naruto

naruto

Jumat, 30 November 2012

pdk 292 --296

Episode 292 "Bocah goblok,aku lebih tahu akan watak Sie Cun Hong! Engkau tahu apa? Dia dahulu telah mempunyai isteri yang cantik dan mencintanya, akan tetapi karena dia itu hidung belang, mengejar-ngejar perempuan saja kerjanya, isterinya lalu lari meninggalkannya! Apakah itu bukan bukti yang cukup jelas?" "Tidak, aku tidak percaya, Kwi-bo! Kalau betul dia berpisah dari isterinya, tentu ada sebab lain.aku tetap yakin dala perpisahan itu pun, suhu tidak salah!" "Aku tidak tahu dan aku pun tidak berhak tahu mengenai urusa dalam suami isteri, akan tetapi aku merasa yakin bahwa suhu tidak bersalah dalam hal itu!" "Bocah sombong dan keras kepala!" Nenek itu membentak makin marah. Ia benar-benar merasa tidak berdaya dan "mati kutunya" terhadap Keng Hong. "Rasakan ini!" Nenek itu kini menancapkan kuku lima jari tangan kirinya ke pungung Keng Hong. Pemuda ini tidak mampu melawan karena sekali mengerahkan tenaga melawan berarti dia akan mencelakakan diri sendiri. Maka dia meneria serangan itu. Lima kuku jari tangan kiri Ang-bin Kwi-bo menancap di punggung Keng Hong dan pemuda itu memejamkan mata akan tetapi tanpa dapat dia tahan lagi dan seperti tanpa disadari, mulutnya terbuka dan terdengar keluhan berat. Ia terengah-engah dan setelah nenek itu menarik kembali lima kuku jari tangan kirinya Keng Hong merasa betapa tubuhnya seperti disayat-sayat dari dalam! "Ban-tok-sin-ciang telah meracuni tubuhmu. Dalam waktu dua puluh empat jam engkau akan tersiksa oleh bermacam rasa nyeri yang hebat seolah-olah semua siksaan dari neraka telah masuk ke tubuhmu dan akan kau rasai dalam waktu sehari semalam sebelum engkau mampus. Akan tetapi, kalau engkau mau memaki gurumu sebagai manusia sesat dan memberikan Thi-khi-I-beng kepadaku, aku akan memberi obat penawar racun." Keng Hong memejamkan mata dan mulutnya masih terbuka, terengah-engah , akan tetapi dia berhasil berkata, "Suhu manusia mulia!!" Sekali ini Ang-bin Kwi-bo sudah tidak dapat menahan kemarahannya lagi. "Bocah sinting! Engkau memang layak mampus! Dahulu aku amat merindukan tubuh Cun Hong! Selaksa orang pemuda ganteng tidak dapat memuaskan hatiku, akan tetapi Cun Hong yang kuingini terlalu besar kepala dan menolakku. Aku hampir gila karena malu dan sakit hati. Apa bedanya antara dia dan aku? Aku suka melayani selaksa orang muda ganteng, dia pun suka melayani selaksa gadis cantik. Dia dan aku sebetulnya cocok akan tetapi dia memandang rendah, merasa dia termasuk golongan bersih dan aku dianggapnya golongan kotor. Macam engkau sekarang ini! Engkau jahat, seperti dia, sapai isterinya sendiri yang kabarnya amat cantik dan memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, puteri seorang bangsawan, meninggalkannya!' "Kwi-bo, tidak perlu mengoceh lagi. Aku tetap tidak percaya dan aku yakin bahwa suhu adalah manusia baik, tidak seperti engkau!" Pada saat itu terdengar suara orang menarik napas panjang disusul ucapan yang halus, "Ahhh, betapa untungmu, Sie Cun Hong, mempunyai seorang murid yang masih mati-matian membela nama baikmu biarpun engkau sudah mati dan muridmu terancam bahaya maut...!" Keng Hong melihat munculnya seorang nenek yang sudah amat tua, kiranya tidak kalah tua oleh Ang-bin Kwi-bo, namun masih membayangkan bahwa nenek ini dahulu di waktu mudanya tentu bertubuh tinggi ramping dan berwajah cantik. Di samping nenek ini berdiri seorang gadis yang luar biasa cantiknya, berpakaian kuning. Gadis ini, seperti juga nenek itu, membawa sebuah keranjang obat yang terisi beberapa helai daun dan beberapa potong akar obat. Ang-bin Kwi-bo cepat membalikkan tubuh seperti seekor harimau marah. Dia tidak berani sembarangan karena maklum bahwa nenek dan gadis yang dapat tiba di belakangnya tanpa ia dengar sama sekali tentu bukanlah manusia-manusia biasa, melainkan orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. "Engkau siapa?" bentaknya kepada nenek itu. Nenek itu tersenyum dan biarpun mulutnya tidak ada giginya, ketika tersenyum tidak kelihatan buruk. "Ang-bin Kwi-bo, baru saja engkau bicara tentang diriku, setelah aku muncul, engkau malah tidak mengenalku. Bukankah ini lucu sekali? Biarlah ini menjadi pelajaran bagiu bahwa tidak baik membicarakan urusan orang lain yang diketahuinya betul." "Heh, siapa engkau?" Kembali Ang-bin Kwi-bo membentak sambil meneliti keadaan nenek yang kelihatannya halus dan ringkih (lemas) itu. "Namaku Tung Sun Nio..." Ang-bin Kwi-bo mencelat ke belakang sampai tiga langkah, memandang tajam dan sepuluh buah kuku jarinya terulur, seperti seekor kucing bertemu anjing dan siap mencengkeram. "Apa...? Engkau isteri Sie Cun Hong?" Nenek itu mengangguk dan memandang Keng Hong yang masih duduk dan kini pemuda itu memandangnya dengan mata terbelalak. Saking kaget dan herannya, sejenak Keng Hong melupakan penderitaannya! "Benar akulah Tung Sun Nio dahulu isteri Sie Cun Hong. Murid mendiang suamiku ini benar! Tak perlu ku sembunyikan lagi, dahulu aku adalah isteri Sin-jiu kiam-ong Sie Cun Hong.Dia seorang suami yang baik, tidak pernah menyeleweng, tidak pernah memperdulikan wanita lain. Akan tetapi terjadi perpecahan dan aku kemudian melarikan diri sehinga suamiku itu berubah wataknya, menjadi petualang cinta, hanya berbeda dengan engkau yang suka menculik dan memaksa pemuda-pemuda tampan, suamilku yang amat tampan itu hanya melayani wanita-wanita yang tergila-gila kepadanya, sama sekali tidak pernah memaksa seperti yang kau lakukan!" Akan tetapi, dicela tentang perbuatannya, Ang-bin Kwi-bo sama sekali tidak peduli. Dia lalu berkata, "Nah, benar kataku! Sie Cun Hong bukan manusia baik-baik, sehingga engkau yang menjadi isterinya sampai lari meninggalkannya!" Nenek itu menggeleng-geleng kepala dan sejenak wajahnya kelihatannya suram. "Sama sekali tidak. Kau mau tahu mengapa aku meninggalkan dia? Karena akulah yang tergila-gila dengan seorang sahabat baiknya! Akulah yang berlaku serong, tidak kuat menahan nafsu sewaktu suamiku tidak berada di rumah dan aku melakukan hubungan dengan pria lain. Sie Cun Hong tetap seorang yang mulia, seperti dikatakan muridnya ini. Ang-bin Kwi-bo, engkau tidak tahu betapa puluhan tahun aku menderita tekanan batin karena perbuatanku itu. Aku mengerti bahwa perbuatanku itulah yang membentuk watak suamiku, dan akulah yang berdosa. Namun, aku hanya dapat menyesali diri sendiri, tidak mempunyai kesempatan menebus dosa sampai matinya! Kini kesempatan itu muncul! Engkau telah menganiaya muridnya, engkau merampas pusaka peninggalan suamiku. Maka, sekarangalah aku dapat menebus dosaku dengan membela muridnya yang berbakti dan setia, jauh lebih setia daripada aku yang menjadi isterinya. Hayo serahkan kembali pusaka itu!" Episode 293 Tiba-tiba Ang-bin Kwi-bo tertawa terkekeh-kekeh dan menudingkan telunjuk kirinya yang berkuku panjang, "Bagus sekali! Dan aku pun belum pernah mendapat kesempatan membalas sakit hatiku kepada Sie Cun Hong. Sekarang engkau isterinya muncul, sungguh kebetulan. Aku akan membunuhmu, akan menyiksamu seperti yang kulakukan kepada muridnya, hi-hi-hik!" Akan tetapi nenek iblis ini terpaksa menghentikan ketawanya ketika tubuh Tung Sun Nio sudah menerjang maju dengan kecepatan yang luar biasa dan tongkat kecil di tangannya berubah menjadi sinar bergulung menyambar ke arah dada Ang-bin kwi-bo! Nenek iblis ini terkejut sekali dan cepat ia menggerakkan tangan, kukunya seperti lima batang pisau itu menangkis tongkat. "Triiiiikkkkk!" Ang-bin Kwi-bo meloncat jauh ke belakang, matanya terbelalak merah penuh kemarahan. Ia tadi merasa betapa jari-jari tangannya sakit dan lengannya tergetar hebat. Maklumlah ia bahwa nenek isteri Sin-jiu Kiam-ong itu merupakan lawan yang tak boleh dipandang ringan! Dengan gerengan marah ia meloncat maju, rambutnya menyambar-nyambar seperti pecut dan sepuluh buah jari berkuku runcing itu mencakar-cakar. Serangannya dahsyat bukan main dan Tung Sun Nio, nenek bekas isteri Sie Cun Hong yang bersikap tenang, cepat memutar tongkatnya dan ia harus mengerahkan semua kepandaian untuk mneghadapi terjangan dahsyat dari nenek iblis itu. "Kuatkanlah, aku akan melepaskan kaitan-kaitan ini." Keng Hong yang sedang memperhatikan jalannya pertandingan, menoleh ke kiri ketika mendengar suara halus itu dan dia melihat betapa gadis baju kuning yang cantik luar biasa itu telah mendekatinya. Ia mengangguk lalu mengumpulkan sinkang, mematikan perasaan di kedua pundak dan kini yang terasa olehnya hanyalah bekas tusukan buku beracun di punggungnya. *** Seperti kalau dia bertemu dengan pemandangan alam di pegunungan yang indah, seperti kalau dia melihat bunga-bunga mekar dengan indah , seperti dia melihat bintang-bintang gemerlapan di langit atau bulan purnama tersenyum-senyum di angkasa. Salahkah kalau dia menikmati segala keindahan itu dengan matanya, termasuk keindahan wanita cantik? Mereka bertemu pandang dan agaknya gadis itu dapat melihat pula sinar kagum dan terpesona di mata Keng Hong,buktinya dia lalu menundukkan muka dengan kening berkerut dan kedua pipi yang sudah kemerahan itu kini menjadi merah sekali! Keng Hong cepat memalingkan mukanya. Benar-benar dia telah memiliki watak suhunya. Tidak tahan melihat wanita cantik, tak dapat menyebunyikan rasa kagum dan terpesona sungguhpun dia sangsi apakah perasaan ini termasuk perasaan yang buruk. Betapapun juga, memang keterlaluan sekali. Dia terancam maut. Racun Ban-tok-sin-ciang mengalir di tubuhnya. Akan tetapi dia masih berkesempatan menikmati dan mengagumi wajah cantik! Karena malu kepada diri sendiri, Keng Hong lalu memejamkan matanya dan mengheningkan cipta bersiulian untuk mencoba menolong dirinya dengan kekuatan sinkang di tubuhnya. Akan tetapi, makin dia kerahkan hawa sakti, punggungnya makin nyeri seperti ditusuk besi membara, sehingga terpaksa dia menghentikan usahanya itu dan hanya mengumpulkan hawa bersih yang disedotnya untuk menahan rasa nyeri yang menggerogoti seluruh tubuhnya dari dala. Entah berapa lama Keng Hong bersamadhi memejamkan mata. Tiba-tiba lengannya disentuh oleh sebuah tangan halus dan terdengar suara yang berbisik halus namun mengandung penuh kekhawatiran. "Sadarlah... bangunlah... suhu terancam... bagaimana baiknya?" Keng Hong membuka matanya dan yang pertama-tama menarik perhatiannya adalah lima buah jeriji tangan yang kecil mungil menyentuh lengannya itu. Akan tetapi cepat dia mencela dirinya sendiri, dan mengalihkan perhatiannya ke depan, ke arah dua orang nenek yang sedang bertanding seru sekali. Ternyata bahwa nenek yang memegang tongkat itu terdesak hebat oleh Ang-bin Kwi-bo yang menyerang dengan kuku jari dan rambutnya. Ilmu silat yang dimainkan isteri gurunya itu baik sekali dan amat kuat, pikir Keng Hong, juga gerakan nenek itu tidak kalah cepat atau ringan dari lawan. Pertemuan tongkat dengan jari berkuku panjang yang mengeluarkan bunyi nyaring pun membuktikan bahwa dalam hal tenaga sinkang, mereka berimbang. Hanya nenek itu terdesak oleh Ang-bin Kwi-bo, oleh terjangan nenek iblis yang amat dahsyat dengan rambut dan kuku-kuku jarinya yang berbahaya sekali. Nenek bertongkat itu berkali-kali terpaksa mengelak dan berloncatan ke belakang untuk menghindarkan pukulan atau cakaran Ban-tok-sin-ciang dari Ang-bin Kwi-bo. Keng Hong sendiri terluka parah dan tak mungkin dia membantu. Ia mengerling ke arah gadis itu dan berbisik, "Apakah Nona murid dari... eh, subo itu?" Dia menyebut subo kepada nenek itu, karena bukankah nenek itu isteri mendiang gurunya sehingga nenek itu boleh dibilang adalah ibu gurunya. Gadis itu mengangguk. "Subo sebetulnya tidak kalah lihai, hanya repot menghadapi senjata yang amat banyak itu, rambut dan sepuluh kuku jari. Ban-tok-sin-ciang itu memang berbahaya sekali. Kalau nona maju membantu kurasa subo tidak akan begitu repot." "Itulah yang menggelisahkan hatiku," Nona itu berbisik dan alis yang hitam kecil menjelirit seperti dilukis itu mengerut. "Tadi aku hendak membantu, dilarang oleh subo karena diejek iblis itu yang mengatakan subo pengecut hendak mengeroyok." Keng Hong mengerutkan keningnya. Berabe juga kalau begitu. Dia mengenal kelicikan dan kecurangan Ang-bin Kwi-bo dan agaknya subonya ini, kalau dia tidak salah dengar tadi adalah bekas puteri bangsawan, tentu memiliki keangkuhan dan setelah diejek begitu tentu merasa malu kalau dibantu muridnya atau orang lain. Sedangkan kalau pertandingan itu dilanjutkan, isteri gurunya itu agaknya akan kalah. Kalau isteri gurunya tewas, gadis ini akan tewas pula, demikian juga dia. Keng Hong mencari akal, kemudian teringat akan Siang-bhok-kiam. Nenek iblis itu mempunyai ilmu pukulan beracun yang ganas yaitu Ban-tok-sin-ciang dan untuk menghadapi ilmu dengan kuku-kuku beracun itu, paling tepat hanya menggunakan Siang-bhok-kiam karena pedang pusaka itu justeru "anti racun"! Akan tetapi pedang pusakanya itu, seperti pusaka lain, telah dirampas oleh si nenek iblis. Bahkan pedangnya itu kini terselip di pinggang Ang-bin Kwi-bo! Setelah memeras otaknya menahan rasa nyeri di punggungnya, akhirnya Keng Hong berbisik, "Nona, dekatkan telingamu..." Nona itu mengerti bahwa pemuda ini hendak berbisik sesuatu yang tak boleh didengar nenek iblis yang tentu memiliki pendengaran amat tajam, maka ia lalu menggeser tubuhnya yang berlutut dan jantungnya berdebar keras. Telinga itu begitu indah bentuknya, rambut pelipis yang halus dan melingkar-lingkar itu menyapu mukanya, berbau harum seperti bunga mawar. Muka itu begitu dekat. Eh, benar engkau bajul buntung, Keng Hong! Kembali Keng Hong memaki dirinya sendiri dan cepat dia berbisik perlahan sekali. Gadis itu menggerak-gerakkan sepasang alisnya, kelihatannya terheran, akan tetapi ia mengangguk tanda mengerti apa yang diminta oleh Keng Hong. Episode 294 Setelah Keng Hong membisikkan siasatnya, nona itu menjauhkan lagi tubuhnya lalu berkata, kini suaranya keras, "Subo terdesak oleh nenek iblis itu!" Keng Hong tertawa, suara ketawanya mengejek. "Ahhhhh, siapa tidak mengenal nenek iblis Ang-bin Kwi-bo? Namanya saja besar, padahal dia seorang yang pengecut dan penakut sehingga kuku-kuku jari tangannya pun diberi racun dan dipanjangkan, masih pula ia menggunakan rambutnya yang kotor dan penuh kutu! Ilmu silatnya sih hanya ilmu silat pasaran saja, dan kepandaiannya pun bolehnya mencuri-curi dan meniru-niru dari orang lain. Biarpun begitu, dia masih tidak malu-malu memakai nama sebagai seorang di antara Bu-tek Su-kwi. Menggelikan dan menjijikkan!" Terdengar Ang-bin Kwi-bo memekik marah dan meloncat mundur. "Bocah bermulut busuk! Murid Sie Cun Hong mulutnya busuk seperti gurunya! Kau tunggu saja, setelah aku membunuh isterinya, engkau akan kubunuh sedikit demi sedikit, akan kusayat-sayat dagingmu, kuberikan kepada gagak dan anjing...!" Akan tetapi ia berhenti memaki karena nenek itu sudah menerjang lagi dengan tongkatnya, marah mendengar caci maki yang kotor dan keji itu. Melihat keduanya bertanding lagi, nona yang sudah diberi isyarat kedipan mata Keng Hong, berkata lagi dengan suara nyaring, "Akan tetapi, kulihat nenek iblis itu demikian kuat dan cepat, ilmu silatnya aneh sekali! Sungguh mengerikan!" "Uwaaah! Siapa bilang? Coba kalau gurumu menggunakan senjata Siang-bhok-kiam yang secara tidak tahu malu ia rampas dari tanganku ketika aku pingsan, hemmm... tentu dalam sepuluh jurus lagi dia mampus! Siang-bhok-kiam adalah pedang pusaka guruku yang dianggap suci, tidak mungkin dipergunakan terhadap sembarangan manusia, bahkan pantang minum darah manusia. akan tetapi kalau darah iblis seperti nenek itu, guruku tentu tidak ragu-ragu lagi untuk mempergunakan. Dia pengecut, mana berani? Ha-ha-ha!" Keng Hong tertawa, akan tetapi sesungguhnya ketika dia tertawa itu, punggung dan dadanya rasanya nyeri bukan main hampir tak dapat dia menahan. Tiba-tiba Ang-bin Kwi-bo terkekeh. "Heh-heh-heh-hi-hik! Cia Keng Hong, kaukira aku manusia tolol yang dapat kau bakar hatiku? Ha-ha-ha, biar kau mencaci maki aku, tidak nanti aku begitu bodoh menjadi marah dan terkena pancinganmu lalu memberikan pedang Siang-bhok-kiam kepada isteri gurumu! Kau lihat ini! Aku malah akan menggunakan pedang pusaka gurumu untuk membunuh isterinya! Heh-heh-heh-heh, bagus sekali! Pedang pusaka suci ini akan minum darah isteri gurumu sendiri!" Keng Hong memebelalakkan matanya mengangkat tangan ke atas dan mulutnya menyeringai saking sakitnya. "Jangan...! Ahhh, Kwi-bo, jangan sekeji itu...! Gadis itu meloncat berdiri dan menudingkan telunjuknya ke hidung Keng Hong sambil memberntak, "Engkau... dengan akal bulusmu yang tolol! Engkau malah mencelakakan subo...!" Ang-bin Kwi-bo terkekeh dan mencabut Siang-bhok-kiam dari pinggangnya. Melihat Pedang Kayu Harum milik suaminya ini, nenek itu menjadi pucat wajahnya, akan tatapi ia sudah nekat dan tanpa banyak cakap lagi ia sudah menerjang dengan tongkatnya. Ang-bin-Kwi-bo megerahkan sinkangnya dengan amat kuat dan menangkis dengan pedang Siang-bhok-kiam. "Krekkk!" Tongkat di tangan nenek itu patah menjadi dua bertemu dengan Siang-bhok-kiam. Nenek itu menjerit dan meloncat mundur. "Hi-hi-hi-hi-hik!" Ang-bin Kwi-bo terkekeh girang. "Celaka...!" Gadis itu menjerit dan sekali ini jeritnya bukan lagi pura-pura, melainkan jerit karena khawatir dan ngeri. Sambaran Siang-bhok-kiam yang berubah menjadi sinar hijau dapat dielakkan oleh Tung Sun Nio, akan tetapi karena hawa pedang itu amat mujijat, ia terhuyung dan tiba-tiba sinar hitam dari rambut Ang-bin Kwi-bo telah meluncur ke depan dan melibat leher dan pundak Tung Sun Nio! Sambil terkekeh-kekeh, Ang-bin Kwi-bo melangkah maju, pedang Siang-bhok-kiam diangkat tinggi dan akan dihantamkan ke arah kepala nenek itu. "Tung Sun Nio, lihat pedang suamimu yang suci akan membelah kepalamu, hi-hi-hi..." Tiba-tiba nenek iblis itu mengeluarkan suara meraung keras, pedang Siang-bhok-kiam terlepas dari tangan kanannya dan ia menjerit. "Aduhhh... tanganku...tanganku...!" -Ternyata tangan kanannya menjadi lumpuh dan pedang yang terlepas itu cepat disambar oleh Tung Sun Nio dan sekali pedang tiu berkelebat, rambut yang membelitnya telah dibabat putus! "Aihhhhh... keparat... pedang celaka...!" Ang-bin Kwi-bo memaki dan tangan kirinya dengan jari-jari berkuku runcing menyambar. Tung Sun Nio memapaki lengan itu dengan Siang-bhok-kiam. "Srattt... krekkkkk!" Lengan nenek iblis yang kiri terbabat buntung! Ia memekik keras. Akan tetapi pekik ini dilanjutkan dengan raung yang mendirikan bulu roma ketika pedang Siang-bhok-kiam yang ditusukkan Tung Sun Nio amblas ke dalam perutnya menembus punggung! Tubuh itu meronta keras sehingga Tung Sun Nio tidak mampu menguasai lagi, terpaksa melepaskan gagang Siang-bhok-kiam dan meloncat ke belakang. Tubuh Ang-bin Kwi-bo terguling roboh dan tewaslah nenek iblis itu dengan pedang Siang-bhok-kiam masih menancap di perutnya. Buntalan pusaka yang disampirkan di pundak jatuh terlepas dan berserakan di atas rumput. "Subo...!" Gadis itu berseru girang dan memeluk gurunya. Nenek ini yang masih pucat mukanya, menghela napas panjang. *** "Sie Cun Hong, tidak urung engkau juga yang menolongku, melalui pedangmu dan siasat muridmu..." Mereka berdua menengok dan ternyata Keng Hong juga sudah roboh terguling dan pingsan. Ia tadi mempertahankan dirinya untuk menyaksikan siasatnya yang berbahaya. Dia maklum akan kecerdikan iblis wanita itu untuk menjalankan siasatnya. Nenek iblis itu tentu merasa ditipu dan berlaku cerdik, tidak mau dipancing, padahal justeru itulah kehendak Keng Hong. Andai kata nenek itu menyerahkan pedang kepada Tung Sun Nio, belum tentu isteri gurunya itu akan menang menghadapi nenek iblis yang amat lihai ilmunya Ban-tok-sin-ciang itu. Akan tetapi nenek itu berlaku cerdik, dan terpancing oleh pujian Keng Hong akan pedang Siang-bhok-kiam. Kejahatan dan kekejian nenek iblis itu mendatangkan akal untuk membunuh isteri Sin-jiu Kiam-ong dengan pedangnya sendiri yang oleh muridnya disebut pedang suci. Hal ini dekehendaki oleh Keng Hong karena pemuda ini mempunyai keyakinan bahwa Ban-tok-sin-ciang akan luntur dan punah kalau terkena hawa murni dan mujijat dari Siang-bhok-kiam. Dugaannya terbukti karena begitu tangan kanan nenek iblis itu memegang Siang-bhok-kiam dan mengerahkan sinkang, otomatis hawa sakti pedang itu menumpas dan memusnahkan hawa Ban-tok-sin-ciang seperti air memadamkan api sehingga lengan kanan nenek iblis menjadi lumpuh yang mengakibatkan kematiannya! Setelah melhat siasatnya berhasil dan isteri gurunya tertolong, Keng Hong terguling pingsan! Episode 295 Keng Hung mengeluh perlahan dan membuka matanya. Ia mendapatkan dirinya terbaring di atas dipan bambu dalam sebuah kamar yang amat bersih. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu dan lantainya dari batu putih. Tubuhnya terasa nyeri semua dan amat panas, seolah-olah di dalam dadanya ada api unggun menyala. Akan tetapi perasaan nyeri sejenak lenyap terlupa olehnya ketika pandang matanya bertemu dengan wajah cantik dari gadis yang duduk di atas bangku, tak jauh dari pembaringannya. "Suheng..., bagaimana rasanya...?" Tanya gadis itu dengan suaranya yang halus, wajahnya yang cantik memandang serius sekali dan terbayang kegelisahan. "Suheng...?" Keng Hong mengulang dengan suara terheran. "Engkau adalah murid Sin-jiu Kiam-ong, suami subo. Berarti kita masih saudara seperguruan." Gadis itu menjelaskan. "Aahhh... terima kasih, Sumoi. Tentu engkau dan subo yang menolongku dan membawaku ke sini. Budimu dan budi subo amat besar, aku berterima kasih sekali." "Aihhh, Suheng. Baru sekarang aku tahu setelah subo memberi penjelasan sesungguhnya engkaulah yag telah menyelematkan subo. Kalau mau bicara tentang budi, engkau pun telah berjasa besar. Akan tetapi, Suheng..." Gadis itu berhenti dan memandang wajah Keng Hong penuh keharuan dan kegelisahan!"... lukamu..., subo bilang..." "Bagaimana? Bahwa luka akibat Ban-tok-sin-ciang di punggungku ini tidak dapat disembuhkan?" Gadis itu mengangguk dan... menangis, menutupi mukanya. Keng Hong membelalakkan matanya, memandang heran. "Eh, Sumoi! Kenapa engkau menangis?" Gadis itu mengangkat mukanya dari balik kedua tangannya, muka yang menjadi merah oleh tangis, sehingga bibirnya menjadi merah sekali, dengan kulit bibir tipis seperti buah apel, seolah-olah mudah sekali pecah. "Suheng, subo sudah berusaha keras untuk mengobatimu, akan tetapi menurut subo... dia hanya berhasil menghentikan racun itu menjalar, namun tidak berhasil melenyapkannya dan... dan... engkau hanya akan bertahan saapai sehari semalam... Sekarang sudah hampir tengah malam... besok pagi..." Gadis itu tidak melanjutkan menangis lagi. Keng Hong menjadi terharu. Perasaannya seperti lilin terbakar api dan dalam keharuannya dia memegang tangan gadis itu. Gadis itu pun balas memegang sehingga jari-jari tangan mereka saling mencengkeram! "Kau mau bilang bahwa nyawaku tinggal setengah malam lagi? Kalau begitu mengapa, Sumoi? Kalau sudah semestinya besok pagi aku mati, aku tidak takut. Biarlah, mengapa kau yang baru saja berjumpa denganku menangisi keadaanku?" Gadis itu menarik kembali tangannya, mukanya menjadi merah sekali akan tetapi ia memandang Keng Hong dengan sinar mata penuh kejujuran. "Suheng, selamanya aku tidak mempunyai saudara seperguruan. Sekarang, bertemu denganmu dan tiba-tiba mempunyai seorang suheng, hatiku... amat bahagia. Akan tetapi besok pagi...ahhh..." Ia menangis lagi. Keng Hong mengerti dan dia menyumpahi diri sendiri mengapa hatinya menjadi kecewa mendengar keterangan itu. Tentu saja! Gadis ini menangis karena kasihan kepadanya, kepada suhengnya! Sama sekali bukan karena... cinta kepadanya, seperti yang diharapkan oleh hatinya yang lemah apabila bertemu dengan gadis jelita! Benar-benar memalukan. Laki-laki mata keranjang benar dia! "Sudahlah, Sumoi. Harap jangan menangis dan tolong kau minta subo supaya suka datang ke sini dan membawa Siang-bhok-kiam. Kalau Tuhan menghendaki, aku tidak akan mati besok pagi." Gadis itu memandang penuh harapan, lalu mengangguk dan melangkah keluar dari dalam kamar itu. Keng Hong kembali menyumpahi dirinya. Mengapa mata ini tidak mau diam, seperti besi terbetot besi semberani dan memandang tubuh belakang gadis itu ketika berjalan pergi sehingga tampak pemandangan yang amat menggairahkan? Tak lama kemudian, nenek itu melangkah masuk diikuti gadis itu, langkahnya halus dan biarpun sikapnya tenang dan wajahnya juga tidak membayangkan sesuatu, namun sinar matanya terselimut kegelisahan ketika ia memandang wajah Keng Hong. "Subo..." Keng Hong mengangkat kedua tangan ke depan dada dan menyeringai karena pundaknya yang terluka terasa nyeri. "Harap subo maafkan bahwa teecu tidak dapat memberi hormat sebagaimana mestinya. Teecu telah menerima budi pertolongan Subo, teecu amat berterima kasih..." "Ssttt, engkau benar-benar seperti gurumu, pandai sekali menyenangkan hati orang. Namamu Cia Keng Hong, benarkah? Aku hanya mendengar iblis betina itu memanggilmu." "Benar, Subo. Teecu Cia Keng Hong." "Keng Hong, terus terang saja, biarpun sudah puluhan tahun aku mempelajari ilmu pengobatan, akan tetapi luka dipunggungmu akibat cengkeraman kuku dengan ilmu beracun Ban-tok-sin-ciang itu aku tidak dapat menyembuhkannya. Maka aku khawatir sekali engkau hanya akan bertahan sampai besok pagi..." Kalimat terakhir terdengar lirih, penuh keharuan. Mata Keng Hong tak dapat ia kuasai, sudah menyelonong lewat balik pundak subonya itu, memandang wajah gadis jelita dan melihat betapa sepasang mata yang indah itu menitikkan air mata..Aihhh, sungguh aneh. Dia mempunyai perasaan seolah-olah dia akan girang sekali kalau besok pagi mati, ditangisi oleh sepasang mata seperti itu! Gila! Gila engkau Cia Keng Hong, dia menyumpahi diri sendiri. Mata keranjang yang tiada taranya! "Subo, dahulu suhu pernah memberi tahu bahwa pedang Siang-bhok-kiam adalah sebuah pedang mustika yang dapat menyembuhkan segala macam racun di dunia ini. Selain itu, juga di dalam tubuh teecu sudah mengeram banyak sekali racun yang disuruh minum oleh suhu sehingga sedikit banyak tubuh teecu sudah agak kebal terhadap racun. Oleh karena itu, betapapun lihainya Ban-tok-sin-ciang, namun jika benar keterangan suhu, dan jika Tuhan masih belum menghendaki teecu rasa pedang Siang-bhok-kiam dapat menyelamatkan nyawa teecu." Seketika berserilah wajah nenek itu dan baru sekarang dapat dilihat bahwa sebetulnya dia tadi berduka sekali. "Benarkah? Dia tidak pernah membohong, Keng Hong. Kalau dia mengatakan demikian, pasti pedang Siang-bhok-kiam ini akan dapat menyembuhkanmu. Akan tetapi... bagaimana caranya...?" "Harap Subo suka menusukkan Siang-bhok-kiam di punggung teecu, tepat di bagian yang terkena pukulan Ban-tok-sin-cinag. Tentu saja terserah kepada kebijaksanaan dan keahlian Subo agar tusukan tidak mengenai jalan darah dan tidak merusak bagian yang mematikan, tidak terlalu dalam dan juga tidak terlalu dangkal pun berarti racun yang sudah menggeram di bagian agak dalam tidak dapat tersedot keluar." Keng Hong membicarakan hal-hal yang menyangkut bahaya bagi nyawanya ini seenaknya saja, seperti orang membicarakan urusan makan minum! Episode 296 Nenek itu memandang kagum, kemudian berkata dan suaranya mengandung isak! "Sungguh...!Engkau... seperti... seperti dia...! Mirip sekali...!" Keng Hong tersenyum, maklum bahwa yang dimaksudkan oleh subonya adalah gurunya. Jelas bahwa subonya ini selamanya mencinta suhunya. Mengapa dahulu bisa menyelewang? Dia menarik napas panjang. Manusia manakah di dunia ini yang tidak pernah berdosa? Subonya ini pun tidak terkecualikan. Ia dapat membayangkan betapa suhunya tentu sedang pergi dan subonya yang sedang kesepian itu tergoda nafsunya sendiri, tergoda sahabat suhunya dan terjadilah pelanggaran. *** Apakah anehnya dalam peristiwa itu? Kalau direnungkan dengan hati dan pikiran dingin, sebenarnya bukanlah apa-apa! "Teecu menyerahkan keselamatan teecu dalam tangan Subo. Silakan dan...eh, Sumoi... tolonglah bantu aku membalik dan menelungkup." Gadis itu cepat melangkah maju dan kedua pipinya masih basah ketika ia membantu Keng Hong rebah menelungkup sehingga punggungnya berada di atas. "Bukalah bajunya, telanjangi punggungnya!" kata subonya. Keng Hong kembali menyumpahi dirinya dan ingin menempiling kepala sendiri ketika jantungnya berdebar dan hatinya merasa senang sekali merasa betapa jari-jari tangan yang halus dan hangat itu membuka bajunya. "Eh, Suheng... engkau berdebar-debar! Kalau kau takut...ah, amat berbahaya...!" Gadis itu berseru sambil meraba iga kiri Keng Hong. Mampus kau! Keng Hong menyumpahi dirinya. Terbongkar rahasia mata keranjangmu! Ia menoleh dan memaksa diri tersenyum. "Sumoi, siapa sih yang tidak takut menghadapi detik hidup atau mati ini? Akan tetapi aku cukup tabah, harap jangan khawatir, aku percaya penuh akan keahlian Subo menggunakan pedang!" Kalau gadis itu tidak mengerti dan percaya akan keterangan Keng Hong, adalah nenek itu yang tak dapat dibohongi. Orang yang berdebar takut tidak bisa tersenyum seperti itu. Ia mnghela napas dan berkata lirih, "Hemmm,,,,, persis dia..! Tiada sedikit pun bedanya... hemmmmm!" Keng Hong terkejut. Suara. "Hemmm!" yang terakhir itu benar-banar mencurigakan, karena terdengar jelas subonya itu gemas. Tentu sudah tahu bahwa jantungnya berdebar karena sentuhan jari-jari tangan mungil! Celaka dua belas! Keng Hong cepat membenamkan muka pada bantal dan berkata dengan suara bindeng karena hidungnya terhimpit di bantal, "Silakan, Subo!" Nenek itu memegang Siang-bhok-kiam yang sudah dicuci bersih karena tadi memasuki perut Ang-bin Kwi-bo, dan mengheningkan cipta untuk membuat seluruh urat syaraf di tubuhnya menjadi tenang. Kemudian terdengar ia berkata, "Cia Keng Hong, semoga Tuhan menitahkan arwah gurumu untuk membimbing tanganku menggerakkan pedang ini. Sudah kuperiksa lukamu dan racun ini mengeram dekat jantung. Tusukanku harus tepat, kurang atau lebih satu inci saja berarti nyawamu akan melayang, sampaikan maafku kepada gurumu!" Sunyi menyeramkan setelah nenek itu mengeluarkan ucapan yang seperti orang berdoa ini, dan terdengarlah isak tadi tahan dari gadis yang berdiri di sudut kamar dengan kedua kaki menggigil dan muka pucat sekali. "Teecu mengerti. Silakan!" Suara Keng Hong sedikitpun pun tidak terdengar takut, tenang sekali. Nenek itu mundur dua langkah, menodongkan pedang, matanya yang tua namun masih awas itu memandang tanpa berkedip pada punggung yang akan ditusuknya, mengukur dengan cermat sekali. Kemudian terdengar dia mengeluarkan suara melengking, sinar hijau berkelebat dan... "Ceppp!" Ujung pedang Siang-bhok-kiam menusuk punggung Keng Hong dibarengi sedu-sedan gadis yang menonton pertunjukan mengerikan ini. Terdengar keluhan yang didekap dari mulut Keng Hong. Nenek itu melepaskan gagang pedang. Pedang Siang-bhok-kiam menancap seperempat bagian di punggung itu. Keng Hong kelihatan lemas, entah pingsan entah tidur! Akan tetapi, perlahan-lahan pedang yang putih kehijauan itu berubah hitam, kemudian dari gagangnya menetes-netes cairan berwarna hitam. "Ya Tuhan... Terima kasih..., terima kasih, Sie Cun Hong...!" Nenek itu menjatuhkan diri di depan pembaringan dan terisak! Gadis itu pun menangis dan menubruk, terus merangkul gurunya. Kedua orang wanita itu menangis, menangis karena girang, karena sudah merasa yakin bahwa "operasi istimewa" itu berhasil baik! "Yan Cu... Yan Cu... dengarlah baik-baik. Murid dia inilah yang harus menjadi suamimu. Aku telah menentukan detik ini juga. Engkau harus menjadi isterinya!" "Subo...!" Gadis yang bernama Gui Yan Cu itu mencela dengan muka merah sekali dan menoleh ke arah dipan. "Dia..." Nenek yang masih mengucurkan air mata itu tersenyum dan menggeleng kepala. "Dia pingsan, tidak mendengar. Andaikata mendengar sekalipun, mengapa? Dia tentu setuju! Adakah perawan yang lebih hebat daripada engkau?" "Ssssttttt... Subo... teecu malu... kalau-kalau dia mendengar..." Nenek itu bangkit perlahan, sejenak memandang ke arah punggung Keng Hong. Akin banyak kini cairan berwarna hitam menetes turun dari gagang pedang. "Dia sudah selamat. Kepulihan kesehatannya hanya tergantung dari kekuatan sinkang di tubuhnya. Akan tetapi aku percaya sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong dia telah memiliki sinkang amat kuat dan dalam waktu sepuluh hari tentu dia sudah dapat turun dari pembaringan. Kau jagalah dia baik-baik. Racun yang menetes itu cepat bersihkan dan kalau sudah berhenti cairan hitam dan pedang itu sudah menjadi putih kembali, kau boleh mencabutnya dengan cepat dan obati luka di punggung dengan daun obat pembersih luka. Beri minum obat akar penambah darah, engkau sudah tahu." Nenek itu lalu keluar dari kamar itu, meninggalkan Yan Cu sendirian bersama Keng Hong. Yan Cu duduk di bangku yang diseretnya dekat pembaringan, sejenak ia termenung seperti patung memandang ke arah punggung dan belakang kepala Keng Hong. Emang yang tampak hanya punggung dan belakang kepala, muka pemuda itu menunduk dan miring ke sebelah dalam. Punggung itu bergerak perlahan naik turun, pernapasannya yang normal, tanda sehat. Tiba-tiba Yan Cu seperti sadar dan tergopoh-gopoh ia mengambil kain, dicelupkan di air panas, lalu ia membersihkan tetesan-tetesan racun hitam.

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger