan dua kali tendangan kaki yang menghancurkan anggauta rahasia tubuh mereka, menoleh ke arah nenek itu dan dia cepat berkata, "Go-bi Thai-houw, harap kau orang tua tidak mencampuri urusan ini. Tikus-tikus ini tidak ada gunanya. Biarlah lain kali aku Ang-kiam Bu-tek menghaturkan terima kasih dan mengangkat guru kepadamu!" "Heh-heh-hi-hi-hik! Punya murid macam engkau ini menyenangkan juga!" Nenek itu menjawab kemudian tiba-tiba saja ia lenyap dari situ. Mendengar disebutnya nama Ang-kiam Bu-tek dan Go-bi Thai-houw, Mo-kiam Siauw-ong seperti mendengar halilintar menyambar di atas kepalanya dan cepat-cepat dia berseru, "Pasukan mundur semua..!" Pasukan yang sudah merasa gentar sekali cepat lari mundur dan kini Mo-kiam Siauw-ong melangkah maju, menekuk sebelah lututnya dan mengangkat kedua tangan depan dada ke arah wanita itu sambil berkata, "Mohon kebijaksanaan Sianli untuk mengampunkan saya yang bermata akan tetapi seperti buta tidak mengenal Sianli, tidak melihat Gunung Thai-san menjulang di depan mata." Melihat sikap Mo-kiam Siauw-ong, anak buah pasukan menjadi terkejut dan mereka yang belum pernah mendengar nama Ang-kiam Bu-tek, cepat-cepat mengikuti mereka yang mengenalnya dan yang sudah menjatuhkan diri berlutut. Sebagian besar mengenal nama itu dengan hati penuh rasa takut. Wanita yang berjuluk Ang-kiam Bu-tek (Pedang Merah Tanpa Tanding) itu tersenyum mengejek, memandang kepada Mo-kiam Siauw-ong dan bertanya, "Hemmm..., siapakah engkau sebenarnya?" "Harap Sianli memandang kepada mendiang ketiga orang suhu saya, yaitu Thian-te Sam-lo-mo" kata pula laki-laki berpakaian mewah itu. Ang-kiam Bu-tek mengangguk-angguk dan otaknya yang amat cerdik itu membuat perhitungan. Dia membutuhkan sekutu di saat itu dan setelah lawan menyerah dan ternyata adalah murid yang merupakan orang segolongan dengannya, memang tidak perlu lagi membunuh mereka. "Kiranya engkau adalah murid tiga orang iblis tua itu? Baiklah, aku mengampunkan engkau dan anak buahmu." "Terima kasih, Sianli!" Mo-kiam Siauw-ong menjadi girang sekali dan meloncat bangun. Bersahabat dengan Ang-kiam Bu-tek merupakan hal yang amat menguntungkan, pula dia maklum kalau pertandingan dilanjutkan, jangankan baru dia dan pasukannya, biar ditambah tiga orang gurunya yang sudah meninggal sekalipun takkan menang! "Karena saya melihat Sianli terluka dan perlu beristirahat, saya perlihatkan Sianli beristirahat di dalam rumah saya." "Baiklah, Eh, Tampan, kau gendong aku ke rumah Mo-kiam Siauw-ong!" kata Ang-kiam Bu-tek sambil tersenyum kepada kekasihnya. Laki-laki tampan, seorang di antara ketujuh Fen-ho Chit-kwi yang sebenarnya bernama Ma Kiat Su itu menjadi girang dan lega bukan main. Tanpa malu-malu lagi, ditonton begitu banyak orang, dia lalu memondong tubuh Ang-kiam bu-tek yang merangkul lehernya. Episode 379 Mo-kiam Siauw-ong cepat menyerahkan seekor kuda. Ma Kiat Su membungkuk dengan hormat kepada Mo-kiam Siauw-ong kemudian melompat ke atas punggung kuda sambil memondong tubuh wanita cantik itu, kemudian mereka di iringkan oleh Mo-kiam Siauw-ong sendiri menuju ke gedung kepala daerah. Para pasukan sibuk mengurus mayat-mayat para kawan mereka dan para penonton kini sibuk memadamkan api yang membakar restoran. Siapakah wanita cantik itu dan mengapa seorang datuk golongan hitam seperti Mo-kiam Siauw-ong sampai begitu ketakutan mendengar namanya? Dan siapa pula nenek tua renta yang agaknya lebih aneh dan menyeramkan lagi sehingga Ang-kiam Bu-tek sendiri sampai bersikap hormat, bahkan berjanji untuk berguru kepadanya? *** Mereka berdua merupakan tokoh-tokoh besar, bahkan Ang-kiam Bu-tek merupakan seorang tokoh penting. Semenjak kecil, wanita cantik ini yang bernama Bhe Cui Im, adalah murid nenek Lam-hai Sin-ni, seorang di antara Bu-tek Su-kwi (Empat Iblis Tanpa Tanding) yang puluhan tahun lamanya menjadi tokoh-tokoh utama kaum sesat. Sebagai murid Lam-hai Sin-ni, kepandaiannya sudah amat tinggi dan karena semenjak muda dia merupakan seorang wanita yang haus akan laki-laki dan besar nafsu, lihai ilmu pedangnya dan lihai pula senjata rahasianya yang beracun, ia terkenal dengan julukan Ang-kiam Tok-sian-li (Dewi Beracun Berpedang Mera). Akan tetapi, setelah dia bersama Cia Keng Hong berhasil menemukan tempat rahasia penyimpanan kitab-kitab peninggalan Sin-jiu Kiam-ong dan mempelajari kitab-kitab itu selama bertahun-tahun, dia keluar dari gua rahasia sebagai seorang wanita yang sukar dicari tandingannya lagi. Ia bahkan membunuh bekas gurunya, Lam-hai Sin-ni, membunuh banyak sekali tokoh-tokoh besar di dunia kang-ouw sehingga julukannya yang ia ubah menjadi Ang-kiam Bu-tek menjulang tinggi di dunia kang-ouw dan dikenal oleh semua tokoh dengan hati penuh rasa ngeri dan takut. Itulah dia wanita cantik yang pagi hari itu menimbulkan keributan di dalam restoran di kota kecil Sun-ke-bun, menyebar maut seperti menyebar pasir saja! Bhe Cui Im, berusia dua puluh sembilan tahun, cantik jelita dan memiliki daya tarik yang amat kuat, membuat hati pria terangsang apabila melihatnya, dan memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Ketika ia terhuyung-huyung dalam keadaan terluka pundaknya, baru saja dia melarikan diri dari puncak Tai-hang-san di mana terjadi pertemuan puncak antara tokoh-tokoh besar yang dilanjutkan dengan pertandingan-pertandingan hebat, di mana dia terluka oleh Cia Keng Hong, si pendekar sakti yang biarpun usianya baru dua puluh empat tahun, namun dapat disebut adalah suhengnya, karena Cia Keng Hong adalah murid langsung dan tunggal dari mendiang Sin-jiu Kiam-ong. Karena kekalahannya terhadap Cia Keng Hong inilah yang membuat Cui Im tidak membunuh Mo-kiam Siauw-ong. Dia tidak membutuhkan bantuan orang-orang pandai, membutuhkan bantuan tokoh yang anak buahnya itu. Dan karena cintanya yang berubah kebencian amat mendalam terhadap Cia Keng Hong pulalah yang membuat ia berjanji untuk berguru kepada nenek Go-bi Thai-houw karena ia maklum bahwa nenek itu memiliki kesaktian yang luar biasa, memiliki banyak ilmu yang dapat ia pelajari untuk kelak dipergunakan menghadapi Keng Hong dan terutama sekali, untuk dapat mengajak nenek itu bersama-sama menghancurkan kehidupan Keng Hong yang amat dibencinya! Ketika Coa-taijin, yaitu kepala daerah kota Sun-ke-bun mendengar dari mantunya akan kesaktian Ang-kia bu-tek, dia menyambut dengan ramah, bahkan mempersilakan Cui Im menempati sebuah kamar kehormatan di dalam gedungnya, sebuah kamar yang mewah sekali. Kepala daerah yang cerdik ini tahu bahwa makin banyak orang pandai membantunya, makin kuatlah kedudukannya! Cui Im merasa girang bukan main. Dia langsung mengajak Ma Kiat Su memasuki kamar mewah itu, menutupkan daun pintunya dan tenggelamlah dia dan Ma Kiat Su dalam lautan nafsu yang membuat laki-laki itu mabuk dan merasa beruntung sekali karena selama hidupnya baru sekali ini dia bertemu dengan seorang wanita hebat seperti Cui Im! Selama tiga hari tiga malam Cui Im tidak boleh meninggalkan kamarnya, tidak memperbolehkan kekasihnya keluar pula. Mereka dilayani oleh pelayan-pelayan Coa-taijin seperti sepasang pengantin baru, seperti tamu-tamu terhormat. Pada malam hari ke tiga, tiba-tiba pintu kamar itu dibuka orang dari luar, daun pintunya tertolak perlahan dan muncullah seorang pemuda di ambang pintu. Cui Im yang sedang membelai tubuh Ma Kiat Su yang tidur kelelahan, mengangkat muka dan seketika wajahnya menjadi pucat, matanya terbelalak memandang pemuda yang juga berdiri seperti terpesona menyaksikan wanita cantik setengah telanjang yang rebah menelungkung di atas pebaringan itu. Pemuda itu tampan sekali, pakaiannya indah dan sikapnya tenang. Yang membuat Cui Im terkejut adalah wajah pemuda ini, sehingga tak terasa lagi bibirnya bergerak dan terdengar suaranya lirih, "Cia Keng Hong..!" Pemuda itu tidak mendengar suara lirih ini, dianggapnya Cui Im menegur dan mencelanya, maka dia cepat menjura dan berkata, suaranya halus sekali dan sopan, "Harap Sianli sudi memaafkan saya karena kesalahan masuk ke kamar ini.." Cui Im menarik napas lega, cepat ia bangkit duduk, menurunkan kedua kakinya dari atas pembaringan tanpa mempedulikan baju dalamnya yang tidak lengkap menutupi tubuh atasnya, tersenyum manis dan bertanya, "Kongcu siapakah..." Ia masih memandang heran akan persamaan wajah pemuda itu dengan wajah Keng Hong, bahkan bentuk tubuhnya hampir sama besarnya. Kembali pemuda itu menjura. "Saya Coa Kun, putera dari Coa-taijin pemilik rumah ini. Saya baru datang dari luar kota, sudah mendengar bahwa Sianli bertamu di sini, sudah mendengar akan nama Sianli yang sakti dan mulia. Akan tetapi saya mengira Sianli berada di kamar tamu sebelah, tidak menyangka bahwa kamar saya yang diberikan oleh ayah untuk Sianli, maka saya lancang membuka pintu kamar ini. Maafkan, saya..." Pemuda itu menjura, membalikkan tubuh dan hendak pergi. "Coa-kongcu, tunggu...!" Cui Im sudah meloncat turun, kakinya telanjang dan ia melangkah menghampiri pemuda yang sudah membalikkan tubuh lagi memandang dengan kedua pipi kemerahan karena keadaan Cui Im benar-benar membuat dia merasa jengah dan kikuk. Wanita cantik itu lebih telanjang daripada berpakaian! "Kongcu, masuklah dan mari kita bicara dulu. Engkauah yang harus memaafkan aku karena kamarmu kupakai! Ahhh, aku menganggu saja padamu. Kalau aku tahu bahwa aku akan menganggu seorang yang begini... hemmm... ganteng seperti engkau, aku lebih suka tidur di dapur!" Coa Kun menjadi makin merah mukanya. "Ah, harap Sianli jangan berkata demikian. Dengan senang hati aku menyerahkan kamarku untukmu. Sudahlah, saya tidak berani menganggu lebih lama..!" Kembali dia hendak pergi. Episode 380 Cui Im melangkah maju dan memegang tangan pemuda itu. "Nanti dulu, Kongcu, mari duduklah, kita bicara dulu.. Atau... engkau tidak sudi bicara dengan orang seperti aku?" dia tersenyum dan memandang penuh tantangan. Pemuda itu makin tersipu, akan tetapi dia tidak berani menarik tangannya yang kini dituntun oleh Cui Im. Dia terpaksa memasuki kamar dan dia melirik ke arah tubuh Ma Kiat Su yang tidur dengan perasaan tidak sedap. Laki-laki itu pun tidak berpakaian, hanya berselimut sebagian tubuhnya yang kekar. "Tidak baik, Sianli. Dia... dia..." Dia tidak melanjutkan kata-katanya karena keadaan di tepat itu benar-benar membuatnya malu dan kikuk. Cui Im tersenyum lebar, "Memang babi itu menganggu saja. Tunggu kulempar dia keluar!" Tanpa menanti jawaban, sekali bergerak tubuh Cui Im sudah meloncat ke atas pembaringan dan sekali kakinya menendang, tubuh Ma Kiat Su terlempar ke bawah pembaringan. "Aehhhhh.. ada apa... apa yang terjadi...?" Ma Kiat Su terbangun, merangkak dan meloncat berdiri. Akan tetapi tiba-tiba dia mengeluh ketika tangan kiri Cui Im bergerak dan dua buah jari tangannya menusuk dan mengenai pelipisnya. Ia roboh tak bernyawa lagi, di pelipis kanannya terlihat bekas dua jari tangan yang membiru! Cui Im kembali menendang dan... mayat laki-laki yang selama tiga tiga malam menjadi kekasih dan kawan bermain cinta itu terlempar keluar melalui pintu kamar. Dia cepat menghampiri daun pintu dan ditutupnya, kemudian ia membalikkan tubuh dan seperti tak pernah terjadi sesuatu, dia melangkah maju menghampiri Coa Kun yang duduk dengan muka pucat dan mata terbelalak penuh kengerian. "Kenapa.... kenapa kau membunuhnya...?" "Ah, aku sudah bosan dan jemu dengan dia. Apalagi dia hanyalah seorang anak buah rendah saja, tidak tepat menjadi sahabatku. Coa-kongcu, engkaulah orang yang paling patut menjadi sahabat baikku dan kamar ini adalah kamarmu." Sambil tersenyum manis sekali dengan pandang mata panas membakar hati, Cui Im menghampiri pemuda itu dengan langkah dan lenggang memikat, kemudian merangkulkan kedua lengannya pada leher pemuda itu. Coa Kun memandang dengan mata terbelalak, hidungnya mencium keharuman yang aneh dari tubuh wanita itu, jantungnya berdebar ketika merasa betapa hangat tubuh yang menempel rapat di dadanya. "Eh, Sianli... Ah, apa artinya ini?" Ia tergagap, karena biarpun sebelum salah mamasuki kamar itu dia sudah mendengar cerita tentang Ang-kiam Bu-tek yang sakti seperti iblis dan cabul seperti siluman rase namun tak mengira sama sekali bahwa wanita ini akan membunuh kekasihnya begitu kemudian mengalihkan cintanya kepadanya! Tiba-tiba Cui Im meraih ke atas dan memaksa muka pemuda itu tunduk, kemudian mencium mulut Coa Kun yang membuat pemuda itu makin mabuk kepayang dan makin terheran-heran. Setelah melepaskan ciumannya, Cui Im berbisik halus, "Kongcu, apakah engkau tidak suka aku menemanimu di kamarmu ini? Apakah engkau tidak suka menjadi sahabat baikku?" Coa Kun dapat mendengar ancaman hebat bersembunyi di balik bisikan halus penuh getaran berahi itu dan dia bergidik. Ia mengangguk dan cepat menjawab, "Tentu saja aku suka sekali, Sianli, tapi..." "Kongcu yang tampan dan halus, engkau mengingatkan aku akan seseorang.. Ahhh, jangan engkau khawatir, terhadap engkau, aku tidak akan menganggu. Kalau kau memang suka, mengapa tidak memondongku ke ranjangmu?' Coa Kun adalah seorang pemuda yang biarpun sudah berusia dua puluh tahun lebih dan sebagai putera kepala daerah, biarpun belum menikah namun sudah memiliki beberapa orang selir dan bukan tidak berpengalaman menghadapi wanita, namun dibandingkan dengan Cui Im dia hanyalah seorang pemuda yang masih hijau! Kini, berada dalam cengkeraman Cui Im, menghadapi rayuan Cui Im yang merupakan seorang ahli dalam permainan cinta, mana mungkin dia dapat bertahan? Menghadapi rayuan Cui Im yang luar biasa, dalam waktu singkat saja dia sudah bertekuk lutut dan menyambut serta melayani segala kehendak wanita itu! Biarpun Cui Im memang seorang wanita yang haus akan cinta kasih laki-laki dan mata keranjang, selalu ingin memeluk pria tampan, pembosan dan ingin selalu berganti teman bercinta, namun Cui Im memilih Coa Kun bukan semata-mata karena pemuda ini tampan. Terutama sekali karena kemiripan wajah Coa Kun dengan wajah Keng Hong amat menarik hatinya dan otaknya yang cerdik segera sudah mendapatkan siasat untuk sewaktu-waktu mempergunakan pemuda ini untuk membantunya menghancurkan penghidupan Keng Hong, satu-satunya laki-laki di dunia ini yang pernah meruntuhkan hatinya, pernah dicintanya dengan cinta murni, akan tetapi yang kini telah berubah menjadi satu-satunya orang yang paling dibencinya di dunia ini! Sementara itu, ketika Mo-kiam Siauw-ong mendengar pelaporan para penjaga akan adanya mayat Ma Kiat Su di depan pintu kamar tidur, hanya tersenyum dan dia menyuruh anak buahnya membawa pergi mayat itu dan menguburnya. Ia mengangguk-angguk dan menggosok kedua tangannya. Kalau Ang-kiam Bu-tek jatuh hati kepada Coa-kongcu, hal itu amat baik sekali. Lebih baik lagi kalau Ang-kiam Bu-tek suka menjadi isteri putera kepala daerah itu, pikirnya. Hati Cui Im gembira sekali karena pemuda putera Coa-jin itu sebentar saja sudah benar-benar jatuh hati dan kepadanya dan dapat memuaskan hatinya. Ia senang tinggal di gedung itu, selain menerima penghormatan berlebihan, menerima pelayanan yang menyenangkan, ditemani seorang kongcu yang halus dan tampan mirip Cia Keng Hong, juga ternyata luka di pundaknya oleh pedang Siang-bhok-kiam di tangan Keng Hong tidaklah merupakan luka parah dan dalam beberapa hari saja tentu akan sembuh. Akan tetapi malam hari itu, selagi dia asyik bercumbu dengan kekasihnya yang baru, tiba-tiba terdengar suara terkekeh dari arah jendela kamarnya. Mendengar dan mengenal suara ini, Cui Im melompat turun dari atas pembaringan, secepat kilat menyambar pakaiannya dan ketika ia membalik dengan pakaian yang belum lengkap, ia melihat Go-bi Thai-houw telah melayang masuk dari jendela yang dibuka dari luar dan berada di kamar itu, tertawa-tawa. Bukan main kagetnya Coa Kun melihat munculnya seorang nenek yang amat tua dan menyeramkan itu. Ia cepat-cepat menutupi tubuhnya dengan selimut dan hanya berani mengintai dari balik selimut. Cui Im cepat maju dan berlutut menyambut Go-bi Thai-houw. "Subo telah datang…."

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger