naruto

naruto

Senin, 26 November 2012

pendekar kayu harum 91

Episode 91 Selagi Keng Hong enak-enak berjalan mendaki sebuah lereng, tiba-tiba terdengar bentakan keras dan muncullah puluhan orang menghadang jalan, bahkan segera mengurungnya. Keng Hong terkejut karena orang-orang yang mengurungnya ini jumlahnya tidak kurang dari lima puluh orang dan semua memegang senjata tajam! Kalau dilihat keadaan mereka, pasti bukan perampok, karena selain meeka terdiri dari bermacam-macam orang yang berpakaian cukup baik, juga di antara mereka terdapat pula wanita-wanita yang cantik dan gagah. "Berhenti, orang muda!" Yang membentak adalah seorang kakek berjenggot panjang, tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan meraba gagang golok yang terselip di pinggangnya. Gagang golok ini indah sekali, terbuat dari emas yang diukir seperti kepala naga. Kakek yang berjenggot panjang dan usianya kurang lebih lima puluh tahun ini masih kelihatan gagah dan kuat sehingga Keng Hong merasa kagum dan cepat menjura. "Locianpwe siapakah dan ada kepentingan apa menghadang perjalanan saya?" Kakek itu mengelus jenggotnya dan tercengang, juga bangga dan girang. Tak disangkanya bahwa pemuda yang menurut laporan anak buahnya yang telah membunuh muridnya itu begini sopan dan halus, dan menyebutnya "Locianpwe"! Sikap Keng Hong ini saja sudah melenyapkan sebagian dari kemarahannya. Akan tetapi mengingat akan kematian muridnya dan banyak anak buah muridnya, dia lalu berkata lagi dengan suara nyaring. "Aku adalah Kiam-to (Si Golok Emas) Lai Ban, wakil ketua Tiat-ciang-pan dan mereka semua ini adalah anak buah Tiat-ciang-pang!" Keng Hong memandang penuh perhatian. Ia belum pernah berurusan dengan orang-orang Tiat-ciang-pang (Perkumpulan Tangan Besi), hanya pernah mendengar bahwa perkumpulan ini adalah sebuah perguruan silat yang lumayan besarnya dan kabarnya membantu atau memihak kepada pemerintahan utara. "Maaf, menurut ingatan saya, tidak pernah saya berurusan dengan fihak Locianpwe, maka entah kesalahan apa yang telah saya lakukan di luar kesadaran saya terhadap Tiat-ciang-pang, mohon Locianpwe suka memberi penjelasan." Lai Ban makin suka kepada pemuda ini. Ia lalu menoleh ke belakang dan bertanya dengan suara keras. "Heiii, benar inikah bocah yang kalian maksudkan itu?" Tiga orang muncul, laki-laki tinggi besar yang segera menuding ke arah Keng Hong dan berkata, "Benar, Ji-pangcu (Ketua Ke Dua), dia inilah bocah setan yang telah membunuh Kiang-twako dan mengaku bernama Cia Keng Hong!" Teringatlah Keng Hong sekarang bahwa tiga orang ini terdapat di antara anak buah penjahat yang mengeroyok Ciang Bi. Ketika dia membela gadis itu di depan kuil dalam hutan, dia merobohkan kepala penjahat yang wajahnya seperti Kwan Kong tokoh jaman Sam-kok yang bersenjata golok, kemudian setelah dia merobohkan beberapa orang, diam-diam dibantu pula oleh Biauw Eng dengan senjata rahasianya, sisa gerombolan itu melarikan diri. Agaknya tiga orang ini lalu melapor, dan sungguh diluar dugaannya bahwa kepala penjahat yang brewok dan bersenjata golok besar itu adalah anak murid Tiat-ciang-pang. Kiam-to Lai Ban Si Golok Emas itu memandang kepada Keng Hong dengan pandang mata tidak percaya. Pemuda halus tutur sapanya dan lemah lembut gerak-geriknya inikah yang telah menewaskan muridnya? Sukar untuk dipercaya! "Orang muda, benarkah engkau bernama Cia Keng Hong?" "Tidak keliru, Locianpwe. Nama saya adalah Cia Keng Hong!" "Benarkah engkau telah membunuh muridku Pun Kiong di depan kuil tua di dalam hutan dekat dusun Ciang-chung?" Keng Hong menggeleng kepala. "Saya tidak tahu siapa yang menjadi murid Locianpwe, akan tetapi memang benar saya telah membunuh beberapa orang angauta penjahat yang hendak berlaku keji dan mengganggu dua orang enci dan adik......." Keng Hong berhenti dan lehernya seperti tercekik karena dia teringat kepada Ciang Bi, nona cantik jelita yang tewas secara mengerikan di tangan Song-bun Siu-li Biauw Eng itu. Kakek itu menggerakan alisnya dan matanya mulai menyinarkan kemarahan. "Hemmm, kalau begitu benar engkau yan membunuh muridku dan anak buahnya. Bocah lancang, mengapa kau mmbunuh mereka? Berani engkau menghina Tiat-ciang-pang dengan membunuh seorang anak muridnya?" "Maaf, Locianpwe. Saya tiak tahu bahwa dia itu murid Locianpwe atau anak murid Tiat-ciang-pang. Saya hanya tahu bahwa mereka itu amat jahat, hendak menghina seorang gadis baik-baik......." "Aaahhhhhh! Engkau seperti orang baik-baik, bukan orang jahat. Akan tetapi mengapa engkau selancang itu? Apakah engkau anak murid Hoa-san-pai?" "Bukan, Locianpwe." "Kalau bukan, mengapa membela orang-orang Hoa-san-pai?" Keng Hong terdesak. Kakek ini benar pandai berdebat sehingga dia tersudut oleh pertanyaan-pertanyaan itu. "Saya....... saya hanya melihat seorang gadis dan adiknya....... eh, diganggu orang-orang jahat......." "Cia Keng Hong! Bagaimana kau bisa membedakan bahwa gadis dan adiknya itu orang-orang baik dan anak buah muridku orang-orang jahat?" Kakek itu membentak, membuat Keng Hong tertegun karena memang tentu saja dia tidak dapat membedakan, hanya dia membantu Ciang Bi dan Lai Sek berdasarkan rasa kasihan melihat seorang gadis dikeroyok banyak laki-laki tinggi besar. Episode 92 "Tentu karena gadis itu cantik dan kami laki-laki mana bisa melawan kecantikannya?" teriak seorang di antara mereka yang dahulu mengeroyok Keng Hong dan ucapan ini disebut dengan suara ketawa. "Cia Keng Hong, agaknya engkau seorang pemuda hijau yang baru saja muncul di dunia kang-ouw. Akan tetapi menurut pelaporan anak buah muridku, engkau lihai sekali. Dari golongan atau partai manakah engkau? Siapa gurumu?" "Maaf, saya bukan dari golongan manapun dan guruku yang sudah meninggal tidak boleh diganggu namanya. Harap Locianpwe jelaskan, kesalahan apakah yang telah saya lakukan dalam membela gadis dan adiknya yang dikeroyok itu?" “Kami orang-orang gagah dari Tiat-ciang-pang adalah pendukung-pendukung gerakan raja muda Yung Lo di utara yang perkasa dan yang sepatutnya dan seharusnya menjadi kaisar yang menguasai seluruh tanah air. Akan tetapi Hoa-san-pai begitu tak tahu malu untuk membela kaisar palsu yang kini berkuasa di selatan, yang secara tak tahu malu mengangkat diri sendiri menjadi kaisar padahal sesungguhnya singasana menjadi hak raja Muda Yung Lo. Sudah sering kali terjadi bentrokan antara anak murid fihak kami dengan anak murid Hoa-san-pai, maka setelah terjadi bentrokan lain di dusun Ciang-chung, tanpa melihat perkaranya, engkau langsung turun tangan membantu fihak Hoa-san-pai dan membunuh orang-orang kami. Tidak salahkan itu?" Keng Hong terkejut sekali. Hal ini sungguh tak pernah disangkanya, bahkan ketika dia bercakap-cakap dengan Ciang Bi, gadis itu tidak pernah menyebut-nyebut tentang itu, tidak pernah bicara tentang permusuhan antara Hoa-san-pai dan Tiat-ciang-pang yang diakibatkan perbedaan faham itu. Ia merasa menyesal juga mengapa dia tergesa-gesa turun tangan membunuh orang. Ternyata perbuatannya itu menimbulkan kemarahan di fihak Tiat-ciang-pang. Betapapun juga, Keng Hong sorang yang berwatak jantan yang diwarisinya pula dari suhunya. Dia tidak mengenal takut apalagi karena dia merasa bahwa perbuatanya dalam urusan ini tidak salah! Menurut ajaran suhunya, dalam kebenaran dia harus berani menghadapi apa saja, bahkan mati pun bukan apa-apa kalau mati dalam kebenaran. Lebih baik mati dalam kebenaran atau membela kebenaran dari pada hidup dalam keadaan tercemar dan terhina karena kejahatan! Tentu saja baik atau jahat menurut penilaiannya sendiri! Dan betapapun dia pertimbangkan, dia tidak merasa salah dalam hal itu! "Maaf, Locianpwe. Baru sekarang setelah mendengar penuturan Locianpwe, saya tahu akan persoalannya. Akan tetapi pada waktu hal itu terjadi, saya hanya tahu bahwa ada seorang gadis muda dikeroyok banyak laki-laki tinggi besar yang mengeluatkan ucapan-ucapan menghina. Tentu saja saya turun tangan membela wanita itu, karena bukankah hal itu merupakan tuga seorang gagah yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan? Sekarang, ternyata ada sebab-sebab lain tersembunyi dalam perkelahian itu, sebab-sebab yang tidak saya ketahui. Semua telah terjadi, sekarang saya berhadapan dengan Locianpwe, harap jelaskan, apa yang harus saya lakukan dan apa pula yang akan Locianpwe lakukan terhadap saya?" Kembali kakek itu diam-diam menjadi kagum. Terang bahwa bocah ini bukan bocah sembarangan dan mulailah dia percaya bahwa pemuda ini memiliki kelihaian yang luar biasa, murid seorang sakti yang tentu amat terkenal. Biarpun dia merasa kagum dan sayang, namun sebagai ketua Tiat-ciang-pang, dia harus membela perkumpulannya dan harus menuntut atas kematian murid Tiat-ciang-pang agar tidak ditertawai dan dipandang rendah dunia kang-ouw, apalagi dipandang rendah oleh Hoa-san-pai! "Cia Keng Hong, ucapanmu membuktikan bahwa kau seorang laki-laki sejati yang tidak menyangkal perbuatan yang telah kau lakukan. Kau telah mengaku bahwa kau telah membunuh murid Tiat-ciang-pan, karena itu, aku sebagai wakil ketua Tiat-ciang-pang berkewajiban untuk menangkapmu dan membawamu ke depan ketua kami untuk menerima keputusan dan hukuman." Keng Hong mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala. "Permintaanmu ini sukar sekali untuk dapat saya terima, Locianpwe, karena apa pun yang telah terjadi, saya berbuat demi kebenaran dan kebaikan, sedikitpun tidak mengandung dasar yang jahat dan buruk, sedikit pun tidak merasa salah. Karena itu, saya tidak dapat menghadap Tiat-ciang-pangcu (ketua) untuk menerima hukuman. Harap Locianpwe suka memaafkan." Sinar mata yang tadinya sabar dan penuh kagum itu menjadi marah. "Eh, orang muda,boleh jadi engkau lihai, murid seorang sakti, akan tetapi ketahuilah bahwa engkau berhadapan dengan seorang tua seperti aku yang telah mengejar ilmu sebelum engkau lahir! Kami orang-orang Tian-ciang-pang mengutamakan keadilan, setelah nanti didengar semua keteranganmu, tentu pangcu kami tidak akan menjatuhkan hukuman sewenang-wenang! Kalau engkau menolak, sunguh menyesal sekali bahwa aku terpaksa harus memaksamu!" "Ah, ternyata Locianpwe hanya ingin mencari benar sendiri!" Kata Keng Hong. "Hemmm, apakah bukan engkau yang hendak mencari benar sendiri, orang muda? Engkau telah membunuh murid kami, dan kami sekarang hendak menangkapmu. Siapakah yang salah dan siapa benar dalam hal ini? Siapa yang jahat dan siapa yang baik?" Tiba-tiba terdengar suara ketawa, suara ketawa yang mengakak seperti suara burung gagak (goak) atau suara seekor ular besar. Mendengar suara ketawanya, sepatutnya orang yang tertawa seperti itu tentulah seorang yang tinggi besar. Akan tetapi ternyata sebaliknya. Ketika semua orang memandang ke atas karena suara ketawa itu terdengar dari atas, mereka melihat seorang kakek yang amat lucu duduk dengan kedua kaki telanjang ongkang-ongkang di atas dahan pohon tak jauh dari tempat itu. Kakek ini tubuhnya kecil dan bongkok berpunduk, rambut, kumis dan jenggotnya panjang terurai akan tetapi bagian atas kepalanya botak dan kelimis. Mukanya membayangkan kegembiraan total, sehingga tampak seperti wajah seorang bocah nakal yang tertawa-tawa selalu, pakaiannya bersih sekali dan baru, akan tetapi kedua kakinya telanjang. Tangan kirinya memegang sebuah guci arak, dan setelah tertawa dia lalu menuangkan isi guci ke mulut. Bau arak wangi memenuhi tempat itu. "Ha-ha-ha-ha-ha!" Ia tertawa lagi setelah minum arak. "Semua salah, semua benar, tiak ada yang baik tidak ada yang buruk. Sama saja! Ha-ha-ha-ha-ha! Yang tinggi yang pendek ya sama saja! Yang gemuk yang kurus ya sama saja! Yang salah yang benar, yang buruk yang baik, yang cantik yang bopeng, semua ya sama saja! Ha-ha-ha-ha-ha!" Episode 93 Kalau semua orang merasa geli dan juga jengkel mendengar kata-kata tdak karuan sikap seperti orang gila itu, Keng Hong sebaliknya menjadi tertarik sekali. Dia dapat menangkap inti sari ucapan yang tidak karuan itu maka lalu menjura ke atas terhadap kakek itu sambil berkata. "Kebetulan sekali Locianpwe yang arif bijaksana muncul di saat ini. Mohon petunjuk Locianpwe siapakah yang salah dan siapa yang benar dalam urusan antara saya dan fihak Tiat-ciang-pang ini?" "Urusan ini tidak ada sangkut-pautnya dengan orang lain an kami tidak membutuhkan pendapat orang lain," kata Kim-to Lai Ban yang tentu saja merasa direndahkan kalau sebagai wakil ketua Tiat-ciang-pang dia harus mendengarkan pendapat orang luar untuk mengambil keputusan atas urusan yang mengenai perkumpulannya. "Lai-pangcu," kata Keng Hong dengan wajah tidak senang, "dalam setiap urusan antara kedua fihak, selalu harus ada fihak ke tiga yang dimintai pertimbangan agar dapat dipertimbangkan siapa salah siapa benar. Kalau tidak, bagaimana kedua fihak yang bertentangan itu akan dapat menyelesaikan urusan secara musyawarah?" Kemudian dia menoleh lagi kepada kakek bongkok di atas dahan itu sambil berkata, "Mohon petunjuk Locianpwe." Kakek bongkok itu tertawa lagi. "Bocah, kau awas dan berbakat sekali! Di dunia ini mana ada baik dan buruk? Mana ada salah dan benar? Yang ada hanyalah pandangan manusia, disesuaikan dengan selera masing-masing, disesuaikan dan didasari oleh nafsu mementingkan diri sendiri masing-masing! Mana ada manusia baik atau manusia jahat? Manusia ya manusia, tidak baik tidak jahat. Baik atau buruknya tergantung dari pendapat masing-masing, pendapat yang diuntungkan atau dirugikan. Pendapat manusia didasari sifat mementingkan diri pribadi. Contohnya? Biar orang sedunia menganggap seseorang itu baik, kalau orang itu merugika dirinya, dia tentu menganggapnya jahat! Sebaliknya, biar orang sedunia menganggap seseorang jahat, kalau orang itu menguntungkan dirinya, dia tentu akan menganggapnya baik! Demikian pula perbuatan. Perbuatan ya perbuatan. Salah atau benarnya, baik atau buruknya, selalu diciptakan manusia yang terkena akibat perbuatan itu. Kalau menguntungkan, dianggapnya benar, kalau merugikan, salahlah perbuatan itu! Buktinya sekarang ini. Perbuatan bocah ini merugikan fihak Tiat-ciang-pang, tentu saja oleh fihak Tiat-ciang-pang dianggap salah dan jahat! Padahal, bagaimanakah sifat perbuatan itu sesungguhnya? Tanyakan kepada pihak murid-murid Hoa-san-pai yang oleh perbuatan bocah ini diuntungkan terhindar dari kekalahan, tentu saja perbuatan ini dianggapnya benar dan baik! Mana yang benar? Baik atau jahat? Salah atau benar? Ya sama saja! Ha-ha-ha-ha-ha-ha!" Wakil ketua Tiat-ciang-pang dan anak buahnya menjadi marah dan mendongkol. Akan tetapi diam-diam Keng Hong terkejut dan kagum. Kata-kata yang kedengarannya tidak karuan artinya itu sekaligus mencakup segala rahasia pertentangan dan keributan yang selalu timbul tiada henti-hentinya di atas bumi di antara manusia! Rahasia daripada timbulnya segala bentuk pertentangan telah tercakup dalam kata-kata kakek bongkok itu, ialah bahwa semua pertentangan timbul karena manusia memperebutkan "kebenaran" yang sesungguhnya selalu didasari oleh sifat mementingkan diri pribadi. "Maafkan saya, Locianpwe yang bijaksana. Kalau kebenaran dan kebaikan sepalsu yang Locianpwe katakan, bagaimanakah sesungguhnya yang aseli?" "Heh-heh-heh, tidak ada yang aseli tidak ada yang palsu! Yang benar dan baik bagi diri sendiri bukanlah kebenaran, yang benar dan baik bagi orang lain tanpa dipaksakan dalam pengakuannya barulah mendekati kebenaran!" "Ah, amat dalam dan sukar dimengerti wejangan Locianpwe. Mohon petunjuk bagaimana saya harus menghadapi kemarahan Tiat-ciang-pang?" "Ha-ha-ha, sikap terbaik adalah seperti air! Kebijaksanan tertinggi seperti air, tidak memaksa tidak mendesak, sepenuhnya mematuhi kekuasaan yang ada.........!" Jantung Keng Hong berdebar. Dia sudah banyak membaca kitab-kitab kuno, sudah banyak menghafal ayat-ayat dalam kitab-kitab suci, maka dia tentu saja dapat menangkap inti sari ucapan kakek ini, ialah bahwa dia harus bersikap wajar, tidak dibuat-buat, seperti gerakan air yang wajar mengalir ke bawah. Akan tetapi bukan maknanya yang mendebarkan jantungnya, melainkan disebutnya kalimat itu. Kebijaksanaan tertinggi seperti air! Bukankah itu merupakan kalimat pertama daripada huruf-huruf yang terukir di pedang Siang-bhok-kiam? Hanya kebetulan saja, ataukah mungkin sekali kakek bongkok ini dapat memecahkan rahasia huruf-huruf di pedang itu? "He, orang tua yang lancang mulut! Jangan mencampuri urusan kami!" bentak Lai Ban yang menjadi marah karena pemuda itu mengobrol dengan si kakek bongkok demikian asiknya seolah-olah puluhan orang Tiat-ciang-pang itu dianggap seperti segerombolan pohon saja! Karena kakek itu tidak menjawab dan hanya tersenyum-senyum sambil tetap duduk di atas dahan pohon dengan kedua kaki bergantungan, Keng Hong menoleh kepada Lai Ban dan berkata dingin. "Lai-pangcu, salah-menyalahkan dalam urusan ini memang tidak ada habisnya dan tidak akan dapat membereskan persoalan. Aku tidak memusuhi Tiat-ciang-pang, dan aku tiak merasa bersalah dalam peristiwa antara anak murid Tiat-ciang-pang dengan anak murid Hoa-san-pai, dan karena tidak merasa bersalah, aku tidak mau kalau diharuskan menghadap ketua Tiat-ciang-pang untuk menerima hukuman. Jika Ji-pangcu henadk menggunakan paksaan dan kekerasan, silahkan." Sekali ini ketua dua Tiat-ciang-pang itu benar-benar hilang sabar dan menjadi marah sekali. "Orang muda! Engkau benar-benar tidak tahu tingginya langit dalamnya lautan! Boleh jadi engkau lihai, akan tetapi engkau masih seorang muda remaja, masih seorang bocah! Sebetulnya aku merasa sungkan untuk turun tangan menandingi seorang yang sepantasnya menjadi cucu muridku kalau melihat usianya......" Episode 94 "Ha-ha-ha! Pintar dan bodoh tidak mengenal tua atau muda. Yang makin tua makin tolol amat banyak, yang muda-muda sudah pintar seperti orang muda ini pun tidak jarang! Siapa sih orangnya yang tahu akan tingginya langit dan dalamnya lautan? Heh-heh-heh!" Kakek bongkok itu tertawa-tawa lagi sambil memberi komentar, seolah-olah dia sedang menonton pertunjukan yang lucu. Kim-to Lai Ban menjadi makin marah. "Eh, kakek tua yang lancang mulut! Pergilah engkau dari sini, jangan mencampuri urusan orang lain! Kalau tidak, akan kuseret turun engkau!" "Wah-wah-wah, ini aturan mana, ya? Sebelum kalian datang aku sedang enak-enakan tidur di pohon ini. Kalian datang membikin ribut sampai aku terkejut dan terjaga dari tidurku. Menurut patut, aku yang menegur kalian. Kalau kalian mengenal malu, pergilah dari sini dan carilah tempat lain untuk main ribut-ribut agar tidak mengganggu orang!" Kim-to Lai Ban membentak kepada dua orang sutenya, "Seret dia turun dan tendang dia jauh-jauh dari sini!" Dua orang sutenya itu adalah orang-orang yang sudah memiliki kepandaian tinggi. Di dalam perguruan Tiat-ciang-pang, terdapat sebuah ilmu yang dipakai ukuran tinggi murid-muridnya, yaitu ilmu Tiat-ciang-kang (Tangan Besi). Kedua tangan atau sebelah tangan saja, digembleng dan dilatih sedemikian rupa sehingga tangan itu menjadi kuat dan kebal seperti besi. Makin hebat latihannya, makin kuat tenaga sinkang si murid, makin kebal dan kuat tangan besinya. Kekuatan tangan besi inilah yang dijadikan ukuran tingkat. Tingkat pertama tentu saja diduduki oleh ketuanya yang bernama Ouw Beng Kok, adapun tingkat kedua diduduki oleh Kiam-to Lai Ban. Kini, kedua orang sute yang menghampiri pohon di mana duduk kakek bongkok dan yang menerima tugas untuk menyeret turun kakek itu, adalah orang-orang tinggi besar dan kuat sekali, apalagi karena mereka telah menduduki tingkat ke empat di Tiat-ciang-pang yang menandakan bahwa ilmu "tangan besi" mereka sudah amat hebat. "Orang tua bongkok, engkau sudah mendengar permintaan Ji-pangcu kami, harap lekas turun dan pergi karena kami merasa tidak enak sekali kalau harus menggunakan kekerasan terhadap orang kakek tua seperti engkau," kata seorang di antara dua murid Tiat-ciang-pang tingkat empat itu. "Heh-heh-heh, apakah sih artinya kekerasan? Kalian hendak menggunakan kekerasan seperti apa? Aku sejak tadi duduk di sini dan hanya tertawa bicara, hanya menggunakan kelemasan, duduk mengandalkan kelemasan kaki, bicara mengandalkan kelemasan lidah, akan tetapi kalian ini agaknya suka sekali akan barang yang serba keras. Agaknya, lebih baik lagi kalau Tiat-ciang (Tangan Besi) ditambah dengan Tiat-sim (Hati Besi)!" "Kekerasan seperti inilah!" Seorang di antara mereka tiba-tiba menghantamkan tangan kanan dengan jari-jari terbuka ke arah bantang pohon itu. "Kraaakkkkk.......!" Hebat bukan main hantaman tangan yang penuh dengan hawa Tiat-ciang-kang itu. Batang pohon yang besarnya sepelukan orang itu, sekali kena dihantam tangan besi itu, menjadi patah dan tumbang! Tentu saja tubuh kakek bongkok yang duduk di dahan pohon itu ikut pula terbawa roboh ke bawah! Akan tetapi, ketika dua orang tokoh Tiat-ciang-pang itu siap hendak menubruk dan menyeret kakek cerewet itu pergi, tiba-tiba hanya tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu kakek bongkok itu sudah berjongkok lagi di atas dahan pohon lain sambil terkekeh-kekeh. "Heh-heh-heh, itukah yang kalian sebut kekerasan? Bagiku, lebih tepat disebut pengrusakan! Pengrusakan ciptaan alam, sungguh besar dosanya!" Karena merasa bahwa mereka diejek dan ditertawakan dua orang tokoh Tiat-ciang-pang itu menjadi makin marah. Mereka berlari menghampiri pohon besar di mana kakek itu kini berjongkok di atas dahan, lalu mereka berdua secara berbareng memukul batang pohon yang amat besar itu. Kembali terdengar suara yang lebih keras daripada tadi dan batang pohon itu tumbang, membawa dahan-dahan dan daun-daun berikut tubuh si kakek bongkok. Seperti tadi pula, bagaikan seekor burung saja, kakek itu telah meloncat seperti terbang melayang dan "hinggap" di atas pohon lain. Cara dia bergerak meloncat benar-benar amat mengagumkan, selain cepat dan ringan, juga aneh gerakannya karena dalam meloncat, kakek ini mengembangkan dan menggerak-geraka kedua lengan seperti sayap burung! Dua orang tokoh Tiat-ciang-pang makin penasaran sehingga mereka terus mengejar dan memukul tumbang semua pohon yang dijadikan tempat "mengungsi" kakek itu sehingga dalam waktu tak berapa lama, belasan batang pohon telah tumbang! "Wah-wah-wah, kalian berdua ini dapat menjadi tukang-tukang penebang pohon yang amat baik dan menguntungkan sekali, heh-heh-heh!" Kakek bongkok itu tertawa-tawa. "Sute, tahan......!" Tiba-tiba Kim-to Lai Ban berseru. Kedua orang sutenya itu lalu mundur, akan tetapi muka mereka merah dan mata mereka melotot ke arah kakek bongkok yang kini masih duduk ongkang-ongkang di atas dahan sebuah pohon lain, agak jauh dari situ karena pohon-pohon yang berdekatan telah tumbang semua. "Asal kakek itu tidak mencampuri urusan secara langsung, biarkan dia menggoyang lidahnya, setidaknya dia sudah tahu bahwa Tiat-ciang-pang tak boleh dibuat bermain-main." Kemudian Lai Ban menghadapi Keng Hong dan berkata, "Orang muda, engkau sudah melihat sendiri kehebatan pukulan Tiat-ciang-kang dari kedua suteku. Aku tidak ingin menggunakan kekerasan terhadapmu. Kalau kau menyerahkan diri tanpa perlawanan, kami pun akan membawamu ke hadapan pangcu tanpa kekerasan." Episode 95 Semenjak tadi, Keng Hong memandang kakek bongkok dengan penuh perhatian. Dia dapat menduga bahwa kakek itu bukan sembarang orang, akan tetapi yang paling menarik hatinya adalah bunyi kalimat yang merupakan kalimat yang terukir di pedang Siang-bhok-kiam. Ingin dia bertanya tentang kalimat itu kepada si kakek bongkok, akan tetapi dia masih menghadapi urusan dengan orang-orang Tiat-ciang-pang ini, maka dia harus dapat membereskan urusan ini lebih dulu. Tadi dia melihat kehebatan pukulan dua orang tokoh Tiat-ciang-pang itu dan dia maklum bahwa orang-orang ini benar-benar amat lihai dan memiliki pukulan maut yang amat kuat. Dalam hal ilmu silat, tentu saja dia masih kalah jauh, akan tetapi dalam hal sinkang, mereka itu tidak ada artinya baginya. Juga dia memiliki kecepatan gerakan yang jauh melampaui mereka. "Lai-pangcu, kedua orang sutemu telah mendemonstrasikan kelihaian dan hal ini hendak kaupergunakan untuk menundukanku, apa bedanya itu dengan kekerasan? Tidak, Pangcu, karena aku tidak merasa bersalah, aku tetap tidak mau kau bawa pergi menghadap ketua kalian di Tiat-ciang-pang." "Bocah, kau benar-benar keras kepala!" teriak seorang di antara dua orang sute Lai Ban yang tadi mengejar-ngejar si kakek bongkok. Mereka masih terlalu pensaran dan marah karena merasa dipermainkan si bongkok, kini mereka seolah-olah hendak menimpakan kemarahan mereka kepada Keng Hong. "Ji-suheng, serahkan saja bocah ini kepada kami, tidak perlu kiranya Ji-suheng turun tangan sendiri!"

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger