naruto

naruto

Kamis, 29 November 2012

pdk harum 278

Episode 277 "Huah-ha-ha-ha-ha-ha! Lian Ci Sengjin, mengapa tamumu begitu konyol? Apakah memang engkau mengundang tiga orang badut itu untuk melawak di sini? Ha-ha-ha!" Kakek jembel, orang tertua dari Thian-te Sam-lo-mo, tertawa bergelak. Lian Ci Sengjin terkejut menyaksikan kelihaian pemuda baju hijau tadi, dan maklumlah dia bahwa untuk menghadapi pemuda itu harus dia sendiri yang maju. Ia sudah bangkit dan berkata, "Biar kuhajar sendiri dia!" Akan tetapi Cui Im sudah menahan lengan suaminya dan memandang kakek jembel sambil berkata, "Sudah lama aku mendengar akan nama besar Thian-te Sam-lo-o yang berjumlah tiga orang pula. Jangan-jangan tidak bedanya dengan tiga orang badut tadi? Locianpwe, pemuda baju hijau bernama Yap Cong San ini adalah murid Tiong Pek Hosiang, apakah Sam-wi Locianpwe berani menghadapinya?" Kakek jembel itu tertawa lagi. "Waduh-waduh, kiranya nona pengantin adalah seorang yang begini cerdik, hendak menyeret kami masuk ke dalam api permusuhan yang panas! Kami tidak takut siapa-siapa, akan tetapi kami sudah bosan bermusuhan. Kami hanya mau bertanding untuk mengukur kepandaian Pemuda ini tidak ada nama besar, tidak seperti nona pengantin yang julukannya menjulang tinggi sampai ke langit. Kalau sudah berani menggunakan julukan Bu-tek (Tanpa Tanding), tentu sudah dapat menandingi Bu-tek Su-kwi!" Cui Im adalah seorang cerdik dan tadi ia berusaha memanaskan hati Thian-te Sam-lo-mo untuk menghadapi Cong San. Siapa kira, kakek jembel itu kiranya lebih cerdik dan lebih berpengalaman sehingga bukan dia yang berhasil membakar, bahkan dia sendiri yang kini di bakar hatinya. Cui Im tersenyum mengejek dan mendengus dengan menghina, "Bu-tek Su-kwi? Huh, apa sih mereka? Tokoh utamanya, Lam-hai Sin-ni dengan mudah tewas di tanganku!" Thian-te Sam-lo-mo terkejut. Memang mereka sudah mendengar pula berita itu, akan tetapi setelah melihat Cui Im, mereka mengira berita itu dilebih-lebihkan. Akan tetapi kalau wanita ini berani mengakuinya, agaknya wanita muda ini memiliki kepandaian hebat, hal yang benar-benar tak dapat mereka percaya. "Bhe Cui Im, mengapa banyak cakap dan hendak sembunyi di balik punggung orang lain? Majulah dan kita membuat perhitungan!' Cong San membentak, suaranya keren dan penuh semangat. Cong San yang maklum bahwa Keng Hong berada di situ, dan karena di situ hadir pula orang-orang gagah, merasa mendapat angin. Kembali Cui Im tersenyum. "Kalau aku yang maju sendiri, berarti aku tidak mengindahkan kepandaian para tamuku. Adakah lagi para enghiong yang hadir ini sudi mewakili aku memberi hajaran kepada bocah ini?" Sunyi saja, agaknya para tamu menjadi ragu-ragu setelah melihat kelihaian Cong San yang dalam segebrakan saja merobohkan tiga orang lawan tadi. Juga para tamu yang duduk di tempat kehormatan merasa ragu-ragu untuk menerjunkan diri ke dalam permusuhan pribadi, apalagi mengingat bahwa pemuda itu adalah seorang tokoh Siauw-lim-pai. Mereka sebagai orang-orang berilmu tidak takut menghadapi pemuda itu, akan tetapi segan menanam bibit permusuhan dengan Siauw-lim-pai. "Biarlah aku sendiri yang maju menghajarnya!" Lian Ci Sengjin sudah bangkit dari kursinya, tetapi Sian Ti Sengjin menahannya, dengan menyentuh lengannya. "Sute, engkau duduk sajalah. Karena saat ini engkau adalah seorang mempelai, tidak pantas kalau engkau harus turun tangan sendiri, demikian pula isterimu. Kalau pemuda ini berkeras, biarlah aku yang menghadapinya." Sian Ti Sengjin bangkit berdiri. "Tidak baik tuan rumah turun tangan sendiri ! Biarlah aku yang mencobanya!" Teriakan ini keluar dari mulut Kim-to Lai Ban yang sudah mencelat dari kursinya dan berdiri di depan Cong San. Kim-to Lai Ban sedang mencari sekutu untuk diajak menghadapi Tiat-ciang-pang karena dia masih merasa sakit hati terhadap Ouw Kian yang kini menjadi ketua Tiat-ciang-pang, maka dia yang menganggap bahwa murid Saiauw-limpai yang muda itu tidak berapa mengkhawatirkan, ingin memberi jasa. Cong San terkejut. Tidak disangkanya sama sekali bahwa seorang tokoh Tiat-ciang-pang akan turun tangan membantu Cui im. Juga tadi dia heran menyaksikan sikap dua orang tuan rumah. Mereka adalah tokoh-tokoh Kun-lun-pai, mengapa setelah dia membuka rahasia Cui Im mereka itu masih hendak melindunginya? Akan tetapi dia masih dapt mengerti sikap mereka ini karena kalau Sancu itu hendak menikah dengan Cui Im, memang sepantasnya dia membela isterinya, dan suhengnya pun sudah selayaknya membela sutenya, sungguhpun mereka itu sebenarnya harus insyaf bahwa mereka telah bersekutu dengan seorang wanita tokoh sesat. Akan tetapi tokoh Tiat-ciang-pang yang menjadi tamu? Kini hendak turun tangan pula melindungi Cui Im! Cepat Cong San menjura ke arah Lai Ban dan berkata, "Lo-enghiong! Kalau Lo-enghiong seorang tokoh Tiat-ciang-pang, mengapa" Tiba-tiba ucapannya disambung suara lain yang datangnya dari atas genteng. "Dia bekas pengurus Tiat-ciang-pang yang murtad dan melarikan diri!" Cui Im menggerakkan tangan ke atas, "Brakkk!" Beberapa buah genteng berikut langit-langit dari mana suara itu datang pecah berantakan, akan tetapi tidak ada apa-apa di sana! Semua orang terutama Thian-te Sam-lo-mo, terkejut sekali menyaksikan kehebatan pukulan nona pengantin ini yang membuktikan sinkang yang amat kuat! Sebetulnya yang mengeluarkan suara tadi adalah Keng Hong, akan tetapi pemuda sakti ini menggunakan khikang sehingga suaranya seperti terdengar dari atas padahal dia masih berada di antara tamu yang tingkatnya rendahan. Dia mempergunakan kesempatan selagi semua mata dan perhatian tertuju kepada Lai Ban dan Cong San untuk mengeluarkan suara itu. Kini Cong San mengerti mengapa Lai Ban seorang tokoh Tiat-ciang-pang membantu Cui Im. Kranya orang ini adalah seorang pelarian dari Tiat-ciang-pang! Ia mengerti akan bahaya. Kini dia telah di antara musuh-musuh lihai yang akan membantu Cui Im. Ia menyesal bahwa dia telah teburu nafsu turun tangan. Akan tetapi karena sudah terlanjur, dia menjadi nekat dan berkata, "Aku datang untuk membuat perhitungan dengan perempuan iblis Ang-kiam Bu-tek. Siapa yang hendak membelanya, boleh maju!" Lai Ban marah mendengar dibukanya rahasia tadi, dan dia sudah mencengkeram ke arah Cong San dengan tangan kirinya sambil mengerahkan tenaga Tiat-ciang-kang! Cong San mengenal serangan ampuh. Ternyata bekas tokoh Tiat-ciang-pang ini lihai juga dan tak boleh disamakan dengan tiga orang sastrawan konyol tadi, maka dia cepat menangkis dengan tangan kanan. Episode 278 "Desssss..!" "Aaahhhhh..!" Lai Ban terhuyung ke belakang dan berseru kaget. Sungguh jauh di luar persangkaannya bahwa pemuda itu memiliki tenaga sinkang yang begitu kuat sehingga dapat menangkis serangannya yang mengandung tenaga sakti Tiat-ciang-kang sehingga dia terhuyung ke belakang. Tahulah dia kini mengapa pemuda itu berani mengacau tempat itu, kiranya memang memiliki kepandaian tinggi. *** Mengingat bahwa pemuda itu seorang tokoh Siauw-lim-pai dan kalau seorang tokoh Siauw-lim-pai sudah memiliki tenaga sinkang seperti itu, tentulah seorang yang benar-benar lihai, Lai Ban lalu mencabut goloknya. "Singgggg,..!" Sinar berkelebat menyilaukan mata ketika golok besar bergagang emas itu keluar dari sarungnya. "Kelauarkan senjatamu!" Kim-to Lai Ban yang masih mempunyai sifat kegagahan seorang pendekar menantang. Cong San masih tenang saja dan menjawab, "Lai-lo-enghiong, mengapa engkau tidak mau sadar bahwa sebagai seorang gagah tidak layak mencampuri urusan pribadi orang lain dan lebih tidak baik lagi membantu seorang iblis betina seperti Ang-kiam Bu-tek?" "Keluarkan senjatamu, atau... engkau akan mati konyol!" Lai Ban yang wataknya memang berangsan apalagi dia sudah marah dan penasaran karena dalam segebrakan saja dia terhuyung, membentak dan menganca. "Mau serang, seranglah!" Cong San masih tenang karena pemuda ini maklum bahwa tanpa senjata pun dia masih akan dapat mengatasi orang pemarah ini, apa lagi dia memang tidak ingin memindahkan permusuhannya dengan Cui Im ke pundak orang lain, maka tidak ingin melukai lawan ini. "Sombong, makan golokku!" Golok itu berkelebat, berubah enjadi sinar menyambar ke arah leher Cong San. Pemuda ini dengan tenang namun cepat mengelak dengan menggeser kaki mengubah pasangan, tubuhnya miring dan saat menyambarnya golok lewat tubuhnya dia barengi dengan hantaman dengan tangan miring ke arah pergelangan tangan yang memegang golok. Lai Ban kaget dan cepat dia meloncat ke depan sambil memutar golok menyambar ke belakang tubuhnya, menusuk perut lawan. Cong San dengan mudah mengelak dan menendang dari pinggir ke arah lutut lawan Lai Ban meloncat mundur dan goloknya membabat ke arah kaki yang menendang. Namun Cong San sudah memperhitungkan gerakan balasan lawan ini, menarik kakinya dan tangan kirinya sudah menusuk ke atas mata Lai Ban dengan gerakan di perlambat. Pancingan ini berhasil karena Lai Ban berseru girang, mengelebatkan goloknya untuk membacok putus lengan Cong San. Secepat kilat dia menotok pergelangan tangan lawan yang sedang membabat lengannya. Perhitungannya tepat sekali, kalau tidak, ada bahayanya dia kalah cepat dan lengannya putus! "Aduhhh...!" Golok terlepas dari pegangan tangan Lai Ban yang tiba-tiba menjadi lumpuh, akan tetapi tangan kirinya masih memukul dengan cepat, menggunakan tenaga Tiat-ciang-kang! Inilah kesalahannya. Kalau dia tidak nekat, tentu dia akan melepaskan golok dan tidak menderita nyeri. Kini pukulannya itu diterima oleh Cong San yang melihat pukulan keji lalu menangkis dengan pukulan telapak sambil mengerahkan tenaga sinkang. "Desssss!" Tubuh Lai Ban mencelat ke belakang dan terbanting ke atas lantai,dari mulutnya tersebur darah segar! Cepat Lai Ban duduk bersila untuk mengobati luka di sebelah dalam dadanya yang terpukul oleh tenaganya sendiri yang membalik. Cong San menggunakan kakinya mencongkel golok di atas dan sekali kakinya bergerak, golok itu melayang dan menancap lantai tepat di depan Lai Ban! "Bagus sekali...!" Wah, murid Siauw-lim-pai lihai.. Ha-ha-ha!" Kakek jembel tertawa-tawa gembira. Memang kakek ini dan dua orang saudaranya paling suka menonton pertandingan silat, akan tetapi kalau ada lawan tanggung-tanggung saja mereka tidak sudi turun tangan. Kini menyaksikan kelihaian Cong San, tangan mereka sudah gatal-gatal! "Uh-uh-uh, bocah jahat!" Seruan ini halus perlahan, akan tetapi Cong San cepat mencelat ke belakang untuk mengelak. Tampak sinar berkeredepan ketika golok di tangan Thian It Tosu menyambar, dan begitu golok itu luput mengenai sasaran lalu membalik dan sudah menyambar lagi. Suara golok merobek udara sampai mengeluarkan suara mengaung tiada hentinya dan sinar golok itu bergulung-gulung mengurung tubuh Cong San. Pemuda ini terkejut, maklum bahwa ilmu golok Thian It Tosu amat hebat. Terpaksa dia lalu mengeluarkan senjatanya Im-yang-pit. "Trang-trang-trang-cringgg...!" Bunga api berhamburan ketika berkali-kali golok bertemu sepasang pensil yang digerakkan secara istimewa oleh Cong San. Memang ilmu silat pemuda ini mainkan sepasang pensilnya amat lihai. Setiap kali menangkis, senjata yang kecil ringan ini tentu terus meleset dan menotok pergelangan lawan, malah disusul oleh pensil ke dua yang melakukan totokan ke arah jalan darah yang berlawanan. Thian It Tosu terpaksa mengelak ke sana ke mari dan goloknya diputar melindungi tubuh, namun sepasang pensil itu seperti dua ekor burung yang amat gesit, selalu dapat menyusup di antara sinar golok mencari sasaran jalan darah secara bertubi-tubi dan susul-menyusul! Dalam belasan jurus saja Thian It Tosu sudah terdesak hebat dan hanya main mundur. "Wah-wah-wah, bocah itu hebat...!" Si kakek jembel berjingkrak-jingkrak girang sekali. "Tosu tukang sembelih babi dengan goloknya itu takkan menang!" Diam-diam Lian Ci Sengjin menjadi mendongkol juga kepada Thian-te Sam-lo-mo, apalagi kepada si kakek jembel itu. Mereka adalah golongan cianpwe yang berkedudukan tinggi dan dia harapkan akan turun tangan meredakan kekacauan, akan tetapi kakek itu malah berjingkrak-jingkrak memuji si pemuda Siauw-lim-pai, seolah-olah merasa girang melihat fihak yang membelanya menderita kekalahan. Sambil mengeluarkan seruan keras, bekas tokoh Kun-lun-pai ini meloncat ke depan, pedangnya sudah terhunus dan terjangannya hebat ketika dia menusuk ke arah dada Cong San. "Cringgg..!!" Pedang itu terpental ketika tertangkis pensil hitam. Thian It Tosu sudah menerjang lagi goloknya dan Cong San dikeroyok dua. Pemuda ini menjadi mendongkol sekali. Episode 279 Tak disangkanya bahwa dalam mengejar musuh besarnya, dia malah bentrok dengan tokoh-tokoh dari partai besar seperti Kun-lun-pai dan Tiat-ciang-pang, padahal menurut patut, tokoh-tokoh partai besar itu semestinya membantu dia menghadapi Ang-kiam Bu-tek yang jahat. Dengan marah dia lalu menggerakkan kedua pesilnya sedemikian rupa sehingga Lian Ci Sengjin dan Thian It Tosu yang diserang totokan maut pada jalan darah mereka berseru keras dan meloncat mundur. Sementara itu, Sian Ti Sengjin juga sudah melompat maju. Akan tetapi pada saat itu, terdengar seruan halus berwibawa dari Cui Im, "Mundur semua! Biar aku memberi hajaran kepada bocah ini!" Bayangan merah berkelebat didahului angin pukulan dahsyat menyambar ke arah Cong San ketiga tiga orang pengeroyoknya termasuk Sian Ti Sengjin mundur dan minggir mendengar seruan Cui Im. Pukulan sinkang yang dilontarkan Cui Im hebat bukan main. Cong San yang belum pernah bertanding mati-matian melawan wanita itu menangkis dan dia terjengkang! Untung dia segera menekan lantai dengan sikunya dan tubuhnya sudah meloncat bangun lagi sambil menggerakkan kedua pensilnya. "Cring-cring-cring..!" Sinar merah dari jarum-jarum merah Cui Im runtuh semua terpukul sepasang pensil. Pemuda itu sudah meloncat bangun dan memandang Cui Im dengan marah. Ia maklum akan kelihaian wanita itu dan tadi pun hampir saja dia celaka. "Wah, nona pengantin benar-benar hebat! Sekarang baru ramai!" Kakek jembel itu berseru dan sekali ini dia benar-benar memuji karena maklum bahwa tingkat kepandaian Ang-kiam Bu-tek benar-benar hebat. Kalau tadi tiga orang iblis tua ini kepengin sekali menantang dan menggempur Cong San untuk menguji kepandaian tokoh muda Siauw-lim-pai yang lihai itu, kini mereka pun ingin sekali mencoba kesaktian Cui Im. Tiba-tiba terdengar pekik seorang pelayan wanita berlari keluar, "Celaka... Toanio.. Kamar Toanio kebongkar..!" "Apa..?" Mendengar ini, Cui Im membalikkan tubuh dan lari meninggalkan Cong San untuk memeriksa kamarnya. Melihat ini, Lian Ci Sengjin, Sian Ti Sengjin dan Thian It Tosu sudah maju lagi mengeroyok Cong San. Sementara itu, kakek jembel yang sudah tak dapat tahan menahan nafsunya ingin bertanding, tiba-tiba tertawa bergelak, tubuhnya melayang ke udara dan bagaikan seekor burung dia menerkam kepala Cong San. "Dukkkkkk! Ayaaaaa...!" Tubuh kakek itu mencelat kembali ke belakang di mana dia hinggap di atas lantai dengan mata terbelalak memandang seorang pemuda bermuka hitam bopeng yang berpakaian longgar seperti pakaian pendeta yang tadi menyambut tubuhnya di udara dan mendorongnya kembali ke tempatnya. Hampir dia tidak percaya bahwa yang telah menolak tubuhnya tadi adalah pemuda bopeng itu! Kakek yang tadinya banyak bicara dan suka ketawa itu kini terbelalak memandang dengan muka melongo. "Apakah kita mimpi...?" Ia berkata kepada dua orang saudaranya. "Muncul tokoh Siauw-lim-pai, dan nona pengantin yang hebat, kemudian bocah bopeng ini.. Bagaimana dunia sekarang penuh dengan orang-orang muda sakti berkeliaran?" Pemuda muka bopeng itu melayang turun dan begitu kaki tangannya bergerak, golok Thian It Tosu terlempar, pedang Lian Ci Sengjin dan Sian Ti Sengjin terpental ke belakang sedangkan tubuh mereka terhuyung. "Lian Ci Sengjin, apakah engkau masih belum sadar dari kesesatanmu?" kata pemuda muka bopeng sambil meraba mukanya sehingga terbukalah kedok karet tipis dan tampak mukanya yang aseli. "Keng Hong...!" Keparat, engkau pemuda busuk, dimana-mana menimbulkan kekacauan...!" Lian Ci Sengjin berseru memaki. "Hemmm, ingatlah akan perbuatanmu sendiri! Lupakah kau akan nona Tan Hun Bwee yang perkosa di dalam hutan?" "Apa...??" Lian Ci Sengjin menjadi pucat wajahnya. *** "Sute, benarkah itu...?" Sian Ti Sengjin memandang sutenya dengan mata tajam. "Tidak.. Eh, aku..." Lian Ci Sengjin tergagap. "Lian Ci Sengjin, setelah engkau menjadi Sancu di Phu-niu-san, apakah engkau tetap menjadi pengecut? Seorang jantan sudah berani berbuat tentu berani mengakui perbuatannya. Engkau memperkosa nona Tan!" Muka Lian Ci Sengjin menjadi merah dan matanya melotot. "Benar! Habis engkau mau apa?" "Mau menghajarmu!" Keng hong berteriak dan tangan kirinya memukul dengan jari tangan terbuka ke arah perut ketua atau kepala di Phu-niu-san itu. Kalau pukulan ini mengenai sasaran tentu perut itu akan pecah dan agaknya Lian Ci Sengjin tak dapat mengelak lagi. "Desssss!" Pukulan sinkang tangan kiri Keng Hong tertangkis oleh tangan Cui Im yang melesat dari dalam. Muka wanita itu merah sekali dan matanya menyinarkan maut ketika dia berpandangan dengan Keng Hong. "Cia Keng Hong! Kembalikan pusa-pusaka itu!" Jeritnya, setelah menangis saking marah dan bencinya. Keng Hong tertawa dan bersedakap seperti hendak melindungi pusaka-pusaka yang sudah dapat dia rampas kembali dan kini dia sembunyikan di dalam baju yang longgar itu. "Enak saja! Susah payah aku mencari. Engkau asyik menjadi pengantin, maka lengah. Salahmu sendiri!" "Kau... pencuri laknat!" "Husssssshhhhh, engkau sendiri mencurinya dari aku, dan sekarang aku mencurinya kembali. Adil, bukan?" Episode 280 "Bangsat!" Pedang merah di tangan Cui Im menyambar, akan tetapi Keng Hong sudah mengelak. "Cringgggg...!" Pensil putih di tangan Cong San yang menangkis pedang itu. "Iblis betina, sekarang nyawamu harus kuambil!" bentak pemuda ini. Cong San hendak menyerang, akan tetapi Keng Hong memegang pundaknya dan mendorongnya keras sekali sehingga tubuh pemuda murid Siauw-lim-pai terlempar. "Mari kita pergi, Yap-twako.." "Tetapi...!" "Nanti bicara, sekarang lari!" Keng Hong juga sudah meloncat dan sekali lagi dia mendorong dengan tenaga sepenuhnya sehingga tubuh Cong San seperti dilontarkan keluar dari gedung itu, diikuti bayangan Keng Hong. "Berhenti, Keng Hong manusia keparat!" Cui Im mengejar. "Eh-eh-eh, murid Siauw-lim-pai, bocah bopeng, tunggu, mari kita mengadu kepandaian. Coba kalau kalahkan Thian-te Sam-lo-mo!" Si jembel dan dua orang saudaranya juga mengejar keluar. "Kalau mereka tidak mau, engkau saja, nona pengantin. Engkau pun cukup lihai!" Teriak pula si jembel dari belakang Cui Im. Cui Im sudah menyambitkan jarum-jarum merahnya ke arah pungung Keng Hong. Akan tetapi Keng Hong mengulur tangan dan dari samping dia menangkap jarum-jarum itu, kemudian sambil tertawa berseru, "Lian Ci Sengjin, kutitipkan nyawamu kepadamu. Ini untuk peringatan, terimalah!" Tangan Keng Hong bergerak dan jarum-jarum merah itu menyambar seperti sinar-sinar merah ke arah Cui Im, tiga orang kakek iblis dan ke arah Lian Ci Sengjin! Dengan mudah Cui Im dan tiga orang kakek iblis mengelak, akan tetapi Lian Ci Sengjin memaki marah karena daun telinganya ditembus sebatang jarum merah isterinya! Cui Im meloncat lagi hendak mengejar, akan tetapi tiba-tiba terdengar suara di belakangnya. "Jangan pergi semua! Layani dulu kami beberapa jurus, nona pengantin!" Cui Im kaget karena ada angin menyambar dari belakang. Cepat dia mengelak sambil memutar tubuh dan ternyata tiga orang Thian-te Sam-lo-mo telah menyerangnya dan memaksanya untuk menguji kepandaiannya. "Apakah kalian gila?" Cui Im memaki dengan mendongkol sekali mengelebatkan pedang merahnya. Demikian hebat sambaran pedangnya sehingga tiga orang kakek iblis itu terpaksa meloncat ke belakang. Ketika Cui Im menoleh ternyata bayangan Keng Hong dan Cong San telah lenyap. Pintu depan penuh dengan para tamu yang kacau balau lari ke sana ke mari. Cui Im marah bukan main, dan karena yang menghalanginya adalah Thian-te Sam-lo-mo, maka sambil mengeluarkan teriakan melengking nyaring ia lalu menerjang tiga orang kakek itu dengan pedangnya! "Aduh, ganas..!" Teriak si kakek jembel. "Kiam-sut yang hebat!" Si sasatrawan juga berseru sambil mengelak. "Bukan main!" Seru pula orang ketiga yang berpakaian tosu. Cui Im tidak peduli lagi, kemarahannya memuncak dan ia menerjang tiga orang itu kalang kabut. Tiga orang kakek itu mula-mula hanya mengelak ke sana ke mari, menganggap Cui Im main-main dan ingin menguji kepandaian, akan tetapi pedang itu makin ganas, bahkan di barengi dengan pukulan-pukulan tangan kiri yang mengandung sinkang kuat, mereka terkejut dan mencabut pedang masing-masing yang tersembunyi di balik jubah mereka. "Trang-trang-trang...!" Bunga api berhabuan dan tiga orang kakek itu terdorong mundur sampai tiga langkah sedangkan Cui Im hanya mundur selangkah. Tiga orang kakek iblis tua itu benar-benat kaget dan kagum bukan main, akan tetapi mereka menjadi makin gembira. Bagi mereka ini, makin tangguh lawan, makin menggembirakan, maka mereka sudah bergerak maju pula. "Tahan...!" Teriak Lian Ci Sengjin. "Harap berhenti...!" teriak pula Sian Ti Sengjin. "Tidak perlu bertanding antara teman sendiri!" ucapan ini keluar dari mulut Lai Ban. Mereka semua, golongan tamu-tamu kehormatan sudah tiba di situ dan melerai Cui Im dan ketiga orang kakek iblis. Tiga orang kakek iblis itu mundur dan si kakek jembel memuji sambil mengacungkan jempolnya. "Engkau hebat, nona pengantin. Aku si tua benar-benar kagum sekali!" Cui Im cemberut, akan tetapi diam-dia ia pun berpikir bahwa ia tadi hanya mengejar sendirian, ia tidak akan mampu memenangkan Keng Hong. Kalau saja tiga orang kakek iblis itu tidak seperti anak kecil dan suka membantunya, agaknya mereka berempat masih ada harapan untuk merampas pusaka-pusaka itu kembali. Pusaka-pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong! Tadinya semua disimpan di kamarnya dan kini semua lenyap dicuri Keng Hong. Gemas bukan main hatinya. "Mari kita kembali dan mari kita rundingkan bersama untuk menghadapi musuh-musuh itu karena tanpa direncanakan, akan sukar menghadapi mereka yang lihai. Keng Hong itu memang seorang pengacau besar dan.." "Sudahlah!" Cui Im memotong omongan calon suaminya. " Aku suka menjadi isterimu karena mengharapkan kalian semua dengan kawan-kawan kalian akan membantuku menghadapi Keng Hong dan aku berjanji akan membantu kalian membalas dendam kalian. Akan tetapi siapa kira, kalian adalah manusia-manusia tolol sehingga begitu Keng Hong tiba, semua barangku telah digondolnya! Kalian bodoh dan tolol, terutama Thian-te Sam-lo-mo ini!" Setelah berkata demikian, Cui Im mencengkeram pakaian pengantin yang dipakainya dan "brettt-brettt!" pakaian itu sudah direnggut dan dirobek-robeknya. Ternyata di sebelah dalamnya dia telah mengenakan pakaian merahnya yang biasa! "Eh-eh-eh.. Niocu.. eh...!" Lian Ci Sengjin berseru kaget dan menghapiri calon isterinya. "Plak! Plak! Plak!" Pipinya ditampar oleh Cui Im. "Kau boleh mencari gadis Tan yang kau perkosa!" Setelah berkata demikian, Cui Im melesat pergi dengan cepat sekali, meninggalkan bekas calon suaminya yang melongo, kedua pipinya merah bekas ditampar dan daun telinganya berdarah karena tertembus jarum merah. Untung bahwa dia telah diberi obat yang ditinggalkan Cui Im di kamarnya, kalau tidak dia bisa mati terluka jarum itu. Episode 281 "Hayaaaaa... sial dangkalan!" Kakek jebel membanting-banting kaki. "Lama tidak bertemu tanding, sekarang muncul tiga orang muda sakti, mereka pergi semua tanpa menguji kami!" Akan tetapi Lian Ci Sengjin yang sudah marah dan makin malu, tidak memperdulikannya lalu lari memasuki rumahnya di mana dia mengeram diri ke dalam kamar. Ingin dia menangis saking marah dan malunya. Kebenciannya terhadap Keng Hong makin menghebat akan tetapi dia pun teringat akan Tan Hun Bwee dan diam-diam dia bergidik. Bagaimana Keng Hong tahu akan perbuatannya itu? Dan dimanakah Tan Hun Bwee sekarang? Ia menjadi ngeri kalau membayangkan betapa gadis itu akan mendendam sakit hati kepadanya. Sementara itu, dengan bijaksana Sian Ti Sengjin lalu membubarkan pesta dengan pernyataan maaf. Para tamu kecewa, sungguhpun mereka kehilangan barang sumbangan untuk pengantin yang tidak jadi menikah, akan tetapi mereka diberi suguhan pertandingan tingkat tinggi dan peristiwa-peristiwa lucu dan aneh yang sama sekali tidak mereka sangka-sangka. "Cia-taihiap, mengapa engkau menyerangku membunuh iblis betina itu?" Cong San menegur Keng Hong setelah mereka melarikan diri selama setengah hari dan baru berhenti di tepi Sungai Han-sui di sebelah selatan Pegunungan Phu-niu-san. Keng Hong menarik napas. Hatinya lega bahwa dia telah berhasil merampas kembali semua pusaka selengkapnya. Hari telah menjelang malam dan mereka beristirahat sambil duduk di dekat api unggun yang mereka buat untuk mengusir nyamuk. "Yap-twako, kalau aku tidak memaksa kau pergi, belum tentu kita akan dapat hidup sampai sekarang. Engkau tidak tahu, tiga orang kakek itu adalah Thian-te Sam-lo-mo yang berkepandaian hebat bukan main. Kalau mereka membantu Cui Im, ditambah bantuan para yang agaknya semua berfihak mereka, dan dikeroyok anak buah Phu-niu-san yang seratus orang lebih jumlahnya, mana mungkin kita dapat menang, apalagi dapat keluar dari Phu-niu-san dengan selamat?" *** "Aku tidak gentar menghadapi kematian dalam usahaku melaksanakan tugas sebagai murid Siauw-lim-pai!" Keng Hong menghela napas dan berkata, nada suaranya sedih karena dia teringat akan seua pengalaannya dahulu ketika dikejar-kejar di mana tokoh-tokoh Siauw-lim-pai juga turut mengejarnya. Teringat pula betapa dia pernah bentrok akhir-akhir ini dengan Thian Kek Hwesio dan lima hwesio Siauw-lim-pai yang hendak membunuh Biauw Eng. "Yap-twako, di dunia ini kiranya tidak ada orang yang pernah meragukan kegagahan dan kejantanan jago-jagi Siauw-lim-pai. Akan tetapi sesungguhnya, hanya mengandalkan keberanian dan kekerasan saja, selain hidup ini tidak akan menjadi aman, juga sering kali menimbulkan hal-hal yang meruwetkan. Pernah aku sendiri dikejar-kejar Thian Ti Hwesio dan Thian Kek Hwesio tanpa bersalah hanya karena aku adalah murid Sin-jiu Kiam-ong! Pernah pula belum lama ini nona Sie Biauw Eng diserang oleh tokoh tokoh Siauw-lim-pai di bawah pimpinan Thian Kek Hwesio hanya karena nona itu adalah sumoi dari Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im. Padahal, antara nona Sie Biauw Eng sudah tidak ada hubungan apa-apa, berbeda jauh seperti bumi dengan langit, bahkan ibu nona Sie Biauw Eng yaitu Lam-hai Sin-ni sendiri telah dibunuh oleh Cui Im dan nona Sie Biauw Eng hampir saja mati di tangan bekas sucinya. Inilah, Twako, buruknya watak keras dan kaku, hanya mengandalkan asal berani dan benar terus merunduk saja tanpa wawasan dan pertimbangan lagi." Wajah pemuda baju hijau yang tampan itu menjadi merah. Ia tidak senang mendengar pemuda itu mencela tokoh-tokoh Siauw-lim-pai, akan tetapi karena celaan itu sebenarnya menurut kenyataan dan sama sekali bukan dimaksudkan untuk menghina, dia pun tidak dapat membantah dan berkata, "Habis, kalau menurut pendapatmu bagaimana, Cia-taihiap? Apakah karena kedudukannya yang sedemikian kuatnya itu aku lalu harus lari ketakutan dan melapor kepada suhu di Siauw-lim-si bahwa aku tidak sanggup melaksanakan perintah suhu?" Keng Hong tersenyum sabar, maklum bahwa hati pemuda yang gagah perkasa ini agak tersinggung. "Bukan begitu, Twako. Tugas dari guru merupakan tugas suci yang harus dilaksanakan dengan taruhan nyawa, akan tetapi kalau tugas itu gagal karena kecerobohan, hal itu tentu terjadi kalau kau nekat melawannya, bukankah akan berarti kau menyia-yiakan dan menggagalkan tugasmu pula? Melawan dengan nekat sampai mati padahal sudah tahu bahwa melawan hanya berarti akan mengantar nyawa sendiri sama sekali bukanlah perbuatan orang gagah, melainkan pernuatan orang bodoh yang nekat. Terus terang aku memberitahu kepadamu,Yap-twako, bahwa dengan tingkat kepandaianmu yang sekarang, engkau tidak akan dapat menangkan Cui Im. Ketahuilah, dia telah mewarisi ilmu-ilmu dalam kitab-kitab pusaka peninggalan guruku Sin-jiu Kiam-ong dan agaknya tokoh Siauw-lim-pai yang akan dapat menundukkan hanya gurumu sendiri!" Yap Cong San termenung dan dihatinya dia benar-benar terkejut mendengar ini. Memang tadi dia sudah menyaksikan sendiri kelihaian wanita itu, akan tetapi tidak menyangka bahwa Keng hong akan menyatakan seperti itu. Dia menjadi bingung dan bertanya, suaranya mengandung penasaran. "Mohon petunjuk Cia-taihiap. Bagaimanakah saya harus bersikap sekarang? Apa yang harus saya lakukan?" Keng Hong mengeluarkan dua buah kitab yang sudah kuning dan menyerahkannya kepada pemuda itu. Yap Cong San menerima dua kitab itu dan begitu melirik ke atas judul yang tertulis di kulit sampul, dia berseru, "Ahhhhh!" Kitab I-kiong-hoan-hiat dan kitab Seng-to-cin-keng! Bukankah ini dua buah kitab pusaka Siauw-lim-pai yang dikabarkan hilang..?" "Benar. Itulah dua buah kitab yang dahulu di Pinjam oleh mendiang guruku, Sin-jiu Kiam-ong dan yang pernah kujanjikan kepada tokoh-tokoh Siauw-lim-pai untuk ku cari dan kukembalikan kepada Siauw-lim-pai. Baru sekarang aku berhasil merampasnya kembali dari Cui Im. Nah, dua buah kitab ini kuserahkan kepadamu, Yap-twako, agar kau bawa ke Siauw-lim-pai, disertai hormat dan permohonan maaf dariku demi nama mendiang guruku. Biarpun kau tidak berhasil membunuh Cui Im, namun dengan membawa kembali dua buah kitab yang amat penting ini, berarti perjalanamu tidak sia-sia belaka. Untuk membalas dendam kepada Cui Im, sekarang ini percuma. Dia tentu tidak lagi berada di Phu-niu-san setelah melihat aku mencarinya, dan engkau pun perlu memperdalam ilmu kepandaianmu untuk menghadapinya, Twako. Lebih baik kau ceritakan terus terang semua pemberitahuanku tentang kelihaian Ang-kiam Bu-tek kepada suhumu agar beliau dapat pula mempertimbangkan dan mempertinggi tingkat kepandaianmu sebelum kau ditugaskan lagi untuk menandingi Cui Im."

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger