naruto

naruto

Kamis, 29 November 2012

pendekar kayu harum226

Episode 226 Setelah mereka bertujuh pergi, kaisar tertawa dan melanjutkan perundingannya dengan Laksamana The Ho dan Ma Huan, membicarakan rencana kaisar untuk mengirim barisan di bawah pimpinan The Ho ke selatan, memjelajah negeri-negeri di seberang lautan. Adapun di sebelah dalam istana, di tempat rahasia, Cui Im berkata kepada Pak-san Kwi-ong yang oleh kaisar disebut Pak-san-kwi (Setan Pegunungan Utara) dan dihilangkan "ong" atau rajanya. "Kwi-ong, kita harus mentaati perintah kaisar dan ingatlah engkau bahwa aku bukanlah Ang-kiam Tok-sian-li murid Lam-hai Sin-ni seperti dulu lagi. Aku adalah Ang-kiam Bu-tek, pewaris harta peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, dan tentang kepandaianku, ingat saja bahwa Lam-hai sin-ni juga roboh dan tewas di tanganku. Kalau kalian berlima menghendaki kerja sama dengan aku untuk mengawasi kaisar, baik sekali. Akan tetapi kalau kalian berlima hendak bertengkar dan menentangku, aku akan membunuh kalian dengan bantuan Kim-lian Jai-hwa-ong dan terpaksa kita semua tidak akan dapat mempertahankan kedudukan kita di sini. Mana yang kau pilih?" Pak-san Kwi-ong yang dianggap paling sakti di antara teman-temannya, tertawa dan berkata, "Ang-kiam, sebelum engkau muncul aku sudah menjadi pengawal, tentu saja aku akan selalu mentaati perintah kaisar. Sungguhpun hal ini bukan berarti bahwa aku takut kepadamu, akan tetapi selama engkau diterima oleh kaisar sebagai pengawal rahasia, engkau akan kuanggpap sebagai rekan dan kawan, demikian pula Jai-hwa-ong ini." Demikianlah, mulai saat itu, Cui Im dan Siauw Lek menjadi pengawal-pengawal rahasia kaisar yang berarti bahwa mereka merupakan dua orang di antara pengawal-pengawal yang paling tinggi kedudukannya, merupakan jagoan-jagoan istana yang disegani dan ditakuti orang lain, kecuali kaisar sendiri. Bahkan pembesar-pembesar istana yang berpangkat tinggi sekalipun segan terhadap pengawal-pengawal rahasia ini karena mereka semua maklum bahwa apabila ada orang yang tidak setia kepada kaisar, apalagi yang berniat memberontak, tentu akan didatangi oleh pengawal-pengawal rahasia yang sakti ini dan menerima hukuman! Adanya tujuh orang pengawal rahasia yang kesemuanya terdiri dari bekas-bekas tokoh besar kaum sesat, membuktikan bahwa Kaisar Yung Lo memang pandai mempergunakan orang dan memanfaatkan kepandaian mereka, baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam. Dan segera terkenal di seluruh dunia kang-ouw bahwa tujuh orang tokoh besar itu menghambakan diri di istana, maka hal ini sudah cukup membuat gentar hati setiap orang yang berniat memberontak. *** Biauw Eng bersama Lai Sek tiba di kota raja, sesuai dengan permintaan Lai Sek yang mengajak Biauw Eng mengunjungi sahabatnya yang menjadi orang berpangkat di kota raja untuk minta bantuan sahabatnya agar mereka berdua dapat menjadi suami isteri dan dapat bekerja di kota raja, hidup dengan tenteram. Atas petunjuk Lai Sek yang sudah tak dapat melihat lagi itu, dengan mudah Biauw Eng menemukan sahabat yang dicari. Sahabat Lai Sek ini ternyata telah menduduki pangkat tinggi, mendapat pangkat mengepalai pembangunan istana-istana di kota raja. Pangkat ini amat tinggi dan juga menjadi sumber korupsi karena semenjak jaman itu pun, pembangunan atau usaha pemerintah apa saja yang ada hubungannya dengan keuangan, baik penerimaan maupun pengeluaran uang, selalu menjadi sumber perbuatan korupsi. Ang Joan Ti, sahabat Sim Lai Sek itu, kini disebut orang Ang-taijin (pembesar Ang) dan menjadi bahan penjilatan dari lidah banyak orang yang menginginkan rejeki dalam usaha pembangunan besar-besaran di kota raja. Dahulu Ang Joan Ti adalah seorang sahabat ayah Sim Lai Sek, dan masih menjadi pelajar kesusastraan yang tekun dari kota Liok-keng. Setelah dia menjdi pembesar yang selalu naik pengkat berkat ketekunan dan kecerdikannya, mulailah terjadi perubahan besar pada pribadi dan watak Ang Joan Ti. Dahulu, sebagai seorang pelajar miskin yang semenjak kecil selalu menderita kekurangan, Joan Ti berwatak sederhana, tidak banyak keinginan kecuali memperdalam pelajarannya dan kelak dapat menduduki pangkat sebagaimana dicita-citakan semua orang pada waktu itu. Memang, pada waktu itu, hidup yang terhormat, kaya raya atau setidaknya layak, hanya dapat dicapai oleh orang yang menjadi pegawai pemerimtah. Kecuali beberapa orang tuan tanah dan pedagang yang sudah terlahir kaya, maka seluruh rakyat yang tidak menjadi pegawai pemerintah hanyalah petani-petani miskin. Setelah Joan Ti lulus ujian dan mendapat pangkat, yang mula-mula kecil di kota raja namun berkat kecerdikannya makin meningkat sampai sekarang ini. Ang Joan Ti menjadi mabuk kekayaan, mabuk kemuliaan dan mabuk kemewahan. Karena disanjung banyak orang dan pejabat rendahan yang menjilat-jilatnya agar kebagian rejeki, diangkat-angkat dan dipuji-puji, timbullah sifat sombong pada diri bekas orang dusun miskin yang tadinya amat sederhana dan rendah hati ini. Puji-pujian membuat dia seperti sebuah balon melayang-layang ke atas tiada puas dan batas, tidak sadar bahwa sewaktu-waktu dapat meletus dan lenyap. Kedudukan yang mulia, kemewahan yang berlebihan membuat dia terikat lebih kuat kepada kesenangan dunia, membuat dia lupa bahwa kesenangan dunia tidak ada yang bertahan lama. Yang paling cepat menjerumuskan Joan Ti sehingga menjadi berubah batinnya terutama sekali adalah pejabat bawahannya. Dalam usaha mereka menjilat dan menyenangkan hati Ang-taijin ini, bermacam-macamlah akal mereka untuk dipergunakan sebagai sogokan atau suapan. Karena pembesar ini sendiri sudah kaya raya sehingga penyuapan-penyuapan berupa harta benda takkan mengguncangkan hatinya, maka mulailah mereka itu mempergunakan alat lain, dan di antaranya adalah wanita-wanita cantik! Di waktu mudanya, Joan Ti bukan tergolong seorang yang mata keranjang atau gila wanita, akan tetapi semenjak dia "dilolohi" wanita-wanita cantik oleh para penjilatnya, maka hal ini merupakan kesenanagn baru yang segera mencengkeramnya. Nafsu harus dikekang, kalau dituruti akan menjadi binal seperti kuda liar, dan akan menyeret manusia ke dalam jurang. Mula-mula Ang-taijin hanya menerima penyuapan berupa gadis cantik ini sebagai iseng-iseng belaka, akan tetapi dia lupa bahwa segala maksiat di dunia ini dimulai dengan iseng-iseng seperti juga api dimulai dengna bunga api yang akan menyala menjadi kebakaran besar. Iseng-iseng yang makin lama akan menjadi "hobby", akan menjadi ketagihan dan pada waktu itu, Ang-taijin terkenal sebagai seorang yang haus akan wanita cantik! Dan bagi seorang berkedudukan seperti dia, cadangan untuk korbannya tidak pernah surut, para penjilatnya dengan senang hati akan selalu menyediakan cadangan baru! Ang-taijin tinggal menunjuk saja kalau melihat wanita cantik dan para penjilat serta kaki tangannya akan berusaha sekuat tenaga, secara halus maupun kasar, untuk mendapatkan wanita cantik itu, baik dia bersuami atau masih gadis. Dan seorang yang sudah menjadi hamba nafsu berahi tidak lagi memiliki perasaan cinta kasih yang murni. Rasa cinta kasihnya sudah hambar dan setiap orang wanita yang berhasil didapatkan, dalam waktu satu dua bulan saja sudah membosankan baginya dan harus diganti yang baru. Wanita bagi seorang penghamba nafsu seperti Ang Joan Ti tiada lebih hanya sebagai benda yang akan membosankan setelah dipakai dan perlu diganti yang baru. Episode 227 Dalam keadaan seperti itulah Ang Joan Ti menerima kunjungan Sim Lai Sek dan Biauw Eng di gedungnya yang megah. Pria berusia empat puluh tahun lebih ini tadinya menerima Lai Sek denga kening berkerut, tidak senang hatinya harus bertemu dengan putera kawan sekampung, mengingatkan dia akan keadaannya dahulu yang miskin dan rendah. Akan tetapi begitu melihat Biauw Eng, kemuraman wajahnya sirna seketika, terganti seri dan senyum, kerling mata menyambar penuh gairah karena harus dia akui bahwa selama petualangannya dengan banyak sekali wanita belum pernah dia bertenu dengan seorang yang secantik Biauw Eng, apalagi tampak menonjol kecantikan asli gadis berpakaian sederhana ini, pakaian yang menutupi bentuk tubuh yang padat dan membayangkan kehangatan dan kekuatan! "Aihhh, kiranya Sim Lai Sek! Hampir aku tidak mengenalmu, Hiante! Karena mata... Eh, mengapa matamu....?" Sim Lai Sek tersenyum setelah mengangkat kedua tangan memberi hormat, "saya tidak lagi dapat melihat Paman Ang, akan tetapi saya masih ingat akan suara Paman. Mata saya menjadi buta karena serangan penyakit.... dan karena keadaan saya inilah maka saya sengaja datang menghadap Paman dengan harapan, sudilah Paman mengingat akan hubungan antara Paman dan mendiang orang tuaku, untuk menolong saya." Di dalam hatinya Ang-taijin memaki, bukan hanya karena kedatangan orang yang tidak diharapkan dan tidak akan mendatangkan untung baginya ini, akan tetapi juga karena sikap pemuda buta ini kepadanya seperti sikap keluarga sekampung, sikap yang sudah terlupa olehnya karena setiap hari semua orang yang berhadapan dengannya bersikap sebagai orang bawahan terhadap atasannya! Pemuda buta ini agaknya lupa bahwa dia bukan lagi Ang Joan Ti si sastrawan miskin, melainkan Ang-taijin yang terhormat, berkuasa dan kaya raya! Akan tetapi, sambil mengerling ke wajah manis Biauw Eng yang menundukkan muka, dia tersenyum dan berkata, suaranya penuh keramahan, "Sim-hiante, mengapa engkau begini sungkan? Kita seperti keluarga sendiri, dan setelah sekarang aku menjadi seorang pembesar, tentu saja aku akan membantu engkau dan... Eh, siapakah adik ini?" Suaranya terdengar mesra sekali ketika dia menyebut "siauw moi",. Menyebut adik padahal Biauw Eng lebih patut menjadi anaknya. Biauw Eng adalah seorang dara remaja yang belum banyak pengalamannya menghadapi pria dengan akal bulus mereka merayu wanita, akan tetapi perasaan kewanitaannya mebisikkan bahwa laki-laki ini tidaklah sejujur seperti yang hendak diperlihatkannya, maka diam-diam dia merasa tidak suka akan tetapi demi Lai Sek, ia diam saja. "Maaf, Paman Ang, saya lupa meperkenalkan. Dia ini adalah Sie Biauw Eng, tunangan saya." "Tun... Tunanganmu...?" Ang-taijin tidak dapat menahan seruannya karena dia benar-benar merasa kaget dan heran. "Benar, Paman. Dia adalah calon isteri saya." "Ah, kionghi (selamat), Sim-hiante! Engkau beruntung sekali mendapatkan seorang calon isteri yang begini cantik jelita!" Lai Sek tersenyum, hatinya girang sekali dan dia menoleh ke arah Biauw Eng sambil berkata, "Eng-moi, haturkan terima kasih kepada Paman Ang." Biauw Eng menjura kepada pembesar itu dan berkata lirih, "Saya mengucapkan terima kasih atas pujian Ang-taijin." "Ah, nona muda yang baik, di antara orang sendiri, perlu apa sungkan-sungkan? Nah, Sim-hiante, aku akan merasa girang sekali kalau dapat menolong engkau dan adik ini. Bantuan apakah yang kauperlukan?" Biarpun mulutnya bicara kepada Lai Sek, akan tetapi pandang mata pembesar itu tak pernah meninggalkan wajah dan tubuh Biauw Eng yang makin dipandang makin menggairahkan hatinya dan membangkitkan nafsunya itu. "Kami berdua mohon pertolongan Paman agar kami berdua dapat membagun rumah tangga di kota raja, dan bisa mendapatkan sekedar usaha untuk menyambung hidup, terutama sekali agar Paman sudi mewakilli kedua orang tua kami yang sudah tidak ada untuk menikahkan kami." “Eh, jadi kalian belum menikah, jadi..... eh, belum.... belum berhubungan sebagai suami isteri?" tanya pembesar itu dengan hati girang sekali sungguhpun mata jalangnya sebagai seorang laki-laki yang banyak pengalamannya tentang wanita dapat menduga bahwa Biauw Eng adalah seorang yang masih gadis. Pertanyaan ini membuat wajah Lai Sek menjadi merah saking malu dan wajah Biauw Eng merah karena marah. Akan tetapi gadis ini tetap menunduk dan diam saja, menekan perasaan marahnya. Adapun Lai Sek lalu menjawab malu, "Belum, Paman. Kami belum menikah..." "Bagus! Memang begitulah seharusnya sebagai seorang calon suami yang baik. Jangan khawatir, Lai Sek, aku akan membantu kalian. Akan kusuruh carikan sebuah rumah yang layak untuk kalian tinggal sebagai suami isteri, dan tentang pekerjaan nanti kita pikirkan perlahan-lahan. Sekarang lebih baik kalian tinggal lebih dulu di sini untuk beristirahat sambil menanti didapatkannya rumah. Tentu saja kalau sudah mendapatkan rumah, baru aku akan mewakili orang tuamu merayakan pernikahan kalian." "Ah, Paman Ang baik sekali! Sudah kusangka Paman akan menolong kami! Terima kasih, Paman!" Lai Sek menjatuhkan diri berlutut, akan tetapi pembesar itu segera membangunkan pemuda buta ini sambil mengerling ke arah Biauw Eng. Biauw Eng mengangkat mukanya dan bertemulah pandang mata mereka. Ang-taijin terkejut dan kagum menyaksikan pandang mata yang demikian tajam seperti ujung pedang, demikian indah seperti mata burung hong. Sedangkan Biauw Eng merasa makin yakin hatinya bahwa di balik segala keramahan dan pelepasan budi pembesar ini terkandung maksud yang hina dan keji terhadap dirinya. Tentu saja ia tidak menjadi gentar dan mengingat betapa pembesar ini merupakan ancaman bagi dirinya, ia tersenyum dingin. Orang macam itu mau bisa berbuat apakah terhadap dirinya? Episode 228 Hati Ang-taijin berdebar saking girangnya melihat gadis cantik jelita itu tersenyum. Ia menganggap bahwa senyum itu merupakan "janji" dan "kode" dari si gadis bahwa dia telah dapat menangkap hasrat hati si pembesar dan sudah siap melayaninya! Dengan hati girang Ang-taijin lalu memanggil pelayan yang tidak ada yang hadir karena maklum bahwa Ang-taijin sedang bicara dengan tamu urusan pribadi. Dua orang pelayan wanita datang berlari dan Ang-taijin segera berkata, "Antarkan Sim-kongcu dan Sie-siocia ke dalam. Berikan sebuah kamar tamu untuk Sim-kongcu, dan ajak Sie-siocia bermalam di sebuah di antara kamar merah!" "Baik, Taijin," jawab dua orang wanita pelayan itu sambil tersenyum maklum mendengar bahwa gadis cantik itu diberi sebuah kamar merah! Di bagian dalam gedung itu terdapat tidak kurang dari sepuluh buah kamar-kamar yang indah dan kecil mungil berwarna merah. Di dalam kamar-kamar inilah Ang-taijin menerima wanita-wanita suguhan yang siap untuk melayaninya. Sebagai seorang pembosan, penghuni kamar-kamar merah ini sering kali berganti orang, hanya sebuah kamar yang besar yang tidak pernah berganti penghuni, yaitu kamar Ang-hujin (nyonya Ang) yang jarang pula menerima kunjungan Ang-taijin, apalagi di waktu malam. Namun nyonya Ang sudah kebal akan kebiasaan suaminya, maka tidak lagi merasa cemburu atau marah, bahkan menganggap kebiasaan suaminya itu adalah "biasa" bagi seorang pembesar. Dengan hati tidak enak namun tabah, Biauw Eng menggandeng tangan Lai Sek dan mengantarkan pemuda ini sampai ke kamar yang disediakan untuknya, dan baru meninggalkan pemuda ini setelah pelayan meyakinkan hatinya bahwa seorang pelayan yang khusus disediakan untuk melayani segala keperluan pemuda buta itu. Ia pun lalu mengikuti pelayan dan diam-diam ia kagum sekalli menyaksikan kamar merah yang disediakan untuknya. Untuk beberapa hari lamanya, baik Lai Sek maupun Biauw Eng mendapatkan pelayanan istimewa sehingga setiap kali mereka bertemu, Lai Sek tentu memuji-muji kebaikan hati pamannya. Akan tetapi diam-diam hati Biauw Eng tetap tidak enak dan dia mendesak agar Lai Sek suka bersama dia keluar saja dari gedung itu dan mencari tempat sendiri. "Ah, mana boleh, Moi-moi? Paman Ang telah begitu baik terhadap kita. Biarlah kita bersabar sampai dia mendapatkan rumah untuk kita." Apa yang dikhawatirkan Biauw Eng terjadi pada malam kelima semenjak dia tinggal di situ. Malam itu selagi ia merebahkan diri di atas dipan yang mewah, dengan tilam sutera merah muda, rebah termenung memikirkan nasibnya, dan terutama sekali membayangkan wajah Keng Hong, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk orang. Ia cepat melompat dengan sigap terbawa oleh reaksi tubuhnya sebagai seorang ahli silat yang selalu siap siaga dan waspada lahir batin. Akan tetapi ia segera bersikap biasa untuk menyembunyikan kepandaiannya, berjalan perlahan menuju pintu dan membukakan daun pintu. Ia terheran melihat bahwa yang datang adalah Ang Joan Ti yang berpakaian indah, diikuti oleh empat orang pelayan wanita yang tersenyum-senyum dan masing-masing membawa nampan yang terisi masakan-masakan yang masih panas mengepul dan berbau sedap. "Taijin mau ..... apakah....? Biauw Eng bertanya, menindas perasaan dan pura-pura tidak mengerti sungguh pun dari senyum dan pandang mata pembesar itu ia dapat menduga maksud kedatangan orang ini. Akan tetapi Ang Taijin hanya tersenyum, bahkan menoleh pada para pelayan dan berkata, "Cepat atur di atas meja dan segera pergi meninggalkan kami!!" Biarpun suara pembesar itu setengah membentak, yang dibentak tersenyum-senyum dan mengatur makanan di atas meja dalam kamar, kemudian sambil membungkuk-bungkuk dan tertawa-tawa genit mengerling ke arah Biauw Eng, mereka meninggalkan kamar dan menutup daun pintunya. "Nah, baru sekarang aku dapat menjawab pertanyaanmu tadi, Siauw-moi. Aku sengaja datang membawa hidangan ini karena aku tahu betapa engkau kesepian. Aku merasa kasihan kepadamu, maka aku ingin mengajaku makan bersama sambil minum arak wangi untuk menghilangkan kesepian dan kekesalan hatimu. Marilah duduk, Manis, dan kusuguhkan arak untukmu!" "Taijin, ini tidak boleh, tidak layak. Harap Taijin suka keluar dari kamar ini dan jangan menggangguku. Bagaimana Taijin boleh memasuki kamarku seperti ini? Aku adalah calon isteri Sim Lai Sek!" "Heh heh heh, aku tidak akan mengganggumu menjadi isterinya, Manis. Akan kunikahkan engkau dengan si buta itu, ehemmm......hanya untuk di luarnya saja bukan? Padahal sesungguhnya, ahhhh......kita lebih cocok, dan semenjak aku melihatmu, aku sudah suka sekali kepadamu, aku sudah jatuh cinta kepadamu, Sie Biauw Eng yang jelita. Engkau akan hidup mewah, apa pun yang kau minta akan kuberikan, asal engkau suka melayani aku. Marilah....!" Pembesar itu mendekat akan tetapi Sie Biauw Eng melangkah mundur. "Jangan Taijin, aku adalah tunangan Sim Lai Sek dan dia masih hidup, bagaimanan aku sudi berbuat serong? Aku bukan perempuan macam itu! Pergilah Taijin sebelum aku kehabisan kesabaranku." Ang Taijin tertawa. "Ihhh, pakai malu-malu kucing segala? Aku pun tahu aku lebih suka kepadaku daripada pemuda buta yang tak dapat menghargai kecantikanmu dengan matanya......!" "Cukup!!" Biauw Eng membentak dan saking marahnya ia menusuk kan jari-jari tangannya ke permukaan meja. "Plongggg!!" Jari-jari tangan sebanyak lima buah yang kecil mungil itu amblas menusuk meja sampai tembus ke bawahnya. Ketika diangkat, tampak lima buah lubang kecil bekas tusukan jari. Melihat ini, seketika wajah Ang Taijin menjadi pucat. Episode 229 "Taijin aku dapat mengusai jari tanganku, akan tetapi kalau kesabaranku hilang dan aku tidak dapat menguasai hatiku, jangan-jangan bukan meja yang kutusuk bolong, melainkan kepala orang,. Pergilah!" "Aihhh.....kiranya engkau pandai silat. Hemm..tentu saja, Lai Sek juga seorang ahli silat. Baiklah aku tidak akan mengganggumu kalau engkau tidak suka melayani orang lain karena Lai Sek masih hidup. Akan tetapi katakanlah Nona Biauw Eng yang manis, andaikata di sana tidak ada Lai Sek, engkau tentu suka menyambut cinta kasihku , bukan? Agaknya pembesar ini masih tercengang karena belum pernah ada wanita menolak cintanya dan agaknya bagi laki-laki ini merupakan suatu hal yang mustahil kalau ada wanita yang tidak suka menjadi kekasih pembesar Ang. Biauw Eng sudah hampir tidak dapat menahan kemarahannya, maka untuk membuat pembesar itu cepat pergi, ia berkata, "Kalau begitu lain lagi, Nah, pergilah dan jangan pernah berani lagi memasuki kamar ini!" Pembesar itu menghela napas dan pergi meninggalkan kamar Biauw Eng. Setelah pembesar itu pergi, barulah Biauw Eng teringat akan keselamatan Lai Sek dan teringat akan ucapan Ang Taijin, ia cepat meniup padam lilin di atas meja, kemudia meloncat keluar melalui jendela kamarnya dan membayangi Ang Taijin yang memasuki ruangan tangah. Di ruangan ini, Ang Taijin bicara perlahan dengan seorang laki-laki berhidung bengkok yang agaknya menjadi penasehatnya. Biauw Eng cepat menghampiri, bersembunyi dan mengintai. "Akan tetapi dia pandai silat dan bayangkan, sekali tusuk dengan jari tangan ia mampu melubangi meja! Kalau tusukan itu mengenai kepala, celaka! Mana bisa aku memaksa denga kekerasan?" terdengar suara pembesar itu penuh penyesalan. "Mengapa mengkhawatirkan dia? Ilmu silat seorang gadis cantik itu saja apa artinya? Malam ini juga akan kupanggil Sin-chio Ngo-houw (Lima Harimau Bertombak Sakti) yang menjaga di luar istana untuk mengawal paduka dan kalau perlu menghadapinya," "Akan tetapi bagaimana agar dia mau? Aku paling tidak suka mendapatkan wanita denga kekerasan. Lebih menyenangkan kalau dia menyerahkan diri dengan suka rela dan suka hati, hemmm......!" "Begini, Taijin....." Si Hidung Bengkok itu lalu mendekatkan mulut ke telinga pembesar itu , berbisik-bisik sehingga Biauw Eng tidak mampu mendengar apa yang dikatakannya, sedangkan pembesar itu mengerutkan kening, kadang-kadang menggeleng, kadang-kadang cemberut, akan tetapi kemudian mengangguk-angguk dan tersenyum. Biauw Eng tidak peduli lagi. Paling-paling mereka itu mengatur siasat untuk menundukkannya dan hal ini ia anggap remeh karena apa pun yang akan mereka lakukan terhadap dirinya, ia tidak khawatir dan merasa yakin akan dapat melindungi dirinya sendiri. Akan tetapi ia mengkhawatirkan keadaan Lai Sek. Biarpun pemuda itu juga bukan orang lemah akan tetapi karena kedua matanya buta tentu saja tidak dapat menjaga dirinya sendiri dengan baik. Ia lalu meloncat pergi tanpa meninggalkan suara, mendatangi kamar Lai Sek dan mengintai dari atas. Ketika ia melihat Lai Sek sedang tidur pulas dan dalam keadaan selamat, baru ia lega dan kembali ke kamarnya. Melihat hidangan yang masih panas dan ternyata merupakan masakan-masakan yang lezat , ia tersenyum, menyambar sumpit dan makan beberapa potong daging dan sayur, dipilih yang enak-enak sambil kadang-kadang tersenyum mengenangkan sikap Ang Taijin yang dianggapnya seorang badut yang menggelikan dan juga menyebalkan. Boleh jadi Biauw Eng seorang gadis gagah perkasa yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Akan tetapi dalam hal pengalaman menghadapi tipu muslihat dan kejahatan hati manusia, ia masih hijau. Ia tidak mengira bahwa hati laki-laki yang sudah tergila-gila pada seorang wanita dapat menelurkan perbuatan-perbuatan maksiat yang amat keji, tidak pantang melakukan perbuatan apa pun untuk mencapai dorongan nafsu berahinya. Tiga malam berturut-turut setelah kejadian itu, Biauw Eng tidak perbah diganggu dan ia sudah merasa lega, mengira Ang Taijin tentu jerih oleh ancamannya, maka ia pun tidak menyatakan sesuatu kepada Lai Sek untuk mencegah terjadinya keributan. Akan tetapi pada suatu pagi di hari keempatnya ia terbangun, ia kaget sekali mendengar jerit tangis wanita disusul tangis melolong-lolong. Ia meloncat turun dan tiba-tiba daun pintunya dibukadari luar oleh pelayan yang biasa melayaninya. Pelayan itu pun menangis dan serta merta menjatuhkan dirinya berlutut sambil menangis. "Celaka, Siocia.....celaka...... ah, mengerikan sekali....!" "Apa yang terjadi?" Biauw Eng bertanya, masih tenang. "Sim-kongcu.....dia.....dia membunuh diri di kamarnya....!" Tiba-tiba tubuh Biauw Eng berkelebat dari tempat itu, dan ketika pelayan itu mengangkat muka, gadis itu telah lenyap. Cepat sekali Biauw Eng tiba di tempat Lai Sek dan di situ ia melihat pelayan wanita yang biasa melayani Lai Sek menangis di atas lantai. Kamar itu penuh orang, ada tiga orang pelayan wanita, dua orang pelayan pria yang dilihat Biauw Eng malam itu, bersama lima orang laki-laki tinggi besar yang memegang tombak. Mereka semua memandangnya ketika ia memasuki kamar Lai Sek. Biauw Eng tidak mempedulikan semua orang, langsung ia berlutut di dekat tubuh Lai Sek yang telah menggeletak tanpa nyawa di atas lantai. Tangan kanannya memegang gagang sebatang pedang, pedang milik Lai Sek, yang kini menembus perutnya sampai ke punggung, sedangkan tangan kiri pemuda itu mencengkeram sehelai kertas. Dengan muka pucat Biauw Eng mendapat kenyataan bahwa pemuda itu benar-benar telah tewas. Ia segera mengambil kertas bertulis dari genggaman tangan kiri Lai Sek, merapikan dan membacanya. Surat itu ditujukan kepadanya dan ia mengenal tulisan Lai Sek. Eng-moi, Aku maklum bahwa seorang pemuda tak berharga seperti aku hanya akan menjadi pengahlang kebahagiaan hidupmu. Seorang gadis sepertimu berhak untuk hidup mulia sebagai seorang puteri terhormat, di samping seorang yang kau cinta dan yang akan dapat memenuhi segala kebutuhan hidupmu. Maka, aku mengalah dan lebih baik aku pergi selamanya. Selamat tinggal, Sim Lai Sek

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger