naruto

naruto

Senin, 26 November 2012

pendekar kayu harum71

Episode 71 Sementara itu, semenjak Kun-lun-pai menerima Siang-bho-kiam dari tangan Keng Hong, perkumpulan besar ini tidak pernah mengalami hari-hari aman tentram lagi. Baru beberapa hari semenjak Keng Hong meninggalkan Pedang Kayu Harum itu kun-lun-pai diserbu orang-orang Kang-ouw dari bermacam partai. Cara penyerbuan mereka pun berbeda-beda, tergantung daripada sifat perkumpulan atau partai mereka. Golongan bersih yang merasa "mengutangkan sesuatu" kepada Sin-jiu Kiam-ong karenanya berkah untuk mendapatkan bagian dari pusaka peninggalan pendekar itu, menyerbu Kun-lun-pai secara berterang, melalui pintu depan dan terang-terangan menyatakan "minta bagian" karena dengan diserahkannya Siang-bhok-kiam kepada Kun-lun-pai, mereka ini menganggap bahwa Kun-lun-pai telah mewarisi semua pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong. Akan tetapi golongan sesat mempunyai cara yang lain lagi. Mereka ini datang dengan bermacam-macam cara, ada yang secara sembunyi-sembunyi seperti pencuri, ada pula yang datang dengan melontarkan tuduhan-tuduhan dan menantang pibu. *** Sementara itu, semenjak Kun-lun-pai menerima Siang-bhok Kiam dari tangan Keng Hong, perkumpulan besar ini tidak pernah mengalami hari-hari aman tenteram lagi. Baru beberapa hari semenjak Kenghong meninggalkan Pedang Kayu Harum itu, Kun-lun-pai diserbu orang-orang kang-ouw dari bermacam partai. Cara penyerbuan mereka pun berbeda-beda, tergantung dari sifat perkumpulan atau partai mereka. Golongan bersih yang merasa “mengutangkan sesuatu” kepada Sin-jiu Kiam-ong dan karenanya berhak untuk mendapatkan bagian dari pusaka penginggalan pendekar itu, menyerbu Kum-lun-pai secara berterang, melalui pintu depan dan terang-terangan menyatakan “minta bagian” karena dengan diserahkannya Siang-bhok-kiam kepada Kun-lun-pai, mereka ini telah menganggap Kun-lun-pai telah mewarisi semua pusaka peninggalan Sin-jiu-Kiam-ong. Akan tetapi golongan sesat mempunyai cara yang lain lagi. Mereka ini datang dengan bermacam cara, ada yang sembunyi-sembunyi seperti pencuri, ada pula yang datang dengan melontarkan tuduhan-tuduhan dan menantang pibu. Namun, partai persilatan Kun-lun-pai adalah sebuah partai besar yang memiliki tokoh-tokoh yang berilmu tinggi. Di samping ini, juga para tosu anak murid kun-lun-pai rata-rata memiliki kepandaian yang lihai, jumlahnya banyak pula sehingga semua usaha para tokoh kang-ouw yang hendak merampas Siang-bhok-kiam dapat digagalkan. Karena munculnya gangguan-gangguan ini, para tokoh Kun-lun-pai menjadi sibuk sekali dan tahulah mereka bahwa keputusan yang diambil oleh Kiang Tojin sebagai wakil suhunya, yaitu Thian Seng Cinjin ketua Kun-lun-pai , biarpun merupakan keputusan amat baik demi menjunjung tinggi kedaulatan dan nama besar Kun-lun-pai, namun merupakan keputusan yang amat berbahaya. Dengan mencegah Keng Hong membawa pergi Siang-bhok-kiam dan merampas pedang itu, menyimpannya di Kun-lun-pai, maka kini perhatian semua orang kang-ouw kepada Kun-lun-pai. Kalau dahulu para tokoh kang-ouw mengejar-ngejar Sin-jiu Kiam-ong, kini mereka menyerbu Kun-lun-pai untuk merampas pedang Siang-bhok-kiam! Biarpun fihak Kun-lun-pai selalu berhasil menghalau para penyerbu yang hendak merampas Siang-bhok-kiam, namun dalam pertandingan-prtandingan yang terjadi selama pedang itu berada di situ, telah jatuh korban di fihak mereka sebanyak empat orang murid yang tewas dalam pertempuran. Hal ini ditambah lagi dengan perasaan gelisah, selalu harus berjaga-jaga sehingga para tosu itu tak dapat tidur nyenyak. Mulailah timbul perasaan tak senang mereka terhadap keputusan Kiang Tojin yang mereka anggap tidak tepat dan hanya menyusahkan Kun-lun-pai saja. Murid-murid Thian Seng Cinjin yang lain mulai mengomel dan menyatakan ketidaksenangan mereka di depan ketua Kun-lun-pai itu sehingga kakek ini yang melihat adanya bahaya perpecahan, pada suatu pagi mengumpulkan murid-murid untuk diajak berunding mengenai pedang Siang-bhok-kiam! Jumlah murid-murid Thian Seng Cinjin ada tujuh orang. Kiang Tojin merupakan murid kepala, bahkan dialah merupakan calon ketua kelak kalau Thian Seng cinjin meninggal dunia atau mengundurkan diri. Segala urusan mengenai Kun-lun-pai juga telah banyak diserahkan kepadanya oleh kakek yang sudah amat tua itu. Karena Kiang Tojin adalah seorang yang luas pandangannya, berpengalaman dan berwatak teguh dan adil, disamping kelihaiannya yang hanya berada di bawah tingkat gurunya, maka segala urusan berjalan lancar apabila dia yang mengatur penyelesaiannya. Hal ini saja sudah membuat beberapa orang sutenya diam-diam merasa iri hati. Pagi hari itu, di dalam ruang yang diberi nama Ruangan Ketenangan yang letaknya di bagian belakang asrama Kun-lun-pai, ketua Kun-lun-pai itu duduk di atas lantai yang ditilami kasur bundar, bersila dihadap oleh tujuh orang murid-muridnya yang juga duduk bersila dalam bentuk setengah lingkaran menghadap guru mereka. Suasana di ruangan itu memang amat hening, bersih dan nyaman. Angin pegunungan bersilir masuk karena ruangan itu memang tidak tertutup dinding sehingga dari situ dapat tampak tamasya pegunungan yang amat indah. Memang tepat sekali nama ruangan ini karena suasana di situ benar-benar tenang dan menimbulkan ketenangan di hati, cocok untuk bersamadhi atau untuk bertukar pikiran. Untuk kepentingan perundingan ini, Thian Seng Cinjin sengaja membawa serta pedang Siang-bhok-kiam yang dia letakan di depannya, di atas lantai. Kemudian, setelah sejenak delapan orang tosu ini mengeningkan cipta membersihkan pikiran, kakek itu menggeraka tangan menghelus jenggot panjangnya dan berkata dengan suara halus. "Sekarang kita telah berkumpul dengan pikiran jernih. Pinto tahu bahwa pedang peninggalan Sin-jiu Kiam-ong ini telah menimbulkan banyak keributan ysng biasanya aman tentram dan tenang.Akan tetapi, keributan itu ditimbulkan oleh orang-orang luar yang hendak merampas pedang dan sudah seharusnya kita mempertahankannya dan menghalau para penyerbu, hal itu tidaklah menyusahkan hati. Yang membuat pinto prihatin dan kini mengumpulkan kalian untuk berunding adalah karena pinto melihat adanya ketidaktenangan yang timbul di antara kita karena getaran bentrokan ketidakcocokan itu dan mencari jalan keluar dengan musyawarah. Keluarkan semua isi hati dan pendapat kalian untuk kita telaah dan pelajari." Hening sejenak menyusul ucapan kakek ini yang dikeluarkan dengan suara halus, namun mengandung penuh teguran. Jelas terasa oleh mereka yang hadir bahwa suhu mereka ini merasa tidak senang dengan adanya pertentangan diam-diam di kalangan mereka sendiri. karena sekarang tiba saatnya dan mendapatkan kesempatan untuk mengeluarkan semua ketidakpuasan hati, mereka pun mengambil keputusan untuk menekan Kiang Tojin. Di antara para adik seperguruan Kiang Tojin, hanya dua orang yang merasa iri hati dan diam-diam menentang kakek seperguruan ini, yaitu murid ke dua bernama Sian Ti Tojin, dan murid ke lima lian Ci Tojin. Adapun murid yang lain ada yang berfihak kepada Kiang Tojin, ada pula yang tidak mau mencampuri pertentangan pendapat antara saudara sendiri itu. Episode 72 "Tepat sekali seperti yang dikatakan suhu tadi," kata Sian Ti Tojin. "Setelah Siang-bhok-kiam berada di sini, kita menjadi tidak tenang lagi dan mendapatkan banyak musuh. Teecu anggap keliru sekali keputusan Twa-suheng untuk menahan pedang itu di sini. Pedang itu menjadi bahan perebutan orang-orang Kang-ouw, kalau sekarang disimpan di sini tentu saja semua resikonya tertimpa ke pundak kita. Apakah keuntungannya bagi kita mencari permusuhan dengan sahabat-sahabat di dunia kang-ouw? Empat orang anak murid telah mengorbankan nyawa, hanya untuk mempertahankan pedang kayu peninggalan Sin-jiu Kiam-ong!" "Benar sekali omongan Ji-suheng," sambung Lian Ci Tojin cepat-cepat. "Menurut pendapat teecu, Twa-suheng mengambil keputusan menahan pedang itu pun hanya untuk melindungi Cia Keng Hong!" Sunyi di ruangan itu setelah Lian Ci Tojin mengucapkan kata-kata ini, dan hati mereka mulai menjadi tegang. Ucapan Sian Ti Tojin hanya mengeluarkan pernyataan yang memang nyata terjadi, akan tetapi ucapan Lian Ci Tojin ini lebih condong kepada ucapan menuduh Kiang Tojin. Thian Seng Cinjin maklum akan gawatnya urusan dengan diucapkannya tuduhan ini, maka dengan pandang mata tajam dia berkata kepada muridnya yang ke lima itu dengan suara tetap halus. "Lian Ci, tuduhan tanpa alasan kuat dan tanpa bukti dapat menjerumuskan kepada fitnah , dan engkau tentu mengerti betapa jahatnya fitnah. Bicaralah dengan terbuka sesuai dengan sifat kejujuran dan keadilan yang kita junjung tinggi." "Memang teecu junjung tinggi pendapat suhu. Teecu sendiri pun tidak suka akan perbuatan yang berpura-pura dan mengandung rahasia. Teecu mengatakan bahwa Twa-suheng menahan pedang untuk melindungi Keng Hong tanpa alasan. Pertama, Cia Keng Hong adalah anak yang dibebasakan dari maut oleh Twa-suheng dan bukan rahasia lagi betapa besar kasih sayang Twa-suheng kepada Keng Hong sehingga tidak mengherankan kalau Twa-suheng melindunginya. Ke dua, memang dapat dimengerti bahwa kalau pedang Siang-bhok-kiam itu berada di tangan Keng Hong, bukan kita yang diserbu orang-orang Kang-ouw, melainkan Keng Hong yang akan dikejar-kejar sehingga membahayakan keselamatan anak itu. Akan tetapi, betapa piciknya melindungi bocah yang bukan anak murid perguruan Kun-lun-pai dengan mengorbankan nyawa empat orang murid kita, bahkan mungkin lebih banyak lagi! Twa-suheng harus bertanggung jawab atas keputusannya yang tidak bijaksana itu!" Semua mata kini ditujukan kepada Kiang Tojin yang masih duduk bersila denga sikap tenang. Juga Thian Seng Cinjin memandang kepadanya dengan sinar mata seolah-olah minta jawaban. Kiang Tojin mendehem perlahan lalu berkata, suaranya halus namun lantang, tidak menyembunyikan perasaan lain daripada apa yang akan dikeluarkan melalui mulutnya. "Tidak keliru semua ucapan Ji-sute dan Ngo-sute. Siang-bhok-kiam mendatangkan keributan, itu sudah jelas. Juga tuduhan Ngo-sute ada benarnya, memang sedikit banyak ada terkandung di hati teecu ketika menahan pedang bahwa hal itu akan menyelamatkan pula Keng Hong dari ancaman maut." Ketika Kiang Tojin berhenti sebentar semua tosu memandangnya dengan hati tegang. Akan tetapi Kiang Tojin melanjutkan dengan sikap tetap tenang, "Akan tetapi sesungguhnya bukan karena keselamatan Keng Hong sematalah maka teecu memutuskan untuk menahan pedang Siang-bhok-kiam, melainkan terutama sekali untuk mengangkat tinggi nama besar dan kehormatan Kun-lun-pai." "Harap Twa-suheng jelaskan alasannya!" Sian Ti Tojin mendesak. "Siang-bhok-kiam adalah pedang peninggalan Sin-jiu Kiam-ong dan menjadi perebutan orang-orang kang-ouw. Sedangkan Sin-jiu Kiam-ong meninggal dunia berada di Kiam-kok-san. Kita semua tahu bahwa Kiam-kok-san adalah sebuah tempat keramat bagi Kun-lun-pai, dan termasuk wilayah terdekat Kun-lun-pai. Kalau sampai pedang yang sekian lamanya berada di wilayah Kun-lun-pai itu terjatuh ke tangan orang lain , bukankah ini berarti bahwa Kun-lun-pai merupakan partai persilatan yang amat lemah, tidak mampu mempertahankan benda keramat yang menjadi haknya? Bukankah hal ini akan menjadi buah tutur dunia kang-ouw dan Kun-lun-pai akan ditertawakan sampai tujuh keturunan? Harus teecu akui bahwa dengan adanya pedang Siang-bhok-kiam di sini, Kun-lun-pai diserbu orang-orang luar dan memang ada empat orang anak murid kita tewas. Akan tetapi apa artinya kematian kalau terjadi dalam membela Kun-lun-pai dari serbun orang luar? Mati sebagai orang gagah perkasa, adalah menjadi pegangan teecu sesuai yang diajarkan suhu selama ini bahwa jauh lebih baik mati sebagai orang gagah daripada hidup sebagai seorang pengecut. Sekian penjelasan teecu dan selanjutnya tentu saja teecu serahkan kepada keputusan Suhu dalam hal Siang-bhok-kiam ini." Keculai dua orang tosu yang menantang, semua sute dari Kiang Tojin diam-diam mengakui kebenaran pendapat suheng mereka. Kalau saja Kiang Tojin tadi menyangkal bahwa dia melindungi Keng Hong, hal itu tentu akan tetap menjadi kecurigaan dan bahan tuduhan. Akan tetapi setelah dengan tenang Kiang Tojin mengakuinya, tuduhan ini menjadi hilang artinya, apalagi setelah ada alasan yang demikian kuatnya. Thian Seng Cinjin mengelus-elus jenggotnya dan diam-diam kakek ini kagum kepada murid kepala ini dan makin yakin hatinya bahwa kelak yang akan dapat memimpin Kun-lun-pai menuju ke arah kemajuan dan kebesaran nama adalah Kiang Tojin ini. Ia menyapu murid-murid lain dengan pandang matanya lalu berkata. “Siancai…. Kurasa pendapat suheng kalian ini cukup beralasan dan tepat. Namun betapapun juga, pertemuan ini diadakan untuk bermusyawarah. Pinto tidak akan mengambil keputusan kebitu saja sebelum mendengarkan semua isi hati kalian. Tidak boleh ada keputusan diambil tanpa dimufakati semua orang. Pinto tidak ingin melihat pertentangan faham di antara kalian karena hal itu akan melemahkan Kun-lun-pai, justru pada saat Kun-lun-pai dimusuhi banyak orang yang memiliki kepandaian tinggi. Setelah pinto sendiri amat tua dan lemah, seluruh nasib Kun-lun-pai berada di tangan kalian bertujuh. Kalau kalian tidak bersatu, bagaimana mungkin Kun-lun-pai dapat dipertahankan kebesarannya? Karena itu, kalau masih ada yang tidak setuju mengenai Siang-bhok-kiam ini, katakanlah terus terang berikut alasannya.” Episode 73 Kembali Lian Ci Tojin yang bicara dan nada suaranya mengandung penasaran karena dia mendapat kenyataan betapa mudahnya Kiang Tojin lolos dari tuduhan itu. Lian Ci Tojin ini masih muda kalau dibandingkan dengan para suhengnya. Usianya baru empat puluh lima tahun, akan tetapi karena dia amat berbakat sehingga dapat menguasai ilmu silat tertinggi dari Kun-lun-pai, maka dia termasuk seorang di antara tujuh tokoh besar Kun-lun-pai, muid-murid Thian Seng Cinjin. Kini terdengar suaranya. "Suhu, teecu berpendapat bahwa kalau toh Siang-bhok-kiam kita tahan di sini, berarti menjadi hak kita, sudah sepatutnya pula kalau susah payah yang kita derita untuk mempertahankannya itu dapat imbalan yang sepadan, yaitu dengan menambah simpanan Kun-lun-pai dengan kitab-kitab pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong. Bukankah Siang-bhok-kiam dikabarkan menjadi kuci daripada tempat rahasia peninggalan pusaka itu? Hal ini sudah berkali-kali teecu usulkan kepada Twa-suheng, akan tetapi selalu tidak disetujui oleh Twa-suheng. Sekarang, sekali lagi di depan Suhu dan para suheng sute sekalian teecu hendak bertanya lagi kepada Twa-suheng apakah pusaka-pusaka itu tidak akan kita cari untuk perbendaharaan Kun-lun-pai?" "Tidak! Kita tidak akan mencari pusaka-pusaka itu karena Sin-jiu Kiam-ong tidak mewariskannya kepada kita. Kun-lun-pai sebuah perkumpulan yang besar, bukan sebuah perkumpulan yang biasa merampas hak milik orang lain!" jawab Kiang Tojin dengan suara tegas sehingga para sutenya juga gurunya sendiri, menjadi kagum dan bangga dalam hati. Akan tetapi tiba-tiba Lian Ci Tojin tertawa. "Ha-ha-ha, sungguh pintar Twa-suheng dan sungguh bodoh kita yang dapat dikelabui! Kalau sudah berani menahan pedang dengan dalih bahwa pedang berada di wilayah Kun-lun-pai, mengapa tidak berani memiliki pusaka yang juga berada di wilayah Kun-lun-pai? Ahhh, siapakah tokoh di dunia persilatan yang tidak ingin memiliki? Termasuk Twa-suheng tentunya! Kalau pusaka-pusaka itu diambil dan menjadi milik Kun-lun-pai, berarti semua murid Kun-lun-pai dapat mempelajarinya, akan tetapi Kiang Tojin suheng tidak setuju karena Twa-suheng ingin memiliki semua pusaka itu untuk diri sendiri. Bukankah begitu?" Muka Kiang Tojin menjadi merah dan semua mata memandangnya. Akan tetapi tosu yang berpengalaman ini selain kuat ilmu silatnya, juga kuat sekali batinnya. Dia tidak sudi dikuasai perasaan hatinya, maka sekuat tenaga dia menekan kemarahannya dengan kesadarannya bahwa sute ke lima ini melontarkan tuduhan-tuduhan kepadanya tentu ada latar belakangnya. Maka dia memandang sutenya itu dan mengingat-ingat. Mengapa sutenya yang ke lima ini seolah-olah membencinya? kemudian dia teringat. Terhadap para sutenya, Kiang Tojin memang selalu bersikap keras dan memimpin, selalu tidak segan menegur kalau mereka itu melakukan kekeliruan sehari-hari. Teringatlah dia betapa seringnya dia menegur Lian Ci Tojin ini yang masih sering kali tampak lemah menghadapi godaan nafsu berah, sering kali tampak nyata amat tergoda batinnya, kalau bertemu wanita cantik. Yang terakhir, ketika Kiang Tojin menangkap Ang-kiam Tok-sian-li Bhe Cui Im dan menyuruh sute-sutenya membelenggu gadis cantik itu, dia melihat betapa Lian Ci Tojin cepat-cepat melakukan perintah ini dan pandang matanya yang tajam dapat melihat betapa sinar mata Lian Ci Tojin berkobar oleh nafsu, betapa tangan sutenya itu ketika membelenggu sengaja meraba-raba tubuh gadis itu. Penyelewengan karena dorongan nafsu ini, biarpun tidak berarti dan kecil, juga tidak terlihat oleh siapapun, namun sudah cukup kuat bagi Kiang Tojin untuk pada keesokan harinya memanggil sutenya ini dan memarahinya dengan keras. Pada saat itu, Lian Ci Tojin hanya menunduk dengan muka sebentar pucat sebentar merah, akan tetapi ketika pandang mata mereka bertemu, sepasang mata sutenya itu memancarkan kebencian seperti yang sekarang terpancar kepadanya dalam bentuk tuduhan-tuduhan itu. Kiang Tojin menghela napas panjang dan berhasil memadamkan api kemarahannya setelah dia melihat latar belakangnya mengapa sutenya itu seperti membencinya. "Teecu hanya melaksanakan tugas sebaiknya dan dalam urusan Siang-bhok-kiam, teecu mengambil keputusan stelah dipikirkan masak-masak. Teecu tidak sudi melakukan sesuatu di luar garis peraturan Kun-lun-pai sendiri." Demikian Kiang Tojin berkata kepada gurunya dan ketika gurunya mengangguk-angguk, Kiang Tojin lalu menoleh ke arah Lian Ci Tojin. "Ngo-sute, kiranya masih ingat bagaimana bunyi peraturan ke tiga dari perguruan kita? Setiap murid Kun-lun-pai dilarang mempelajari ilmu silat dari lain perguruan dan kalau hal ini dilanggar, berarti si murid telah murtad dan mengkhianati Kun-lun-pai. Dengan adanya peraturan yang sudah jelas ini, bagaimana Ngo-sute dapat mengusulkan agar kita mengambil kitab-kitab pusaka peningalan Sin-jiu Kiam-ong?" Ditegur begini, Lian CI Tojin menjadi merah mukanya. Diam-diam dia memaki di dalam hati atau kecerdikan twa-suhengnya ini sehingga dari keadaan menuduh dia malah menjadi seorng tertuduh melanggar peraturan perguruan mereka! Namun Lian Ci Tojin cukup cerdik dan dia cepat berkata. "Twa-suheng harap jangan menuduh yang bukan-bukan. Pinto bukan sekali-kali mengusulkan untuk kita menyeleweng dan mempelajari isi kitab-kitab pusaka peninggala Sin-jiu Kiam-ong, hanya mengusulkan untuk menguasai kitab-kitab itu, adapun tentang mempelajarinya , tentu terserah kepada suhu, kalau suhu yang mengijinkan kita mempelajarinya untuk menambah kepandaian dan dengan demikian nama besar Kun-lun-pai akan makin meningkat, apakah itu dianggap melanggar peraturan?" Melihat keadaan mulai "panas" , Thian Seng Cinjin cepat mengangkat tangannya dan berkata, suaranya berpengaruh, "Cukuplah sudah semua perbantahan yang kosong ini! Pinto setuju akan tindakan yang diambil oleh Twa-suheng kalian! Memang tidak semestinya kalau Kun-lun-pai menguasai kitab-kitab pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong. Harus kalian ketahui kitab-kitab itu adalah milik perguruan-perguruan tinggi lainnya yang dahulu dicuri atau dirampas Sin-jiu Kiam-ong. Kalau kita menguasainya dan mempelajarinya, tentu kita akan bermusuhan dengan pemilik-pemilik kitab. Pula, hendaknya kalian ingat bahwa kesaktian bukan tergantung kepada kitab atau pelajarannya, juga bukan tergantung pada senjatanya, melainkan kepada si manusianya sendiri. Kalau kalian tekun memperdalam semua ilmu asli dari Kun-lun-pai, kurasa tidak akan kalah saktinya daripada pelajaran-pelajaran lain perguruan. Nah, pinto perintahkan agar mulai detik ini semua pertentangan faham dilenyapkan dari hati masing-masing." Episode 74 Tujuh orang muridnya itu lalu berlutut dan dengan suara bulat menyatakan ketaatan mereka. Pada saat itu, dua orang anak murid Kun-lun-pai lari tergopoh-gopoh memasuki ruangan ketenangan dan serta-merta menjatuhkan diri berlutut menghadap Thian Sen Cinjin sambil berkata dengan muka pucat dan suara gemetar. "Teecu berdua datang melaporkan bahwa saat ini puncak Kun-lun terancam dijadikan kancah perang antara pasukan utara dan pasuka selatan! Kita sudah terkurung, dari utara muncul pasukan dari Peking sedangkan dari selatan muncul pasukan dari Nan-king, mereka telah mengurung tempat kita." Hanya Thian Seng Cinjin dan Kiang Tojin saja yang menerima berita mengagetkan ini dengan sikap tenang. Guru dan murid kepala ini bertukar pandang, kemudian Thian Seng Cinjin mengangguk dan bangkit dari lantai, menyambar tongkatnya lalu berkata. "Kita harus menghadapi mereka selengkapnya. Perintahkan seluruh anak murid Kun-lun-pai untuk mengatur barisan bersiap-siap!" Tujuh orang murid itu lalu berpencar menunaikan tugas masing-masing, kemudian kakek tua Kun-lun-pai itu diikuti oleh tujuh orang muridnya melangkah keluar dan menuju ke puncak. Anak murid Kun-lun-pai telah berbaris rapi, dibagi dua bagian, sebagian menghadap selatan sebagian menghadap ke utara. Adapun Thian Seng Cinjin sendiri dengan gerakan riangan lalu melompat ke arah sebuah batu yang tinggi di puncak itu, diikuti tujuh orang muridnya. Mereka berdiri tegak di atas batu ini dan tampaklah oleh mereka dua pasukan yang mengurung itu, satu di utara, satu lagi di selatan. Pasukan itu tidak besar, paling banyak seratus orang masing-masing fihak, akan tetapi lengkap bersenjata dan kalau dilihat besarnya pasukan, tidak mungkin mereka itu muncul untuk berperang. hal ini mlegakan hati Thian Seng Cinjin yang segera mengerahkan khikangnya dan berkata dengan lantangnya. "Kami dari Kun-lun-pai selamanya tidak pernah melibatkan diri dengan perang saudara. Hari ini pasukan-pasukan kedua fihak datang berkunjung ke Kun-lun-pai, harap para ciangkun (perwira) kedua pasukan sudi menjelaskan apa yang menjadi magsud kedatangan cu-wi!" Tiba-tiba dari pasukan sebelah utara itu tampak berlari maju seorang berpakaian perwira yang bertubuh kurus tinggi. Larinya cepat dan geraknya gesit sekali, sungguhpun pakaian perang itu kelihatan kaku, namun tidak menghalangi gerakannya yang cekatan sehingga para tokoh Kun-lun-pai menjadi kagum dan maklum bahwa pasukan utara itu dipimpin oleh perwira yang lihai. Sebentar saja perwira itu telah tiba di bawah batu. Ia berdiri dengan tegak, memandang ke arah tokoh-tokoh Kun-lun-pai yang berada di atas batu, kemudian dia memberi hormat dengan gagah, kedua tangan dirangkap di depan dada, agak membungkuk sehingga pedangnya yang panjang itu ikut bergerak di pinggangnya dan terdengar suaranya lantang namun mengandung sikap hormat dan ramah. "Kami Han Tek Thai yang memimpin pasukan pengawal melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh junjungan kami, Raja Muda Yung Lo dari utara yang perkasa, calon kaisar yang aseli, untuk menghadap para pimpinan Kun-lun-pai. Raja muda kami menyampaikan rasa terima kasih bahwa Kun-lun-pai selama ini tidak membantu kekuasaan raja penyerobot mahkota di Nan-king, karena hal itu membuktikan bahwa Kun-lun-pai dapat mengerti akan kebenaran dan keadilan yang berada di fihak utara!" Diam-diam Kiang Tojin tersenyum dan merasa kagum. Perwira dari utara ini benar-benar seorang yang tepat dijadikan seorang perwira, karena selain ilmu kepandaiannya tinggi yang dapat dilihat dari gerakannya tadi, juga jelas bahwa perwira ini memiliki kecerdikan dan kepandaian untuk menarik rakyat di fihaknya. Dia sudah banyak mendengar akan sifat-sifat ini menjadi inti kekuatan fihak utara, karena sifat itu membuat rakyat jelata merasa bersimpati terhadap perjuangan mereka sehingga berbondong-bondong rakyat membantu. "Maaf, Han-ciangkun," kata Kiang Tojin setelah dia mendapat isyarat dari gurunya untuk menjawab. "Kiranya raja muda dari utara tidak seharusnya berterima kasih kepada kami , karena pendirian Kun-lun-pai sama sekali bebas, tidak memihak manapun juga. Kami seluruh anggauta Kun-lun-pai hanya merasa perihatin menyaksikan perang saudara karena tidak lain yang menjadi korban adalah rakyat jelata. Karena inilah kami tidak mau memihak siapa-siapa. Hendaknya Han-ciangkun maklum akan hal ini dan selanjutnya suka menjelaskan apa kehendak selanjutnya dengan kunjungan ini." Perwira utara itu tersenyum sabar dan berkata, "Ucapan Totiang benar-benar membuktikan bahwa para tosu merupakan manusia-manusia dewa yang tidak sudi mencampuri urusan dunia lagi. Sungguh menimbulkan rasa kagum! Kami diutus oleh junjungan kami untuk mengharapkan budi kebaikan Kun-lun-pai, sukalah mnyerahkan kitab Thai-yang-tin-keng? yang tentu tidak akan ada manfaatnya bagi Kun-lun-pai kepada kami." "Kitab Thai-yang-tin-keng? Kitab apakah itu? Kami tidak tahu dan baru mendengar namanya sekarang," kata Kiang Tojin tanpa ragu-ragu. Perwira itu masih bersikap sabar. "Kitab itu, sesuai dengan namanya adalah Kitab Barisan Matahari, yang ciptaan Raja Besar Jenghis Khan dan merupakan kitab pelajaran mengatur barisan yang diambil dari pengalaman-pengalaman barisan mongol ketika menyerbu ke Tiong-goan (pedalaman). Junjungan kami mohon pinjam kitab itu dari Kun-lun-pai." "Tapi.... kami tidak mempunyai kitab seperti itu!" jawab Kiang Tojin. Perwira itu mengangguk-ngangguk. "Mungkin bukan milik Kun-lun-pai, akan tetapi setelah pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong kabarnya jatuh ke tangan Kun-lun-pai, tentu kini kitab itu berada di tangan totiang sekalian. Kitab ini dahulu dicuri oleh Sin-jiu Kiam-ong dari gedung perpustakaan kaisar." Sebelum Kiang Tojin dapat menjawab, terdengar teriakan keras dan tampaklah bayangan orang berlari cepat sekali dari selatan. orang ini pun berpakaian sebagai perwira, tubuhnya tinggi besar akan tetapi larinya cepat dan tubuhnya kelihatan ringan sekali, membuktikan bahwa perwira selatan ini pun memiliki kepandaian yang tak boleh dipandang ringan. Begitu tiba sebelah selatan batu tinggi, perwira ini mengerak-gerakan kedua tangannya dan berkata, suaranya seperti geledek.

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger