naruto

naruto

Sabtu, 01 Desember 2012

pdk harum 371 - 375

Episode 371 Kota Sun-ke-bun tidak terkecuali dari keadaan itu. Kota kecil ini seakan-akan dikuasai dan diperintah oleh para pembesar lemah bersama kaum hitam! Betapa pun juga, rakyat yang selalu tunduk akan keadaan karena terpaksa itu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan kota itu tetap ramai dan seolah-olah di situ tidak terdapat penindasan dan kekacauan. Pagi hari itu toko-toko dan warung-warung makan belum buka, bahkan pintu-pintu rumah penduduk banyak yang belum buka karena mereka sibuk dengan pekerjaan di dalam dan di belakang rumah. Hawa amat dinginnya, membuat orang segan keluar rumah. Jalan-jalan rumah-rumah penduduk masih sunyi sekali. Orang-orang segan bermandi kabut dingin di luar rumah. Akan tetapi, sesosok bayangan orang yang hampir tak tampak ditelan kabut dingin, berjalan memasuki kota Sun-ke-bun dari pintu timur. Ia berjalan terseok-seok terhuyung-huyung dan keadaannya seperti orang kehabisan tenaga, kadang-kadang berhenti dan menyandarkan diri di luar dinding rumah orang untuk mengatur napas. Diselimuti kabut yang tebal, sukar menentukan siapa orang itu, laki-laki atau wanita, tua atau muda, hanya yang sudah pasti orang itu tentu dalam keadaan menderita kelelahan atau mungkin dalam keadaan sakit. Tiba-tiba kesunyian dipecahkan suara derap kaki kuda yang datang dari selatan. Serombongan orang berkuda lewat di jalan itu, akan tetapi mereka tidak melihat orang yang bersandar pada dinding rumah di pinggir jalan. Mereka terdiri dari tujuh orang laki-laki yang berpakaian seperti seperti orang-orang kang-ouw, dengan senjata di pinggang atau punggung. Sikap mereka kasar dan mereka kini menjalankan kuda perlahan sambil tertawa-tawa dan bercakap-cakap. "Setan! Malas-malas benar penduduk kota ini, seperti babi!" "Kalau kita bakar rumah-rumah mereka, hendak kulihat apakah mereka akan tetap berpelukan dengan isteri mereka di bawah selimut. Ha-ha-ha!" "Sialan! Semua masih tutup dan perutku sudah lapar sekali! Seekor lembu pun bisa habis kuganyang pada saat ini!" "Itu ada rumah makan. Gedor saja, paksa pemiliknya suruh buka melayani kita!" "Bagaimana kalau dia belum membeli daging?" "Ha-ha-ha! Koki restoran mesti gemuk, kita sembelih saja dia dan masak dagingnya!" Mereka tertawa-tawa dan menghentikan kuda di depan sebuah rumah makan "Arak Merah" yang masih tertutup daun pintunya, berloncatan turun, mengikatkan kendali kuda pada tempat yang disediakan untuk itu di luar, kemudian sambil tertawa-tawa mereka berteriak-teriak kasar dan parau sambil menggedor pintu rumah makan "Arak Merah". "Duk-duk-brukkk! Buka pintu, babi malas! Cepat... kalau tidak kuhancurkan pintu ini!" Dari dalam terdengar suara bakiak terdaruk-saruk dan terdengar suara orang tergesa-gesa, "Baik...baik...! Harap sabarlah...akan saya buka pintunya!" Tujuh orang laki-laki itu tertawa bergelak dan daun pintu terbuka lebar-lebar oleh seorang laki-laki setengah tua yang bertubuh gemuk sekali, pakaiannya masih tidak karuan, bercelana akan tetapi tidak berbaju sehingga daging dadanya yang bulat seperti buah dada wanita dan perutnya yang berlipat lima itu tampak. Munculnya pemilik restoran yang amat gemuk ini memancing ketawa tujuh orang tadi. "Ha-ha-ha-ha-ha! Benar-benar babi gemuk yang sudah sepatutnya disembelih!" "Tentu tebal gajihnya!" "Wah, Sam-can (potongan daging lemak kulit) yang lezat nih, apalagi kalau dipanggang setengah matang!" "Akan tetapi harus banyak jahe dan mericanya, kalau tidak... wah minta ampun bau keringatnya! Ha-ha-ha!" "Buntutnya untuk aku saja..." "Bodoh, makin besar babinya, makin kecil buntutnya,ha-ha-ha!" Pemilik restoran itu sudah terbiasa akan sikap kasar orang-orang seperti ini, maka dia tidak menjadi takut. Dia maklum bahwa orang-orang kang-ouw yang kasar ini tidak akan mengganggunya, hanya suka menggodanya, dan paling-paling mereka ini datang karena membutuhkan makan dan minum. Maka dia tertawa lebar, menyeringai seperti babi menguap dan berkata, "Wah, wah, tentu Chit-wi Taihiap (Ketujuh Pendekar Besar) hanya main-main saja. Babi gemuk yang tua seperti saya ini tentu alot dan nyinyir!" Seorang di antara ketujuh orang yang tertawa-tawa mendengar ini, yang jenggotnya dipotong pendek sehingga merupakan sikat kawat dan bermata bundar, melotot sambil membentak, "Kami boleh main-main, akan tetapi perut kami yang lapar dan golok kami yang haus darah tidak main-main. Lekas sediakan masakan yang paling lengkap, arak merah yang paling keras dan wangi. Kalau tidak ada kayu bakar, kami akan cabut daun pintu restoranmu untuk kayu bakar, kalau tidak ada air, darahmu pun boleh dibuat pengganti dan kalau tidak ada daging... hemmm..." Si brewok menusukkan telunjuknya perlahan ke perut pemilik restoran, "...biar alot, dagingmu pun boleh kau panggang untuk kami!" Pemilik restorang bergelak bersama mereka sambil mengangguk-angguk, "Ada, semua siap. Chit-wi tunggu sebentar, akan saya masakan sop buntut naga, kuah telinga harimau, dan panggang paha burung hong!" "Babi tua penipu! Nama masakanmu selalu sepeti dewa, siapa tidak tahu bahwa nagamu itu hanya ular sawah, harimaumu hanya kelinci dan burung hong itu hanya ayam! Hayo cepat, kami sudah lapar sekali, jangan-jangan kawan-kawanku tidak sabar lagi dan mengganyang dagingmu hidup-hidup! Ha-ha-ha!" Si pemilik restoran yang gendut itu berlari anjing ke dalam sambil berteriak-teriak nyaring, “Heh, kucing betina! Hayo cepat berpakaian dan masak air, panaskan arak. Tidur saja kerjanya!" Episode 372 Tujuh orang itu yang sudah melepaskan pedang dan golok di atas meja dan menyeret-nyeret kursi, tertawa. "Babi tua, kalau binimu itu sudah mogok tidur, engkau yang berkaok-kaok ketagihan, ha-ha-ha!" Tak lama kemudian muncullah isteri si pemilik restoran yang tubuhnya kurus sekali, berlawanan dengan suaminya, disusul pula oleh dua orang kacung pelayan restoran yang masih menggosok-gosok mata yang penuh tahi mata. "Kalian semua cuci muka dulu dan mencuci tangan bersih-bersih!" teriak si brewok yang agaknya menjadi pemimpin tujuh orang berkuda itu. Selagi si pemilik restoran dibantu isteri dan dua orang kacungnya sibuk di dapur untuk menyiapkan masakan dan arak, tujuh orang itu bercakap-cakap. Mereka duduk seenaknya di tempat yang masih kosong itu. Ada yang menaruh kedua kakinya di atas meja dan menyandarkan leher di sandaran kursi sambil melenggut karena lelah dan mengantuk, ada yang duduk metongkrong di atas meja. Si brewok mengeluarkan sebatang huncwe dan mulailah mengisap tembakau yang baunya memenuhi ruangan restoran yang cukup luas itu. "Twako, apakah kantung itu tidak perlu dibawa ke sini?" Seorang di antara mereka yang termuda, usianya tiga puluhan tahun, bertubuh tinggi tegap dan berwajah tampan, berbeda dengan enam orang kawannya yang lebih tua dan yang semua berwajah kasar buruk, bertanya kepada si brewok. Si brewok menghembuskan asap tembakaunya dan mendengus sambil membuang kerling keluar restoran di mana tampak kuda mereka tertambat. "Phuah Siapa berani mengganggu milik kita? Biar saja di sana. Siauw-ong tentu belum bangun sepagi ini, nanti dari sini kita langsung ke gedungnya dan menyerahkan hasil kita semalam." "Wah, sungguh menjemukan. Hanya perhiasan dan benda mati yang kita dapat! Tiga orang perempuan yang di kapal itu hanya nenek-nenek. Sialan! Biasanya tentu ada gadis-gadis cantik di kapal pesiar itu!" Berkata seorang yang dahinya codet bekas goresan senjata tajam. "Boan-te, mengapa mengomel? Setelah selesai menghadapi Siauw-ong, apa sukarnya mencari perempuan cantik di kota ini? Tentu banyak persediaan untuk kita, dan Siauw-ong tentu takkan melupakan jasa kita semalam. Ha-ha-ha!" kata seorang yang matanya juling. Tak lama kemudian pemilik restoran yang gendut dibantu isterinya yang kurus dan dua orang kacungnya keluar membawa hidangan yang masih mengepul panas dan mengeluarkan bau sedap, membuat tujuh orang yang kelaparan itu menitikkan air liur. Si mata juling dengan gerakan kurang ajar mencubit pinggul isteri pemilik restoran yang sudah setengah tua itu sambil berkata, "Eh, Gendut, isterimu begini kurus dan engkau begini gendut, bagaimana bisa? Ha-ha-ha!" Pemilik restoran itu tertawa bersama para penunggang kuda, sedangkan isterinya tersipu-sipu malu dan lari masuk. "Ha-ha-ha! Bodoh engkau!" kata si brewok. "Gendut dan kurus itulah yang cocok sekalli, betul tidak, Paman Gendut?" "Aaaaahhh, Taihiap bisa saja, ha-ha-ha!" Si pemilik restoran tertawa, akan tetapi di dalam hatinya dia menyumpah-nyumpah dan memaki orang-orang kurang ajar itu. Tujuh orang itu mulai menyerbu masakan dan si pemilik restoran bersama dua orang kacungnya mulai membereskan meja-meja lain, membersihkannya dan membuka semua pintu restoran. Sesosok tubuh orang yang tadi berjalan terhuyung-huyung telah tiba di depan restoran itu. Hidungnya kembang kempis mencium bau masakan sedap dan dia lalu memasuki rumah makan. Begitu orang ini muncul di pintu dan disambut oleh si pemilik restoran dengan pandang terbelalak, tujuh orang yang sedang makan itu menghentikan makan mereka dan semua menoleh ke arah pintu dengan pandang mata terbelalak dan sinar mata liar. Makin lama, sinar mata liar itu menjadi makin mengandung gairah. Mereka adalah sekumpulan laki-laki kasar dan orang yang muncul di pintu restoran itu memang benar-benar dapat membuat setiap mata pria terbelalak penuh gairah. Dia adalah seorang wanita berusia kurang tiga puluh tahun, cantik sekali, amat manis dan mempunyai daya tarik yang luar biasa karena sinar matanya yang penuh tantangan, bibirnya yang setengah terbuka, kemerahan dan seolah-olah mengajak pria yang memandangnya untuk mencumbu! Biarpun wajahnya di saat itu pucat dan menunjukkan tanda kelelahan dan penderitaan, biarpun rambutnya yang hitam halus dan panjang itu terurai lepas, namun kejelitaannya menonjol sekali. Apalagi ketika mata ketujuh orang laki-laki itu menjelajahi ke arah tubuh wanita ini, mereka diam-diam menelan ludah dan si juling menjadi makin juling berkumpul di dekat hidung karena dia mempergunakan semua tenaga matanya untuk menelan tubuh itu! Tubuh yang padat, montok denok dengan kulit yang putih kuning bersih tanpa cacat! Sungguh pun pakaian wanita ini agak kotor berdebu, bahkan di bagian pundaknya terobek dan ternoda banyak darah dari luka di pundaknya, namun bahkan menonjolkan keindahan bentuk tubuhnya, pinggang yang ramping, pinggul dan dada yang penuh membulat dan membusung! Wanita ini maklum akan pandang mata ketujuh orang laki-laki kasar itu, namun dia tidak peduli dan langsung berjalan dengan langkah perlahan ke arah meja di ujung kiri, hanya empat meter jauhnya dari meja kumpulan penunggang kuda itu. Pemilik rumah makan mengikutinya dengan pandang mata meragu, hatinya tidak nyaman karena selain wanita yang terluka ini kelihatannya sakit dan lemah serta belum tentu mempunyai uang, juga dari pandang mata ketujuh orang laki-laki itu dia dapat menduga bahwa tentu akan terjadi hal yang membuatnya tidak enak. *** Maka dia lalu menghampiri dan membungkuk di depan wanita itu sambil berkata diiringi senyum, "Maaf, Toanio. Toanio memerlukan apakah? Sebenarnya, restoran kami belum buka dan belum siap, maka jika Toanio menghendaki sesuatu lebih baik.." "Keluarkan arak hangat dan nasi serta masakan seadanya..." Wanita itu mengerling ke arah meja tujuh orang laki-laki lalu menyambung, "Seperti yang kau hidangkan kepada mereka itu!" Biarpun suara wanita ini merdu dan halus, namun mengandung tekanan mengancam dan nadanya keras serta terdengar dingin, membuat pemilik restoran itu menggigil. Episode 373 "Akan tetapi... kami..." "Brukkkkk!" Wanita itu menjatuhkan sebuah pundi-pundi di atas meja, membuka talinya dan mengambil sepotong perak yang besarnya cukup untuk membeli masakan tiga meja penuh! "Apa kau kira aku tidak akan membayar? Nih uangnya, sisanya untukmu!" Melihat sepotong perak besar itu, sepasang mata si gendut terbelalak berseri-seri. Cepat dia mengambil uang itu dan tersenyum-senyum sambil membongkok-bongkok, "Baik-baik... Toanio... tunggu sebentar, akan saya sediakan masakan paling lezat untuk Toanio." Tujuh orang laki-laki itu dengan terang-terangan memandang kepada wanita cantik ini dan mereka kagum bukan main. "Aduhhhhh... bukan main... putihnya!" Si juling berkata, tidak lirih dan memang dia sengaja bicara agar terdengar oleh wanita itu yang duduk sambil menundukkan mukanya, sikapnya tidak peduli sama sekali. "Bukan putihnya yang membuatku terpesona, halusnya kulit itu...! bukan main...!" kata seorang kawannya. "Dan harumnya tercium dari sini.. apalagi kalau dekat... waduhhh, mimpi apa kita semalam...?" kata si brewok yang biar pun tidak semata keranjang si codet atau si juling, namun sekali ini dia benar-benar tertarik dan timbul berahinya menyaksikan wanita luar biasa itu. "Amboiiiii.. bidadari dari mana gerangan yang muncul menghibur kita?" kata si codet, mengendus-endus dengan hidungnya seperti seekor anjing mencium tahi. Wanita itu tetap diam saja, bergerak pun tidak, melirik pun tidak. Ketika seorang kacung membawa arak hangat, cepat seperti orang kehausan ia menuangkan arak dalam cawan terus diminumnya sekali tenggak. Melihat ini, tujuh orang laki-laki kasar itu menjadi makin berani. Sikap minum arak seperti yang diperlihatkan wanita itu bukanlah sikap seorang nona simpanan, maka si juling segera berkata, "Minum arak sendirian mana enak? Kami siap menerima bidadari kesepian untuk bersama-sama minum dan makan sambil mengobrol!" Akan tetapi wanita itu tetap tidak peduli, malah sampai tiga kali ia menenggak habis cawan arak sekali teguk. Kemudian ia menarik napas panjang, agaknya merasa lega dan dirabanya pundak yang terluka dengan bibir agak terbuka seperti menahan rasa nyeri. "Ssttt, biarkan dia makan dulu," Si brewok berbisik kepada teman-temannya. "Dia kelihatan luka, lelah dan kelaparan, mana akan mampu melayani kita bertujuh? Kalau sudah makan kenyang tentu pulih kembali tenaganya..." Mendengar bisikan pimpinan mereka ini, mereka tertawa-tawa dan menyatakan setuju, bahkan keenam orang kasar itu mulai mengadu untung dengan jari tangan untuk menentukan siapa yang menang dulu berhak mendapatkan wanita itu setelah sang pemimpin yang tentu saja mempunyai hak pertama! Biar pun mereka itu bicara perlahan, namun karena sikap mereka, wanita yang luka itu mendengar dan mengetahui semua perbuatan mereka, namun ia sama sekali tidak memperlihatkan sikap mengacuhkan, malah ketika hidangan datang ia lalu mulai makan dengan lahapnya. Tujuh orang laki-laki yang sudah selesai lebih dahulu, kini semua memutar kursinya menghadap ke arah si wanita sambil memandang dengan sikap terbuka, terang-terangan menjadikan wanita itu seperti tontonan sampai wanita itu selesai menghabiskan hidangannya dan menenggak arak lagi. "Tanpa dipameri emas pun dia tentu mau melayani kita," kata si codet. Si brewok tertawa, mengangguk dan mulai melangkah ke arah meja wanita itu diikuti enam orang kawannya. Tiba-tiba wanita itu mengangkat muka memandang mereka. Si brewok tiba-tiba berhenti melangkah. Baru sekali ini wanita itu langsung memandang mereka dan melihat sinar mata yang berkilat seperti halilintar menyambar itu, si brewok kaget sekali. "Inikah yang kalian cari-cari?" Wanita ini berkata lirih namun jelas terdengar dan biar pun suaranya merdu, penuh dengan ejekan. Tangannya bergerak merobek pundi-pundi uang di atas mejanya dan berhamburan potongan perak dan emas di atas meja itu karena kantung itu telah pecah terobek. Tujuh orang itu memandang dengan mata terbelalak ke arah potongan perak dan emas yang berserakan itu. Kiranya wanita itu yang mencopet kantung uang mereka dari atas kuda! Bukan main marahnya hati ketujuh orang itu. Mereka adalah pimpinan bajak Sungai Fen-ho dan tidak ada orang yang berani main gila terhadap mereka. Kini, kantung berisi emas dan perak itu dicuri seenaknya oleh seorang wanita terluka, diambilnya dari depan hidung mereka begitu saja! Adapun si pemilik restoran, isterinya dan dua orang kacung mereka, begitu mendengar disebutnya nama Fen-ho Chit-kwi, telah menggigil ketakutan dan cepat-cepat keluar dari dalam restoran mereka karena maklum bahwa tentu akan terjadi huru-hara di restoran mereka itu! Mereka hanya menonton dari luar melalui pintu dengan muka pucat dan tubuh gemetar. "Perempuan rendah! Berani engkau main gila dengan Fen-ho Chit-kwi? Untung engkau cantik molek, kalau tidak tentu kubunuh sekarang juga. Akan tetapi kami akan mempermainkan tubuh sampai engkau mampus!" bentak si brewok dan mereka bertujuh sudah melangkah maju dengan sikap penuh ancaman. Tiba-tiba wanita itu tertawa. Suara ketawanya merdu akan tetapi nyaring melengking seperti suara ketawa kuntilanak dari dalam kuburan, membuat tujuh orang itu kembali menghentikan langkah dan bulu tengkuk mereka meremang, terasa dingin. "Kalian hendak mengambil kembali emas dan perak ini? Nah, terimalah!' Tangan kiri wanita itu meraih ke atas meja, gerakannya cepat sekali dan begitu tangannya bergerak, tampak sinar putih dan kuning berkelebatan dibarengi suara bercuitan. Potongan-potongan emas dan perak tadi telah menyambar ke arah tujuh orang itu seperti peluru-peluru dengan kecepatan mengejutkan dan mengarah bagian-bagian tubuh yang mematikan! "Aihhh...!" "Hiaaattt...!" "Hayaaa...!" Episode 374 Tujuh orang Fen-ho Chit-kwi bukan orang sembarangan. Ilmu silat mereka tinggi, bahkan mereka adalah orang-orang yang ahli dalam penggunaan senjata rahasia. Akan tetapi kini menyaksikan perak dan emas beterbangan meyambar mereka sedemikian cepatnya, benar-benar membuat mereka terkejut bukan main. Hanya dengan membuang diri, berloncatan ke kanan kiri dan atas, ketujuh orang itu dapat menghindarkan diri dari ancaman maut. "Cet-cet-cettt...!" Semua perak dan emas itu menyambar lewat dan menancap masuk ke dalam dinding restoran sampai tidak kelihatan lagi, hanya kelihatan tembok tebal itu berlubang-lubang! Wanita itu masih duduk dan sambil menenggak arak dari cawannya, ia menaruhkan tangan kanan yang terluka pundaknya di atas meja. Kemudian ia mengangguk-engguk dan berkata lirih, "Kalian lumayan juga, dapat mengelak dan masih hidup. Biarlah kumaafkan." Melihat sikap wanita cantik itu, si brewok menjadi marah bukan main. Ketika mengelak tadi, kedua tangannya dapat menangkap dua potong perak yang menyambar, kini dia meremas dua potong perak itu di tangannya sehingga menjadi hancur! *** Ia membuka kedua tangan, memperlihatkan hancuran perak kepada wanita itu sambil membentak, "Perempuan sombong! Kalau belum menghancurkan tubuhmu seperti ini, aku belum mau sudah!" Perempuan itu menghela napas panjang dan tersenyum. Senyumnya manis sekali, senyum penuh memikat yang dapat meruntuhkan hati setiap orang pria. "Begitukah? Kalau begitu berarti kalian minta mati sendiri." "Perempuan sombong!" Teriakan ini terdengar dari semua mulut ketujuh orang itu. Mereka adalah Fen-ho Chit-kwi dan selamanya belum pernah dipandang rendah orang, apalagi hanya oleh seorang wanita terluka seperti ini! Bahkan Mo-kiam siauw-ong (Raja Muda Pedang Iblis) yang menjadi "datuk" kaum hitam di daerah Fen-ho dan yang bertempat tinggal di kota Sun-ke-bun, sudah menaruh kepercayaan kepada mereka untuk menguasai Sungai Fen-ho dan mengirimkan semua hasil kepada datuk itu untuk kemudian mereka mendapat bagian. Mo-kiam Siauw-ong sendiri tidak memandang rendah kepada mereka, akan tetapi kini perempuan ini sama sekali tidak memandang mereka sebagai jagoan-jagoan yang jarang tandingnya! "Cuat! Cuat! Sing! Sing!" Tampak sinar golok dan pedang berkelebat ketika tujuh orang itu menyambar senjata mereka dari atas meja dan mencabutnya. Mereka tertegun menyaksikan betapa wanita itu sama sekali tidak mengacuhkan, bahkan melihat mereka mencabut senjata, wanita itu kini malah menuangkan lagi arak ke dalam cawannya sambil tersenyum-senyum, dan minum arak itu tanpa melirik ke arah mereka! Kesombongan yang melewati takaran ini tak dapat mereka tahan lagi. Tadinya mereka memang timbul gairah dan berahi menyaksikan wanita yang berwajah cantik manis dan bertubuh denok itu, akan tetapi kini kemarahan mengalahkan berahi mereka dan nafsu satu-satunya yang berkobar di dalam dada mereka hanyalah mencincang hancur tubuh wanita itu! "Hiaaaaattt!" Tujuh orang itu menerjang berbareng dengan teriakan dahsyat, pedang dan golok menyambar dari tujuh jurusan ke arah tubuh si wanita yang sedang minum arak. "Crok-crok-krak-kerakkk!" Kursi yang tadinya diduduki wanita itu hancur berkeping-keping, bahkan mejanya terbang diterjang tujuh orang yang marah itu. Akan tetapi mereka terbelalak kaget karena si wanita itu sendiri lenyap dari atas kursi, hanya tampak bayangannya berkelebat ke atas dengan kecepatan yang mentakjubkan. "Hi-hi-hik!" Mendengar suara ketawa terkekeh itu ketujuh orang yang kehilangan lawan mengangkat muka memandang dan ternyata wanita itu telah berada di langit-langit sambil tetap minum araknya! Tiba-tiba wanita itu menyemburkan arak dari mulutnya ke bawah. Tujuh orang Fen-ho Chit-kwi cepat mengelak akan tetapi tetap saja tubuh mereka terkena percikan arak yang rasanya seperti jarum-jarum menusuk. Mereka memekik kaget dan makin marah, biar pun maklum bahwa wanita cantik itu memiliki kepandaian yang hebat, mereka tidak menjadi jerih malah dengan serentak tubuh mereka melayang ke atas didahului senjata mereka yang semua menusuk ke arah tubuh yang menempel di langit-langit ruangan itu. "Cep-cep-cep-ceppp!" Tujuh batang senjata runcing itu menancap pada langit-langit. "Celaka..!" Si brewok berseru akan tetapi seruannya disusul jerit mengerikan dan tubuhnya roboh ke bawah, disusul jerit kawan-kawannya dan berjatuhanlah enam tubuh di antara mereka dalam keadaan tak bernyawa lagi karena punggung mereka kena tampar tangan kiri wanita itu yang berloncatan seperti gerakan seekor burung terbang. Hanya seorang di antara mereka yang dapat meloncat turun dan tidak terpukul, yaitu laki-laki berwajah tampan. Dia meloncat turun setelah mencabut pedangnya yang menancap di langit-langit, matanya terbelalak memandang mayat keenam orang kawannya yang telah tewas, kemudian memandang kepada wanita yang telah berdiri di depannya dan memandangnya sambil tersenyum-senyum. "Perempuan siluman!" Si wajah tampan berseru marah dan menerjang dengan tusukan pedang ke arah tenggorokan wanita itu. Namun sambil tersenyum-senyum wanita ini menggerakkan tangan kirinya dan tahu-tahu kedua jari kiri, telunjuk dan jari tengah, telah menjepit ujung pedang. Laki-laki tapan itu kaget sekali, berusaha mencabut pedangnya, namun sedikit pun tidak bergeming! Sampai terbelalak dia saking kagetnya menyaksikan kelihaian yang selama hidupnya belum pernah dilihatnya ini. "Hi-hi-hik, tampan, apa kaukira engkau masih dapat hidup sampai saat ini, kalau tadi aku menghendaki kau mampus bersama kawan-kawanmu? Aku kesepian, terluka, aku perlu kawan yang baik dan mesra. Hemmm, kalau kau ingin mati apa sukarnya bagiku?" Berkata demikian, wanita itu mengerahkan tenaganya dan..."krakkk!" pedang itu patah! Sebelum laki-laki itu lenyap kagetnya tahu-tahu tangan kiri wanita itu telah menyambar ke depan, ke arah dadanya. Laki-laki itu mengeluh dan maklum bahwa dia tentu akan mati, maka dia sudah menyerah untuk mati menyusul keenam orang kawannya. Akan tetapi tangan kiri yang berjari kecil meruncing dan halus itu tidak memukulnya, melainkan mencengkeram bajunya dan sekali tarik... "brettttt!" baju laki-laki itu terobek dan terlepas dari tubuhnya berikut baju dalam sehingga tubuh atasnya telanjang sama sekali! Wanita itu membuang baju tadi, kini tangannya meraba-raba dan mengelus-elus dada laki-laki yang bidang dan berotot itu, dada yang penuh kejantanan dan pandang mata wanita itu berseri, mulutnya yang main tersenyum dan berkata lirih, Episode 375 "Hemmm... engkau mengairahkan... engkau temani aku hari ini dan kau bantu merawat lukaku, Tampan!" Laki-laki yang tadinya sudah yakin akan kematiannya itu, terbelalak. "Aku... aku tidak bisa mengobati.." "Hi-hi-hik, bodohnya! Hanya mencuci dan menaruh obat lalu membalut dan hemmm, mengusir kesepian yang mencekam hatiku. Aku mempunyai obatnya. Lihat lukaku ini, apakah engkau tidak kasihan melihat seorang wanita terluka seperti ini?" Berkata demikian, wanita itu menggunakan tangan kirinya merenggut pakaiannnya sendiri bagian pundak kanan yang bernoda darah. "Bretttttt!" Robeklah pakaian di bagian pundak kanan, robek lebar bukan hanya membuka pakaian luar dalam memperlihatkan pundak yang terluka lebar, akan tetapi juga memperlihatkan sebagian besar buah dada kirinya yang membusung penuh! Laki-laki tampan itu melongo, menatap bagian yang menarik itu dan menelan ludah! "Hi-hi-hik! Bagaimana, kau memilih mati atau menjadi teman baikku?" Laki-laki itu mengangguk-angguk. "Engkau lihai dan cantik, aku lebih suka menemanimu." Tangan itu menyambar ke depan dan mengelus dagu laki-laki itu. "Tampan, kau pondonglah aku, bawa ke kamar dalam restoran ini, lukaku perlu dirawat." Laki-laki itu kini sudah tunduk benar, karena dia maklum bahwa wanita yang cantik jelita ini benar-benar memiliki ilmu kepandaian yang amat luar biasa dan dia tahu bahwa selain lihai, wanita ini pun kejam bukan main dan juga agaknya gila laki-laki. Kalau kini dia berkenan di hati wanita itu, hemmm, bukan hal yang merugikan. Maka dia lalu memondong tubuh itu yang terasa ringan sekali, ringan hangat dan tercium olehnya bau harum yang amat aneh, harum yang memabukkan dan sekaligus membakar hati jantannya, membuat jantungnya berdebar tidak karuan dan seluruh tubuhnya menjadi panas. "Heh, babi gendut!" Wanita yang dipondong dan merangkul leher laki-laki itu dengan sikap manja dan mesra, berseru kepada si pemilik restoran yang masih berdiri di luar pintu dengan wajah pucat. Diam-diam dia tadi telah menyuruh seorang kacungnya pergi berlari untuk melaporkan peristiwa itu kepada Siauw-ong karena dari percakapan tadi dia dapat menduga bahwa tujuh orang yang amat terkenal sebagai pimpinan bajak Sungai Fen-ho itu tentulah anak buah atau sekutu Siauw-ong. Kini mendengar panggilan si wanita yang lihai seperti iblis itu, dengan tubuh menggigil dia terpaksa memasuki restoran, hati-hati malangkah menghindari enam buah mayat yang bergelimpangan di dalam restorannya. "Toanio hendak memerintah apakah ?" tanyanya dengan suara gemetar. "Malam ini sewa kamarku, dan jangan ganggu kami. Sekarang, lempar enam ekor anjing itu keluar, kemudian suruh orangmu memasakkan air sepanci untuk mencuci lukaku. Cepat Emas dan Perak memenuhi dindingmu boleh kau ambil kalau kau mentaati kalau tidak, perutmu yang gendut itu akan kurobek dan kukeluarkan isi perutmu!" Dengan seluruh tubuh menggigil si gendut ini menganggu-angguk, kerongkongannya sampai terasa kering saking takutnya sehingga dia tidak dapat mengeluarkan jawaban. Wanita itu tersenyum, kemudian mendekatkan mukanya, mencium mulut laki-laki tampan yang memondongnya dengan mesra dan tanpa malu-malu sehingga laki-laki itu menjadi merah mukanya dan seperti diayun di sorga ke tujuh. "Tampan, lekas bawa aku ke kamar.." Bisik wanita itu. Setelah laki-laki tampan yang memondong wanita itu menghilang ke dalam kamar pemilik restoran, barulah si pemilik restoran, barulah si pemilik restoran dapat bergerak lagi. Dia cepat berlari keluar, menyeret isterinya, kacungnya dan beberapa orang tetangganya untuk menyingkirkan enam buah mayat dan dia sendiri cepat-cepat memasak air di dapur dengan tubuh masih menggigil dan kadang-kadang matanya melirik ke arah kamarnya dari mana dia mendengar suara ketawa terkekeh wanita itu. *** Dengan hati kebat-kebit pemilik restoran yang gendut itu membawa air yang sudah mendidik ke dalam kamar. "Ini airnya, Toanio.." katanya tanpa berani mengangkat muka. "Letakkan di atas meja, kemudian engkau siapkan arak guci dan masakan-masakan yang paling lezat, antarkan ke kamar ini, kemudian jangan ada yang berani memasuki kamar ini. Mengerti?' Si gendut mengangkat muka dan dia melihat betapa wanita yang mengerikan hatinya itu duduk di atas tempat tidurnya, membelai-belai dan menciumi laki-laki tampan yang dipangku oleh wanita itu. "Baik, Toanio." Ia tergesa-gesa keluar dari kamar dan di dalam hatinya dia terheran-heran. Bukan main, gerutunya dalam hati. Seorang wanita yang demikian lihai dan kejam membunuh orang seperti membunuh ayam saja, dan... dalam bercumbu, malah memangku seorang pria! Celaka, tentu dia itu sebangsa siluman! Sering dia mendengar dongeng dan membaca cerita bahwa ada siluman rase yang menjelma menjadi manusia, menjadi seorang wanita cantik. Kalau bukan siluman rase tentu siluman ular dan laki-laki yang tampan itu tentu akan disedot habis darah dan sum-sumnya! Mengerikan! Besok pagi-pagi tentu dia akan mendapatkan laki-laki itu sudah menjadi mayat yang kering di atas pembaringan! Celaka! Siapa mau berbelanja di restorannya lagi? Dia bakal bangkrut! Akan tetapi.. Emas dan perak yang tertanam di dinding restorannya itu banyak sekali. Dia akan mengambil harta itu dan mengajak isterinya pindah, pindah kota. Kurang lebih satu jam kemudian, terdengar suara hiruk-pikuk di depan restoran dan tampak lima orang lebih berkerumun di depan restoran di pimpin oleh seorang laki-laki berusia lima puluhan tahun yang berpakaian mewah, dibantu oleh lima orang yang agaknya menjadi pembantu-pebantu utamanya. Si gendut cepat keluar dan serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan laki-laki berpakaian mewah itu. "Ong-ya... tolonglah saya.. Harap Ong-ya suka bekuk siluman rase itu..."

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger