naruto

naruto

Senin, 26 November 2012

pendekar kayu harum61

Episode 61 Ucapan seperti ini bagi telinga Keng Hong merupakan ucapan yang terlalu bocengli dan mau mencari enak perutnya sendiri. Akan tetapi bagi dua orang gadis itu tidak aneh karena mereka sendiri pun sejak kecil dididik untuk membawa pendapat sendiri tanpa mempedulikan kesopanan dan keadilan umum, pendeknya yang benar bagi mereka adalah kalau setiap tindakan ditujukan untuk keuntungan diri pribadi. Karena itu, ucapan nenek ini pun tidak mereka anggap bocengli, bahkan sudah wajar! Cui Im yang sudah mengenal betapa saktinya Ang-bin Kwi-bo yang merupakan seorang di antara Bu-tek Su-kwi (Empat Iblis Tanpa Tanding), setingkat dengan gurunya, tidak berani menentang dan hanya menundukan muka tanpa menyerah. Akan tetapi sikapnya berbeda dengan Biauw Eng. Gadis ini adalah puteri Lam-hai Sin-ni, dan karena tugas yang dilaksanakan ini adalah perintah ibunya, maka tentu saja mengandalkan nama besar ibunya yang tidak mau mengalah dan mempertahankan haknya sebagai orang yang menahan Keng Hong. "Menyesal sekali bahwa terpaksa saya tidak dapat memenuhi kehendak bibi itu, karena tugas ini perintah dari ibu sehingga terpaksa saya harus mempertahankan hak saya atas diri murid Sin-jiu Kiam-ong yang telah kami tawan." Mendengar ini, Ang-bin Kwi-bo menjadi tercengang dan ia memandang gadis baju putih itu penuh perhatian. Kemudian ia tertawa terkekeh dan berkata, "Eh, kiranya engkau ini puteri Lam-hai Sin-ni? Engkaukah yang membuat nama besar dengan julukan Song-bun Siu-li itu?" "Benar, bibi. sayalah Song-bun Siu-li Sie Biauw Eng." "Hi-hi-hik! Engkau berani melawan aku?" "Saya harus tahu diri dan saya maklum bahwa bibi bukanlah lawan saya. Seharusnya saya takut melawan bibi, akan tetapi saya lebih takut menghadapi ibu kalau saya melalaikan tugas yang diperintahkannya." "Bagus! Kalau begitu, biarlah kita menggunakan hak seorang pemenang dan mari kita lihat siapa di antara kita yang akan menang dan berhak atas diri bocah ini!" Sambil berkata demikian, Ang-bin Kwi-bo sudah meloncat ke depan menghadapi Biauw Eng yang sudah siap pula dengan senjatanya. Gadis ini bersikap hati-hati sekali karena ia cukup maklum bahwa ia menghadapi lawan yang jauh lebih tinggi tingkatnya. Namun sedikit pun tidak terbayang rasa gentar pada wajahnya yang cantik namun dingin itu. "Hi-hi-hik lumayan juga engkau! Agaknya sudah cukup matang sehingga maklum bahwa yang diam lebih kuat daripada yang bergerak, yang diserang lebih untung daripada yang menyerang. Biarlah, kau jaga seranganku!" Ucapan Ang-bin kwi-bo ini memang berlaku bagi dua orang lawan yang setingkat kepandaiannya, karena dalam ilmu silat, yang diam itu lebih waspada sedangkan si penyerang selalu membuka lubang untuk dirinya sendiri dan penyerangannya membuat kedudukannya agak lemah. Akan tetapi tingkat kepandaian Ang-bin Kwi-bo jauh lebih tinggi dari pada tingkat kepandaian Sie Biauw Eng. Gadis ini paling banyak baru dapat mewarisi setengah kepandaian ibunya, sedangkan tingkat kepandaian Lam-hai Sin-ni yang merupakan orang terpandai di antara empat tokoh datuk sesat, namun tidak banyak selisihnya. Biarpun Ang-bin Kwi-bo menyatakan hendak menyerang, namun kedua kakinya tidak bergerak maju, juga kedua tangannya tidak bergerak. Yang bergerak hanya kepalanya karena ia menggunakan rambutnya yang riap-riapan itu untuk menyerang! Memang hanya rambut kepala yang menyambar itu, akan tetapi Biauw Eng yang lihai itu sama sekali tidak berani menangkis, maklum bahwa senjata rambut ini merupakan senjata keistimewaan Ang-bin Kwi-bo dan bahwa rambut-rambut halus itu kalau dipergunakan oleh Ang-bin Kwi-bo berubah menjadi rambut-rambut yang kaku kuat melebihi baja! Biauw Eng mengelak dengan loncatan ringan ke kiri, kemudian sekali pergelangan lengan tangannya bergerak, sinar putih sabuknya sudah meluncur cepat sekali menotok jalan darah maut di tenggorokan nenek iblis itu! Nenek itu sambil terkekeh menangkis totokan ujung sabuk ini dengan tangan kirinya, malah berusaha mencengkram ujung sabuk dengan kuku-kukunya yang panjang. Akan tetapi ujung sabuk sutera itu lemas dan cepat sekali gerakannya, sebelum menyentuh tangan lawan sudah meluncur ke samping lalu melakukan totokan-totokan bertubi-tubi dari jarak jauh. Biauw Eng amat cerdik. Maklum bahwa kelihaian nenek itu terletak pada rambut dan kukunya, ia sengaja menjatuhkan diri sehingga tidak dapat tercapai rambut maupun kuku, sebaliknya ia mengandalkan sabuknya yang panjang untuk menyerang terus secara bertubi-tubi. Setiap kali nenek itu menangkis dan hendak menyengkeram ujung sabuk, sabuk itu sudah melejit pergi untuk menotok lain bagian. Dilihat begitu saja, amatlah menarik pertandingan ini. Ujung sabuk putih itu seolah-olah seekor kupu-kupu putih yang lincah, hinggap di sana-sini dan selalu luput dari cengkeraman tangan Ang-bin Kwi-bo. Bukan hanya sampai di situ usaha Biauw Eng untuk mengalahkan lawannya yang lihai. Ia harus mengerahkan seluruh kepandaianya dan ia memang bersungguh-sungguh dalam usahanya untuk menangkan perebutan ini betapapun tidak mungkin menurut perhitungan. Selain menghujankan totokan-totokan dari jarak jauh, kini tangan kirinya kadang-kadang bergerak dalam saat-saat yang tak terduga lawan dan meluncurlah senjata rahasianya yang ampuh, yaitu bola-bola putih yang berduri dan kadang-kadang diseling dengan senjata piauw berbentuk tusuk konde putih dengan ukiran bunga bwee. Karena senjata-senjata rahasia ini dilepas dari jarak dekat dan dilontarkan dengan pengerahan tenaga lweekang, juga pada saat yang tidak terduga dan memilih selagi kedudukan tubuh lawan lemah, mau tidak mau Ang-bin Kwi-bo harus mengelak ke sana ke mari sehinga untuk beberapa lama ia seperti terdesak! Ia terdesak bukan karena ilmu silat, melainkan karena kecerdikan lawan yang masih muda itu. Hal ini membuat Ang-bin Kwi-bo menjadi penasaran, malu dan marah sekali. Ketika nenek iblis ini repot mengelak dari hujan senjata rahasia, Biauw Eng tidak menyia-nyiakan kesempatan, sabuk suteranya mengirim totokan yang amat kuat ke arah ulu hati nenek itu. Dan agaknya nenek yang sedang sibuk mengelak dari sambaran senjata rahasia ini tidak sempat pula mengelakan totokan maut ini sehingga Biauw Eng yang masih muda tidak dapat menahan rasa girangnya. Inilah pantangan bagi seorang yang sedang bertanding. Ibunya sudah menggemblengnya sedemikian rupa sehingga dia menjadi seorang gadis berdarah dingin berurat syaraf baja, tidak dapat digoyangkan oleh segala macam perasaan. Akan tetapi karena sekali ini ia menghadapi lawan yang jauh lebih lihai, begitu melihat betapa ia dapat mendesak, bahkan totokan mautnya hampir mengenai sasaran, Biauw Eng tak dapat menahan kegembiraan hatinya dan hal ini, biarpun hanya sedikit, tetap saja telah mengurangi kewaspadaannya. Dalam kegembiraanya ia lupa bahwa nenek itu amat sakti dan keadaan yang mendesak itu mungkin hanya merupakan siasat yang lihai belaka. Ia sadar setelah terlambat karena ketika totokan ujung sabuknya sudah dekat dengan dada nenek itu, tiba-tiba rambut nenek itu menyambar ke depan dan membelit-belit sabuk sutera putihya! Episode 62 Biauw Eng terkejut dan terpaksa hendak melepaskan sabuknya, namun sebagian dari rambut nenek itu telah bergerak lagi dan seperti hidup, rambut itu telah menangkap lengan kanannya, membelit bagian pergelangan sehingga sehingga lengan gadis itu seperti diikat kuat-kuat. "Hi-hi-hik! Engkau berani melawan aku, ya? sebagai puteri Lam-hai-Sin-ni, aku akan mengampuni nyawamu, akan tetapi sebagai seoang gadis yang berani melawanku, kau harus dihukum!" Biauw Eng maklum bahwa dari seorang nenek seperti ini ia tidak dapat mengharapkan maaf, maka ia pun tidak mau minta maaf , bahkan tiba-tiba ia memukulkan tangan kirinya ke arah lambung nenek itu. Pukulan ini hebat sekali dan biarpun Ang-bin Kwi-bo seorang tokoh besar dalam dunia sesat, akan tetapi kalau pukulan tangan kiri Biauw Eng mengenai lambungnya, tentu ia akan celaka, sedikitnya luka hebat. Akan tetapi pada saat itu, si nenek membuat Biauw Eng tidak berdaya hanya menggunakan rambutnya saja sedangkan kedua tangannya masih menganggur, tentu saja pukulan tangan kiri Biauw Eng ini tidak ada artinya baginya. Sekali tangan kanannya yang berkuku panjang itu bergerak, pergelangan tangan kiri Biauw Eng sudah ia tangkap sehingga gadis itu tidak mampu berkutik lagi! "Hi-hi-hik! Hukuman apa yang harus kauterima? Tanganmu? Kubuntungkan sebelah tanganmu?" Nenek itu mengancam sambil menyeringai sehingga tampak giginya yang besar-besar. Sie Biauw Eng yang sudah tak dapat berkutik lagi itu memandang dengan wajah tetap dingin, bahkan mulutnya yang bagus bentuknya itu membentuk senyum mengejek, seolah-olah ancaman itu sama sekali tidak membuat hatinya menjadi jerih. "Wah, kalau hanya lenganmu yang buntung, tentu iblis betina tua bangka Lam-hai Sin-ni masih dapat menurunkan ilmu untuk sebelah tanganmu lagi. Tdak, lebih baik kakimu yang kubuntungkan sebelah. Dengan hanya sebelah kaki, berdiripun kau takkan tegak. Benar, kubuntungkan saja kakimu sebatas paha, hi-hi-hik, dan setiap orang laki-laki akan jijik melihat kakimu yang buntung, heh-heh-heh!" "Tidak! Tidak boleh kaulakukan itu, bibi Ang-bin Kwi-bo!" Tiba-tiba Bhe Cui Im membentak marah dan dengan nekat gadis ini sudah menerjang dari belakang tubuh nenek itu untuk menolong sumoinya. Karena pedangnya sudah hilang ketika tadi dirampas dan dibuang Keng Hong, kini Cui Im menyerang dengan tangan kosong, akan tetapi biarpun hanya memukul dengan tangan kosong, gadis ini diam-diam telah melumuri kedua tangannya dengan racun yang selalu dibawa-bawanya, sesuai dengan julukannya Dewi Racun ! Kini kedua tangannya itu mengeluarkan asap hijau dan racun yang dipakai di kedua tangannya amat jahat karena jangankan sampai lawan yang terpukul robek kulitnya sehingga racun itu dapat meracuni darah, bahkan baru tersentuh saja, racun ini dapat meresap melalui lubang-lubang kulit dan membuat daging menjadi membusuk dalam waktu singkat! Kini gadis ini menerjang nenek itu dari belakang, mencengkram tengkuk dengan tangan kiri dan menghantam lambung dengan tangan kanan. Ang-bin Kwi-bo mendengus marah, tangan kirinya bergerak ke belakang dan kakinya diputar sedikit. Ketika tangan kirinya itu dengan jari-jari terpentang lebar ia dorongkan ke depan, menyambarlah angin pukulan yang hebat, lima buah kuku jarinya tergetar mengeluarkan suara dan tercium bau yang aneh sekali, ada bau harum ada yang amis, dan ada pula yang berbau bangkai. Hebatnya, tubuh Bhe Cui Im terhuyung-huyung mundur seperti terbawa angin badai, terdengar gadis ini memekik dan Cui Im roboh sambil merintih-rintih dan dengan kedua tangan menggigil dan gadis ini cepat merobek bajunya dan tampaklah sebagian dadanya berwarna biru! Dengan tangan masih menggigil, Cui Im mencari-cari dalam saku bajunya, menemukan bungkusan yang dicarinya, membukanya dan dengan jari-jari tetap menggigil ia segera menelan tiga butir pil berwarna hijau, kuning dan merah! “Hi-hi-hik! Engkau bocah lihai, dapat menahan sedikit dorongan Ban-tok-sin-ciang (Tangan Sakti Selaksa Racun). tentu Engkau yang disebut Ang-kiam Tok-sian-li Si Dewi Racun!" Keadaan Cui Im tidak terlalu menderita lagi. Dia masih lemas, akan tetapi telah dapat bangkit dan duduk bersila, mengatur napas. Tiga buah pil yang ditelannya itu mempunyai khasiat yang amat manjur, dapat memunahkan segala macam racun yang bagaimana jahat pun. Ang-bin Kwi-bo kini kembali menghadapi Biauw Eng yang sejak tadi hanya memandang semua itu dengan mata tidak peduli. Baginya, majunya Cui Im untuk membantunya sudah sewajarnya, dan robohnya Cui Im pun bukan hal yang aneh. Dia sendiri tak mampu berkutik, apalagi yang dapat ia lakukan? Tidak lain hanya menanti datangnya hukuman yang ia tahu pasti amat mengerikan. Akan tetapi sebagai puteri Lam-hai Sin-ni, terutama sekali sebagai seorang tokoh muda yang berjuluk Song-bun Siu-li, dia harus menjaga nama dan akan menghadapi semua itu dengan mata tak berkedip. "Heh-heh-heh, sekarang kau boleh pilih, Song-bun Siu-li! Lebih baik kubuntungkan sebelah lenganmu, ataukah sebelah kakimu?" "Ang-bin Kwi-bo, aku sudah kalah olehmu, Mau membuntungi lengan, kaki atau leher, terserah! Di sana masih ada ibuku yang kelak akan mencarimu untuk menagaih hutang berikut bunga-bunganya!" Ang-bin Kwi-bo menjadi marah sekali. Sudah menjadi kesukaan para tokoh sesat terutama Bu-tek Su-kwi empat datuk besar kaum sesat untuk melihat calon korban mereka merengek-rengek minta ampun dan merintih-rintih oleh siksaan, maka kini menyaksikan sikap Biauw Eng yang malah menantang dan wajah yang cantik itu tetap dingin dan senyumnya mengejek, nenek itu menjadi penasaran sekali dan merasa terhina. Alangkah akan malunya dan rendah namanya kalau ada yang melihat betapa Ang-bin Kwi-bo yang terkenal itu kini malah diejek oleh seorang tawanannya, seorang gadis muda! kalau begitu percuma saja ia menjadi seorang di antara empat iblis yang sepatutnya membuat semua orang yang mendengar namanya menggigil ketakutan. Bocah ini telah berada di ambang siksaan , akan dibuntungi kaki tangannya, bukannya takut malah mengejek dan menantang! Episode 63 "Heh-heh-heh, siapa takut terhadap Lam-hai Sin-ni? Suruh dia datang! Kalau aku sudah dapat memiliki kitab-kitab Sin-jiu Kiam-ong, biar ada sepuluh Lam-hai Sin-ni, aku tidak takut. Eh, kau tidak gentar dibuntungi kaki atau tanganmu? Apakah yang paling berharga bagimu? Wajahmu begini cantik..... hemmm, dahulu aku pun cantik sekali melebihimu, dan ribuan orang laki-laki jatuh bertekuk lutut di depan kakiku, mengagumi dan mencintaiku! Hi-hi-hik, apakah yang lebih berharga bagi wanita kecuali kecantikannya? Kata orang, kecantikan jasmani hanya setebal kulit, akan tetapi tanpa adanya kecantikan jasmani, mana mungkin hati pria dapat bangkit seleranya? Memang setebal kulit karena kalau kulit mukamu yang cantik ini, yang halus putih kemerahan dan hangat, kubuang, kukupas, apa yang tinggal? hanya tengkorak dengan daging membusuk! Ihhh, kau menjadi pucat? Bagus, ini tandanya kau mengenal takut, hi-hi-hik!" Nenek iblis itu terkekeh-kekeh, mulai senang hatinya karena ia mulai dapat menyiksa hati gadis itu. Biauw Eng mulai berdebar jantungnya karena ngeri. Dia tidak takut disiksa, tidak takut mati, akan tetapi bagaimanapun juga, dia adalah seorang gadis remaja, seorang gadis muda yang tentu saja sadar akan kecantikannya dan merasa ngeri mendengar ancaman ini. Namun ia memaksa diri tersenyum mengejek dan berkata. "Lakukanlah, Ang-bin- Kwi-bo! kupaslah kulit mukaku sampai menjadi seburuk-buruknya! Akhirnya toh aku mati dan setelah menjadi mayat, apa bedanya cantik atau tidak?" Ucapan ini keluar dari hatinya sehingga mengusir bayangan ngeri dari wajahnya. Hal ini membuat nenek ini mencak-mencak saking marahnya. "Baik, kalau begitu aku tidak akan membuatmu mati! Kalau dikupas semua kulit mukamu, tentu kau akan mampus. Terlalu enak buatmu! Aaahhhhh, aku pernah melihat seorang wanita yang menderita sakit kotor sehingga hilang hidungnya dan bibirnya. Hidungnya hanya merupakan sebuah lubang dan mulutnya juga sebuah lubang melompong. Lalat-lalat keluar masuk melalui lubang-lubang hidung dan mulut. Dan dia tidak mati! Hi-hi-hik, benar sekali. Kalau kupotong hidungmu yang kecil mancung ini, dan kukerat habis sepasang bibirmu yang begini penuh, halus kemerahan membuat hati laki-laki ingin sekali mencium menggigitnya, kau tentu akan menjadi seperti dia ! Kalau hidung dan mulutnya sudah menjadi dua lubang yang dirubung lalat, biarpun bagian tubuhnya yang lain amat bagusnya, laki-laki mana yang akan tertarik? Mereka akan menjadi jijik sekali, melihat pun akan muntah! Hi-hi-hik, menangislah, berteriaklah, aku tetap akan melakukan hukuman ini, hi-hi-hik!" Iblis betina itu berjingkrak-jingkrak sambil terkekeh-kekeh karena kini Baiuw Eng menjadi pucat sekali dan dari sepasang matanya mengalir air mata! Belum pernah selama hidupnya Biauw Eng menangis karena ngeri dan takut, dan sekali ini ia benar-benar menjadi ketakutan karena tidak tahan mengingat ancaman yang amat mengerikan itu. "Heh-heh-heh! Biar kupandang mukamu sampai puas dulu agar aku nanti ingat betapa cantiknya engkau sebelumnya. Julukanmu Siu-li (Perawan Jelita), sungguh tepat! Cantik sekali kau! Sekarang, mana yang lebih dulu dipotong? Hidungmu atau bibirmu? Hudungmu saja agar bibirmu dapat menjerit-jerit, kemudian bibirmu. Wah, kuku tanganku sudah gatal-gatal, kini mendapat makanan empuk, hidung mancung bibir merah. Hi-hi-hik!" Nenek sudah mendekatkan tangan kirinya ke depan hidung Biauw Eng, dan gadis ini meramkan matanya, mukanya pucat, napasnya terengah-engah dan dadanya terisak menangis. Sudah tercium olehnya bau kuku-kuku tangan kiri nenek itu dan ia menahan napas, hampir pingsan ketika kuku-kuku itu sudah menyentuh cuping hidungnya. Agaknya nenek itu sengaja berlaku lambat agar lebih banyak ia dapat menikmati siksaan ini. Cui Im yang masih duduk dengan tubuh lemas memandang dengan muka pucat dan mata terbelalak. "Iblis kejam.....!!" Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring sekali dan Keng Hong telah meloncat tinggi dan dari atas ia mengirim serangan dorongan dengan kedua tangan ke arah punggung nenek itu. Tadi ia menjadi marah dan khawatir sekali menyaksikan keadaan Biauw Eng. Biarpun dia tadinya tak mampu bergerak karena totokan yang istimewa dari nenek itu membuat tubuhnya kaku, namun sinkang di tubuhnya yang hebat luar biasa itu terus mendesak-desak dan akhirnya, dalam saat terakhir bagi keselamatan Biauw Eng, dia berhasil membebaskan diri dari totokan itu dan serta merta dia meloncat dan menyerang. Dalam kemarahannya, dia langsung menggunakan jurus Siang-in-twi-san, yaitu jurus ke tiga dari ilmu silat tangan kosong satu-satunya yang dia kenal, San-in-kun-hoat. Serangannya hebat sekali karena kedua lengannya penuh dengan hawa sinkang yang amat kuat. Nenek yang sakti itu terkejut mendengar desir angin serangan yang demikian hebatnya, maka cepat ia menarik kedua tangannya dari Biauw Eng, tubuhnya membalik dan tangannya menangkis. "Plak-plakkk.....!!" "Aiiihhh.....!!" Ang-bin Kwi-bo menjerit kaget ketika tubuhnya tergetar dan ia dipaksa untuk mundur sampai tiga langkah ke belakang. Apalagi ketika ia melihat betapa pemuda yang menyerangnya itu hanya terhuyung sedikit oleh tangkisannya, sama sekali tidak terpengaruh oleh tangkisan kedua tangannya, benar-benar ia tercengang. Akan tetapi hatinya girang sekali karena hal ini hanya membuktikan betapa hebatnya ilmu kepandaian Sin-jiu Kiam-ong yang dalam waktu beberapa tahun saja dapat melatih muridnya selihai ini. Ia percaya bahwa kalau ia sampai berhasil menguasai kitab-kitab peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, pasti ia akan menemukan ilmu-ilmu yang hebat. "Heh-heh-heh, bocah hebat engkau! Bagaimana kau berhasil membebaskan totokanku?" Memang hal ini saja sudah menimbulkan keheranan dan kekaguman luar biasa bagi Ang-bin Kwi-bo. Jarang di dunia ini ada tokoh yang dapat membebaskan totokannya, kecuali orang-orang yang setingkat dengan dia seperti ketiga datuk hitam yang lain. Akan tetapi Keng Hong tidak memperhatikan nenek itu karena dia melihat betapa tubuh Biauw Eng menjadi limbung dan hampir roboh. Cepat dia melangkah maju dan berhasil memeluk pundak gadis itu sehingga Baiuw Eng tidak sampai roboh. Gadis ini merintih perlahan, terhimpit rasa ketegangan yang amat hebat sehingga setelah ia terbebas daripada ancaman yang lebih hebat daripada maut tadi, ia menjadi lemas sekali. Ketika ada orang memeluknya, ia merintih dan membuka matanya perlahan. Melihat bahwa yang memeluknya dan memandangnya penuh rasa iba itu adalah pemuda yang telah membebaskannya daripada siksaan hebat, ia balas memeluk dan membenamkan mukanya di dada Keng Hong. Sejenak keduanya berpelukan ketat, dan Keng Hong merasa betapa jantungnya berdebar. Sama sekali tidak bangkit nafsunya terhadap gadis ini seperti ketika dia memeluk Cui Im, yang ada hanya rasa kasihan dan sayang. Episode 64 ".... Terima kasih...." Ucapan ini perlahan sekali, merupakan bisikan yang hampir tak bersuara, namun mendatangkan rasa lega dan puas di hati Keng Hong dan dia tersenyum. "Hi-hi-hik! Presis Sin-jiu Kiam-ong! Gurunya pemogoran, muridnya hidung belang! Heh-heh-heh, setiap orang wanita tentu akan jatuh hati kepada bocah ini." Ucapan Ang-bin Kwi-bo menyadarkan Biauw Eng dan sekali rengut ia melepaskan dirinya dari pelukan Keng Hong, lalu mencelat ke belakang dengan muka pucat dan mata terbelalak. Ia tidak merasa malu, hanya merasa heran terhadap diri sendiri mengapa ia mempunyai perasaan seperti ini! Padahal selama hidupnya ia digembleng oleh ibunya agar jangan jatuh hati pada pria manapun. Dan selamanya ia tidak pernah memikirkan pria. Sekarang, tannpa disadari ia tadi telah memeluk pemuda itu dengan mesra, di depan mata orang-orang lain pula! "Ha-ha-ha, Sumoi, betul tidak kataku? Hati-hati terhadap dia, aku akan pulas dalam pelukannya yang nyaman......!" "Suci, tutup mulutmu.....!!" Bentakan ini mengandung kemarahan yang membuat Cui Im tak berani bersuara lagi, akan tetapi mulut wanita ini tersenyum dan pandang matanya terhadap Biauw Eng mengandung sesuatu yang aneh. Akan tetapi Ang-bin Kwi-bo kini sudah menghadapi Keng Hong dan sambil tertawa ia berkata, "Bocah, aku masih ingat kepadamu. Sejak kecil engkau sudah hebat, berani meniup suling mengacaukan pertandingan kami melawan Sin-jiu Kiam-ong.” "Ang-bin Kwi-bo, aku pun masih ingat kepadamu ketika engkau dengan iblis-iblis lain secara tiak tahu malu mengeroyok mendiang suhu. Dan sekarang engkau hendak menyiksa seorang gadis muda. Benar-benar engkau keji dan jahat seperti iblis sendiri!" Nenek itu tertawa-tawa dengan hati girang. Maki-makian yang menunjukan betapa kejam dan jahatnya bagi telinganya merupakan puji-pujian yang membesarkan hati. "Hi-hi-hik, dan aku dapat lebih kejam lagi kalau kau tidak menurut kepadaku. Kau harus ikut aku dan membawaku ke tempat penyimpanan pusaka peninggalan gurumu." "Aku tidak sudi!" "Aku akan memaksamu, bocah keras kepala!" "Dipaksa juga aku tetap tidak dapat menunjukan tempat itu!" "Aku akan menyiksamu, membuat kau mati tidak hidup pun tidak, menjadi tiga perempat mati dan yang seperempat hanya kubiarkan hidup untuk mengalami derita yang hebat!" Nenek itu mengancam dengan suara marah. "Percuma, biar disiksa sampai mati pun tidak ada gunanya karena aku sendiri tidak tahu dimana tempat yang kau maksudkan itu." "Bohong.....!" "Sudahlah! Percaya atau tidak terserah, aku tidak ada waktu lebih lama lagi untuk melayani ocehanmu. Aku pergi!" Setelah berkata demikian, Keng Hong meloncat dan lari pergi dari situ. Akan tetapi tampak bayangan hitam berkelebat dan tahu-tahu nenek itu telah berdiri menghadang di depannya. Keng Hong kaget dan kagum. Ginkang dari nenek ini benar-benar mengejutkan, seperti terbang saja ketika mendahuluinya dan menghadang. "Kau mau apa?" tanya Keng Hong. "Kau harus ikut bersamaku!" Keng Hong teringat akan pesan suhunya. Suhunya pernah menyatakan bahwa di dunia persilatan banyak sekali orang pandai yang takkan terlawan olehnya, terutama sekali orang-orang seperti Bu-tek Su-kwi yang berilmu tinggi. Hanya kalau dia sudah mempelajari kitab-kitab peninggalan suhunya, barulah dia akan cukup kuat untuk menghadapi mereka, demikian pesan suhunya. Dan sekarang dia berhadapan dengan seorang di antara mereka! Sayang pedang Siang-bhok-kiam tidak berada di tangannya. Kalau dia bersenjatakan pedang itu, ingin dia mencoba ilmu pedangnya Siang-bhok Kiam-sut melawan nenek yang lihai bermain silat dengan senjata rambut dan kuku-kukunya ini! Betapun juga, dia harus melawannya. "Aku tidak sudi." "Hi-hi-hik, kaukira aku tidak dapat memaksamu? Kaukira dengan sedikit kepandaianmu itu engkau akan dapat menentang Ang-bin Kwi-bo? Hi-hi-hik!" "Aku tidak dapat!" bentak Keng Hong dan pemuda ini sudah menerjang maju, membuat gerakan melingkar dengan kedua tangan yang diputar dari atas kepala terus ke bawah, cepat sekali sehingga kedua lengannya merupakan gulungan sinar putih, kemudian dari gumpalan sinar ini menyambarlah kedua pukulannya bertubi-tubi. Ia telah memainkan jurus ke lima dari ilmu silatnya, yaitu jurus San-in-ci-tian (Awan Gunung Mengeluarkan Kilat). Angin pukulan kedua tangannya yang mengandung tenaga sinkang itu sampai mengeluarkan suara menderu dan rambut riap-riapan serta baju nenek itu berkibar-kibar disambar angin pukulan. "Pukulan yang aneh dan hebat.....!" Nenek itu berseru gembira sekali karena harus ia akui bahwa sebanyak itu ia mengenal ilmu silat pelbagai aliran, belum pernah ia menyaksikan jurus pukulan yang dipergunakan pemuda ini. Sebagai seorang hali, ia segera dapat menilai bahwa jurus ini hebat sekali, mengandung segi yang rumit dan dahsyat, akan tetapi hanya tenaga pemuda ini saja yang hebat luar biasa, namun gerakannya belum "matang". Oleh karena itu, dengan mudah ia menghindarkan diri sambil meloncat ke kanan, kemudian membalik ke kiri cepat sekali dan rambutnya sudah menyambar ke arah leher Keng Hong! Episode 65 Kalau diukur tentang ilmu silatnya, tentu saja Keng Hong kalah jauh, maka ketika serangannya itu selain gagal juga dia dibalas secara kontan, pemuda ini menjadi sibuk menangkis dengan kebutan tangannya. Hebat memang tenaganya, karena angin tangkisannya dapat membuat rambut nenek itu buyar, kemudian dia meloncat ke depan dan dari atas dia mengirim pukulan dengan jurun Siang-in-twi-san. Serangan ini pun hebat sekali dan nenek iblis itu makin gembira. Mula-mula yang akan dipelajarinya adalah jurus-jurus ini, pikirnya. Kalau dia sudah memahami jurus-jurus seperti ini, kemudian dia yang memainkannya tentu akan hebat sekali daya serangnya dan sukarlah tokoh-tokoh tandingannya akan mampu menangkisnya! Kini ia secara tiba-tiba menggulingkan tubuhnya dan selagi tubuh Keng Hong yang menyambar lewat itu meluncur di atas kepalanya, ia mengulur kedua tangan mencengkram ke arah kaki Keng Hong! Keng Hong terkejut sekali, lalu mengerahkan sinkangnya dan tubuhnya mencela ke atas. Gerakan ini bukan main cepatnya, digerakan oleh tenaga ginkang yang tinggi sehingga dia dapat menghindarkan kedua kakinya dari cengkraman. Akan tetapi begitu dia meloncat turun, kedua tangan nenek itu sudah menerjangnya dengan pukulan Ban-tok-sin-ciang! "Rebahlah!" teriak si nenek yang ingin cepat-cepat merobohkan Keng Hong untuk dapat dibawa lari karena ia khawatir kalau-kalau kedua orang anak murid Lam-hai Sin-ni itu datang membantu, dan lebih khawatir lagi kalau-kalau ada datang tokoh-tokoh lain yang ia tahu juga berusaha mendapatkan pemuda murid Sin-jiu Kiam-ong ini. Keng Hong merasa betapa sebuah tenaga raksasa mendorongnya, didahului bau yang harum dan amis. Cepat dia menahan napasnya, mengerahkan sinkangnya dan menangkis dengan tangan digerakan dari samping. "Desssss!!" Sekali ini tubuh Keng Hong yang terhuyung-huyung ke belakang dan nenek itu yang merasa betapa kedua tangannya tergetar, cepat menggerakan kepalanya dan rambutnya yang riap-riapan itu terpecah menjadi tujuh buah pecut yang menyambar dan menotok tujuh jalan darah di bagian atas tubuh Keng Hong! Pemuda itu terkejut sekali karena tidak mungkin dia menghindarkan diri dari tujuh totokan sekaligus itu, dia cepat mengerahkan sinkang di tubuhnya dan menutup jalan-jalan darah yang tertotok. Ujung-ujung rambut itu mengenai sasaran dan membalik bertemu dengan tubuh Keng Hong, akan tetapi pemuda itu merasa tubuhnya seperti disambar petir dan dia terguling roboh. Baiknya dia terus bergulingan karena seandainya tidak, tentu dia kena totok oleh Ang-bin Kwi-bo yang sudah menubruknya. Keng Hong mencelat berdiri dan kepalanya terasa pening, dan biarpun dia tidak terpengaruh oleh totokan-totokan itu, namun tubuhnya terasa kesemutan dan kepalanya pening. Ia melihat wajah nenek yang tertawa-tawa itu berubah menjadi dua dalam pandang matanya yang berkunang. "Keng Hong, pergunakan ilmu tempelmu!" Tiba-tiba Cui Im berteriak. Gadis ini sudah terbebas daripada pengaruh pukulan beracun tadi, akan tetapi masih lemah. Adapun Biauw Eng sejak tadi hanya memandang dan wajahnya sudah membayangkan sikapnya yang dingin lagi. Hal ini adalah karena ia masih merasa terguncang oleh perasaan hatinya sendiri yang tak dapat ia sangkal bahwa ia mencinta pemuda itu! Mendengar teriakan Cui Im itu, Keng Hong yang masih pening dan belum dapat menggunakan pikirannya dengan baik itu segera menubruk maju, melakukan serangan dan kembali ia telah menggunakan jurus ke tiga, yaitu Sian-in-twi-san. Sekali ini, mendengar seruan Cui Im tadi, Ang-bin Kwi-bo sengaja memakai kedua tangan Keng Hong yang terbuka dan mendorongnya itu dengan kedua tangannya sendiri. "Plakkk......!!" Dua pasang telapak tangan itu bertemu di udara. Hebat bukan main tenaga sinkang Ang-bin Kwi-bo sehingga tubuh Keng Hong untuk beberapa detik lamanya tersangka di udara oleh sepasang tangannya. Setelah tubuh Keng Hong makin turun dan akhirnya kedua kakinya menyentuh tanah, barulah Ang-bin Kwi-bo mengeluarkan seruan keras. "Kau faham Thi-khi-i-beng....?" Seruan ini adalah seruan terheran-heran, juga seruan girang sekali. Cepat sekali wanita yang telapak tangannya sudah melekat dengan tangan Keng Hong dan mulai tersedot hawa sinkangnya itu, menggerakan kepalanya dan rambutnya terpecah menjadi dua bagian melakukan totokan ke arah kedua pergelangan tangan Keng Hong. Pemuda itu merasa betapa kedua tangannya tiba-tiba menjadi kesemutan sehingga daya sedotnya berkurang dan pada saat itulah Ang-bin Kwi-bo merenggut kedua tangannya terlepas, kemudian sekali lagi rambutnya mengirimkan totokan selagi Keng Hong masih belum siap-siap sehingga pemuda itu terkena totokan pada kedua pundaknya sehinga tiba-tiba dia menjadi lemas! Pada detik lain tubuhnya sudah disambar oleh Ang-bin Kwi-ong yang tertawa terkekeh-kekeh girang sekali. Dalam diri pemuda ini saja sudah terdapat ilmu-ilmu pukulan yang amat hebat ditambah dengan ilmu Thi-khi-i-beng yang kabarnya sudah lenyap dari dunia persilatan! Kalau dia bisa mendapatkan dua macam ilmu itu saja, dilatihnya sempurna, ia akan menjadi tokoh nomor satu di antara Empat Datuk! "Ang-bin Kwi-bo, dia tawananku, lepaskan!" Tiba-tiba Biauw Eng berseru nyaring dan gadis ini sudah menyerang dengan sabuk sutera putihnya. Ujung sabuk meluncur cepat dari atas dan bagaikan seekor ular panjang, sabuk itu kini "mematuk" ke arah ubun-ubun kepala Ang-bin Kwi-bo. Inilah serangan yang amat berbahaya, serangan maut! Ang-bin Kwi-bo maklum akan bahayanya serangan ini, maka ia cepat menggunakan tangan kananya untuk mencengkram ke arah ujung cambuk, sedangkan lengan kirinya mengempit dan melingkari pinggang Keng Hong. Cengkraman itu luput karena sabuk sudah disendal oleh Biauw Eng, akan tetapi nenek itu melanjutkan tangan kanannya dengan serangan jarak jauh, mendorongkan tangannya itu dengan ilmu Ban-tok-sin-ciang ke arah Biauw Eng. Gadis ini yang sudah mengalami sendiri betapa hebatnya pukulan nenek itu, cepat mengelak ke samping dan kesempatan ini dipergunakan oleh Ang-bin Kwi-bo untuk meloncat pergi. Murid Sin-jiu Kiam-ong sudah berada ditangannya, dia tidak mau melayani puteri Lam-hai Sin-ni lebih lama lagi. Akan tetapi tiba-tiba tampak berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu seorang nenek berpakaian putih yang bertubuh tinggi kurus telah berdiri di depan Ang-bin Kwi-bo dengan sikap angkuh dan dingin. Nenek ini usianya sebaya dengan Ang-bin Kwi-bo, namun berbeda dengan Ang-bin Kwi-bo yang berwajah menyeramkan dan buruk, nenek ini jelas menunjukan bahwa dahulunya tentu mempunyai wajah yang cantik sekali. Tubuhnya yang tinggi kurus masih membayangkan bentuk tubuh yang ramping, dan gerak-geriknya halus.

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger