naruto

naruto

Senin, 26 November 2012

pendekar kayu harum 56

Episode 56 Keng Hong dapat melihat keadaan bahaya ini. Biarpun dia sedang tersiksa oleh haw sinkang yang memenuhi badannya, melihat keadaan bahaya mengancam orang-orang itu, dia lalu cepat meloncat. Tubuhnya bagaikan sebuah bola karet penuh gas, begitu digerakan lalu meluncur cepat sekali menghadang rombongan kuda. Pemuda ini secara aneh sekali telah menjadi buas dan ingin sekali menghancurkan atau menbunuh apa yang merintang di depannya. Hal ini adalah disebabkan dorongan sinkang yang berlebihan itu sehingga dia tersiksa dan ingin melampiaskan rasa marah yang timbul akibat siksaan ini. Keadaannya itu tiada bedanya dengan seorang yang diserang sakit gigi mnjadi marah-marah dan ingin mengamuk. Maka kini melihat betapa rombongan kuda itu mengancam keselamatan orang-orang yang mederita luka akibat dirinya, dia lalu mendorong-dorongkan kedua lengan dan kakinya sambil mengeluarkan seruan-seruan yang aneh bunyinya karena suara ini digerakan sinkang yang padat, dikeluarkan untuk mengimbangi gerakan-gerakan pukulan dan tendangan itu. Akibatnya hebat sekali! Belasan ekor kuda itu seperti diamuk angin taufan, roboh dan terbanting ke kanan kiri, berkelojotan sambil mengeluarkan suara meringkik-ringkik kesakitan. Di antara suara hiruk-pikuk ini, Keng Hong sudah menerjang maju terus dan terdengarlah gerakan dahsyat. Dalam waktu beberapa menit saja, belasan ekor kuda sudah menggeletak tak bernapas lagi, dan paling belakang tampak seekor harimau besar berkelojotan sekarat!Adapun Keng Hong sendiri berdiri tegak, mukanya penuh peluh, mukanya masih merah sekali akan tetapi jalan prnapasannya sudah tenang dan kini wajahnya tidak beringas seperti tadi, melainkan tenang, bahkan kelihatannya lega. Memang kini telah lapang dadanya, sinkang yang menggelora di dalam tubuhnya telah dia salurkan keluar melalui pukulan dan tendangan yang mengakibatkan tewasnya enam belas ekor kuda ditambah seekor harimau besar! Biauw Eng dan Cui Im terbelalak, terpesona dan penuh kekaguman mereka memandang Keng Hong. Kini mereka berdua maklum bahwa kalau Keng Hong menghendaki, pemuda itu tentu dapat membebaskan diri dari mereka dan jika mereka menggunakan kekerasan, mereka takan dapat menangkap pemuda aneh itu. Namun pemuda itu tidak pernah melawan dan menurut saja menjadi orang tangkapan mereka berdua! Teringat akan ini, Cui Im dan Biauw Eng bergidik. Pada saat itu, terjadilah hal yang sama dalam hati dua orang murid Lam-hai Sin-ni, yaitu bahwa cinta kasih mereka jatuh terhadap Keng Hong! Cui Im yang telah berhasil merayu Keng Hong sehingga pemuda yang mewarisi ilmu kepandaian juga mewarisi pula sifat mendiang Sin-jiu Kiam-ong itu pernah melayani bermain cinta, kini benar-benar menghedaki pemuda itu menjadi kekasihnya untuk selamanya. Bukan hanya karena Keng Hong seorang pemuda yang tampan dan gagah, pula seorang yang masih jejaka sebelum bertemu dengannya, juga terutama sekali karena Keng Hong memiliki ilmu kepandaian mujijat, di samping ini menjadi pewaris pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong. Kalau dia dapat memiliki pemuda ini sampai selamanya, atau setidaknya sampai dia dapat mengoper semua ilmu dan pusaka itu, alangkah akan senang hatinya! Adapun perasaan cinta kasih yang mulai bersemi di hati Biauw Eng adalah cinta kasih yang wajar dari seorang gadis yang selamanya belum pernah jatuh cinta terhadap seorang pemuda yang amat menarik hatinya. Biauw Eng melihat adanya sifat luar biasa pada diri Keng Hong ini, sifat kegagahan yang aneh dan sukar dicari keduanya. Hatinya jatuh, akan tetapi sesuai dengan sifatnya yang pendiam dingin dan keras, tentu saja tidak ada sesuatu pun terbayang pada wajah atau pandang matanya, berbeda dengan Cui Im yang memandang Keng Hong penuh nafsu menyala yang terbayang pada wajahnya yang menjadi kemerahan dan sinar matanya yang bersinar-sinar. Enam belas orang murid-murid partai persilatan besar itu kini merasa putus harapan untuk dapat merampas murid Sin-jiu Kiam-ong seperti yang mereka harapkan semula, sesuai dengan tugas yang mereka terima dari guru-guru mereka. Tadinya menghadapi dua orang murid Lam-hai Sin-ni, mereka masih mempunyai harapan untuk berhasil. Biarpun mereka itu terdiri dari empat orang murid Hoa-san-pai, tiga oang murid Siauw-lim-pai, dan sembilan orang murid Kong-thong-pai, namun karena ketiganya dari partai-partai persilatan yang bersahabat, mereka telah bersatu untuk merampas Keng Hong agar semua pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong dapat ditemukan dan mereka selain dapat mengambil benda-benda pusaka yang dulu dicuri atau dirampas Sin-jiu Kiam-ong, juga mendapat bagian pusaka-pusaka lain sebagai "bunganya". Akan tetapi setelah mereka menyaksikan betapa murid Sin-jiu Kiam-ong yang menjadi tawanan kedua orang murid Lam-hai Sin-ni itu turun tangan dan ternyata memiliki ilmu yang mengerikan dan amat lihai seperti iblis sendiri, bahwa pemuda aneh itu membantu dua orang nona yang menjadi penawannya, mereka kehilangan harapan untuk melanjutkan perampasan dengan kekerasan. Dengan hati penuh kemarahan mereka berpendapat bahwa tentu murid Sin-jiu Kiam-ong ini berwatak seperti mendiang gurunya dan kini tergila-gila kepada dua orang murid iblis betina yang cantik itu sehingga malah membantunya. Episode 57 "Amitohud......, mendiang Sin-jiu Kiam-ong memiliki dua sifat, yaitu sifat pendekar besar yang gagah perkasa dan sifat kenakalan lain yang amat buruk sehingga beliau mempunyai banyak musuh. Kini muridnya agaknya tidak mewarisi sifat yang baik itu melainkan mewarisi sifat buruknya!" kata seorang di antara tiga murid Siauw-lim-pai yang berpakaian pendeta dan berkepala gundul. Keng Hong tersenyum, akan tetapi hatinya panas. Gurunya adalah seorang yang amat dihormat dan disayangnya, merupakan orang satu-satunya yang amat baik terhadapnya. Kini gurunya sudah mati namun masih saja dipercakapkan orang! Ia lalu memandang hwesio itu dan menjawab. "Losuhu, sudah jamak bahwa manusia itu mempunyai dua sifat, baik dan buruk. Baik dan buruk yang hanya disebut mulut manusia dan menurutkan penilaian manusia pula disesuaikan dengan sifat ingin enak sendiri. Yang menguntungkan bagi dirinya disebut baik, yang merugikan disebut buruk. Aku tidak akan menyangkal, seperti juga suhu, bahkan aku pun tentu memiliki sifat-sifat buruk di samping sifat-sifat baik. Setidaknya, orang-orang seperti mendiang suhu dan aku masih berterus terang, mengakui kelemahan sendiri. Sebaliknya, Losuhu dan anak murid Siauw-lim-pai adalah orang-orang yang tergolong sebagai pemeluk-pemeluk dan pemimpin agama yang berkewajiban membimbing manusia ke arah kebaikan. Sekarang Sam-wi Losuhu (Bertiga Bapak Pendeta) bukan membawa-bawa kitab suci untuk meberi wejangan, sebaliknya membawa-bawa toya untuk menghantam dan membunuh orang! Apakah pakaian pendeta dan dibuangnya rambut kepala itu hanya untuk kedok belaka?" "Omitohud.....! Juga mulutnya jahat seperti gurunya!" teriak pendeta Siauw-lim-pai ke dua. Cui Im tertawa terkekeh-kekeh sambil bertepuk tangan. "Bagus sekali, Keng Hong! Memang mereka itu monyet-monyet berbulu berkedok ular! Kepalanya gundul akan tetapi hatinya berbulu, hi-hi-hik!" Wajah Keng Hong menjadi merah. Ucapan dan sikap Cui Im tidak menyenangkan hatinya. Dia tadi mengeluarkan ucapan dari hatinya untuk membela gurunya, bukan seperti Cui Im yang semata-mata mengejek. Maka dia lalu menjura kepada tiga orang hwesio itu dan berkata. "Aku tahu bahwa mendiang suhu mempunyai hutang kitab-kitab Seng-to-cin-keng dan I-kiong-hoan-hiat kepada Siauw-lim-pai. Aku berjanji, kalau kelak aku berhasil mendapatkan kitab-kitab itu, pada suatu haru aku akan mengembalikannya kepada Siauw-lim-pai." Tiga orang hwesio itu hanya mendengus dan seorang di antara mereka berkata, "Pinceng bertiga hanya memikul tugas, kesemuanya akan pinceng laporkan kepada suhu." Setelah berkata demikian, mereka membalikan tubuh dan melangkah pergi dengan kepala tunduk. "Ihhh, kenapa begitu bodoh, Keng Hong? Dari pada kedua kitab penting itu diserahkan kepada setan-setan gundul itu, lebih baik kauberikan kepadaku!" kata Cui Im pula dengan sikap genit, sama sekali tidak peduli bahwa di situ masih ada tiga belas orang lain.Dia sama sekali tidak menyembunyikan sikapnya yang terang-terangan merayu pemuda itu dengan senyum bibir dan kerling mata memikat. Wanita cantik baju hijau, murid Hoa-san-pai melihat ini lalu mengeluarkan suara mendengus tanda jijik dan berkata, "Murid Sin-jiu Kiam-ong memang tidak ada bedanya dengan gurunya! Gurunya laki-laki cabul muridnya mana bisa berhati bersih? Kalau dia ini seorang bersih dan gagah, tentu menginsyafi kebiadaban gurunya terhadap Hoa-san-pai, sedikitnya tentu akan mengembalikan pedang pusaka Hoa-san-pai yang telah dicurinya. Akan tetapi, dia malah bersahabat dengan murid iblis betina Lam-hai Sin-ni. Mengharapkan apa lagi? Burung gagak takkan berkawan dengan burung hong, orang jahat tentu memilih kawan kaum sesat! Lebih baik kita pergi dan melaporkan kepada suhu!" Kalau saja murid perempuan Hoa-san-pai itu hanya memaki-makinya, Keng Hong tentu tidak akan mengambil pusing. Akan tetapi gadis itu membawa-bawa nama gurunya, bahkan memaki-maki gurunya. Keng Hong memandang dengan mata marah, kemudian dia tersenyum sindir dan berkata. "Nona yang baik, kalau aku tidak salah sangka, bibi atau bibi tuamu yang bernama Cui Bi dan yang lari dari Hoa-san-pai karena cintanya kepada mendiang suhu, tentu jauh lebih manis dari padamu, baik mukanya maupun budinya! Kalau tidak begitu, mana suhu mau membalas cintanya? Tentang pedang Hoa-san-pai, jangan khawatir, kalau aku mendapatkannya, pasti kukirim kembali ke Hoa-san-pai! Aku bersahabat siapapun juga, adalah hak kebebasanku dan tentang kaum bersih dan kaum sesat, aku tidak tahu. Yang kutahu bahwa engkau pun kurasa tidak begitu jijik untuk bercinta, buktinya pinggulku yang tidak tertutup ini masuh terasa panas karena kau pegang-pegang dengan telapak tanganmu yang halus. Nah, mukamu menjadi merah. Semua orang melihat belaka betapa tadi engkau memegang-megang pinggulku. Hayo katakan, mau apa kau pegang-pegang pinggul orang?" "Cih, laki-laki cabul.....!!" Wanita murid Hoa-san-pai itu menjerit lalu membalikan tubuhnya dan lari, diikuti oleh tiga orang suheng-suhengnya. "Heh-he-hi-hi-hik, mulutmu benar lihai sekali!" Cui Im kembali bertepuk tangan, bahkan Biauw Eng juga tersenyum sedikit, akan tetapi alisnya yang hitam melengkung panjang itu berkerut. Terlalu tajam mulut pemuda ini, pikirnya. Kini tinggallah sembilan orang anggauta Kong-thong-pai dan mereka itu merasa ragu-ragu untuk membuka mulut, karena mendapat kenyataan bahwa selain ilmunya tinggi, juga pemuda itu mulutnya lihai sekali. Melihat keadaan mereka, Keng Hong sudah mendahului dengan ucapan yang serius. "Cui-wi enghiong adalah orang-orang gagah dari Kong-thong-pai yang tentu saja berpemandangan luas. Seperti Cui wi tentu telah mendengar penuturan orang-orang tua, urusan yang timbul antara mendiang suhu dengan Kong-thong-pai adalah karena dahulu suhu pernah menewaskan lima orang anak murid Kong-thong-pai. Sebab daripada bentrokan itu adalah karena kedua fihak berbantahan dalam sebuah rumah judi, sehingga urusan itu adalah urusan pribadi yang tidak menyangkut perkumpulan. Apalagi kalau diingat bahwa suhu telah meninggal dunia, demikian juga lima orang angguta Kong-thong-pai itu. setelah kedua fihak yang bermusuhan sudah tewas semua, apakah kita yang tidak tahu apa-apa harus terseret ke dalam permusuhan? Apakah yang kita perebutkan?" Episode 58 Para murid Kong-thong-pai dapat mengerti alasan ini dan diam-diam mereka ini kagum juga mendengar ucapan Keng Hong yang membayangkan pendapat yang dalam dan pandangan yang luas.Akan tetapi karena mereka itu seperti juga yang lain hanya merupakan pelaksana-pelaksana tugas, maka seorang tosu yang tertua di antara mereka segera berkata. "Persoalannya tidaklah begitu sederhana, orang muda. Pula, kami hanyalah murid-murid yang melaksanakan perintah guru...." "Hemmm, agaknya Kong-thong Ngo-lojin yang menurunkan perintah itu. baiklah, kalau begitu harap Cu-wi sampaikan kepada Kong-thong Ngo-lojin bahwa kalau mereka itu menginginkan barang-barang pusaka peninggalan suhu, suruh mereka pergi mencari sendiri karena hal itu merupakan keinginan pribadi mengapa membawa-bawa nama perkumpulan? Betapa banyaknya di dunia ini, manusia-manusia yang sebetulnya bercita-cita untuk kepentingan pribadi namun mempergunakan kedok demi perkumpulan mempergunakan anak buah dan para murid untuk berjuang demi perkumpulan , padahal sesungguhnya yang menjadi pamrih adalah kepentingan dan kesenangan pribadi!" Sembilan orang anak murid Kong-thong-pai itu marah sekali karena nama baik guru-guru mereka dicela terang-terangan oleh pemuda yang masih ingusan ini, akan tetapi karena mereka mengerti bahwa melawan takan ada gunanya, mereka lalu membalikan tubuh dan pergi meninggalkan tempat itu sambil membantu kawan-kawan yang terluka. “Bagus-bagus, Keng Hong! Engkau telah memberi tamparan dengan kata-kata kepada orang-orang yang mengaku sebagai golongan bersih, golongan suci, dan golongan pendekar-pendekar itu, hi-hi-hik!" Cui Im berkata girang sambil merangkul pundak pemuda itu dengan sikap manja memikat. "Cukup, Suci! Kita lanjutkan perjalanan!" terdengar Biauw Eng berkata, suaranya dingin dan sikapnya seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. "Kereta sudah hancur oleh setan-setan itu, semua kuda binasa oleh Keng Hong. Wah, kita harus melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki, padahal masih amat jauh!" kata Cui Im dengan wajah jengkel. Akan tetapi gadis ini lalu tertawa memandang Keng Hong. "Keng Hong, perjalanan masih jauh dan kita harus berjalan kaki. Mempergunakan ilmu lari cepat memang tidak kalah dengan berkuda atau berkereta, akan tetapi amat melelahkan. Bagaimana kalau kita saling gendong? Bergantian, kan enak? kalau sumoi mau, biarlah aku mengalah dan kau lebih dulu menggendong sumoi...." "Suci, diam! Bukan waktunya untuk main-main!" bentak Biauw Eng dengan suara dingin dan ketus sehingga Cui Im tidak berani lagi membuka mulut. "Nona berdua tidak perlu repot-repot karena perjalanan bersama kita hanya sampai di sini. Aku tidak dapat menemani kalian lebih lama lagi," kata Keng Hong dengan suara tenang. "Sudah cukup aku mendatangkan kerepotan dan bahaya bagi kalian, karena aku tahu bahwa selama nona berdua melakukan perjalanan bersamaku, tentu akan menghadapi bahaya serangan orang-orang kang-ouw yang kini seolah-olah memperebutkan aku." "Ahhhh.....!!" Cui Im mengeluarkan suara kecewa dan gadis ini lenyap pula sikapnya yang manis tadi, bahkan tangan kanannya bergerak mencabut pedangnya. "Cia Keng Hong, engkau harus ikut bersama kami menghadap ibuku, Lam-hai Sin-ni, mau atau tidak, hidup atau mati!" Suara Song-bun Siu-li Sie Biauw Eng terdengar tegas dan mengandung ancaman yang mengerikan. Berbeda dengan Cui Im yang telah mencabut pedangnya, gadis berpakaian putih ini masih berdiri tenang, belum mengeluarkan senjata, bahkan sikapnya masih biasa, hanya sepasang matanya yang mengeluarkan sinar penuh ancaman maut. Keng Hong menggeleng kepalanya. "Tadinya memang aku berniat untuk menghadap Lam-hai Sin-ni dan niat itu terdorong oleh rasa terima kasihku kepada Sie-siocia yang telah menyelamatkan nyawaku dari ancaman pedang Cui Im. Akan tetapi, tadi ketika nona dikeroyok, aku telah membantumu dan berarti aku telah pula menyelamatkanmu, dengan demikian hutangku telah kubayar lunas. Karena itu, kini aku telah bebas dan aku tidak berniat untuk ikut bersama Ji-wi menghadap Lam-hai-Sin-ni!" Setelah berkata demikian, Keng Hong mengangkat tangan ke depan dada memberi hormat, kemudian membalikan tubuhnya melangkah pergi meninggalkan dua orang gadis yang tertegun penuh kekecewaan. "Keng Hong, pertama-tama kau mempermainkan aku, kini berani mempermainkan sumoi! kaukira kami tak mampu menawanmu dengan kekerasan?" terdengar Cui Im membentak dan sinar merah berkelebat ketika gadis ini menerjang Keng Hong dari belakang. Pengalaman-pengalaman pahit telah membuat Keng Hong hati-hati sekali menghadapi Cui Im. Mendengar desing senjata yang menyerangnya, Keng Hong cepat miringkan tubuh sehingga sinar merah meluncur lewat di samping lehernya dan mengangkat tangannya dikibaskan ke arah pedang dan tangan yang memegang pedang. Hawa pukulan yang amat kuat mendorong pedang dan tangan Cui Im dari bawah. Gadis itu maklum akan lihainya tangan Keng Hong, cepat menarik tangannya namun masih saja tangannya terdorong ke samping begitu kerasnya sehingga tubuhnya ikut terdorong dan hampir dia terpelanting kalau tidak cepat meloncat menjauhi Keng Hong ke sebelah kiri. "Kau tahu, aku tidak ingin bermusuhan denganmu, Cui Im," kata Keng Hong. "Harap kalian suka membiarkan aku pergi." Akan tetapi dengan muka merah karena marahnya, Cui Im sudah siap menerjang lagi, kini tangan kirinya mencabut keluar sehelai saputangan merah, saputangan yang mengandung bubuk beracun dan yang pernah merobohkan Keng Hong. Sambil berteriak keras Ang-kiam Tok-sian-li Bhe Cui Im menerjang lagi, pedangnya diputar menjadi sinar pedang merah bergulung-gulung seperti seorang penari selendang sutera merah, kemudian ia menerjang Keng Hong dengan bacokan bertubi-tubi mengikuti perputaran pedang. Episode 59 Keng Hong sudah siap dan waspada karena maklum bahwa bahaya besar mengancamnya, bukan dari pedang itu melainkan terutama sekali dari saputangan merah. Maka dia segera menghindarkan diri dari terjangan pedang itu dengan meloncat cepat ke kanan. Cui Im sudah menduga akan hal ini, bahkan sudah siap-siap, begitu tubuh Keng Hong berkelebat ke kanan tangan kirinya bergerak dan tiga batang jarum menyambar dari dalam saputangannya ke arah sepasang mata dan tenggorokan Keng Hong. Pemuda itu berilmu tinggi namun belum banyak pengalamannya dalam pertandingan ini terkejut, cepat merendahkan tubuhnya setengah berjongkok sambil mengibaskan tangan kirinya ke atas sehingga tiga batang jarum itu terlempar entah ke mana. Akan tetapi pada saat yang memang sengaja diciptakan Cui Im ini sinar merah dari saputangan sudah menyambar ke arah muka Keng Hong. Didahului asap kemerahan dari bubuk racun berwarna merah. Semenjak menjadi murid Sin-jiu Kiam-ong, Keng Hong setiap hari diberi minuman racun sedikit demi sedikit oleh Kiam-ong sehingga dari mulut sampai ke perutnya, Keng Hong mengenal segala macam racun bahkan menjadi kebal. Akan tetapi menghadapi hawa beracun berupa asap atau bubuk yang tersedot melalui hidung dan menyerang paru-paru, dia tidak kebal. Pengalamannya ketika dia roboh oleh racun saputangan merah itu membuat dia waspada. Biar saat itu dia baru saja lolos dari cengkraman maut yang dibawa jarum-jarum itu sedangkan posisi tubuhnya setengah berjongkok sehingga sukar baginya untuk mengelak, dia masih ingat akan bahaya ini maka dia telah menyedot napas dalam-dalam kemudian menutup saluran pernapasannya dan begitu gadis itu menubruk sambil mengebutkan saputangan ke arah mukanya, dia meniup ke arah saputangan itu dengan pengerahan tenaga lweekang. Saputangan itu tiba-tiba saja membalik ke arah Cui Im sendiri tanpa dapat dicegah lagi oleh gadis ini yang menjadi terkejut dan menjerit. Tentu saja dia sudah memakai obat penawar dan saputangannya itu tidak akan meracuninya, akan tetapi karena saputangannya itu tiba-tiba menyerang ke arah mukanya, sejenak dia tidak dapat melihat apa-apa dan secara tiba-tiba pergelangan tangan kanannya terasa nyeri sekali sampai menjadi lumpuh dan pedangnya terlepas dari pegangan. Kiranya pergelangan tangan kanannya telah kena disentil oleh telunjuk kiri Keng Hong. Melihat betapa dia berhasil membuat gadis yang ganas itu sementara tidak berdaya, Keng Hong cepat meloncat untuk lari pergi dari situ. Akan tetapi selagi tubuhnya masih melayang di udara, tiba-tiba kaki kirinya dilibat sesuatu, kemudian kakinya tertarik ke belakang sehingga tanpa dapat dia cegah lagi tubuhnya terjungkal dan terbanting jatuh ke atas tanah! Keng Hong cepat meloncat bangun dan seperti yang telah dia duga, Biauw Eng telah berdiri di hadapannya dengan senjatanya yang aneh, yaitu sabuk sutera putih yang kini ujungnya telah melibat kaki kirinya seperti ekor ular. Biauw Eng mengerahkan tenaganya menarik lagi untuk membuat Keng Hong terjungkal, akan tetapi pemuda itu telah mengerahkan tenaga ke kaki kirinya sehingga biarpun gadis yang lihai itu membetot-betot sedikit pun, tubuhnya tidak bergeming! Biauw Eng menjebikan bibirnya dan mendengus, sabuk yang melibat kaki itu tiba-tiba terlepas dan sinar putih berkelebat ketika sabuk itu bagaikan bernyawa telah meluncur ujungnya dengan kecepatan mengagumkan, kini menyerang sepeti ular mematuk ke arah mata Keng Hong! Pemuda ini terkejut sekali, cepat dia miringkan kepala dan berusaha untuk mencengkeram sinar putih itu. Akan tetapi ujung sabuk putih itu amat cepat gerakannya, tahu-tahu telah meluncur ke bawah dan tanpa dapat dielakan lagi oleh Keng Hong, ujung sabuk itu telah menotok jalan darahnya di tiga bagian secara bertubi-tubi. Sungguh lihai nona itu, gerakan sabuknya amat cepat sehingga dalam waktu sedetik saja ujung sabuk telah menotok jalan darah di kedua pundak disusul totokan di atas ulu hati! Kalau hanya pendekar biasa saja terkena totokan berantai itu yang dilakukan dengan cepat dan keras karena tenaga lweekang tersalur melalui sabuk membuat ujung sabuk menjadi kaku, tentu roboh lemas tak mampu berkutik lagi. Untung bagi Keng Hong bahwa biarpun suhunya belum cukup menggemblengnya dengan ilmu-ilmu silat tinggi, namun pemuda ini memiliki sumber tenaga sinkang yang amat kuat sehingga begitu tubuhnya disentuh pengaruh dari luar, otomatis sinkangnya bergerak dan pergelangan hawa sakti ini cepatnya melebihi segala macam gerakan yang dapat dilakukan manusia, maka totokan-totokan itu sedikit pun tidak mempengaruhi jalan darah di tubuh Keng Hong, bahkan hampir tidak terasa olehnya. Sebaliknya, tangan Biauw Eng yang memegang sabuknya tergetar hebat karena tenaga totokan-totokan itu membalik dan menyerang tangannya sendiri! Namun Biauw Eng yang merasa penasaran itu menerjang terus, kini ia memegang cambuknya di bagian tengah dan cambuk itu bergerak-gerak sedemikian rupa, kedua ujungnya menyerang cepat sehingga seolah-olah telah berubah menjadi ratusan banyaknya. Hebatnya, kini ujung cambuk tidak lagi menotok jalan-jalan darah yang diketahui gadis itu takkan ada hasilnya, melainkan menotok ke arah bagian-bagian berbahaya seperti kedua mata, telinga, tenggorokan, pusar dan bawah pusar, pergelangan tangan, siku, dan lutut. Tentu saja Keng Hong menjadi sibuk sekali, selain mengelak ke sana ke mari juga dia mengibaskan kedua tangannya untuk menghalau sinar putih yang mengeroyoknya secara hebat itu. Selagi dia terdesak, tampak sinar merah berkelebat dan kiranya Cui Im telah pula membantu sumoinya! "Cia Keng Hong menyerahlah kalau tidak ingin kami seret ke depan subo sebagai mayat!" bentak Cui Im yang di dalam hatinya masih merasa sayang kalau seorang pria seperti Keng Hong harus mati. Akan tetapi kesempatan itu dipergunakan oleh Keng Hong untuk meloncat jauh hendak melarikan diri. Sesungguhnya, kalau pemuda ini menggunakan ginkangnya, biarpun dua orang murid Lam-hai Sin-ni itu dapat bergerak cepat, mereka masih tidak akan mampu mengimbangi gikang yang dimiliki Keng Hong. Akan tetapi karena mereka itu pandai menggunakan senjata rahasia, mereka mengejar sambil menyerang Keng Hong dengan senjata rahasia ini. Cui Im menghujankan jarum-jarum beracun, bahkan meledakan bola-bola peledak yang mengeluarkan asap hitam namun yang kini tidak dapat mempengaruhi Keng Hong yang sudah menahan napas. Sedangkan Biauw Eng menyerang dari belakang dengan senjata rahasia tusuk konde perak yang kepalanya berukiran bunga bwee. Mendengar desir angin senjata-senjata rahasia ini, Keng Hong mengelak dan mengibaskan kedua tangan sambil membalik sehingga semua senjata rahasia runtuh oleh angin yang menyambar dari kedua tangannya. Karena itu tentu saja larinya terlambat dan dua orang gadis itu sudah menerjangnya lagi dengan dahsyat. Keng Hong menjadi repot sekali setelah sinar merah pedang Cui Im menyambar-nyambar di antara sinar putih sabuk Biauw Eng yang berkelebatan membentuk lingkaran-lingkaran maut. Dalam keadaan terdesak timbul marahnya. Tadinya dia tidak mau membalas karena dia tidak tega untuk melukai dua orang gadis itu, terutama sekali Biauw Eng yang dalam pandangannya merupakan seorang gadis remaja yang selain cantik jelita dan tidak genit seperti Cui Im, namun juga telah menyelamatkan nyawanya.Akan tetapi setelah sekarang didesak hebat, mau tidak mau dia harus membela diri. Untuk menggunakan sinkangnya yang luar biasa, yaitu menggunakan daya sedot yang mengalahkan banyak orang pandai, selain tidak tega juga dia tidak mempunyai kesempatan. Dua orang gadis berilmu tinggi ini agaknya maklum akan ilmunya yang mujijat itu dan mereka tidak pernah mendekatkan diri, tidak pernah memberi kesempatan unuk ditangkap tangan pemuda yang mempunyai ilmu mujijat, melainkan menyerang dari jarak jauh mengandalkan panjangnya senjata mereka. Episode 60 Tiba-tiba lingkaran sinar putih itu berkelebat menyambar ke arah kedua matanya, bukan hanya dengan satu kali totokan, melainkan secara bertubi-tubi sehingga repotlah Keng Hong harus mengelak ke kanan kiri dan ke belakang. Pada saat pandang matanya menjadi silau dan kabur, dia mendengar desing pedang Cui Im mengarah lambungnya. Cepat dia miringkan tubuh, namun pedang itu mengejarnya dan merobek celana berikut kulit dan sedikit kulit daging pahanya. Darah mengalir dan Keng Hong menjadi marah sekali. Sambil mengeluarkan gerengan dahsyat, tangannya meraih ke arah pedang yang tajam. Namun tangannya berhasil mencengkram pedang dan sekali renggut pedang itu pindah tangan! Kemudian dia melempar pedang itu jauh-jauh dan kembali tangannya kini mencengkram ke arah sinar putih, berhasil menangkap sabuk sutera itu dan dia mengerahkan tenaganya merenggut. Akan tetapi, Biauw Eng mempertahankan sabuknya dan akibatnya tubuh gadis ini terbawa oleh tenaga renggutan yang amat kuat, tubuhnya terangkat ke udara. Keng Hong terkejut dan melepaskan sabuk itu dan hal ini malah mengakibatkan seolah-olah tubuh gadis itu dilempar ke atas. Cui Im berteriak ngeri melihat tubuh sumoinya terlempar ke atas seperti itu. Juga Keng Hong terbelalak memandang, namun dia bernapas lega dan penuh kagum dia mengikuti gerakan gadis baju putih itu. Biarpun tubuhnya terlempar dengan cepat sekali, ternyata Biauw Eng tidak kehilangan akal. Di atas udara, tubuhnya dapat berjungkir balik dan sabuk di tangannya menyambar ke depan, ujungnya mengait dan menbelit dahan pohon sehingga tubuhnya tergantung dan luncuran itu patah. Kemudian dengan ringan ia meloncat turun membawa sabuknya, bukan meloncat biasa, melainkan meloncat sambil menyerang Keng Hong dengan sambaran sabuk putih. Juga Cui Im yang menjadi lega melihat sumoinya selamat, sudah menyerang lagi, bukan dengan senjata tajam karena pedangnya sudah dilempar entah ke mana, melainkan dengan cengkeraman-cengkeraman tangan yang menangkap pemuda itu diseling cengkeraman-cengkeraman ke arah bagian tubuh yang lemah. Keng Hong menjadi lemas. Dua orang gadis ini benar-benar keras kepala dan sudah nekat sekali. Setelah dia meloncat mundur dan melihat dua orang gadis itu terus maju menerjangnya, dia mengeluarkan pekik yang melengking nyaring terbawa oleh sinkang yang terdorong hawa marah, tubuhnya sudah mencelat ke atas dan dari atas dia menggerakan kaki tangannya yang menyerang yang menyerang ke depan bertubi-tubi, menimbulkan hawa pukulan amat kuat yang menyerang dua orang gadis itu dari kanan kiri, atas dan bawah. Inilah jurus yang terakhir atau jurus ke delapan dari ilmu pukulan San-in-kun-hoat yang hanya terdiri dari delapan jurus itu. Biarpun hanya terdiri dari delapan jurus, namun ilmu silat yang kelihatannya sederhana ini merupakan gerakan-gerakan inti sari dari ilmu silat tinggi, maka jurus ini yang disebut jurus In-keng-hong-wi (Awan Menggetarkan Angin Hujan) amatlah hebatnya sehingga pernah Kiang Tojin tokoh Kun-lun-pai yang amat sakti itu sendiri menjadi gelagapan dan kelabakan menghadapi jurus ini. Selain juusnya yang amat hebat, yaitu dilakukan dari udara dengan terjangan dua pasang kaki tangan yang digerakan secara bertubi-tubi, juga terutama sekali karena kedua tangan dan kedua kaki Keng Hong itu mengandung hawa sakti yang amat kuat. Dua orang murid Lam-hai Sin-ni itu merupakan orang-orang yang lihai, terutama sekali Biauw Eng. Menghadapi serangan yang tiba-tiba dilakukan Keng Hong ini, mereka tidak gentar, akan tetapi juga tidak berani menangkis, melainkan menggunakan kegesitan tubuh mereka mengelak. Akan tetapi alangkah kaget hati kedua orang gadis itu ketika mereka mengelak, mereka bertemu dengan angin pukulan dari mana-mana, seolah-olah gerakan serangan Keng Hong ini mendatangkan semacam angin berpusingan yang datang dari sekitar mereka. “Aihhhh....!!" Cui Im sudah menjerit dan tubuhnya terpelanting seperti tersedot angin ke arah Keng Hong, sedangkan Biau Eng berusaha menahan dan terhuyung-huyung, juga mendekati Keng Hong. Kalau pemuda itu melanjutkan pukulan dan tendangannya, kedua orang gadis yang mendekat itu berada dalam jarak jangkauannya. Akan tetapi tiba-tiba Keng Hong mendengus dan menarik kembali kaki tangannya, lalu mengenjot tubuh dan lari menjauh tanpa menoleh lagi. Akan tetapi Cui Im dan terutama sekali Biauw Eng bukanlah gadis-gadis yang mudah putus asa. Sama sekali tidak. Sejak kecil mereka dilatih untuk bersikap berani dan pantang mundur, kalau perlu mengejar cita-cita dengan taruhan nyawa. Kini melihat betapa pemuda yang tadinya sudah menjadi tawanan mereka itu hendak meloloskan diri, mereka menjadi penasaran dan hanya sebentar saja mereka tadi tertegun dan terkesima menyaksikan kehebatan jurus yang hebat dari pemuda itu. Setelah Keng Hong Lari, keduanya lalu mengejar dan kembali mereka menghujankan senjata rahasia mereka. Keng Hong tidak mengelak, juga tidak menangkis karena pada saat pemuda itu menggerakan tubuhnya, tiba-tiba pemuda itu merasa tubuhnya kaku tak dapat digerakan, tanda bahwa jalan darahnya tertotok secara hebat sekali. Hal ini dapat terjadi karena dia hanya memusatkan perhatian di sebelah belakang karena dia tahu bahwa dua orang gadis nekat itu mengejarnya. Ia tadi hanya melihat bayangan berkelebat dekat dan tiba-tiba tubuhnya menjadi kaku tertotok? Andaikata dia tadi tahu akan serangan luar biasa ini dan mengerahkan sinkang, kiranya takkan mudah dia tertotok. Keanehan yang terjadi pada diri Keng Hong ini terlihat oleh dua orang gadis pengejarnya itu dalam keadaan lain. Mereka hanya melihat Keng Hong diam tak bergerak, juga tidak mengelak serangan senjata-senjata rahasia itu sehingga mereka sendiri menjadi kaget dan mengira bahwa tentu pemuda itu tewas oleh penyerangan senjata-senjata rahasia mereka yang beracun dan lihai. Akan tetapi tiba-tiba mata mereka terbelalak karena tahu-tahu di belakan Keng Hong muncul seorang nenek dan semua senjata rahasia itu runtuh oleh kebutan rambut kepala nenek itu yang digerakan ke depan! Nenek itu tertawa-tawa, seorang nenek yang amat menyeramkan. Usia nenek ini tentu tidak kurang dari delapan puluh tahun, namun mukanya merah seperti berlumur darah, giginya besar-besar, rambut kepalanya riap-riap dan panjang. Mukanya yang buruk menakutkan itu tidak sesuai dengan tubuhnya, bia tubuh seorang nenek-nenek, namun pakaian sutera hitam itu mencetak bentuk tubuh yang masih padat dengan sepasang buah dada yang besar! "Bibi Ang-bin Kwi-bo.....!!" Bhe Cui Im berseru kaget dan cepat membungkuk penuh hormat. Di kalangan kaum sesat , sebutan untuk mereka yang lebih tinggi kedudukannya tidak dipergunakan ucapan menghormat atau sungkan, maka Cui Im biarpun kelihatan takut-takut dan menghormati nenek ini, tetap saja ia tidak segan-segan menyebut julukan nenek itu yang tidak sedap, yaitu Ang-bin Kwi-bo (Hantu Wanita Bermuka Merah). "Hi-hi-hik! Kalian murid-murid Lam-hai Sin-ni benar-benar tidak memalukan menjadi murid orang pandai. Karena kulihat kalian berhasil menemukan bocah ini akan tetapi tidak berhasil menguasainya, maka biarlah kalian serahkan bocah ini kepadaku dan sebagai upah jerih payah kalian yang sudah dapat menemukannya, biarlah aku tidak membunuh kalian dan kalian boleh pergi dengan aman!"

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger