naruto

naruto

Senin, 26 November 2012

pendekar kayu harum 132

Episode 132 "Sat-jiu Sian -ong, keadaan menguntungkan bagi pihak Bu-tek Sam Kwi, Jelaskanlah, apa kehendakmu selanjutnya ? Pinto mendengarkan" Tahu-tahu di situ telah muncul kakek tua Thian Seng Cinjin ketua Kun-lun-pai yang berdiri dengan tongkat di tangannya. "Bagus sekali, Ketua kun-lun-pai datang sendiri, segala sesuatu dapat diputuskan dengan singkat dan tepat. Thian Seng Cinjin, mengingat akan keadaan para sahabat kang-ouw yang menaruh dendam kepada murid Sin-jiu Kiam -ong dan mereka yang dahulunya diganggu Sin-jiu Kiam -ong , maka sebaiknya kalau kita bersama ramai-ramai mengejar ke puncak Kiam-kok-san. Kita bekerja sama dalam suasana persahabatan,tidak ada persaingan dan tidak ada perebutan. Kita tangkap bocah yang membikin kacau itu, dan kita ambil semua pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong. Para sahabat yang pusakanya yang dahulu dicuri oleh Sin-jiu kiam-ong tentu saja boleh mengambil pusaka masing-masing, adapun pusaka-pusaka lainnya yang tidak ada pemiliknya, kita bagi rata di antara kita.Adapun bocah itu sendiri, kita serahkan kepada mereka yang menaruh dendam kepadanya. Bagaimana, bukankah keputusan ini sudah adil sekali?" Semua tokoh kang-ouw mengangguk-angguk menyatakan setuju dan terdengar ucapan "adil" dari beberapa buah murid Thian Ti Hwesio berkata, "Omitohud, Kami dari Siauw -lim-pai sama sekali tidak menginginkan pusaka lain orang dan kami sudah cukup senang kalau bisa menemukan kembali dua buah kitab pusaka kami." "Kami hanya mengkehendaki kembalinya pedang pusaka dan ramuan obat dari Hoa-san-pai, kemudian nyawa anak itu sebagai hukuman atas penghinaan yang dia lakukan terhadap kami," kata Coa Kiu tokoh Hoa-san-pai. "Kami pun menghendaki nyawa anak itu sebagai pembalasan atas kematian banyak anak murid kami!" kata Kok Sian Cu dari Kong-thong-pai. "Sin-jiu kiam-ong berdosa kepadaku kalau kini aku mendapatkan sebuah dua buah pusaka peninggalannya, itu sudah cukup adil," kata Sin-tio Gi-hiap. "Juga peninggalan pusaka yang berharga sebagai pengganti nyawa Sin-jiu kiam-ong bagiku!" Semua orang menyatakan penasarannya dan hak mereka untuk mendapat sebagiam pusaka Sin-jiu Kiam -ong. Akhirnya Thian Seng Cinjin yang tersenyum tenang mendengarkan tuntutan mereka itu, berkata. "Dan bagaimana dengan kalian bertiga, Bu-tek Sam-kwi? Kalian bertiga menuntut apakah ? Juga menghendaki pembagian pusaka Sin-jiu Kiam-ong?" "Ha-ha, Thian Seng Cinjin. Segala macam benda permainan dan pelajaran kanak-kanak apakah gunanya bagi kami ? Kalau nanti ternyata ada yang berguna bagi kami tentu kami akan mengambil bagian kami sebagai imbalan atas usaha kami menciptakan perdamaian dan pemufakatan di sini, ha-ha-ha!" Kiang Tojin menjadi muak dan mendongkol mendengarkan omongan semua orang itu dan diam-diam di dalam hatinya dia terpaksa membenarkan maki-makian Keng Hong tadi bahwa orang tua-orang tua ini amatlah tamak! Makin suka hatinya terhadap Keng Hong, akan tetapi karena maklum sekali ini Keng Hong takkan dapat terlepas dari bahaya maut kecuali kalau panddai terbang di udara, maka dia hanya berkata dengan menekan keharuan hatinya. "Keputusan terserah kepada Suhu, asal saja para sahabat yang mulia ini masih ingat bahwa merupakan pantangan besar bagi Kun-lun-pai untuk melihat pembunuhan dilakukan disini!" "Suheng mengapa khawatir? Para Locinpwe tentu akan menangkap dan membawa pergi bocah setan itu, tidak akan membunuhnya di depan Kiang Tojin!" kata Lian Ci Tojin dengan hati girang. Tosu ini tadinya merasa gelisah sekali ketika Keng Hong memperlihatkan sapu tangan hijau dan mendengar omongan pemuda itu.Rahasianya telah diketahui orang dan celakanya, yang mengetahui adalah bocah ini. Maka dia harus dapat membunuh bocah ini. Maka dia harus dapat membunuh Keng Hong atau melihat bocah ini terbunuh, baru akan aman rasa hatinya. Karena dia memang sudah mempunyai perasaan tidak suka kepada Kiang Tojin, maka dia mempergunakan kesempatan itu untuk memukul suhengnya ini dengan ucapan yang jelas penuh arti itu. Thian Seng Cinjin ketua kun-lun-pai juga maklum akan rasa sayang Kiang Tojin terhadap Keng Hong, hal yang tidak aneh kalau diingat bahwa Kiang Tojin adalah tosu yang menyelamatkan nyawa Keng Hong dan membawa Keng Hong ke Kun-lun-pai. Maka dia lalu berkata halus. "Semua tosu di Kun-lun-pai menyayang Keng Hong. Dahulu dia seorang anak yang baik dan penurut, akan tetapi setelah menjadi murid Sin-jiu Kiam-ong.. ah ,sudahlah. Bu-tek Sam-kwi dan sahabat sekalian, kalau mau mendaki Kiam-kok-san mencari Cia Keng Hong dan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong silakan, kami menanti di bawah!" Mendengar ijin yang diberikan ketua Kun-lun-pai ini, bagaikan serombongan anak-anak yang dituruti kemauannya orang-orang kang-ouw itu berebutan mendaki Kiam-kok-san yang terjal dan tidak mudah didaki. Mereka terpaksa harus mendaki seorang demi seorang dan tentu saja Bu-tek Sam-kwi berada paling depan. "Suhu, mengapa kita tidak ikut? Bolehkah teecu ikut naik,,,,?" "Tidak ! Kita harus menanti di sini. Apakah kita akan melanggar pantangan kita sendiri?" Thian Seng Cinjin membentak Lian Ci Tojin dengan suara marah. Memang, melihat perkembangan urusan itu, hati ketua Kun-lun-pai tidak lagi dapat mempertahankan ketenangannya dan dia marah sekali dalam hatinya. Sekali ini, Kun-lun-pai benar-benar menerima penghinaan dan tidak dipandang mata oleh para tokoh kang-ouw itu, hanya karena di situ dapat Bu-tek Sam kwi yang memelopori mereka. Diam-diam kakek ini mengancam untuk sewaktu-wakti membuat pembalasan kepada Bu-tek Sam-kwi. Biarpun lambat, akhirnya semua tokoh kang-ouw dapat juga menembus awan atau halimun yang menutupi puncak batu pedang dan betapa kagum rasa hati mereka ketika menyaksikan keindahan tamasya alam dari puncak batu pedang yang bagian atasnya ternyata datar itu dan cukup luas. Episode 133 Akan tetapi hanya sebantar saja mereka mengagumi pemandangan alam ini karena hati mereka berdebar ingin cepat menangkap Keng Hong dan terutama sekali menemukan simpanan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong yang selaa bertahun-tahun menjadi rebutan di antara tokoh-tokoh kang-ouw. Mereka memandang ke kanan kiri mencari-cari sambil mengelilingi seluruh permukaan tanah datar di puncak Kiam-kok-san, akan tetapi mereka tidak menemukan Keng Hong. Bayangannya pun tidak ada, jejaknya juga tidak ada! Sunyi sepi di puncak Kiam-kok-san! "Semua orang menjadi penasaran sekali. "Jangan-jangan ketika melihat kita mendaki naik, bocah setan itu lalu terjun dari atas membunuh diri!" kata Kiu-bwe Toanio dan semua orang juga membenarkan kemungkinan ini dengan hati kecewa. "Tidak mungkin!" kata Ang-bin Kwi-bo, mukanya yang biasanya memang merah itu menjadi agak hitam saking marahnya. "Bocah itu cerdik sekali, tentu dia bersembunyi. Akan tetapi, biarpun dia terbang ke langit, tentu aakan dapat kutemukan dia!" Mereka mencari terus tanpa hasil. Kemanakah perginya Keng Hong? Betapa mungkin dia dapat melarikan diri, sedangkan ketika mendaki tadi dia sedang menderita luka parah? Memang Keng Hong terluka hebat ketika Mendaki tadi, luka dibelahan dalam tubuhnya oleh pukulan-pukulan sakti. Kalau sinkangnya tidak hebat tentu dia sudah tewas setelah berkali-kali bertemu dengan pukulan-pukulan sakti seperti Tiat-ciang- dari ketua Tiat-ciangpang, pukulan Ang -liong-jiauuw-kang dari tokoh-tokoh kong-thong-pai, bahkan totokan ujung bambu Kok Sian Cu yang lihai. *** Biarpun hawa sakti di tubuhnya melindunginya, namun tetap saja guncangan -guncangan pukulan sakti yang berkali-kali itu membuat dadanya sesak dan kepalanya pening. Ia tadi mendaki setengah merangkak, biarpun gerakannya masih cepat berkat tambahan sinkang dari tokoh-tokoh Kong-thong-pai, namun sering kali kakinya menggigil dan tangannya kurang tetap ketika memegang ujung-ujung batu karang untuk mendaki. Akhirnya, pada sebuah tanjakan yang amat sukar, dekat tempat yang digelapi halimun, kakinya tergelincir dan kepalanya tertumbuk batu karang. Tentu dia akan jatuh terjungkang ke bawah kalu tidak ada sebuah lengan yang berkulit halus merangkulnya, kemudian menariknya ke tempat yang agak lebar. Untung kejadian ini berlangsung setelah Keng Hong mendaki jauh ke atas, terlalu tinggi sehingga tidak tampak dari bawah. "Cui Im.." Keng Hong berkata lemah ketika membuka mata dan melihat wajah cantik itu tersenyum-senyum. Gadis berpakaian merah ini agaknya sudah lama menanti di situ dan kini Cui Im berbisik. "Keng Hong, tenanglah. Engkau terluka di sebelah dalam tubuh agaknya. Aku membawa obat.. nih, telanlah!" Ia memasukkan tiga butir pil merah ke dalam mulut Keng Hong. Pemuda ini sudah sering diracuni oleh gadis ini, akan tetapi karena dia kebal terhadap racun dan dalam keadaan payah seperti itu dia tidak perduli apakah yang ditelannya itu racun, dia lalu menelan tiga butir pil kecil itu. "Wah, obatmu hebat...!" Dalam belasan detik saja Keng Hong merasa dirinya segar kembali. Memang pil-pil merah itu bukanlah sembarangan obat, melainkan obat simpanan Lam-hai Sin-ni yang dicuri Cui Im. Obat merah ini adalah obat yang mijijat, dapat menyembuhkan segala macam luka di dalam tubuh. Dan karena Keng Hong sendiri memiliki sinkang yang luar biasa kuatnya, aka khasiat obat itu pun berlipat ganda, karena hanya memnyembuhkan luka akibat guncangan hawa pukulan saja. "Cui Im... mengapa kau di sini..?" "Aku menantimu, melihat kau dikejar-kejar, tak dapat membantu, terpaksa lari kesini. Akan tetapi aku tidak dapat naik terus, terlalu sukar memanjat keatas melalui karang licin dan rata ini!" "Cui Im, sebetulnya tidak boleh engkau ke sini. Akan tetapi karena sudah terlanjur, dan untuk kembali tentu engkau akan celaka di tangan mereka, selain itu engkau telah menyelamatkan aku. Mari, pegang erat-erat pinggangku dengan kedua tangnmu!" Cui Im girang sekali dan memeluk pinggang Keng Hong dari belakang. Mulailah Keng Hong mendaki dengan cepat sekali.Setelah kini napasnya tidak sesak dan kepalanya tidak pening, tentu saja amat mudah bagnya mendaki tempat yang dahulu menjadi tempat tinggalnya ini. "Iiiiihhhhh,ngeri melihat ke bawah..!" Cu Im mengeluh dan mempererat pelukannyya ,bahkan menciumi punggung yang bajunya basah oleh keringat itu. "Hishhh, diamlah dan jangan memandang ke bawah!" Keng Hong menegur dan mendaki makin cepat. Setelah tiba di atas, Cu Im menahan napas saking kagumnya. "Bukan main indahnya di sini.." "Cui Im, bukan waktunya bersenang-senang. Mereka tentu akan mengejar ke sini. Sebelum ku lanjutkan rencanaku, bersumpahlah lebih dulu bahwa engkau akan bersetia kepada mendiang suhu, bahwa engkau tidak akan menyia-nyiakan pusaka suhu yang akan kita lihat..." "Pusaka? Akan kita dapatkankah..?" "Bersumpahlah!" Cui Im lalu berlutut dan bersumpah bahwa ia akan tunduk akan segala kata -kata Keng Hong. Setelah itu Keng Hong menarik tangannya dan cepat berlari mengambil pedang Siang-bhok-kiam tulen yang dia sembunyikan di balik batu karang yang berlubang. Episode 134 "Wah, ini Siang-bhok-kiam tulen! Baunya saja ,sudah begini wangi..?" "Sudah, diamlah dan jangan menganggu, jangan pula bicara. Lihat saja dan ikuti aku!" Keng Hong membentak karena dia maklum bahwa dia tidak mempunyai banyak waktu. Ia membawa pedang itu ke tempat penampungan air di mana air itu mengalir turun menjadi kali kecil, air yang merupakan sumber kecil akan tetapi tidak pernah kering. Ia menggunakan pedang itu untuk mengukur, sambil mengukur dia terus mengikuti aliran air yang menuju ke bawah melalui celah-celah batu karang, terus turun ke dinding bagian belakang yang luar biasa curamnya. “Aku takut turun..!" Cui Im berbisik. Boleh jadi Cui Im seorang gadis yang memiliki kepandaian tinggi, sukar mencari tandingan, akan tetapi melihat dinding karang yang luar biasa curamnya. "Aku takut turun…..!" Cui Im berbisik. Boleh jadi Cui Im seorang gadis yang meiliki kepandaian, akan tetapi melihat dinding karang yang luar biasa curamnya, sampai tidak tampak dasarnya karena terhalang halimun, benar-benar membuat ia menggigil. "Panjangkah ikat pinggangmu?" "Panjang. Mengapa?" "Berikan ujungnya, kau ikatkan pada lenganku dan ujung di situ ikatkan pada lenganmu. Dengan demikian andaikata engkau jatuh ke bawah, aku dapat menahanmu. Cepat! Apakah kau tidak taat?" Cui Im ingat akan sumpahnya dan ia mengangguk, lalu memberikan ujung ikat pinggangnya. Setelah keduanya mengikat lengan dengan ujung ikat pinggang merah itu , Keng Hong melanjutkan pekerjaannya mengukur jalan air dengan pedang Siang-bhok-kiam sambil menghitung. Seratus dua puluh tujuh! Ia masih ingat akan pemecahan Siauw -bin kuncu atas deretan sajak yang terukir di gagang pedang. Setelah mengukur sampai seratus dua puluh tujuh, yang berarti dia sudah turun dari puncak melalui belakang batu pedang itu sejauh kurang lebih dua ratus kaki, air itu lenyap masuk ke dalam celah batu dan agaknya mengalir di sebelah dalam batu pedang. Akan tetapi di situ terdapat sebuah pada batu yang agak rata dan lubang ini jelas bukan lubang biasa, melainkan buatan. Keng Hong berdebar memandang lubang yang bentuknya panjang sempit seperti lubang sarung pedang. Ia memang cerdik maka tanpa ragu-ragu lagi dia lalu memasukkan Siang-bhok-kiam pada lubang itu dan ternyata pas sekali. Siang-bhok-kiam masuk sampai ke gagangnya dan Keng Hong lalu memutar-mutarnya ke kiri kanan. Terdengar suara gemuruh di sebelah dalam batu pedang seoleh-olah terjadi gempa bumi. "Ihhhhh, aku takut..!" Cui Im merangkulnya. Gadis ini dengan susah payah juga mengikuti Keng Hong. Sebetulnya, dengan tingkat kepandaian dan ginkangnya, Cui Im akan dapat menuruni batu karang terjal itu. Akan tetapi karena melihat tempat securam itu, jantungnya bergetar dan timbul rasa takut. Setelah dengan ikat pinggang lengannya terikat dan terjaga oleh lengan keng Hong, hal ini mengusir sedikit rasa takutnya dan mendatangkan rasa aman, maka ia dapat mengikuti Keng Hong tanpa banyak kesukaran lagi. Kiranya Keng Hong menyuruh mengikat tangan tadi memang dengan niat mengusir rasa takut itulah seperti yang pernah dilakukan oleh suhunya kepadanya dahulu! Tiba-tiba terdengar bunyi batu pecah dan... terbukalah sebuah gua di depan Keng Hong, sebelah kiri dari "lubang kunci!" tadi. Keng Hong cepat mencabut Siang-bhok-kiam, lalu berbisik. "Suhu hebat sekali!" Suaranya memuji penuh kekaguman. "Mari ikut masuk!" Kedua orang itu lalu merangkak masuk karena gua itu hanya satu meter tingginya, merupakan terowongan yang dingin gelap. *** Namun Keng Hong percaya penuh akan kepandaian suhunya, dan dia terus merangkak masuk, beberapa kali dia dipegang dan didorong dari belakang oleh Cui Im yang masih merasa ngeri. Kurang lebih seratus meter jauhnya mereka merangkak, tiba-tiba terowangan itu menjadi terang dan lebar sekali. Mereka bangkit berdiri dan tertegun! Kiranya ruangan itu merupakan sebuah "kamar" batu yang berdinding licin dan penuh ukiran-ukiran huruf yang indah! "Nanti dulu, aku lupa menutupkan kembali pintu terowongan!" Tiba-tiba Keng Hong teringat bahwa para pengejarnya adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepadainan tinggi. Sungguh pun tidak mungkin mereka akan dapat mengukur tempat penyimpanan pusaka dari puncak Kiam-kok-san tanpa bantuan pedang Siang-bhok-kiam, namun siapa tahu kalau orang-orang sakti itu mencari di setiap tebingnya dan kalu mereka lewat di depan itu pasti mereka akan memasuki nya. Kalau pintu terowongan yang merupakan dinding batu biasa itu tertutup, tanpa memiliki "Kuncinya" yang berupa pedang Siang-bhok-kiam, tidak mungkin pula mereka dapat masuk atau menyangka bahwa lubang kecil itu adalah kunci rahasia untuk menuju ke tempat penyimpanan pusaka. Tanpa menanti jawaban gadis itu yang masih terpesona memandangi keadaan ruangan tadi, Keng Hong kembali merangkak keluar terowongan sambil membawa Siang-bhok-kiam. Setelah tiba di mulut terowongan, dia melihat dan meneliti. Ternyata bahwa mulut terowongan itu terbuka dengan cara bergesernya sebuah batu besar ke kiri yang tentu digerakkan oleh alat rahasia. Kini batu sebasar gajah itu berdiri di dekat pintu terowongan yang mengangga seperti mulut seekor ular raksasa. Keng Hong memeriksa dan akhirnya dia menemukan lubang "kunci" dari sebelah dalam. Tanpa ragu-ragu lagi dia lalu menusukkan Siang-bhok-kiam ke dalam lubang ini yang ternyata seperti lubang ini yang ternyata seperti lubang di luar, pas menerima masuknya Pedang Kayu Harum. Tiga kali keng Hong memutar ke kanan dan terdengar suara hiruk pikuk ketika batu sebesar gajah itu tiba-tiba bergerak menggelinding dan menutupi mulut terowongan sehingga kelihatan wajar. Takkan ada manusia dari luar menyangka bahwa sebagian batu kasar yang tampak dan sebuah lubang itu adalah batu "daun pintu " yang amat besar dan dapat bergerak sendiri. Episode 135 Puaslah hati Keng Hong. Biarpun keadaan kini amat gelap setelah lubang itu tertutup, namun hatinya lega dan dia merangkak kembali ke dalam. Ia tersenyum geli memikirkan Cui Im. Betapa akan takutnya gadis itu dia tinggal sendirian di dalam ruangan tadi. Akan tetapi ada pula hal yang menggelisahkan hatinya. Tidak bersalahkah dia terhadap gurunya bahwa dia membawa Cui Im masuk ke tempat ini?"Ah, tentu tidak .Dia tidak sengaja membawa Cui Im ke sini.adalah gadis itu yang tadinya mencari dan menantinya di lereng Kiam-kok-san, kemudian gadis itu telah menyelamawtkan nyawanya. Andaikata dia tidak senang dikejar banyak orang sakti, tentu dia akan mengusir Cui Im dan tidak akan memperkenalkan gadis itu ikut. Akan tetapi, dia tahu betul bahwa kalu dia melakukan hal itu, Cui Im tentu akan terbunuh oleh orang-orang sakti yang sedang mengejarnya, apalagi Cui Im terkenal tokoh golongan sesat dan kini telah melanggar larangan Kun-lun-pai dengan mendatangi bahkan mendaki Kia-kok-san yang dianggap keramat oleh para tosu Kun-lun-pai. Tiba tiba dia teringat betapa gadis berpakaian merah itu pun dahulu amat menginginkan pusaka gurunya! Ah, kalau sampai Cui Im mempelajari segala ilmu peninggalan gurunya dan menjadi seorang yang memiliki kesaktian hebat, bukankah dunia ini akan bertambah seorang tokoh kaum sesat yang berbahaya sekali? Bagaimana dia mengajak seorang gadis yang sedemikian jahat dan kejamnya ke tempat suci ini? Tidak! Dia harus menyuruh pergi Cui Im , setidaknya menanti sampai keadaan aan. Biarlah dia memberi benda-benda berharga peninggalan suhunya, karena bukankah wanita paling suka akan benda-benda perhiasan yang serba indah dan mahal? Atau kalau gadis itu masih belum puas, boleh dia bagi sebuah kitab pelajaran ilmu yang tidk terlalu berbahaya. Teringat akan ini, Keng Hong mempercepat gerakannya merangkak dan begitu tiba di ruangan penuh ukiran-ukiran huruf itu, dia meloncat berdiri dan memanggil. "Cui Im...!" Hanya gema suaranya sendiri yang menjawab. Cui Im tidak tampak di dalam ruangan itu! "Cui Im...!" Keng Hong memanggil sambil memandang ke arah pintu yang terbuka ke arah pintu yang terbuka, menuju ke ruangan sebelah dalam. Tentu gadis itu yang mengagumi keadaan ruangan ini telah masuk ke sana untuk melihat-lihat ruangan lain. Dan baru teringat dia sekarang betapa menggelikan keadaannya ketika tadi dia memtertawakan Cui Im yang disangkanya takut dia tinggalkan seorang diri. Cui Im takut? Ah, alangkah bodohnya pendapat ini. Cui Im adalah seorang tokoh kang-ouw, seorang tokoh golongan sesat atau hitam yang berjuluk Ang-kiam Tok-sian-li (Dewi Beracun Berpedang Merah) yang ditakuti orang melebihi seorang iblis betina! Seorang tokoh seperti itu mana bisa merasa takut berada sendirian dalam ruangan di sebelah dalam batu pedang di puncak Kiam-kok-san itu? Kalau tadi ketika mendaki, Cui Im takut-takut adalah karena rasa ngeri seorang wanita yang tidak biasa mendaki tempat-tempat curam seperti itu. "Cui Im..!" Keng Hong melangkah maju melalui pintu yang terbuka . Kiranya di balik pintu ini ada ruangan lain yang amat luas dan dindingnya amat indah karena batu karang di sebelah dalam batu pedang ini kiranya menjadi batu yang berkilauan! Ruangan luas ini memiliki lubang-lubang di sebelah atas dan begitu dia memasuki ruangan ini, selain udaranya segar, juga terdengar suara angin memasuki lubang-lubang itu yang menimbulkan suara seperti suling di tiup,amat aneh namun halus dan merdu. Di sebelah atas tampak ukiran-ukiran huruf besar yang amat indah , berbunyi : MENDIRIKAN KUN-LUN-PAI UNTUK MENEGAKKAN KEADILAN DI DUNIA Keng Hong tertarik sekali sehingga sejenak dia melupakan Cui Im. Apakah artinya ukiran-ukiran huruf itu? Tak mungkin suhunya yang membuat ukiran itu. Mendirikan Kun-lun-pai? Ah, pengukirnya tentu orang yang mendirikan Kun-lun-pai. Sucouw dari Kun-lun-pai. Benar! Bukankah tempat ini merupakan tempat keramat dari partai Kun-lun? Pernah ketika dia masih menjadi kacung di Kun-lun-pai, seorang tosu tua mendongeng kepadanya tentang pendiri partai Kun-lun-pai yang mereka sebut sucouw, yang kabarnya memiliki kesaktian seperti dewa. Dan kabarnya sucouw ini setelah menyerahkan Kun-lun-pai kepada murid-muridnya, lalu naik ke batu pedang dan bertapa di situ sampai lenyap dan oleh semua anak murid Kun-lun-pai di anggap telah naik ke alam baka bersama raganya! Itulah sebabnya mengapa Kiam-kok-san dianggap sebagai tempat keramat, sebagai "kuburan" sucouw mereka yang terhitung kakek buyut guru Thian Seng Cinjin! Tentu di sinilah tempat sucouw itu bertapa dan mungkin sekali tempat sucouw itu bertapa dan mungkin sekali tempat ini adalah ciptakan atau buatan sucouw itu yang kemudian dipergunakan oleh Sin-jiu Kiam-ong sebagai tempat bertapa dan tempat menyimpan pusakanya. Siapa pula nama sucouw itu? Kalau tidak salah dia mendengar dari tosu tua itu bahwa nama sucouw ini adalah Thai kek Couwsu. *** Tiba-tiba dia terkejut karena teringat akan Cui Im. Kembali dia memandang ke sekiling setelah beberapa lama termenung karena membaca huruf-huruf terukir itu. Ia melihat bahwa ruangan lebar itu mempunyai empat buah pintu. Sebuah menuju ke ruangan luar tadi dan yang tiga buah lagi daun pintunya yang terbuat daripada kayu tebal tertutup. "Cui Im..!" Ia mengerahkan khikang sebagai suaranya bergema keras. Namun tidak ada jawaban. Keng Hong lalu menghampiri pintu di sebelah kiri dan membukanya. Daun pintu itu terbuka dengan mudah. Dia terpesona dan silau melihat benda-benda berharga teratur rapi di atas sebuah meja dan dinding penuh dengan lukisan dan tulisan indah yang serba mahal. Benda berharga di atas meja ini terbuat dari emas, perak, dan batu-batu pertama yang serba indah. Kendi dan cawan-cawan emas, peti-peti kecil dan eas dan perak diulir indah dan dihias batu-batu permata. Perhiasan-perhiasan wanita yang halus buatannya. Mainan berupa segala macam binatang yang terbuat dari emas dan perak pula, dengan mata intan yang besar. Bahkan terdapat ukiran dari emas yang menggambarkan pelbagai pasangan binatang yang sedang bercumbuan dan di sudut, yang terindah dari segala yang berada di situ, terdapat ukiran emas yang menggambarkan sepasang manusia yang sedang bermain cinta! Keng Hong tersenyum melihat ini, teringat akan watak suhunya. Kemudian dia ingat lagi kepada Cui Im. Benda-benda di kamar ini agaknya masih tersusun rapi, tidak terusik. Kemudian dia menutupkan daun pintu kamar kiri dan melangkah menghampiri pintu kanan yang kanan yang dia dorong terbuka daun pintunya. Episode 136 Sekali lagi dia terpesona dan jantungnya terdengar keras. Benda-benda di dalam inilah yang membuat tokoh-tokoh kang-ouw mengejar-ngejarnya, membuat mereka berebutan tulang. Di dekat dinding berjajar senjata-senjata pusaka yang indah. Pedang-pedang, golok, tombak dan beberapa macam senjata lagi,. Kalau tidak salah, senjata-semjata ini adalah senjata pusaka tokoh-tokoh besar di dunia kang-ouw yang dirampas oleh gurunya dan kembali Keng Hong tersenyum. Gurunya merampas senjata-senjata ini sama sekali bukan karena tamak menginginkan senjata-senjata ini untuk dipergunakan, melainkan dirampas untuk dijadikan koleksi senjata, atau sebagai tanda kemenangannya karena lawan yang tidak kalah tak mungkin dapat dirampas senjatanya! Gurunya memang nakal, romantis dan berandalan! Akan tetapi yang paling menarik hati Keng Hong adalah sebuah rak batu di manan berdiri jajaran kitab-kitab yang sudah lapuk. Inilah kitab-kitab ilmu peninggalan gurunya. Akan tetapi hatinya berdebar keras ketika dia melihat betapa keadaan tempat kitab-kitab ini tidak rapi susunannya, bahkan kacau-bakau dan ada beberapa buah kitab tercecer di atas lantai. Melihat betapa senjata-senjata itu masih rapi seperti juga keadaan benda-benda berharga, maka kitab-kitab itu pasti ada yang mengusik dan mengganggu. Cui Im! Tak salah lagi, tentu gadis itu yang mendahuluinya mendapatkan kamar ini telah mengambil kitab-kitab yang pilihnya! Celaka, pikir Keng Hong. Terjadilah apa yang dia khawatirkan. Di antara segala benda berharga, perhiasan-perhiasan indah dan senjata-senjata pusaka, yang diambil Cui Im adalah kitab-kitab pelajaran ilmu kesaktian! Dia tidak tahu kitab-kitab apa yang diambil Cui Im, akan tetapi melihat bekas-bekasnya, tentu tidak sedikit yang diambil. "Cui Im ...!" Ia meanggil lebih keras sambil berlari keluar dari kamar itu. Ia harus minta kembali kitab-kitab yang diambil Cui Im ! Kalau gadis itu ingin mempelajari satu dua macam ilmu di situ, harus dia yang memilihkannya karena selain dia seoranglah yang berhak mewarisi pusaka gurunya, juga dia harus dapat mengekang watak kejam gadis itu, atau sedikitnya menjaga agar jangan sampai gadis itu memperoleh ilmu-ilmu yang sakti sehingga kelak akan menjadi seekor harimau buas yang buas tumbuh sayap! "Cui Im...!" Keng Hong lari dan membuka daun pintu terakhir yang ternyata merupakan sebuah terowongan sebelah depan yang kecil sehingga hanya dapat dilalui dengan merangkak. Terowongan sebelah belakang ini cukup tinggi, ada dua meter dan lebarnya semeter sehingga dia dapat berjalan dan mencari Cui Im. Dia merasa yakin bahwa gadis itu pasti melarikan kitab-kitab yang diambilnya melalui terowongan dari ruangan itu. Pada saat itu, Keng Hong mendengar suara hiruk-pikuk seperti ada gempa bumi terjadi di puncak Kiam-kok-san. Ia menghentikan langkahnya dan mendengarkan dengan teliti. Terdengar suara batu-batu pecah dan batu-batu menggelinding turun. Ia tidak tahu apa yang telah terjadi.Suara itu sesungguhnya adalah suara yang ditimbulkan oleh kemarahan para tokoh yang naik ke puncak batu pedang. Dipelopori oleh Bu-tek Sam kwi, para tokoh itu mulai membongkar batu-batu di puncak, merobohkan pohon-pohon dan bahkan menggunakan kesaktian mereka menghantami puncak-puncak batu karang, sehingga ambrol dan batu-batu besar bergulingan jatuh ke bawah menimbulkan suara hiruk-pikuk yang sampai terasa getarannya dan terdengar suaranya oleh Keng Hong yang berada di sebelah dalam batu pedang! Batu-batu yang terguling itu sebagian ada yang menguruk tempat di mana terdapat gua rahasia terowongan sehingga tertimbun dan kini tak mungkin ada orang mampu mendapatkan tempat rahasia yang mereka cari-cari itu. Betapapun Bu-tek Sam kwi dan para tokoh kang-ouw mengauk di atas puncak batu pedang, mereka tidak dapat menemukan Keng Hong dan tidak dapat menemukan tempat penyimpanan pusaka Sin-jiu Kiam-ong. Akhirnya, sambil memaki-maki, Bu-tek Sam kwi meninggalkan tempat itu dan mendaki turun, diikuti oleh para tokoh kang-ouw yang merasa kecewa sekali. Thian Seng Cinjin, Kiang Tojin dan para tosu Kun-lun-pai memandang ke atas dengan kaget dan heran. Mereka mendengar suara hiruk-pikuk itu, dan melihat pula sebagian batu gunung yang runtuh dan menggelinding turun dari batu pedang sehingga mereka cepat mencari tempat yang aman agar tidak sampai tertimpa hujan batu itu. Mereka ingin sekali tahu apa yang sedang terjadi di puncak batu pedang itu, akan tetapi selain tidak diperkenankan naik oleh ketua mereka , juga mendaki pada saat dari puncak turun hujan batu itu amatlah berbahaya bagi keselamatan mereka. Setelah suara hiruk-pikuk itu lenyap, tampaklah Bu-tek Sam kwi dan para tokoh lain menuruni batu pedang dengan wajah keruh. Para tosu Kun-lun-pai memperhatikan dan dengan hati lega mereka tidak melihat mereka itu membawa sesuatu turun dari puncak. Hal ini menjadi tanda bahwa usaha mereka tidak berhasil untuk menemukan pusaka Sin-jiu Kiam-ong. Adapun Kiang Tojin yang tidak melihat mereka membawa Keng Hong sebagai tangkapan, menjadi terheran-heran dan hatinya diliputi dua macam perasaan. Ia girang bahwa mereka tidak dapat menangkap Keng Hong akan tetapi juga khawatir kalau-kalau pemuda itu dibunuh oleh mereka di atas puncak karena pemuda itu tidak mau mengaku di mana adanya pusaka peninggalan Sin-jiu- Kiam-ong. "Pinto harap cu-wi sekalian tidak melanggar pantangan melakukan pembunuhan di puncak Kiam-kok san yang kami hormati," kata Kiang Tojin, suaranya tenang saja padahal hatinya berdebar keras. "Membunuh apa ? Seekor semut pun tidak ada di puncak itu. Bocah itu kembali telah mengakali kita! Tidak saja kun-lun-pai yang ditipu dengan pedang kayu palsu juga kali ini kita tertipu semua. Dia tidak berada di puncak!' kata Ang-bin Kwi -bo dengan muka cemberut. *** "Kalau ku dapatkan bocah itu, akan kuganyangkan dagingnya, ku minum darahnya dan ku hancurkan kepalanya!" Pak-san kwi-ong berkata dengan nada marah sekali. Pat-jiu Sian-ong juga marah dan kecewa, akan tetapi sesuai dengan sifatnya , dia tersenyum dan berkata halus, " Sayang sekali, kembali Kun-lun-pai yang menjadi korban. Kalau dunia kang-ouw mendengar akan hal ini, siapakah yang tidak akan timbul persangkaan bahwa bocah itu sengaja disembunyikan oleh Kun-lun-pai?" Episode 137 "Pat-jiu Sian -ong, hati-hati sedikit kalau bicara!" Kiang Tojin membentak, alisnya berkerut dan matanya mengeluarkan sinar berapi. Pat-jiu Sian -ong tersenyum menyeringai dan matanya mengerling ke kanan kiri. "Eh, apakah yang telah ku katakan? Aku tidak menuduh Kun-lun-pai, hanya menyatakan betapa mengherankan melihat bocah yang sudah terluka itu mendaki batu pedang kemudian lenyap tak berbekas sama sekali dari puncak sana. Kemanakah perginya? Terbangkah dia? Atau menghilang? Siapa dapat menjawab? Batu pedang bukanlah milik kami, bukan wilayah kami, tentu saja hanya Kun-lun-pai yang dapat mengetahui rahasianya. Sudahlah, selamat berpisah! Kwi-bo dan Kwi-ong, tidak pergi dari sini au menunggu apalagi sih?" Pat-jiu Sian-ong tertawa dan berkelebat pergi dan diikuti Ang-bin Kwi-bo dan Pak-san Kwi-ong. Demikian pula para tokoh kang-ouw itu pergi seorang demi seorang meninggalkan puncak Kiam-kok-san dengan hati kecewa. Melihat sikap mereka, Kiang Tojin maklum bahwa omongan Pat-jiu Sian -ong tadi mendapatkan sasaran dan para tokoh itu biarpun sedikit, ada menaruh kecurigaan kepada Kun-lun-pai dan hal ini pasti akan tersiar luas! Setelah mereka semua pergi, Kiang Tojin berkata kepada gurunya, "Suhu, amatlah mengherankan bagaimana Keng Hong dapat lenyap dari puncak sana. Dapatkah Suhu memberi ijin kalau teecu meninjau ke puncak dan melihat apakah sebetulnya yang terjadi di sana?" "Suhu, teecu juga hendak ikut!" kata Lian Ci Tojin dan Sian Ti Tojin hampir berbareng. Thian Seng Cinjin menghela napas panjang. "Semoga arwah sucouw sudi mengampuni kita yang membiarkan orang mengotori Kiam-kok-san. Pergi dan lihat lah, apa yang telah terjadi dan kemana perginya murid Sin-jiu Kiam-ong. Ah, Sie-taihiap, masih belum cukup banyakkah kami membalas budi kebaikanmu terhadap Kun-lun-pai?" Kiang Tojin dan dua orang sutenya itu cepat menggunakan ginkang mereka mendaki batu pedang. Mereka yang belum pernah mendaki batu tinggi ini, melakukannya dengan hati-hati sekali dan dengan perasaan penuh hormat kepada tempat yang dianggap keramat ini. Kiang Tojin terheran-heran setelah tiba di atas menyaksikan permukaan batu pedang yang sudah rata dan rusak bekas amukan tokoh kang-ouw tadi, terheran memikirkan bagaimana Keng Hong dapat melepaskan diri dari ancaman orang-orang sakti tadi? Tidak ada jalan keluar kecuali dari tempat yang dinaikinya tadi. Dari atas tampak jelas betapa sisi -sisi lain dari batu pedang itu tidak mungkin dituruni orang karena tegak lurus dan licin. Jangan-jangan anak itu putus harapan dan meloncat turun, pikirnya. Kiang Tojin adalah seorang tokoh besar yang sudah mengalami segala macam peristiwa, akan tetapi memikirkan kemungkinan bahwa Keng Hong meloncat turun dari tempat setinggi itu, dia bergidik. Kalau hal mengerikan ini dilakukan Keng Hong dan tubuh pemuda itu terbanting ke bawah, kiranya tidak akan ada sisanya dan hancur lebur sebelum mencapai tanah, dihunjam dan dikerat permukaaan batu yang runcing dan tajam. Betapapun ketiga orang tosu itu mencari-cari, tidak ada bekas-bekas Keng Hong dan terpaksa mereka lalu turun kembali melaporkan kepada Thian Seng Cinjin yang menghela napas dan berkata. "Hanya Thian yang mengetahui apa yang telah terjadi denngan murid Sin-jiu Kiam-ong itu. Masih baik bahwa tidak terjadi pertempuran dan banjir darah. Mudah-mudahan saja urusan mengenai peninggalan Sin-jiu Kiam-ong akan habis sampai di sini saja." Akan tetapi benarkah akan terjadi seperti yang diharapkan ketua Kun-lun-pai? Jauh daripada itu. Cia Keng Hong masih hidup dan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong ternyata masih utuh dan dapat ditemukan Keng Hong. Lebih hebat lagi, tanpa dikehendakinya, Keng Hong terpaksa mengajak Ang-kiam Tok-sian-li memasuki tempat rahasia penyimpanan pusaka-pusaka itu dan kini Bhe Cui Im, gadis murid lam-hai Sin-ni itu telah melarikan beberapa buah kitab yang dipilihnya dari kumpulan kitab-kitab peninggalan Sin-jiu Kiam-ong! "Cui Im..!" Keng Hong berteriak-teriak sambil berjalan terus setelah menanti beberapa lama mendengar suara batu-batu pecah dan gempur tanpa dapat menduga apa yang sesungguhnya telah terjadi. Terowongan itu amat panjang dan makin lama makin gelap. "Cui Im!" Akhirnya tampak cahaya terang dan terowongan itu berakhir, akan tetapi Keng Hong berdiri terbelalak di ujung terowongan memandang ke depan. Kiranya jalan terowongan itu berakhir di pinggir sebuah celah yang amat lebar,dan disebelah celah atau jurang itu tampak Cui Im berdiri sambil tersenyum menertawakannya! "Cui Im...!" Keng Hong berseru memanggil dengan nada suara marah,. Apa yang telah kaulakukan? Kembalikan kitab-kitab peninggalan suhu yang kau curi!" "Hi-hi-hik, Keng Hong yang ganteng, kaupikirkan dulu baik-baik sebelum memaki orang karena ucapanmu itu sama saja dengan maling teriak maling!" Gadis berpakaian merah itu mengangkat tinggi-tinggi lima buah kitab kuno dengan kedua tangannya lalu melanjutkan kata-katanya. "Tahukah engkau kitab-kitab apa yang kupegang ini? Ang dua buah adalah kitab-kitab Seng-to-ci-keng dan I-kiong-hoan-hoat dari Siauw-lim-pai untuk pelajaran Iwekang dan menghimpun sinkang. Yang sebuah adalah kitab pelajaran ilmu pedang dari Go-bi-pai. Sebuah lagi kitab pelajaran ilmu ginkang, dan yang sebuah terakhir adalah kitab pelajaran ilmu silat tangan kosong yang hebat dan kalau tidak salah gubahan Sin-jiu Kiam-ong sendiri. Nah, di antara lima buah kitab, yang tiga buah adalah kitab curian. Sin-jiu Kiam-ong mencuri kitab, kalau sekarang kitabnya dicuri orang lain, bukankah sudah adil itu namanya?" “Cui Im , jangan gila kau! Engkau sudah ku ajak masuk ke sini, mau mempelajari ilmu boleh saja, akan pergi jangan mencuri !" Dengan pandang matanya, Keng Hong mengukur dan dia terkejut sekali mendapatkan kenyataan bahwa tidaklah mungkin bagi seorang manusia untuk meloncati jarak antara dia dan Cui Im. Akan tetapi bagaimanakah gadis itu dapat berada di seberang? Agaknya dari jarak sejauh itu , Cui Im dapat menduga apa yang dipikirkan Keng Hong.

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger