naruto

naruto

Kamis, 29 November 2012

pdk 272 -----

Episode 272 Melihat tiga orang laki-laki berpakaian seperti dia, berusia empat puluh tahun, Cong San sengaja mendekati mereka, mengangkat kedua tangan dengan sikap hormat dan berkata, "Kalau Sam-wi tidak merasa terhina siauwte akan merasa terhormat sekali jika Sam-wi suka menerima siauwte sebagai teman seperjalanan. Bukankah Sam-wi juga hendak ke puncak?" Tiga orang itu memandang Cong San penuh perhatian, kemudian balas menjura dan seorang di antara mereka bertiga yang bertahi lalat di dahinya menjawab "Tentu saja boleh, mari silakan! Kita sama-sama segolongan kutu buku mengapa harus bersungkan-sungkan?" Mereka bertiga itu tertawa dan Cong San juga tersenyum. Mereka berempat lalu berjalan perlahan di atas jalan yang mulai mendaki. "Hiante siapakah? Dan dari mana? Tentu Hiante orang jauh maka tidak mengenal kami bertiga," kata pula si tahi lalat di jidat. *** Cong San menjura lagi. "Maaf, siauwte Yap Cong San hanya anak seorang guru silat di dusun kecil jauh dari sini. Mohon tanya siapakah Sam-wi?" Orang ke dua yang matanya sipit sekali dan sikapnya angkuh menjawab, "Kami bertiga di daerah ini terkenal sebagai Siangkoan Sam-hengte (Tiga Saudara Siangkoan) yang dijuluki Bun-bu Sam-taihiap (Tiga Pendekar Besar Terpelajar)! Dia ini yang tertua, kakakku bernama Siangkoan Lok, aku yang ke dua bernama Siangkoan Leng dan dia ini adikku Siangkoan Cit." Cong San kembali menjura, "Ah, kiranya Sam-wi adalah pendekar-pendekar besar yang terkenal. Maafkan kalau saya tidak mengenal Gunung Thaisan. Sungguh beruntung saya dapat berkenalan dengan Sam-wi." "Yap-hiante, engkau masih begini muda sudah mengenal Phu-niu-sancu (Majikan Gunung Phu-niu)? Sungguh beruntung, masih begini muda sudah mengenal orang pandai. Wah, kabarnya pesta pernikahan yang akan diadakan oleh Sancu dibuat amat meriah dan diadakan pertunjukan ilmu silat tinggi. Dan yang lebih hebat lagi, kabarnya Sancu akan menikah dengan seorang.... bidadari!" Diam-diam Cong San girang mendengar si tahi lalat itu membuka mulut memberi keterangan seperti itu. Mengertilah dia bahwa kiranya orang-orang kang-ouw ini hendak mengunjungi pesta pernikahan tokoh Gunung Phu-niu-san. Pantas banyak yang membawa barang-barang berharga untuk sumbangan! "Ah, seorang muda dan bodoh seperti saya mana ada kehormatan untuk berkenalan dengan Phu-niu-sancu? Sebetulnya adalah ayah saya yang sudah mengenal Sancu, dan saya hanya diutus oleh ayah untuk mewakilinya datang hadir dalam pesta pernikahan Sancu dan menghaturkan selamat." "Ah, pantas saja kau belum mengenal kami. Kiranya engkau masih amat hijau, "Yap-hiante," kata si mata sipit. "Apakah ayahmu juga mengajarkanmu ilmu silat?" "Wah, kalau dibicarakan sungguh memalukan. Saya hanya bisa sedikit ilmu silat kampungan, mana pantas dibicarakan dengan Sam-wi yang terkenal sebagai pendekar besar?" "Memang tidak perlu bicara tentang ilmu silat. Nanti di sana kita akan menyaksikan ahli-ahli silat kelas satu. Kalau begitu, engkau pun belum tahu sampai di mana kelihaian Lian Ci Tojin Sengjin dan Sian Ti Sengjin?" Cong San menjadi bingung karena tidak pernah mendengar nama ini, maka dia hanya menggeleng kapala. Si tahi lalat kelihatan bangga menceritakan kelihaian dua orang yang disebutnya itu, maka dia melanjutkan, "Lian Ci Sengjin atau Phu-niu Sancu sudah hebat bukan main, ilmu kepandaian Sian Ti Sengjin yang menjadi suhengnya, lebih hebat lagi!" Cong San mengangguk-angguk. "Saya hanya mendengar dari ayah bahwa mereka berdua itu hebat kepandaiannya. Akan tetapi belum pernah menyaksikan sendiri. Dan kalau mempelai prianya begitu lihai, tentu mempelai wanitanya juga bukan sembarangan wanita, bukan?" Cong San sengaja memancing lebih banyak keterangan lagi. Kiranya tidak percuma Keng Hong memberitahukan tempat ini kepadanya. Apakah Cui Im lari ke Phu-niu-san dan akan berada di antara banyak tamu? Ataukah musuh besar itu mempunyai hubungan dengan Phu-niu-sancu? Dia harus bisa mendapatkan keterangan yang jelas untuk dapat mengatur sikap, dan dia pun sama sekali tidak boleh bertindak sembrono karena kalau benar dugaan bahwa Cui Im memiliki hubungan dengan Phu-niu Sancu, tentu perempuan itu akan dibantu banyak orang di situ. "Entahlah," jawab si tahi lalat yang memang doyan mengobrol. "Hal itu masih merupakan rahasia karena kami semua baru sekarang mendengar berita dan undangan bahwa Sancu hendak menikah. Hanya ada berita yang membocor, berita desas-desus bahwa Sancu akan menikah dengan seorang wanita yang kecantikannya seperti bidadari, dan yang kabarnya pun bukan orang sembarangan." Jantung Cong San berdebar. Agaknya mempelai wanita itulah yang dikejarnya! Diam-diam dia memperhatikan orang-orang yang berbondong naik ke puncak dan diam-diam hatinya agak khawatir. Tiga orang yang sombong dan membanggakan diri sebagai Bun-bu Sam-taihiap ini kiranya hanya lagaknya saja yang hebat, tentu bukan lawan yang perlu diperhatikan, akan tetapi di antara mereka yang berjalan naik itu dia melihat beberapa orang yang membayangkan kepandaian tinggi. Terutama sekali seorang laki-laki bertubuh tinggi besar yang berjenggot panjang dan di pinggangnya terdapat sebatang golok bergagang emas, yang berjalan bersama seorang tosu tua. Mereka berdua itu berjalan tanpa bercakap-cakap, akan tetapi dari langkah kaki dan sikap kedua prang itu, Cong San dapat menduga bahwa mereka adalah orang-orang yang pandai. Selain dua orang ini, dia melihat pula seorang kakek yang jalannya terpincang-pincang, membawa sebatang tongkat butut dan pakaiannya butut dan kotor pula, rambutnya kusut dan mukanya penuh kerut merut berwarna kotor kehitaman. Keadaan kakek ini pun kotor menjijikan, akan tetapi anehnya dia bergandengan tangan dengan seorang kakek berpakaian seperti sastrawan yang bersih dan mewah, yang mengandeng pula seorang kakek berpakaian pendeta. Sikap tiga orang kakek ini menarik perhatian, mereka tertawa-tawa dan si kakek jembel beberapa kali berkata, "Ha-ha-ha, tuan pengantin, berjalan lebih gagah agar tidak membikin malu nona pengantin!" Si kakek pendeta tersenyum-senyum dan si kakek sastrawan berjalan digagah-gagahkan. Semua orang memandang dengan muka khawatir. Apakah tiga orang kakek ini sengaja bermain-main hendak mengejek Phu-niu-sancu? Akan tetapi karena keadaan mereka yang aneh, melihat usia mereka yang sudah amat tinggi, tidak ada yang berani menegur, bahkan ketiga orang Bun-bun Sam-taihiap yang memandang sambil menduga-duga siapa gerangan tiga orang kakek yang bersikap seperti anak-anak kecil itu. Episode 273 Rombongan tamu yang bersamaan dengan Cong San terdiri dari dua puluh orang lebih. Setelah tiba di puncak bukit, Cong San melihat bahwa di atas puncak itu, dari bawah tidak tampak karena tersembunyi di antara pohon-pohon, terdapat bangunan-bangunan mewah merupakan perkampungan. Para tamu disambut oleh orang-orang yang berpakaian seragam biru bersikap gagah, lalu dipersilakan duduk ke dalam ruangan gedung terbesar di mana telah tersedia ratusan buah bangku dan di situ telah menanti pula dua orang tuan ruah yang menerima para tamu dengan senyum ramah akan tetapi hanya terhadap beberapa orang tamu saja mereka bangkit berdiri dan balas menghormat. Terhadap tamu-tamu yang tidak dikenal , termasuk Cong San, dua orang tuan ruah itu hanya mengangguk sedikit untuk membalas penghormatan mereka. Cong San melihat betapa dua orang itu pun tidak bangkit berdiri ketika membalas penghormatan tiga orang Bun-bu Sam-taihiap tadi, akan tetapi tiga orang itu tidak kelihatan kurang senang sehingga diam-diam Cong San menjadi geli hatinya. Ia pun lalu mengambil tempat duduk di antara para tamu, dekat dengan tiga orang sastrawan sombong itu. Dari tepat duduknya dia memandang ke arah dua orang tuan rumah penuh perhatian. Mereka itu adalah dua orang laki-laki yang gagah dan bersikap angkuh penuh wibawa. Melihat wajah mereka dia dapat menduga yang mana suhengnya dan mana sutenya. Dia tadi mendengar bahwa yang menjadi "majikan gunung" adalah yang muda, yang disebut Lian Ci Sengjin atau juga Phu-niu-sancu, sedangkan suhengnya adalah Sian Ti Sengjin. Tentu laki-laki bertubuh tegap, bermuka gagah dan angkuh, berusia empat puluh tahun lebih itu yang menjadi ketua atau majikan Gunung Phu-niu-san. Laki-laki di sebelah kanannya yang lebih tua beberapa tahun, yang berwajah pendiam dan serem itu tentu suhengnya. Dia tidak mengenal mereka dan setelah memandang sejenak Cong San mencari-cari dengan pandang matanya, namun yang dicarinya tidak tampak. Baik Cui Im maupun Keng Hong tidak tampak bayangannya di antara tamu-tamu yang sudah puluhan orang banyaknya itu. Ia mulai ragu-ragu apakah dia tidak salah duga, jangan-jangan yang dimaksudkan Keng Hong bukan tempat pesta ini! "Ssttt, Hiante, engkau tentu mencari pengantin wanita, bukan?" Tiba-tiba si tahi lalat yang duduk di belakangnya berbisik. "Sabarlah, benda berharga tentu disimpan baik-baik, wanita cantik tentu tidak diobral untuk ditonton banyak orang, melainkan dikeram dalam kamar. Nanti tentu diperkenalkan..." Wajah Cong San menjadi merah akan tetapi dia sengaja tersenyum dan mengangguk. Ia lebih tertarik ketika betapa kedua orang tuan rumah itu menyambut kedatangaan tiga orang kakek aneh. Dua orang itu cepat bangkit dan dengan wajah berseri lalu memberi hormat sambil membungkuk. Bahkan Phu-niu-sancu segera berkata, "Ah, kiranya Sam-wi Locianpwe benar-benar sudi datang mengunjungi kami? Harap banyak maaf bahwa kami tidak mengetahui lebih dulu sehingga tidak mengadakan penyambutan sebagaimana mestinya!" Melihat sikap tuan rumah dan mendengar ucapan sancu itu, semua orang terkejut, termasuk Cong San dan juga ketiga orang "pendekar" yang duduk di belakangnya. Semua orang tidak ada yang mengenal kakek itu dan melihat penghormatan yang demikian besar, sebutan "locianpwe" dari majikan gunung, mereka semua menduga-duga siapa gerangan tiga orang kakek tua renta yang aneh itu. "Ha-ha-ha-ha-ha!" Kakek berpakaian jembel yang merupakan orang paling suka ketawa dan bicara di antara mereka bertiga, kini tertawa bergelak."Kami tiga setan tua paling tak tahu diri! Di mana ada pesta pengantin dan arak wangi, tentu kami akan datang. Sancu, kami harus memberi selamat dengan tiga cawan arak sebelum menikmati hidanganmu, ha-ha-ha!" Setelah berkata demikian kakek jembel itu menggerakkan tangan tiga kali ke arah meja yang berada di dereta terdepan dan.... "wuuut-wuuut-wuuuttt.....!" *** Tiga buah guci arak yang berada di meja-meja itu terbang ke arahnya, diterima oleh tiga orang kakek itu dan terus ditenggak isinya setelah mereka berkat, "Selamat menikah!" Sungguh cara pemberian selamat yang aneh sekali. "Eh-eh.... ke mana arak.... arakku...?" Seorang di antaara tamu-tamu yang duduk di depan meja yang kehilangan guci araknya tiba-tiba berseru keras. Para tamu tertawa, akan tetapi Cong San berdebar jantungnya mendengar suara itu. Itulah suara Keng Hong! Ia cepat ikut berdiri seperti tamu lain yang hendak melihat tingkah Keng Hong yang bersikap seperti seorang tamu tolol yang kehilangan guci araknya. Cong San terbelalak kaget dan heran melihat bahwa orang itu adalah seorang laki-laki muda bermuka hitam tolol-tolol seperti muka orang bopeng, sama sekali tidak ada bekas-bekas muka Keng Hong yang tampan. Pakaiannya pun seperti seorang pertapa, berwarna kuning dan terlalu besar, kepalanya dibungkus kain kuning. Kalau saja tadi tidak mendengar suaranya, Cong San tentu tidak akan mengenal orang ini, akan tetapi orang itu mencari-cari guci araknya sambil memutar tubuh dan bertemu pandang mata dengan Cong San, murid Siauw-lim-pai ini yakin bahwa orang itu memang Keng Hong! Maka dia menjadi girang dan legalah hatinya. Seorang pelayan sambil tertawa-tawa seperti yang lain menyaksikan sikap tamu yang berpakaian pendeta akan tetapi kehilangan guci arak menjadi bingung seperti ini, lalu menyediakan guci arak lain sedangkan tiga orang kakek itu sambil tertawa dipersilakan duduk di kursi kehormatan yang berada di sebelah tepat duduk tuan rumah, agak tinggi tempatnya, tidak seperti ruangan duduk para tamu biasa yang berhadapan dengan tuan rumah. Dua orang laki-laki gagah yang di tengah jalan tadi sudah diperhatikan Cong San, yaitu laki-laki tinggi besar berjengot panjang dan bergolok emas bersama tosu tua, juga diterima penuh bormat dan di beri tempat duduk di tempat kehormatan bersama tiga orang kakek aneh tadi dan masih ada belasan orang lain. Biarpun hatinya lega ketika mendapat kenyataan bahwa Keng Hong berada di tempat itu, namun Cong San diam-diam merasa khawatir. Mereka hanya berdua, dan di situ terdapat banyak orang lihai. Cui Im sendiri memiliki kepandaian yang amat hebat, dan kakek-kakek yang tiga orang itu tentu merupakan lawan berat. Baru demonstrasi yang diperlihatkan kakek jembel ketika dengan sinkangnya dapat mengambil tiga guci arak tanpa menyentuhnya sudah membuktikan kekuatan sinkang yang dahsyat. "Heee, mana mempelai wanitanya? Eh, Phu-niu-sancu, harap jangan terlalu pelit untuk memperlihatkan mempelai wanita kepada kami. Mulut dan perut kami sudah mendapat hidangan cukup, akan tetapi mata kami pun perlu hidangan memandang wajah cantik, ha-ha-ha!" Kakek jembel itu tertawa dan dua orang temannya pun tertawa bergelak. Tentu saja ucapan itu terdengar amat kurang ajar, dan baru setelah melihat fihak tuan rumah tidak marah, para tamu lainnya pun tertawa karena diam-diam mereka menyetujui ucapan kakek itu dan mereka semua ingin sekali menyaksikan calon isteri Sancu yang selama ini dirahasiakan. Episode 274 Mempelai pria tertawa dan berkata kepada kakek itu,"Harap Locianpwe suka bersabar karena dia sedang berhias. Sambil menanti munculnya pengantin wanita, lebih baik kalau kami memperkenalkan para tamu kehormatan kepada tamu-tamu lain sambil minum arak dan menikmati hidangan. Untuk hidangan mata, kami pun sudah mempersiapkan serombongan pemain musik, nyanyi dan tari." Tuan rumah memberi isyarat dan muncullah belasan orang wanita cantik dan bersikap genit memikat, berlari dengan gerakan tubuh lemah gemulai. Mereka ini adalah penari-penari dan penyanyi-penyanyi, juga pemain musik yang terdiri dari yang-khim, suling, tambur dan lain-lain. Para tamu menjadi gembira dan mata-mata yang lapar melahap wajah-wajah mereka yang cantik dan tubuh-tubuh mereka yang membayangkan di balik pakaian sutera tipis. "Ha-ha-ha, nanti dulu, Sancu!" kata si kakek jebel ketika melihat tuan rumah hendak memperkenalkan mereka bertiga. "Sebelum tamu-tamu diperkenalkan, tentu lebih dulu tuan rumah diperkenalkan." Kakek itu bangkit berdiri dan berkata menghadap para tamu. "Mengkin semua orang hanya mengenal Lian Ci Sengjin sebagai Sancu dari Phu-niu-san, dan Sian ti Sengjin sebagai suheng dan penasihatnya. Akan tetapi agaknya jarang ada yang tahu bahwa mereka berdua kakak beradik seperguruan ini adalah tokoh-tokoh besar dari Kun-lun-pai!' Cong San terkejut sekali. Sungguh dia tidak mengira bahwa dua orang tuan rumah itu adalah tokoh-tokoh Kun-lun-pai. Tentu saja Cong San tidak tahu bahwa dua orang itu adalah dua tokoh Kun-lun-pai yang menyeleweng atau memberontak dan melarikan diri dari Kun-lun-pai. Mereka itu bukan lain adalah Lian Ci Tojin yang kini tidak lagi menjadi tosu dan mengubah sebutan tojin menjadi sengjin, dan suhengnya, Sian Ti Tojin yang kini menjadi Sian Ti Sengjin. Setelah mereka meninggalkan Kun-lun-pai dengan hati sakit, keduanya menghimpun tenaga dan mempunyai banyak anak murid, bermarkas di Phu-niu-san. Akan tetapi ketika Cong San mendengar bahwa fihak tuan rumah adalah tokoh-tokoh Kun-lun-pai, hatinya menjadi lega. Dia sudah mendengar banyak tentang Kun-lun-pai sebagai perkumpulan besar yang terkenal dan murid-murid Kun-lun-pai dikenal sebagai pendekar-pendekar yang berjiwa gagah perkasa, pengabdi kebenaran. Maka dia lalu memandang dua orang tuan rumah itu sebagai orang-orang segolongan yang dapat dia harapkan dalam menghadapi Cui Im nanti. Pula, kalau benar Cui Im yang dikawin oleh tokoh Kun-lun-pai itu, tentu terjadi karena tokoh itu belum mengenal siapa adanya Cui Im. Kalau tahu bahwa Cui Im seorang iblis wanita yang jahat, tentu tokoh Kun-lun-pai itu tidak akan sudi! Phu-niu-sancu yang berdiri itu tersenyum mendengar ucapan kakek jembel, lalu berkata lantang,"Memang tak perlu kami pungkiri lagi bahwa kami kakak beradik adalah murid-murid Kun-lun-pai. Akan tetapi sayang bahwa sekarang ini Kun-lun-pai kemasukan pengacau sehingga terpaksa kami berdua meninggalkannya untuk sementara. Di dalam jaman kacau ini, tidak hanya Kun-lun-pai yang dikacau orang orang. Juga Tiat-ciang-pang yang namanya tersohor di seluruh dunia kang-ouw, yang menjadi tetangga kami, kini dikacau orang sehingga tokoh-tokohnya yang berjiwa gagah lebih suka meninggalkannya. Kami memperkenalkan tokoh besar Tiat-ciang-pang yang kebetulan hadir disini, ialah Kim-to Lai Ban. Lai-sicu terkenal dengan ilmu goloknya dan ilmu goloknya dan ilmu Tiat-ciang-kang yang lihai!" Cong San kembali tercengang. Ia sudah mendengar pula akan nama besar Tiat-ciang-kang sebagai perkumpulan orang-orang gagah. Kiranya laki-laki gagah yang membawa golok emas tadi adalah seorang tokoh Tiat-ciang-pang, jadi segolongan pula dengan dia dan boleh diharapkan bantuannya! "Heh-heh-heh, tuan rumah yang tidak adil! Kenapa kami tidak diperkenalkan? Ha-ha-ha!" Kakek jembel tadi menegur sambil terkekeh. Phu-niu-sancu tertawa. "Locianpwe adalah golongan teratas yang sudah terkenal sekali. Saya kira semua orang sudah mengenal Sa-wi Locianpwe." Kemudian tuan rumah itu menghadapi para tamu dan berkata lantang, "Siapakah orang yang belum mengenal Thian-te Sam-locianpwe?" Kakek yang berpakaian sastrawan cepat berkata, "Sancu tidak perlu mengubah julukan kami. Katakan saja bahwa kami adalah Thian-te Sam-lo-mo! Kami tidak malu disebut Sam-lo-mo (Tiga Iblis Tua)!" Banyak di antara para tamu menjadi pucat mukanya. Thian-te Sam-lo-mo? Nama ini sudah banyak dikenal orang, akan tetapi karena sudah puluhan tahun Thian-te Sam-lo-mo tidak pernah muncul di dunia ramai, maka nama mereka itu dianggap dongeng. Siapa kira, kini tahu-tahu di situ muncul tiga iblis tua yang dahulu dianggap sebagai datuk-datuk dunia penjahat! Juga Cong San menjadi bengong. Betapa anehnya keadaan di situ. Gurunya pernah memberi tahu, juga suhengnya, bahwa sebelum muncul Bu-tek Su-kwi yang menjadi datuk-datuk kaum sesat, nama Thian-te Sam-lo-mo amat terkenal sebagai datuk dunia penjahat. Setelah Bu-tek Su-kwi muncul, tiga orang Thian-te Sam-lo-mo itu menghilang. Kalau kini muncul lagi, Cong San tidak akan merasa heran, akan tetapi yang membuatnya heran adalah bahwa datuk-datuk penjahat itu dapat menjadi sahabat tokoh-tokoh Kun-lun-pai dan menjadi satu dalam pesta bersama tokoh-tokoh golongan putih. Akan tetapi dia segera memperhatikan lagi karena tuan rumah telah memperkenalkan para tamu yang duduk di kursi-kursi kehormatan. Tosu yang tadi datang bersama Kim-to Lai Ban diperkenalkan sebagai Thian It Tosu, dan belasan orang lagi diperkenalkan kepada para tamu. Kesemuanya merupakan orang-orang ternama yang tinggal di perbatasan kedua propinsi. Setelah semua tamu kehormatan diperkenalkan, terdengarlah tetabuhan dibunyikan dan para wanita penari mulai menari sambil menyanyi. Tamu-tamu menikmati hidangan dan tertawa-tawa melihat para penari itu mengerling genit sambil tersenyum-senyum ke arah mereka. Seorang pelayan datang menghadap Sancu dan berkata dengan suara bisik-bisik. Sancu bangkit berdiri, menoleh kepada tamu kehoramatan dan berkata, "Maaf, saya hendak menjemput mempelai wanita." Mendengar ini kakek jembel orang tertua dari Thian-te Sam-lo-mo bertepuk-tepuk tangan dan berkata nyaring, "Bagus, bagus...! Pengantin wanita datang! Tentu lebih menyenangkan dipandang daripada penari-penari yang genit itu!" Semua orang tertawa dan ketika penari-penari itu melotot dan cemberut kepada kakek jembel, kakek ini mengambil aksi ketakutan dan berseru, "Idiiihhh... Serem....!!" *** Sikap kakek ini membuat orang tertawa bergelak dan diam-diam Cong San menjadi heran mengapa seeorang tokoh dunia hitam yang sudah amat terkenal sebagai Thian-te Sam-lo-mo itu sikapnya seperti anak-anak atau badut yang tidak lucu. Memang dunia kang-ouw banyak mempunyai orang-orang aneh, baik dari golongan putih maupun dari golongan hitamnya. Episode 275 "Mempelai datang....!!" Terdengar seruan orang-orang dan semua tamu mengangkat muka memandang ke arah sepasang mempelai yang muncul dari pintu dalam. Lian Ci Sengjin atau Phu-niu Sancu yang sudah berusia empat puluh lima tahun itu dengan sikap bangga dan wajah berseri-seri menuntun seorang wanita yang memakai pakaian pengantin yang mewah, gemerlapan dengan hiasan emas berlian, dan wajahnya tertutup tirai terbuat daripada benang-benang emas yang berkeredepan. Tak dapat dilihat dengan jelas wajah dibalik tirai, hanya tampak bayangannya saja. akan tetapi bentuk tubuhnya yang tersembunyi di balik pakaian pengantin yang longgar dapat dibayangkan sebagai tubuh yang ramping padat dan tinggi semampai.yang kadang-kadang tersembul dari balik lengan baju ketika jalan melenggang, amat putih dan halus. Sepasang pengantin duduk di atas kursi yang sudah dipersiapkan, dan para penari melanjutkan pertunjukkan mereka yang terganggu sebentar dengan munculnya sepasang mempelai. Akan tetapi baru saja mereka membuka mulut, belum juga suara nyanyian keluar, tiba-tiba kakek jembel meloncat bangun dan menggoyang-goyangkan tangannya ke arah penari itu. "Stop! Jangan membikin bising dulu, mempelai wanita belum diperkenalkan!" Para penari itu melotot dan terpaksa duduk kembali, ditertawai oleh banyak tamu, sedangkan kakek jembel sudah menghadapi sepasang mempelai, berkata nyaring, "Tuan rumah tidak adil! Kenapa pengantin wanita dibungkus seperti ini sehingga kami tidak dapat memandang wajahnya? Apakah hidungnya pesek? Atau bibirnya sumbing dan barangkali matanya juling?" Tamu-tamu tertawa bergelak dan menghadapi ucapan seperti itu, fihak tuan rumah terpaksa tersenyum. "Tadi setiap orang diperkenalkan, kenapa mempelai wanita tidak diperkenalkan kepada tamu-tamu? Ini tidak adil!" Kakek jembel mencela. Sambil tertawa mempelai pria hanya tertawa, sedangkan Sian Ti Sengjin yang hendak menolong sutenya lalu berkata, "Locianpwe, yang diperkenalkan hanyalah tamu-tamu kehormatan...." "Wah-wah-wah, apakah Sicu hendak menghina adik iparmu? Pada saat ini, siapakah yang lebih terhormat daripada mempelai wanita? Hayo, katakan yang lebih terhormat daripada mempelai wanita? Aku menuntut agar mempelai wanita diperkenalkan, tidak hanya wajahmya, akan tetapi juga nama dan julukannya. Aku mendengar desas-desus bahwa mempelai wanita tidak kalah terkenal dari mempelai pria!" Kakek jembel itu mendesak terus dan karena ucapannya ini menarik perhatian, maka para tamu juga ingin tahu dan mengangguk-angguk membenarkan. Bahkan diam-diam Cong San sendiri juga ingin sekali melihat, karena dalam keadaan tertutup tirai seperti itu sukar bagi Cong San untuk mengenal Cui Im Phu-niu-san tampak berbisik-bisik dengan mempelai wanita yang mengangguk perlahan, kemudian mempelai pria ini bangkit berdiri dan mengangkat kedua tangan ke atas sebagai isyarat agar tamu tidak berisik. Setelah semua orang diam, dia lalu berkata, "Terima kasih atas perhaitan Cui-wi sekalian yang ingin mengenal wajah dan nama isteriku. Dan memang sesungguhnya sudah sepatutnya kalau isteriku memperkenalkan diri, sungguhpun tadinya kami bermaksud untuk memenuhi tuntutan upacara bagi seorang mempelai wanita untuk menutupi wajahnya. Akan tetapi, mengingat bahwa kita berada di antara teman-teman segolongan dan isteriku pun bukan seorang yang tidak terkenal, maka saya mempersilakan isteri saya untuk memperkenalkan diri sendiri kepada Cu-wi! Ia menoleh kepada isterinya yang segera bangkit berdiri dan perlahan-lahan tangan yang berkulit halus putih itu menyingkap tirai benang emas keatas kepala dan terus ke belakang sehingga wajahnya tampak jelas. Semua tamu memandang dengan melongo saking kagumnya melihat wajah yang amat cantik jelita itu, dengan mulut tersenyum manis sekali. Semua orang diam menahan napas dan tidak mengeluarkan suara ketika mempelai wanita berkata dengan suaranya yang merdu dan nyaring, "Cu-wi sekalian mungkin ada yang sudah pernah mendengar nama saya. Sebelum menjadi isteri Sancu sekarang ini, saya dikenal sebagai Bhe Cui Im yang berjuluk Ang-kiam Bu-tek!" Para tamu menjadi kaget dan terdengarlah suara bisik-bisik sehingga keadaan menjadi berisik sekali. Pada saat itu, tiba-tiba tampak berkelebat bayangan hijau dan tahu-tahu Yap Cong San sudah berdiri di ruang kehormatan menghadapi tuan rumah dan para tamu kehormatan, sikapnya tenang namun pandang matanya penuh semangat dan keberanian. "Harap sancu dan para tamu suka memaafkan saya, akan tetapi saya mempunyai urusan pribadi dengan mempelai wanita. Karena saya tidak ingin menodai nama orang lain di tempat terhormat ini, saya persilakan kepada Ang-kiam Bu-tek untuk memenuhi tantangan saya untuk membereskan perhitungan di luar ruangan ini!" Sambil berkata demikian Cong San menghadapi Cui Im dan memandang dengan sinar mata tajam. Cui Im membelalakkan mata, mengangkat alis dan tersenyum, diam-diam timbul kembali gairah hatinya. Pemuda yang disangkanya seorang yang lemah itu ternyata adalah murid Siauw-lim-pai yang amat gagah perkasa. Tentu saja dia tidak takut akan tetapi dia diam saja, ingin melihat reaksi suaminya dan para tamu. Karena dia tidak melihat Keng hong datang bersama Cong San, dia tenang-tenang saja. Hanya Keng Hong yang ia takuti, dan karena takut akan Keng Honglah maka ia lalu menggabungkan diri di Phu-niu-san bahkan rela menjadi isteri Lian Ci Sengjin. Sementara itu, Lian Ci Sengjin sudah melompat bangun dan dengan mata melotot menghadapi Cong San, menudingkan telunjuknya dan memaki, "Keparat jahanam bermulut kotor! Siapakah engkau berani bersikap seperti ini, menghina isteriku?" Cong San tersenyum. "Sancu, sudah kukatakan tadi bahwa aku tidak ingin menodai nama baikmu dan nama baik orang lain. Akan tetapi karena engkau bersikap begini, apakah aku harus menceritakan urusanku dengan Ang-kiam Bu-tek?" "Seorang laki-laki gagah tidak akan menyembunyikan sesuatu! Kalau memang ada urusan hayo katakan saja, siapa hendak menyimpan rahasia?" Lian Ci Sengjin membentak, mukanya merah sekali, kedua tangan mengepal seakan-akan dia sudah ingin menghantam remuk kepala pemuda itu. Semua tamu memandang heran dan khawatir. Apakah ada hubungan antara pemuda tampan baju hijau dengan mempelai wanita? Jangan-jangan bekas kekasihnya. Bisa ribut kalau begitu! Biarpun di hatinya Lian Ci Sengjin ada dugaan seperti ini pula melihat ketampanan wajah pemuda itu, namun dia tidak merasa khawatir andaikata rahasia itu dibuka, karena dia sendiri adalah seorang yang jauh lebih tua daripada isterinya sehingga hal-hal mengenai percintaan isterinya dengan pria lain yang telah lewat tidak diperdulikannya. Episode 276 Cong San menghela napas, lalu berkata, "Sancu, saya bernama Yap Cong San, seorang anak murid Siauw-lim-pai. Saya tidak tahu bagaimana Sancu sebagai tokoh Kun-lun-pai yang terkenal, juga para enghiong dari Tiat-ciang-pang dan tamu terhormat, sampai bisa kemasukan seorang seperti dia ini!" Ia menuding ke arah Cui Im yang masih duduk tersenyum-senyum, "Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im adalah seorang wanita iblis, dan aku sengaja datang mencarinya untuk membalas kematian murid Siauw-lim-pai yang dibunuh olehnya!" Mendengar bahwa pemuda ini murid Siauw-li-pai, keadaan makin tegang. Nama besar Siauw-lim-pai amat dikenal, bahkan Lian Ci Sengjin sendiri sebagai tokoh atau bekas tokoh Kun-lun-pai mengenal pengaruh Siauw-lim-pai dan dapat melihat gawatnya persoalan, sehingga dia merasa ragu-ragu untuk berlaku lancang, bahkan lalu menoleh kepada isterinya seperti hendak menyerahkan keputusan mengenai diri pemuda ini kepada isterinya. *** "Harap kau duduk," kata Cui Im lirih kepada suaminya, kemudian ia memandang ke arah tamu-tamu dengan wajahnya yang cerah, senyumnya yang manis dan sikapnya yang amat tenang seolah-olah ia menganggap kehadiran Cong San seperti gangguan seorang bocah nakal yang tidak banyak artinya. "Cu-wi sekalian maklum bahwa bocah ini datang mencari penyakit, datang-datang menghina orang. Karena saat ini aku disebut nona pengantin, akan memalukan sekali kalau turun tangan sendiri. Siapakah di antara Cu-wi sekalian yang sudi mewakili aku memberi hajaran dan mengusir bocah lancang ini dari sini?" "Kami sanggup...." "Biarkan kami mengusir anjing itu!" Semua orang memandang dan ternyata yang maju adalah tiga orang berpakaian sastrawan yang tadi datang bersama Cong San, Bun-bu Sam-taihiap, (Tiga Orang Pendekar Ahli Sastra)! Dengan langkah dibuat-buat agar tampak gagah tiga orang itu naik ke ruangan besar dan mereka menjura ke arah Cui Im. Si tahi lalat lalu berkata mewakili dua orang saudaranya, "Kami Siangkoan Sam-heng-te yang dijuluki orang Bun-bu Sam-taihiap mengharap agat Toanio tidak mencapekkan diri dan duduk saja menonton kami mewakili Toanio memberi hajaran kepada bocah lancang mulut ini!" Cui Im diam-diam merasa geli hatinya dan memandang rendah tiga orang ini, akan tetapi ia memberikan senyum manis semanis-manisnya kepada tiga orang itu dan berkata merdu, "Siangkoan taihiap bertiga sudi membantuku, sungguh besar budi yang kuterima. Sebelumnya saya mengucapkan banyak terima kasih." Melihat bibir merah basah merekah di sertai kerling mata menyambar dan senyum yang memperlihatkan kilatan gigi bersih berderet rapi, tiga orang itu menjadi bengong sehingga sampai lupa sejenak untuk apa mereka berdiri di situ, hanya memandang ke arah wajah yang mempesona itu! Akhirnya mereka sadar dan cepat membalikkan tubuh menghadapi Cong San yang masih berdiri tenang. "Eh, engkau she Yap! Kalau tahu bahwa engkau ternyata seorang manusia jahat yang datang-datang menghina nyonya rumah, tentu tadi-tadi telah kami hajar!" kata si tahi lalat sambil menudingkan telunjuknya ke muka Cong San. Cong San tersenyum dan menjawab, "Harap Sam-wi tidak mencampuri urursan ini. Saya sama sekali tidak berniat untuk bermusuhan dengan siapapun juga. Kedatanganku memang khusus untuk membuat perhitungan dengan Ang-kiam Bu-tek yang telah membunuh suhengku, seorang murid Siauw-lim-pai. Harap Sam-wi minggir, aku tidak bermusuhan dengan Sam-wi." "Pengecut!" Si mata sipit memaki. "Beraninya menantang seorang wanita. Kalau memang kau jantan, hayo lawan aku!" Diam-diam Cong San mendongkol. "Aku tidak mau menyerang Sam-wi, akan tetapi kalau Sam-wi memaksa hendak menyerangku, silakan, tidak usah satu-satu, boleh maju bertiga." Panas rasa perut tiga orang itu. Dengan gerakan penuh aksi mereka memasang bhesi. Lalu menggeser-geser kedua kaki dan mainkan tangan seperti orang menari. Hati Cong San menjadi sebal karena tiga orang ini jelas masih rendah kepandaiannya dan hanya pandai berlagak sambil mainkan ilmu silat kembang yang hanya indah dipandang namun sebetulnya kosong dan tidak berarti kalau dipakai bertanding. Ia sengaja berdiri seenaknya bahkan matanya tidak memandang mereka, melainkan memandang kepada Cui Im dengan penuh kebencian. Ia melihat Cui Im tersenyum mengejek dan tiba-tiba Cong San yang tadinya marah dan mendongkol kepada tiga orang itu menjadi kasihan. Mereka ini menjadi korban senyuman manis Cui Im sehingga tanpa mengenal diri mereka rela terjun mewakili wanita itu. Padahal, tentu saja sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi Cui Im aklum bahwa tiga orang ini dangkal ilmunya, mengapa wanita itu demikian kejam membiarkan mereka itu menghadapi bahaya dan bahkan menjadi buah tertawaan? Padahal tentu saja Cui Im bisa mencegah mereka turun tangan mewakilinya? Betapapun Cong San ingin pula menundukkan tiga orang yang sombong ini. "Heeeiiiiiittttt!!" "Hyyyaaatttttt!!" Tiga orang itu dengan lagak hebat sudah menyerang Cong San dengan pukulan-pukulan mereka. Cong San dengan tetap tidak bergerak, hanya menggerakkan sinkang menerima pukulan-pukulan ke arah dada, punggung dan lambung kanan itu. "Bukkk! Bukkk! Bukkk! "Hayaaaaaa..!" Tiga orang itu menjerit kesakitan dan ternyata tangan mereka yang memukul telah menjadi bengkak karena Cong San menggunakan sinkang untuk melawan keras sama keras sehingga mereka seperti memukul tubuh yang terbuat daripada baja! Tiga orang sastrawan konyol itu meringis-ringis kesakitan. Akan tetapi Cong San yang tidak memberi kesempatan mereka memperpanjang aksi mereka di situ, sudah menggerakkan kaki dan tiga kali ia menendang membuat tubuh mereka terlempar turun dari ruangan itu, jatuh terbanting menabrak meja kursi mengaduh-aduh, merayap bangun dan.. lari keluar tanpa pamit lagi.

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger