naruto

naruto

Kamis, 29 November 2012

pdk 223

Episode 223 Sinar pedang merah yang bergulung-gulung itu makin lama makin membesar dan lingkaran-lingkarannya makin luas, menggulung sinar emas dari ruyung di tangan Theng Kiu. "Bagaimana pendapatmu, The-ciang-kun?" Kaisar bertanya kepada Laksamana The Ho yang memandang dengan kagum. "Hebat, Sri Baginda. Benar-benar hebat kiam-sutnya, dan kalau Sri Baginda dapat mempergunakan tenaga wanita ini sebagai pengawal, sungguh baik sekali. Hamba rasa, Tio Hok Gwan sendiri belum tentu mampu menandingi kiam-sutnya yang seperti itu. Bagaimana, Hok Gwan?" Si pengantuk itu menggeleng-geleng kepala."Luar biasa sekali. Hamba takkan menang bertanding senjata dengan wanita itu." Dengan ucapan ini, Tio Hok Gwan hanya mengakui kelihaian Cui Im dalam permaian pedang, sedangkan kalau bertanding sungguh-sungguh mencari kemenangan, belum tentu dia akan kalah. "Pedang yang ganas, semoga Allah menyadarkan untuk mempergunakan ilmunya demi kebenaran!" Ma Huan berkata sabil menggeleng-geleng kepala. "Cukup, Theng-ciangkun...!" Tiba-tiba terdengar seruan Cui Im dan tampak tubuh wanita ini melesat keluar dari gulungan sinar yang lenyap pula. Wanita ini berdiri sambil tersenyum, wajahnya merah segar dan matanya berseri. Adapun Theng Kiu berdiri dengan muka lebih merah lagi, napasnya agak terengah. "Maafkan saya, Theng-ciang-kun dan terimalah kembali kancing bajumu." Cui Im melemparkan sebuah benda kecil yang diterima oleh Theng Kiu. Keduanya lalu berlutut menghormat kaisar yang memandang kagum. Kiranya wanita itu sedemikian lihainya mainkan pedang sehingga dapat menanggalkan kancing baju lawan tanpa melukainya. Tentu saja peristiwa ini membuktikan kemenangan Cui Im secara mutlak, karena kalau wanita itu menghendaki, tentu saja ujung pedang bukan mengambil kancing, melainkan lebih dalam lagi dibalik baju dan kulit dada, menusuk jantung! "Bhe Cui Im, engkau lulus ujian. Ilmu pedangmu benar-benar hebat," kata kaisar. "Terima kasih, Sri Baginda!" kata Cui Im dengan girang sekali. "Dan bagaimana dengan engkau? Siapakah namamu tadi?" "Hamba bernama Siauw Lek, Sri Baginda. Hamba pun siap untuk menghadapi pengawal pribadi Paduka yang manapun untuk menguji hamba." "Apa? Engkau pun berani menghadapi pengawal pribadiku? Dengan senjata?" "Dengar senjata maupun tangan kosong hamba sanggup menghadapinya, Sri Baginda." Kaisar tertawa. "Wah, agaknya kalian berdua memang tokoh-tokoh kang-ouw yang jempol! Engkau telah menyaksikan kepandaian pengawal kepala. Apakah engkau sanggup menandinginya?" "Theng-ciang-kun tentu telah lelah, kalau tidak, hamba sanggup menghadapinya, Sri Baginda." Dengan muka merah Theng Kiu memberi hormat dan menjawab, "Tidak, Sri Baginda. Hamba tidak lelah dan tidak penasaran kalau dikalahkan oleh tokoh kang-ouw yang memang hamba tahu banyak sekali yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kalau Paduka Sri Baginda Kaisar menghendaki, hamba akan menguji Siauw Lek dengan ilmu silat tangan kosong." "Baik, lakukanlah, Siauw Lek, bersiaplah menandingi Theng Kiu." Kembali dua orang lawan berhadapan dan kini para pengawal yang menonton mengharapkan kemenangan bagi rekan mereka. Bukan karena iri hati melihat masuknya pengawal baru, hanya karena mereka maklum bahwa di samping ilmu silatnya yang hebat, Theng Kiu pernah menjadi juara dalam ilu gulat diantara orang-orang Mongol. Maka banyak harapan baginya untuk memenangkan pertandingan tangan kosong ini. Andaikata tadi menghadapi Cui Im mereka tidak mengadu ilmu pedang, kiranya belum tentu Theng kiu kalah, demikian pikir mereka. Betapapun juga, tidak mungkin di depan kaisar mengeluarkan ilmu gulat kalau bertanding melawan seorang wanita! "Awas pukulan!"Theng Kiu berseru dan mulai menyerang dengan pukulan tangan kanan yang kuat dan mantap. Siauw Lek yang belum tahu sampai di mana tenaga lawan, tidak mau bersikap sembrono menangkis, mengelak ke kiri dan dari kiri dia balas memukul dengan tangan kanan, lutut ditekuk sehingga pukulannya yang lurus dari pinggang itu menuju ke lambung lawan. Theng Kiu juga mengelak sambil meloncat ke sebelah kiri Siauw Lek, cepat kakinya menendang ke bawah pusar. Terdengar suara angin bersiutan saking keras dan cepatnya tendangan ini. Namun dengan tangkas dan tenang Siauw Lek mengelak dan balas memukul. Karena pukulan ini cepat sekali datangnya, Theng Kiu menangkis, sekalian hendak mengukur tenaga lawan. "Duukkk!" Kedua orang itu terpental ke belakang, tanda bahwa tenaga mereka beribang, sungguhpun dilihat dari jarak mereka terpental itu tampak bahwa Theng Kiu terpental lebih jauh. Makin serulah pertandingan itu, pukul-memukul, tendang menendang dan tusuk menusuk dengan jari tangan mengarah jalan darah yang akan ditotoknya. Keduanya sama sigap, sama tangkas dan sama kuat. Seperti juga ilmunya bersenjata ruyung, juga ilmu silat tangan kosong Theng Kiu amat aneh gerakannya, namun ilmu silat Hek-liong-kun (Ilmu Silat Naga Hitam ) yang dimainkan Siauw Lek juga hebat, bukan main. Ilmu silat ini adalah ilmu silat ciptaan Gobi Chit-kwi, Tujuh iblis dari Go-bi, yang memiliki sifat ganas dan dahsyat. Kaisar yang menonton pertandingan itu, diam-diam merasa kagum dan dia maklum bahwa biarpun tingkat kepandaian laki-laki pesolek dan tampan ini tidak dapat menandingi kelihaian Cui Im, namun tingkatnya tidak di sebelah bawah pengawal kepala itu. Diam-diam dia merasa girang sekali karena selain mendapatkan kitab Thai-yang-cin-keng yang sejak dahulu dia cari-cari, juga sekarang dia mendapatkan dua orang pembantu yang tenaga dan kepandaiannya boleh diandalkan. Episode 224 "Orang ini kepandaiannya juga hebat, Sri Baginda. Akan tetapi hamba mohon agar Paduka bersikap waspada. Orang seperti dia ini sama sekali tidak boleh dipercaya secara bulat-bulat," kata The Ho perlahan secara kaisar. Kaisar tersenyum. "Anjing yang betapa galak pun kalau pandai mempergunakannya, dapat menjadi penjaga yang setia, Ciangkun." The Ho menganguk-angguk dan dia pun tidak merasa gelisah karena orang pandai ini sudah mengenal kebijaksanaan junjungannya. Sementara itu, dua orang yang bertanding itu masih terus saling menyerang dengan seru, akan tetapi kini terjadi perubahan. Siauw Lek kelihatan mulai mendesak dengan pukulan-pukulan ampuh yang bertubi-tubi sehingga Theng Kiu tidak mampu lagi membalas. Sebetulnya Theng Kiu tidaklah terdesak, dan memang dia sengaja main mundur dan bersikap seolah-olah terdesak. Hal ini sengaja dia lakukan untuk membuat lawan lengah. Ia hendak mempergunkan ilmu gulatnya untuk menangkan pertandingan ini. Andaikata dia menghadapi lawan lain, tentu sudah dia keluarkan sejak tadi untuk mencapai kemenangan. Akan tetapi dia maklum bahwa Siauw Lek adalah lawan yang amat tangguh dan senjatanya yang paling ampuh dalam pertandingan tangan kosong hanya ilmu gulatnya. Kalau dia keluarkan sembarangan dan diketahui lawan, agaknya lawan akan bersikap hati-hati sehingga sukar ditangkap. Maka dia sengaja bersikap terdesak untuk menyergap lawan secara tiba-tiba selagi lawan lengah. Pada saat Siauw Lek mengiri pukulan dengan lengan kanan dengan kuat dan cepat sekali ke arah dada Theng Kiu, pengawal berambut putih itu menggerakkan tangan menangkis, akan tetapi tidak seperti yang sudah-sudah tadi, tangkisannya kurang tenaga sehingga kepalan tangan Siauw Lek masih meleset dan menuju dadanya. Agaknya Theng Kiu waspada sehingga mengirangkan hati Siauw Lek yang merasa bahwa pukulannya tentu akan mengenai sasaran. Duagaannya memang tepat, kepalan tangannya menyentuh dada lawan akan tetapi tangan yang menangkisnya tadi kini tahu-tahu telah mencekal pergelangan tangannya dan tubuh lawan secara tiba-tiba merendah, membungkuk dan Siauw Lek merasa tubuhnya terlempar tinggi di udara! Hebat sekali serangan balasan Theng Kiu ini, yang menggunakan cara melontarkan yang istimewa, yaitu meminjam tenaga pukulan Siauw Lek dan mempergunakan tubuhnya sebagai pengganjel lengan Siauw Lek yang ditangkap sebagai pengayun maka terlontarlah tubuh Siauw Lek sampai tinggi dan jauh. Kalau bukan Siauw Lek yang sudah memiliki ginkang tinggi, berbahayalah lawan yang dilontarkan seperti ini, karena kalau terbanting dengan kepala lebih dulu tentu akan tewas seketika. Akan tetapi Siauw Lek tidak kehilangan akal. Sungguhpun tubuhnya melayang ke atas di luar kehendaknya sehingga untuk sesaat dia kehilangan keseimbangan tubuhnya, namun di udara dia sudah dapat menggerakkan tubuh dengan gerakan Lee-hi-ta-teng (Ikan Lee Mencuat) dan di udara itu tubuhnya berpoksai (bersalto) tiga kali sehingga ketika tubuhnya melayang turun kembali, dia sudah dapat menguasai tubuhnya dan turun dengan arah terkendali, yaitu turun menukik ke arah lawan sabil mengirim pukulan dengan kedua tangan seperti gerakan seekor garuda menyambar kelinci! Gerakan Theng Kiu ketika menangkap dan melontarkan lawan tadi memang hebat, akan tetapi gerakan Siauw Lek itu lebih indah sehingga terdengar seruan-seruan memuji. Adapun Theng Kiu yang menjadi penasaran, sudah menggeser tubuh ke belakang sehingga serangan Siauw Lek luput dan mereka kembali saling berhadapan. Siauw Lek tersenyum dan maklumlah kini dia bahwa "simpanan" lawannya adalah ilu melontarkan tubuh lawan yang menjadi sebagian daripada ilu gulat utara. Siauw Lek bukanlah seorang pemuda hijau. Dia sudah mengalami banyak pertempuran dan dia banyak tahu akan ilmu silat ini, maka diam-diam dia mengambil keputusan untuk mengalahkan lawan ini dengan mencari titik kelemahan ilmu gulat! Ia tahu bahwa seorang ahli gulat, amat takut terlalu lama menangkap seorang ahli silat, takut akan pukulannya, maka begitu menangkap tentu akan dilontarkan atau di banting. Sebaliknya, seorang ahli silat biasanya bersikap hati-hati kalau melawan seorang ahli gulat, dan selalu bertanding dengan jarak jauh karena maklum akan lihainya ilmu gulat yang bukan lain adalah ilmu mencengkeram dan menangkap semacam Eng-jiauw-kang dan Kin-na-hoat. Setelah membuat perhitungan dan mencari akal, kembali Siauw Lek menerjang maju dengan pukulan-pukulan berat. Sekali lagi dia tertangkap, bahkan kini kedua lengannya yang ditangkap dengan beberapa kali tekukan tubuh, Siauw Lek telah diangkat dan sekali ini dia dibanting ke atas lantai. "Bruuukkkkk!" Debu mengebul ketika tubuh Siauw Lek terbanting ke atas lantai saking kerasnya bantingan, akan tetapi tubuh Siauw Lek sudah mencelat bangun kembali, sebaliknya, tubuh Theng Kiu terguling dan tidak dapat bangun karena pada saat dia dibanting dan dilepaskan oleh cekalan tangan lawan, Siauw Lek sudah secepat kilat menggerakkan tangan mengirim pukulan sinkang yang tepat mengenai lambung Theng Kiu. Biarpun tidak sangat tepat dan keras kenanya karena posisi Siauw Lek yang sedang dibanting itu, namun karena pukulan itu mengandung sinkang dan yang terkena adalah bagian tubuh yang lemah, cukup untuk merobohkan Theng Kiu yang perutnya menjadi nyeri dan napasnya sesak! Melihat keadaan lawannya, Siauw Lek cepat menghampiri dan dengan beberapa kali totokan dan pijatan, akhirnya Theng Kiu tidak begitu menderita. Keduanya lalu berlutut di depan kaisar dan Theng Kiu berkata, "Hamba mengaku kalah dalam bertanding tangan kosong dengan saudara Siauw Lek, Sri Baginda." Kaisar mengangguk-angguk dan The Ho tai-caiangkun berkata, "Mereka berdua lebih lihai daripada pengawal kepala, pangkat apakah yang akan Paduka berikan kepada mereka, Sri Baginda?" Kaisar tersenyum memandang panglima tinggi yang dahulunya merupakan sahabat seperjuangan itu, dan berkata lirih, "Aku telah mempunyai lima orang pengawal rahasia yang terdiri dari orang-orang sakti, kalau kini ditambah dua orang lagi, bukankah lebih baik, The ciangkun? Mereka hidup mewah dan bebas, akan tetapi bertugas untuk secara rahasia mengawal kaisar dengan taruhan nyawa mereka. Ingin mengenal mereka?" Episode 225 Tanpa menanti jawaban panglima itu tahu pasti akan menyetujuinya, kaisar sudah memasukkan sebuah benda kecil ke mulutnya dan meniup. Terdengarlah suara melengking tinggi dan beberapa detik kemudian, baru saja kaisar menyimpan kembali benda yang ternyata semacam peluit kecil itu ke dalam saku, dari jendela, pintu, dan atas genteng melayang turun lima bayangan orang yang gerakannya cepat laksana burung-burung menyambar dan tahu-tahu di ruangan itu telah berdiri lima orang laki-laki tua yang memandang kaisar, kemudian memandang ke kanan kiri penuh kewaspadaan dan persiapan. Cui Im memandang penuh perhatian dan dengan kaget dia mengenal bahwa seorang di antara lima orang kakek itu bukan lain adalah Pak-san Kwi-ong, kakek tinggi besar yang berkulit hitam arang, matanya kelihatan putih dan telinganya lebar seperti telinga gajah, di pinggangnya tergantung senjata rantai dengan kedua ujungnya terdapat tengkorak! Akan tetapi Siauw Lek lebih kaget lagi karena dia mengenal lima orang itu yang kesemuanya adalah tokoh-tokoh kang-ouw, datuk-datuk dunia hitam atau golongan sesat. Yang seorang jelas adlah Pak-san Kwi-ong, tokoh nomor satu dari utara, akan tetapi yang empat orang juga merupakan tokoh-tokoh besar yang telah lama menjagoi perbatasan utara dari barat ke timur, merupakan "iblis-iblis" sepanjang Tembok Besar. Yang pertama bernama Gu Coan Kok yang terkenal dengan julukan Iblis Cebol, tingginya tidak ada satu setengah meter, akan tetapi senjatanya adalah sebatang tongkatnya yang panjangnya lebih dari ukuran tubuhnya! Orang ke dua adalah seorang yang tubuhnya tinggi besar, lebih tinggi dari Pak-san Kwi-ong sendiri, akan tetapi punggungnya bongkok, senjatanya istimewa karena senjata ini tak pernah dapat dia lepaskan, yaitu cakar baja yang telah tertanam di ujung jari tangannya, menggantikan sepuluh kuku jari yang semuanya berbisa. Dia ini adalah Hok Ku, seorang keturunan suku bangsa Kerait dan berjuluk Toat-beng Tok-ciang (Tangan Beracun Pencabut Nyawa). Suku bangsa Kerait adalah suku bangsa di utara yang dahulu pernah mengalami masa jaya di samping suku bangsa Nalman, bahkan sebelum suku bangsa mongol menjadi besar. Mongol pernah tunduk kepada bangsa Kerait. Orang ke tiga bermuka putih seperti mayat, tinggi kurus dan kedua tangannya memegang pisau kecil runcing dan taja mengkilap. Dia inilah Kemutani, seorang perankan bangsa Mongol dan Han, dan biarpun senjatanya hanya pisau-pisau kecil, akan tetapi justeru senjata sederhana inilah yang membuat namanya terkenal karena selain dia seorang ahli dalam bersilat menggunakan sepasang pisau ini, juga pisau-pisau itu dapat dia lontarkan dari jarak dekat atau jauh dengan cepat dan tepat sehingga dia mendapat julukan Hui-to (Si Pisau Terbang). Orang ke empat bertubuh bulat bundar seperti bola saking gendut dan pendeknya, kedua kakinya pendek dan besar seperti kaki gajah, tubuhnya merupakan bulatan besar seperti gentong dan kepalanya merupakan bulatan kecil seperti bola. Biarpun bentuk tubuhnya lucu, akan tetapi sepak terjang Couw Seng yang berjuluk Thai-lek Sin-mo ( Iblis Sakti Bertenaga Besar) ini sama sekali tidak lucu, apalagi bagi lawannya karena dia benar-benar lihai sekali dan sukar dikalahkan. "Ha-ha-ha, kalian berlima jangan kaget. Kami memanggil kalian bukan karena ada ancaman bahaya, melainkan hendak kami perkenankan dengan dua orang pengawal rahasia yang baru sebagai rekan-rekan kalian. Mereka berdua itulah pengawal-pengawal yang baru." Kaisar berkata sambil menuding ke arah Cui Im dan Siauw Lek. Mendengar ucapan kaisar ini barulah sikap lima orang pengawal rahasia itu tidak tegang dan mereka tersenyum-senyum, bahkan lalu menjura penuh hormat kepada kaisar. Hanya lima orang pengawal rahasia inilah yang dibebaskan daripada kebiasan menghormat kaisar sambil berlutut karena mereka itu setiap detik harus waspada dan menjaga kaisar secara diam-diam dan rahasia, berbeda dengan para pengawal pribadi yang seolah-olah menjadi kaki tangan kaisar, ke manapun kaisar bergerak selalu harus menjaga di samping kaisar. Adapun liam orang pengawal rahasia ini seperti bayangan kaisar, kadang-kadang tampak kadang-kadang tidak, namun selalu siap untuk membela kaisar pada saat-saat diperlukan. Maka begitu kaisar meniup peluit sebagai tanda rahasia panggilan, lima orang pengawal ini muncul secara tiba-tiba. Secara bergiliran, mereka berlima ini melakukan penjagaan siang malam. Setelah lima orang ini merasa yakin bahwa keselamatan kaisar tidak terancam, mereka memandang ke arah dua orang yang disebut pengawal baru oleh kaisar itu dan terdengarlah seruan-seruan, "Kim-lian jai-hwa-ong....!" "Eh, Tok-sian-li, engkaukah ini?? Benarkah bahwa Lam-hai Sin-ni telah kau...." "Pak-san Kwi-ong, perlukah kita harus membongkar-bongkar keburukan masing-masing di hadapan yang mulia Sri Baginda Kaisar?" Cui Im membentak marah sambil menudigkan telunjuknya kepada kakek tinggi besar berkulit hitam itu. "Urusan pribadi tidak sangkut-pautnya dengan pengabdian kita kepada Sri Baginda. Atau, kalau engkau dan empat orang kawanmu ini merasa terlalu tinggi untuk bekerja sejajar dengan aku, dan merasa terlalu pandai, hemmm.... aku Ang-kiam Bu-tek akan mampu membuktikan bahwa aku dapat merobohkan kalian seorang demi seorang atau bahkan sekaligus!" Siauw Lek juga berkata tersenyum, "Kalau Sri Baginda ynag mulia menghendaki, aku pun sanggup menghadapi mereka seorang lawan seorang!" Kaisar malah tertawa girang mendengar ini, akan tetapi dia lalu mengangkat tangan berkata, "Pak-san Kwi-ong, dengar baik-baik perkataan kami. Kami telah menguji Ang-kiam Bu-tek dan Siauw Lek dan kami memutuskan untuk mengangkat mereka berdua ini menjadi pengawal rahasia di samping kalian berlima. Karena itu, perintahku pertama kepada kalian bertujuh adalah agar kalian jangan membuat ribut sendiri dengan urusan pribadi kalian yang tak ingin kudengar. Nah, Pak-san Kwi-ong, ajaklah mereka berdua ini yang sekarang menjadi rekan-rekanmu ke dalam dan boleh kalian bercakap-cakap di sana, jangan datang kalau tidak kupanggil!" Lima orang pengawal rahasia itu membungkuk, demikian pula Cui Im dan Siauw Lek yang sudah cepat dapat menyesuaikan diri, kemudian kedua orang baru ini berlalu mengikuti lima orang pengawal rahasia, tidak canggung-canggung lagi dan gerakan mereka bertujuh amat cepat tanpa mengeluarkan suara seolah-olah pribadi kaisar dilindungi oleh tujuh setan.

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger