naruto

naruto

Sabtu, 01 Desember 2012

asmara 7

“Semua ucapan mereka memang benar, isteriku. Biarlah kita hadapi apa yang akan terjadi kalau sampai pengobatan kita gagal.” Yan Cu menengadah, memandang wajah suaminya, mengangkat kedua lengan merangkul leher sehingga muka suaminya menunduk, menempel di dahinya, kemudian dengan sikap penuh kasih sayang dan agak manja, kemanjaan seorang isteri yang membutuhkan kasih suaminya selama dia hidup, Yan Cu berkata lirih, “Gagal atau berhasil pengobatan kita, tergantung dari nasib mereka sendiri, perlu apa kita khawatir? Yang lebih penting adalah memikirkan anak kita yang sudah pergi. Sebaiknya aku pergi mencarinya.” Cong Sang memperketat pelukannya. “Jangan! Biarkan dia menyesali kenakalannya. Kalau dicari, tentu dia akan merasa amat dimanjakan. Dia sudah besar, sudah pandai menjaga diri, biarlah dia pergi semalam lagi, tidak akan berbahaya. Besok pagi-pagi barulah engkau pergi mencarinya kalau dia belum kembali. Malam ini aku lebih membutuhkan engkau isteriku.” Cong San menunduk dan mencium dengan pandang mata dan gerakan yang sudah amat dikenal oleh Yan Cu. “Ihhh, seperti pengantin baru saja! Dua persoalan menghimpit kita, pertama adalah kemungkinan gagal pengobatan para perwira, ke dua adalah perginya Kun Liong tanpa pamit, dan engkau bersikap seperti pengantin baru saja!” Yan Cu mengomel manja dan mengelak dari ciuman suaminya. Cong San tersenyum, dan biarpun mereka sudah menjadi suami isteri sebelas tahun lamanya, tetap saja senyum pria itu masih memiliki daya tarik yang selalu mendatangkan debar penuh gairah kasih di hati Yan Cu. “Kita akan selalu seperti pengantin baru sampai selama kita hidup!” “Aihhh! Tidak ingat anak kita? Engkau sudah menjadi ayah, aku sudah menjadi ibu, bukan muda remaja lagi!” Yan Cu mencela manja. Cong San menciumnya dan sekali ini Yan Cu sama sekali tidak mengelak, bahkan menerima dan menyambut pencurahan kasih sayang suaminya itu dengan hangat. “Biar kelak aku menjadi kakek dan engkau menjadi nenek yang sudah mempunyai selosin buyut (anak cucu), kita akan tetap seperti pengantin baru!” Yan Cu tidak dapat membantah lagi dan malam itu, sepasang suami isteri ini benar-benar seperti sepasang pengaritin baru yang sedang berbulan madu, lupa akan segala persoalan yang mengganggu, lupa akan ancaman Ma-taijin dan lupa pula akan anak mereka yang pergi tanpa pamit. Pada keesokan harinya, setelah bangun dari tidur dan menghadapi sarapan pagi, barulah teringat kembali mereka akan persoalan yang mereka hadapi. Demikianlah hidup! Alangkah bedanya keadaan hati dan pikiran mereka berdua malam tadi dan pagi ini! Seperti siang dan malam. Kebalikannya! Dan memang sesungguhnyalah bahwa suka dan duka, puas dan kecewa, menang dan kalah, hanyalah sebuah benda dengan dua muka, keduanya tidak dapat saling dipisahkan dan siapa mengejar yang satu sudah pasti akan bertemu dengan yang lain. Pengalaman akan suka, puas, dan menang akan dihidupkan oleh ingatan dan mendorong orang untuk terus mengejarnya, untuk mengalaminya kembali sehingga untuk selamanya orang hidup dalam mengejar ingatan mengejar bayangan. Sebaliknya, pengalaman akan duka, kecewa, dan kalah yang dihidupkan oleh ingatan mendorong orang untuk selalu menjauhinya, tidak tahu bahwa pengejaran akan bayangan suka menimbulkan duka, akan bayangan puas menimbulkan kecewa dan akan bayangan menang menimbulkan kalah karena keduanya itu tak dapat dipisahkan. Maka terjadilah perlumbaan antar manusia dalam mengejar kesukaan menjauhkan kedukaan, bukan hanya saling berlumba, juga saling mendorong, saling menjegal, saling memukul, bahkan saling membunuh untuk memperebutkan bayangan ingatan! “Aku akan menengok para perwira, mudah-mudahan mereka dapat sembuh,” kata Cong San sehabis sarapan suaranya berat. “Aku akan mencari Kun Liong, mudah-mudahan dapat kutemukan,” kata Yan Cu, juga suaranya tidak segembira malam tadi karena dia maklum bahwa mereka berdua menghadapi persoalan yang tidak menyenangkan. Dengan ucapan-ucapan itu, suami isteri ini saling berpisah. Cong San pergi ke gedung tempat tinggal Ma-taijin, sedangkan Yan Cu segera pergi melakukan penyelidikan dan bertanya-tanya kepada para tetangga akan diri puteranya yang telah pergi sehari dua malam meninggalkan rumah tanpa pamit. Gui Yan Cu adalah seorang wanita yang cerdik. Dia maklum bahwa puteranya tentu tidak melarikan diri ke utara, timur atau barat karena dusun-dusun di bagian ini merupakan tempat tinggal orang-orang yang sudah mengenal keluarganya. Kalau puteranya itu melarikan diri, tentu anak yang dia tahu amat cerdik itu melarikan diri ke arah selatan, daerah yang asing bagi mereka dan dusun-dusunnya terletak jauh dari Leng-kok. Sebagai pelarian yang takut ditemukan ayah bundanya anak itu tentu mengambil jurusan yang satu ini. Karena itu, maka Yan Cu lalu melakukan penyelidikan ke arah selatan, setelah para tetangganya tidak ada yang melihat Kun Liong dan tak searang pun di antara mereka tahu ke mana perginya anak itu. Dan dugaan nyonya itu memang tepat sekali! Ketika melarikan diri, memang Kun Liong sengaja mengambil jalan ke jurusan selatan, karena tepat seperti diduga ibunya, dia tidak ingin ada orang mengenalnya karena kalau hal ini terjadi, sudah pasti sekali dalam waktu singkat ayahnya atau ibunya akan dapat mengejar dan memaksanya pulang! Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi, Gui Yan Cu melakukan pengejaran dan jarak yang ditempuh oleh puteranya dalam waktu sehari semalam, hanya membutuhkan waktu setengah hari saja baginya. Tibalah dia di dusun di mana Kun Liong menjadi sebab kebakaran dan dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika dia melakukan penyelidikan, dia mendengar akan seorang anak laki-laki yang menyebabkan kebakaran dengan melepaskan ular-ular beracun di dalam rumah yang sedang pesta, kemudian betapa anak itu ditangkap dan dipukuli orang-orang, akan tetapi secara aneh anak itu dapat melarikan diri dan tak seorang pun tahu ke mana perginya. “Semalam suntuk kepala dusun dan tukang-tukang pukulnya pergi mencari akan tetapi sia-sia. Anak setan itu seperti menghilang. Kalau dapat dicari, tentu dia akan dipukul sampai mampus!” Tukang warung nasi menutup keterangannya. Gui Yan Cu menahan kemarahan hatinya. Kalau dahulu, sepuluh tahun yang lalu, dia mendengar penuturan ini, tentu dia akan mengamuk dan menghajar orang sekampung itu, atau setidaknya dia akan menghajar kepala kampung, atau paling sedikit dia akan menampar pipi tukang warung nasi yang menceritakan perihal anaknya. Akan tetapi sekarang dia bukanlah seorang dara remaja yang ganas lagi, melainkan seorang nyonya dan ibu yang bingung memikirkan puteranya, dan yang maklum betapa sakit hati para penduduk karena ada yang mengacau pesta, dan betapa jahat pandangan mereka terhadap kenakalan anaknya. Karena dia tidak berhasil mencari di sekitar dusun itu, pula karena dia khawatir akan keadaan suaminya yang harus menghadapi ancaman kepala daerah kalau tidak berhasil menyembuhkan tiga orang perwira yang terluka, Yan Cu mengambil keputusan untuk pulang dahulu, kemudian setelah urusan Leng-kok beres, baru dia akan mengajak suaminya untuk mencari Kun Liong. Dapat dibayangkan betapa kaget dan marah hati nyonya perkasa ini ketika dia tiba di rumah pada waktu senja hari itu, dia disambut oleh seorang kakek dengan wajah keruh dan penuh kegelisahan. Kakek itu adalah Liok Sui Hok, paman tua suaminya. Kakek inilah yang membantu suaminya membuka toko obat di Leng-kok, dan karena Liok Sui Hok tidak mempunyai keturunan pula, sudah duda dan hidup seorang diri di rumahnya yang besar di Leng-kok kakek ini menganggap keponakannya itu seperti anak sendiri. “Sungguh celaka... suamimu gagal mengobati para perwira, dan dia kini ditahan oleh Ma-taijin...” Demikianiah sambutan kakek itu begitu melihat Yan Cu datang. Yan Cu menggigit bibirnya, sejenak tak dapat berkata-kata. Memang hal ini sudah dikhawatirkannya, akan tetapi sungguh tak disangka bahwa kepala daerah she Ma itu benar-benar berani menahan suaminya! “Hemm... si keparat Ma itu perlu dihajar!” katanya dan dia sudah membalikkan tubuh hendak pergi lagi ke rumah pembesar itu. “Wah-wah, nanti dulu! Harap kau bersabar, perlu apa menggunakan kekerasan menghadapi pembesar? Jangan-jangan engkau malah akan dianggap pemberontak dan melawan pemerintah!” “Paman! Pemerintah mempunyai hukum dan kalau suamiku bersalah berarti dia melanggar hukum, tentu saja saya tidak berani menggunakan kekerasan. Akan tetapi dalam hal ini, suamiku tidak bersalah. Kalau sampai dia ditahan, hal itu berarti bahwa Ma-taijin mempergunakan hukumnya sendiri, dan aku pun bisa menggunakan hukumku sendiri terhadap dia!” “Sabarlah! Dia adalah kepala daerah di sini, di Leng-kok ini kekuasaannya paling besar dan harus ditaati oleh seluruh rakyat.” “Apakah dia raja?” “Bukan, akan tetapi biasanya, setiap kepala daerah merasa menjadi raja kecil dalam daerah masing-masing. Karena itu, besok aku akan pergi ke kota Khan-bun, kepala daerah di sana lebih tinggi pangkatnya dan dengan bantuan teman-teman yang tinggal di sana, agaknya aku akan dapat menarik pengaruh dan bantuannya untuk menolong suamimu.” Yan Cu mengerutkan alisnya. Dia sudah banyak mendengar akan tindakan sewenang-wenang para pembesar setempat. Keadilan yang berlaku pada waktu itu hanyalah keadilan uang! Siapa yang dapat menyogok, dialah yang akan dilindungi dan dimenangkan oleh mereka yang berkuasa! “Paman, saya dan suami saya tidak mau dilindungi dengan cara menyogok! Kalau memang kami bersalah, kami rela dihukum! Akan tetapi kalau kami tidak bersalah, kami siap melawan siapa saja yang hendak melakukan tindakan sewenang-wenang! Sekarang juga saya mau menghadap Ma-taijin menuntut keadilan!” Tanpa menanti jawaban, Yan Cu berlari meninggalkan Liok Sui Hok yang berdiri bengong dan menggeleng kepala, menarik napas panjang berkali-kali. Dia maklum bahwa keponakannya, Yap Cong San, adalah seorang murid Siauw-lim-pai yang berkepandaian tinggi sekali, sedangkan isterinya, yang cantik jelita itu bukan hanya ahli dalam pengobatan, akan tetapi juga memiliki ilmu silat yang amat lihai. Celaka, pikirnya, tentu akan terjadi keributan. Dan lebih celaka lagi adalah nasib yang dihadapi Ma-taijin! Kakek itu maklum bahwa kalau keponakan dan mantu keponakannya itu mengamuk, tidak ada seorang pun di antara jagoan-jagoan pengawal kepala daerah akan mampu menandingi mereka. “Hemm... orang-orang muda... kurang perhitungan, asal berani dan kuat saja... hemm, ke mana perginya Kun Liong cucuku?” Sambil menggeleng-geleng kepalanya yang penuh uban, kakek itu melangkah perlahan-lahan, pulang ke rumahnya sendiri. Dengan menggunakan ilmunya berlari cepat, tidak mempedulikan seruan-seruan dan pandang mata penuh keheranan dari para penduduk Leng-kok yang kebetulan melihat nyonya ini berlari demikian cepatnya seperti terbang, Yan Cu menuju gedung kepala daerah yang berada di ujung kota sebelah utara. Sebuah rumah gedung yang mewah dan megah, paling besar di dalam kota Leng-kok. “Berhenti!!” Seorang penjaga pintu gerbang di depan gedung itu membentak, dan lima orang kawannya sudah muncul ke luar dari tempat penjagaan menghadapi Yan Cu dengan tombak ditodongkan. Ketika mereka mengenal nyonya itu, timbul dua macam perasaan yang tampak dalam sikap mereka yang ragu-ragu. Mereka itu sedikit banyak merasa segan dan menghormat nyonya cantik jelita yang sudah terkenal banyak menolong orang sakit di kota Leng-kok ini, bahkan di antara mareka tidak ada seorang pun yang tidak pernah ditolong, ketika seorang di antara keluarga mereka atau mereka sendiri sakit. Di samping ini, mereka juga sudah tahu bahwa suami nyonya ini telah ditahan dan dimasukkan dalam rumah penjara, dijaga ketat atas perintah Ma-taijin sendiri dengan tuduhan memberontak dan bersekutu dengan Pek-lian-kauw! Tuduhan yang amat berat dan menakutkan, sehingga tidak ada seorang pun di antara para penjaga ini yang berani memperlihatkan sikap yang lunak dan bersahabat terhadap seorang sekutu Pek-lian-kauw karena khawatir dituduh bersekutu pula. "Eh... Toanio... hendak ke manakah?” Komandan jaga, yang berkumis tebal dan bertubuh tinggi besar, menegur ragu-ragu. “Aku hendak bertemu dan bicara dengan Ma-taijin!” jawab Yan Cu singkat. “Tapi... tapi...” Komandan jaga itu membantah, makin meragu, dan bingung karena dia maklum bahwa kalau dia melapor ke dalam tentu dia akan didamprat oleh atasannya. “Tidak ada tapi, tinggal kaupilih. Kau melapor ke dalam minta Ma-taijin keluar menyambutku, atau aku yang akan langsung masuk mencarinya sendiri di dalam gedungnya!” “Wah, Toanio membuat kami susah payah. Menemui Ma-taijin tentu saja tidak begitu mudah. Kalau memang Toanio ada keperluan dan hendak menghadap, harap suka membuat surat permohonan dan besok siang, setelah Ma-taijin berada di kantornya, Toanio boleh saja menghadap melalui peraturan biasa. Sekarang, sudah malam begini...” “Dia pun hanya manusia biasa, mengapa aku tidak bisa bertemu dan bicara dengan dia sekarang juga? Sudahlah, biar aku mencarinya sendiri!” Yan Cu melangkah memasuki halaman depan gedung itu, akan tetapi enam orang penjaga itu sudah melompat ke depan, menghadangnya dengan tombak di tangan dipalangkan menghalang majunya nyonya itu. “Toanio, kami tidak bermaksud bersikap kasar terhadap seorang wanita, apalagi terhadap Toanio. Akan tetapi, jangan Toanio mendesak kami dan membuat kami tersudut..., kami hanya memenuhi kewajiban kami...” “Minggirlah!” Yan Cu berseru nyaring, kedua tangannya bergerak secepat kilat ke kanan kiri dan enam orang penjaga itu rpboh terpelanting ke kanan kiri seperti segenggam rumput tertiup angin! Ketika mereka merangkak bangun dengan mata terbelalak mencari-cari, ternyata bayangan nyonya itu telah lenyap dari situ! Dengan cepat sekali, setelah berhasil merobohkan enam orang penjaga dengan sekali dorong, Yan Cu meloncat ke depan, langsung dia menyerbu ke ruangan depan gedung yang megah itu. Akan tetapi, baru saja kedua kakinya yang tadinya melompat dari jauh itu menyentuh lantai, belasan orang penjaga telah muncul dan menghadangnya dengan golok di tangan. Komandan pengawal di ruangan depan itu pun mengenal nyonya itu dan memang dia telah mendapat perintah dari atasan untuk berjaga-jaga dengan anak buahnya berhubung dengan ditangkapnya Yap Cong San. Mereka semua sudah mendengar bahwa tidak hanya Yap-sinshe yang pandai ilmu silat, juga isterinya adalah seorang pendekar wanita yang lihai. “Tangkap isteri pemberontak!” Komandan itu berseru dan anak buahnya yang berjumlah selosin orang itu telah bergerak mengurung Yan Cu dengan golok di tangan, sikap mereka mengancam sekali karena betapapun juga, mereka memandang rendah kalau lawannya hanya seorang wanita cantik seperti ini. Biarpun mereka sudah mendengar bahwa wanita ini pandai main silat, akan tetapi mereka yang berjumlah tiga belas orang itu, ditambah lagi dengan para pengawal yang dipersiapkan di dalam menjaga keselamatan Ma-taijin, tentu saja tidak perlu merasa jerih terhadap seorang wanita! Yan Cu mengerling ke kanan kiri, sikapnya angker penuh wibawa, sepasang pipinya yang halus itu menjadi merah dan matanya yang indah mengeluarkan sinar berkilat. Sudah bertahun-tahun dia hidup aman tenteram di samping suaminya, tidak pernah lagi mempergunakan ilmu silatnya untuk bertempur dan hampir lupa dia akan semua pengalamannya dahulu di waktu dia masih gadis, pengalaman yang penuh dengan pertempuran hebat dan mati-matian (baca ceritaPedang Kayu Harum ). Sudah sebelas tahun dia tidak pemah memukul orang, dan tadi di pintu gerbang adalah gerakan pertama selama ini, gerakan untuk merobohkan orang sungguhpun dia merobohkan enam orang tadi bukan dengan niat membunuh, hanya cukup untuk membuat mereka tidak menghalanginya. Kini, dikurung oleh belasan orang, timbul kembali semangat kependekarannya. Kini dia bergerak untuk membela suaminya, jangankan hanya belasan orang pengawal biar ada barisan setan dan iblis sekalipun dia tidak akan menjadi gentar dan akan dilawannya! Timbulnya semangat ini menimbulkan pula kegembiraannya! Kegembiraan yang hanya dapat dirasakan oleh seorang pendekar, atau seorang tentara dalam medan perang yang sudah kebal akan rasa takut. “Apakah kalian sudah bosan hidup?” pertanyaan ini keluar dari mulutnya dengan suara halus, seperti suara seorang ibu menegur anaknya, akan tetapi nadanya mengandung penghinaan dan sindiran. “Aku mau bertemu dan bicara dengan Ma-taijin! Dia mau atau tidak harus menjumpai aku, dan kalau kalian hendak mencoba menghalangiku, jangan persalahkan aku kalau kaki tanganku yang tidah bermata akan membuat kalian jatuh untuk tidak bangun kembali!” “Tangkap pemberontak sombong!” Komandan yang bertubuh tinggi gendut itu mukanya penuh bopeng bekas penyakit cacar itu kembali berteriak. Komandan ini adalah seorang perwira pengawal baru yang datang dari kota raja. Dia belum mengenal Yap-sinshe dan isterinya, maka dia pun tidak merasa sungkan terhadap suami isteri itu seperti yang dirasakan oleh banyak pengawal yang telah mengenal dan sedikit banyak berhutang budi kepada mereka. Dua belas orang anak buahnya yang semua bersenjata golok karena memang mereka adalah anggauta pasukan bergolok besar, segera maju menyerbu, namun mereka itu masih merasa sungkan, hanya menggerakkan tangan kiri yang tidak bersenjata, berlumba menangkap nyonya yang biarpun usianya sudah tiga puluh tahun namun masih amat cantik jelita dan kelihatan seperti seorang dara berusia dua puluh tahun saja! Dahulu, ketika masih dara remaja, Gui Yan Cu mempunyai watak halus namun jenaka dan juga tegas menghadapi penjahat atau musuh. Akan tetapi, sekarang, setelah sepuluh tahun lebih menjadi isteri Yap Cong San, setelah dia menjadi seorang ibu dan sudah lama tidak pernah bertempur atau bermusuhan, biarpun dia masih memiliki keberanian dan ketegasan bertindak, namun hatinya menjadi makin lembut dan dia tidak tega untuk menjatuhkan tangan besi terhadap para pengawal ini. Dia bukan seorang dara muda yang ganas lagi, yang berpemandangan sempit dan suka merobohkan orang tanpa perhitungan lagi. Dia kini berpemandangan luas dan jauh, maka dia maklum bahwa semua pengawal ini hanyalah menjalankan tugas masing-masing, sama sekali tidak mempunyai permusuhan pribadi terhadap dirinya atau suaminya. Melihat cara mereka bergerak menyerbunya, tidak menggunakan golok melainkan menggunakan tangan kiri untuk menangkapnya saja sudah membuktikan bahwa mereka itu sedikit banyak mempunyai rasa segan terhadap dirinya. Hal ini mengurangi banyak nafsu amarahnya dan meniup lenyap niatnya memberi hajaran keras kepada mereka. Melihat semua orang menubruk maju, Yan Cu menggerakkan kedua kakinya menekan lantai dan tiba-tiba tubuhnya melesat dan meluncur ke atas, melewati kepala mereka dan gegerlah para pengawal yang saling tubruk dan saling pandang karena tahu-tahu “burung” di tengah yang mereka kurung tadi telah terbang lenyap begitu saja! Cepat-cepat mereka membalikkan tubuh mencari-cari dan berlari-larian menyerbu ke arah komandan gemuk mereka yang berteriak-teriak kesakitan karena sedang ditampari oleh Yan Cu, seperti seorang anak kecil yang nakal dipukuli ibunya! “Plak! Plak! Plak!” Kedua pipi komandan gendut itu menjadi bengkak-bengkak dan dari ujung kedua bibirnya mengalir darah yang keluar dari bekas tempat gigi yang coplok! Yan Cu menendang tubuh komandan Itu yang terlempar dan terbanting mengaduh-aduh meraba kedua pipinya dengan kedua tangan, matanya terbelalak memandang kepada nyonya itu karena dia masih kaget dan heran akan serangan itu. Tadi dia melihat betapa tubuh nyonya itu melayang melalui kepala para pengepungnya, menyambar ke arahnya. Dia cepat menggerakkan golok menyambut dengan bacokan ke arah muka nyonya itu, akan tetapi entah bagaimana, tahu-tahu goloknya direnggut lepas dari pegangannya, dan seperti kilat menyambar-nyambar, kedua tangan nyonya itu telah menggaplok kedua pipinya sampai matanya menjadi gelap dan berkunang-kunang!

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger