naruto

naruto

Jumat, 30 November 2012

harum 346--350

Episode 346 "Auhhh...!" Gadis itu menjerit perlahan, daging dan kulit punggungnya terasa nyeri. Ia cepat menggulingkan tubuhnya, berusaha melepaskan gigitan namun tidak berhasil. Anjing itu seperti seekor lintah besar yang terus menempel di belakang tubuhnya. Hun Bwee hampir tidak kuat menahan rasa nyeri, pedangnya masih tertinggal di dada anjing ke dua yang berkelojotan, maka ia lalu mengerahkan seluruh tenaganya, menagkap kaki belakang anjing dari belakang pinggungnya, membawa bagian belakang anjing itu ke depan, kemudian sambil mengerahkan tenaga dan menahan rasa nyeri ia menusukkan jari-jari tangan kananya ke dalam perut anjing. “Crottt!" Lima buah jari tangan kanannya amblas memasuki perut anjing. Ia mencengkeram dan meremas isi perut anjing, menariknya keluar. Anjing itu mengeluarkan suara aneh, gigitannya terlepas dan terjatuh ke atas tanah, berkelojotan. Hun Bwee terhuyung menghampiri anjing yang "merampas" pedangnya, mencabut pedang itu. Tubuhnya terasa sakit-sakit, terutama sekali pundak kirinya yang tentu saja makin parah kaena dipakai bergumul tadi, dan punggungnya yang terasa perih dan panas. Kulit punggungnya yang halus putih itu robek dan darah banyak keluar. Suara perkelahiannya melawan empat ekor anjing tadi agaknya menarik perhatian para penjaga. Dari balik semak-semak Hun Bwee melihat bahwa para penjaga siap dengan senjata di tangan, menjaga pintu gerbang. Sekarang, pikirnya, atau terlambat! Kenekatan ini timbul dari harapan untuk dapat keluar agar dia dapat berdaya upaya menolong empat orang yang tertawan. Dengan lengking menyeramkan, gadis yang sudah koyak-koyak pakaiannya dan terkoyak kulit punggungnya itu lalu meloncat dan lari ke arah pintu gerbang. Para penjaga sudah siap dan begitu melihat munculnya gadis ini yang mereka anggap kumat gilanya, mereka segera menerjang maju. Hujan tombak dan golok melayang ke arah tubuh Hun Bwee, namun gadis ini sudah memutar pedangnya. Gulungan sinar hitam membentuk lingkaran dan terdengar suara nyaring ketika tombak-tombak dan golok-golok itu patah dan terlepas beterbangan ke kanan kiri, disusul jerit kesakitan ketika lima orang pengeroyok roboh terkena sambaran Hek-sin-kiam! Menyaksikan keganasan Hun Bwee, para pengerotok lainnya menjadi gentar. Kesempatan itu dipergunakan oleh Hun Bwee untuk mengeluarkan suara melengking, setengah tertawa setengah menangis yang membuat bulu tengkuk para pengeroyok berdiri, kemudian tahu-tahu gadis itu sudah meloncat ke dekat pintu gerbang! "Tangkap! Bunuh...!" Teriakan-teriakan itu lebih gencar daripada datangnya pengeroyokan karena para penjaga benar-benar merasa ngeri dan jerih. Kembali di depan pintu gerbang, Hun Bwee di keroyok oleh belasan orang penjaga. Para penjaga itu rata-rata memiliki kepandaian ilmu silat, namun mereka bukanlah lawan berat bagi Hun Bwee. Biarpun gadis ini sudah terluka parah dan telah kehilangan setengah bagian kecepatannya, namun gerakannya masih terlalu hebat bagi para pengeroyok itu sehingga setelah bertanding hebat selama beberapa menit, kembali ada enam orang pengeroyok roboh binasa. Orang terakhir yang roboh adalah penjaga palang pintu gerbang. Hun Bwee cepat menggigit pedangnya yang berlumuran darah, karena kini tangan kirinya sama sekali tidak dapat ia pergunakan dan sudah lumpuh, kemudian dengan tangan kanannya, sekali renggut palang pintu dari besi itu terlepas dan sekali tendang, daun pintu terkuak lebar. Dua orang penjaga mempergunakan kesempatan selagi gadis itu menggigit pedang dan menggunakan tangan merenggut palang pintu, menyerang dari belakang dengan bacokan golok mereka. Hun Bwee mendengar datangnya sambaran dua batang golok. Cepat ia mengelak dengan menarik tubuh ke belakang. Dua batang golok menghantam daun pintu. "Keng Hong, berkali-kali kau menyakitkan hatiku, akan tetapi aku selalu mengampunimu. Bahkan yang terakhir kali engkau menipuku dengan bujuk rayumu, hampir kau berhasil. Menurut patut, engkau kubunuh sekarang juga, atau lebih tepat kalau kau kusiksa sebelum kubunuh. Akan tetapi... ahhhhh... Cui Im menundukkan mukanya, menarik napas panjang penuh penyesalan. Keng Hong yang masih terbelenggu pada tiang besi di dalam kamar tahanan, memandang tajam dan dapat menduga bahwa sekali ini, gadis itu tidak berpura-pura, melainkan benar-benar menyesal sekali. "Kenapa, Cui Im? Lanjutkanlah," katanya, perlahan dan dengan suara dingin, menunjukkan bahwa hatinya telah tertutup sama sekali terhadap wanita ini. Memang dia beberapa kali berlaku tidak sedap terhadap Cui Im, akan tetapi bukankah wanita ini yang lebih dahulu melakukan hal-hal yang mencelakakan Biauw Eng gadis yang dicintanya? Cui Im mengangkat muka memandang Keng Hong dan pemuda ini terkejut melihat beberapa tetes air ata membasahi sepasang pipi wanita itu. Cui Im menangis! Air mata buayakah ini? Bukan, gadis itu benar-benar merasa berduka dan kecewa sekali. "Keng Hong, apakah artinya hidup bagi seseorang tanpa cinta? Cinta yang murni maksudku, cinta yang timbul dari lubuk hati, cinta yang sudah ada tanpa dibuat-buat, yang menguasai seluruh jiwa, yang sudah ada seperti adanya napas dan denyut darah dalam tubuh..Aku cinta padamu, Keng Hong. Bukan! Bukan cintaku terhadap setiap pria tampan yang hanya merupakan dorongan nafsu berahi. Aku cinta padamu dari lubuk hatiku! Aku bersedia melakukan apa saja, bersedia bahkan mengubah seluruh jalan hidupku asal saja aku bisa mendapatkan cintamu, asal saja aku bisa menjadi isterimu!" Keng Hong memandang dengan sinar mata kasihan, akan tetapi hanya sebentar karena dia teringat akan kekejaman hati yang sudah menjadi watak wanita ini, maka mulutnya segera tersenyum mengejek untuk menyakitkan hati Cui Im. "Cui Im, engkau tahu betapa hal itu tidak mungkin terjadi seperti juga aku telah tahu benar betapa palsu hatimu, betapa cintamu itu hanya kembang bibir saja karena sebenarnya tidak ada cinta di hatimu, yang ada hanya dengki, iri dan benci. Di balik cintamu itu tersembunyi benci yang sedalam lautan!" Cui Im mengejek. "Demikianlah cinta, Keng Hong. Cinta yang tidak mendapat tanggapan, uluran tangan cinta yang tidak disambut jabatan, akan berubah menjadi benci yang mendalam. Aku cinta padamu, aku rela mengorbankan apa pun juga untuk merebut kasih hatimu, akan tetapi kalau tidak berhasil, kalau engkau menolak, aku membenci kepadamu, sebenci-benciku!" Keng Hong tersenyum mengejek sungguhpun di dalam hatinya dia merasakan penderitaan batin wanita ini. Ia mau percaya penuh keyakinan bahwa wanita ini benar-benar mencintanya. Ia pun mau percaya bahwa semua perbuatan Cui Im yang amat keji terhadap Biauw Eng sesungguhnya adalah karena cinta kasih itulah. Karena tidak ingin melihat Keng Hong direbut lain wanita. Akan tetapi dia sendiri, tidak pernah ada perasaan cinta kepada Cui Im. "Aku tetap tidak percaya, Cui Im. Engkau berhati palsu, dan perasaan cinta kasih terlalu murni, terlalu bersih bagi hati yang kotor dari seorang seperti engkau ini. Apa pun yang kaulakukan, kuanggap akan mencelakakan diriku. Kiraku, kebencianmu tidak akan melebihi sakitnya hatiku terhadap dirimu, Cui Im." Episode 347 Cui Im memandang dan kini kedukaan lenyap dari mukanya, terganti sinar mata menertawakan dan mengejek, "Karena perbuatanku terhadap Biauw Eng?" *** "Terutama karena itu, akan tetapi lebih daripada semuanya karena perbuatanmu menyesatkan aku di malam pertama itu. Engkau telah menyeretku ke dalam cengkeraman nafsu berahi, membangkitkan sifat binatang dalam diriku. Sungguh aku amat menyesal karena perbuatanmu itu, Cui Im. Cinta berahi yang bangkit antara dua orang yang saling mengasihi, dalam pertemuan yang murni dan tidak melanggar hukum, tidak dibayangi perasaan dosa karena pelanggaran hukum susila, cinta berahi yang wajar sebagai kembang daripada cinta kasih daripada pria dan wanita, akan berkembang dengan subur dan murni, suci sehingga menjadi landasan penciptaan manusia baru. Akan tetapi, di dalam tanganmu, cinta berahi hanyalah merupakan pemuasan nafsu binatang yang haus akan kenikmatan kotor. Kotor sekali cintamu, Cui Im. Kotor..." "Diam!" Cui Im membentak dan sudah melangkah maju, tangannya diangkat untuk memukul. Akan tetapi melihat wajah Keng Hong yang tersenyum memandangnya tanpa berkedip, tangannya turun kembali dan ia menjatuhkan diri duduk di atas dipan sambil terisak. "Kelemahanku... selalu tidak tega kalau hendak membunuhmu..." Cui Im menunduk, kelihatan berduka sekali, akan tetapi ia lalu mengangkat muka, memandang dengan sinar mata penuh penyesalan dan kemarahan. "Keng Hong, aku tidak dapat merenggut cintamu, akan tetapi sewaktu-waktu dapat merenggut nyawamu dan nyawa Biauw Eng! Biarlah, aku akan mengalah, akan membiarkan engkau dan Biauw Eng bebas agar kalian dapat menikmati cinta kasih kalian. Akan tetapi, kau berikan Ilmu Thi-khi-I-beng kepadaku." Keng Hong menggeleng kepalanya. "Memberikan ilmu dahsyat kepada seorang seperti engkau merupakan dosa besar, Cui Im, sama dosanya dengan memberikan sayap kepada ular berbisa yang berbahaya. Daripada hidup bergelimang dosa terhadap manusia dan dunia, lebih baik mati sebagai seorang gagah." Biarpun mulutnya berkata demikian, namun seluruh urat di tubuh Keng Hong menegang dan siap untuk membela diri, seperti tadi ketika Cui Im hendak memukulnya. "Keparat! Kau kira aku tidak kuat memaksa diri menyiksamu?" Cui Im bangkit berdiri, matanya memancarkan api kemarahan. "Sesukamulah!" Cui Im bertepuk tangan tiga kali dan muncullah Thian-te Siang-to, dua orang murid Pat-jiu Sian-ong yang malam itu ditugaskan menjaga pintu tahanan. "Bawa Biauw Eng ke sini!" Dua orang kakek itu mengangguk sambil melempar kerling dan senyum mengejek ke arah Keng Hong, kemudian mereka berdua pergi. Diam-diam Keng Hong berdebar hatinya penuh ketegangan dan kegelisahan, namun mukanya tidak memperlihatkan sesuatu, tetap tenang seolah-olah dia tidak mengacuhkan sama sekali apa yang dilakukan oleh Cui Im. Tak lama kemudian, dua orang itu menyeret tubuh Biauw Eng yang juga terbelenggu kaki tangannya memasuki kamar tahanan Keng Hong. Atas perintah Cui Im, tubuh Biauw Eng dilempar secara kasar oleh dua orang kakek itu ke atas pembaringan yang tadi diduduki Cui Im. Wajah Biauw Eng agak pucat dan kurus, rambutnya awut-awutan namun dalam pandangan Keng hong, gadis itu tampak makin cantik sehingga matanya melembut dan mesra ditujukan kepada Biauw Eng. Namun Biauw Eng tetap tenang, sinar matanya memandang wajah bekas sucinya dengan penuh tantangan. "Cui Im, wanita yang kehilangan pegangan, apa pula yang hendak kaulakukan sekarang?" Tanyanya, dan ia mengerling ke arah Keng Hong, kemudian tersenyum melihat sinar mata mesra dari pemuda itu. Biarpun hanya sejenak, namun pertemuan pandang mata penuh cinta kasih dari kedua orang itu telah membakar hati Cui Im, seperti minyak disiramkan kepada api kebencian yang membakar hati. "Keng Hong, kau lihat baik-baik! Biauw Eng juga tidak berdaya dan berada dalam cengkeraman tanganku. Kalau aku membunuhnya di depanmu, menyiksanya, apakah engkau masih hendak bersikap kukuh tidak pernah memberikan ilmu itu kepadaku?" "Keng Hong, apakah engkau mendengar apa yang diocehkan oleh perempuan ini?" "Biarlah, Biauw Eng. Biarlah dia mengoceh, karena aku tetap tidak akan memberikan apa yang dimintanya. Dia terlalu banyak dari kita, telah melakukan perbuatan-perbuatan keji dengan maksud menghancurkan kebahagiaan kita. Akan tetapi, kalau engkau menghendaki aku memberikan ilmu kepadanya, Biauw Eng, aku akan mentaati kehendakmu. Bukan karena takut aku disiksa atau takut engkau dibunuh, orang-orang seperti kita tidak akan gentar menghadapi kita tidak akan gentar menghadapi maut, melainkan karena aku yang sudah banyak membuat kesalahan, kini akan mentaati semua yang kau kehendaki." Biauw Eng mengerutkan keningnya. Memang hatinya masih sakit kalau dia mengenang sikap Keng Hong kepadanya, sikap yang amat menyakitkan hati setelah ia melakukan semua pengorbanan demi cintanya terhadap pemuda itu, setelah ia menderita bertahun-tahun demi cinta kasihnya. "Bhe Cui Im, ceritakanlah kepadaku apa yang telah kau lakukan selama ini dan setelah mendengar ceritau, baru aku akan mengambil keputusan tentang permintaanmu kepada Keng Hong. Engkau tentu menghendaki ilmu yang diperebutkan orang, Ilmu Thi-khi-I-beng itu, bukan?" Cui Im tertawa mengejek. "Hemmm, kuceritakan atau tidak, apa artinya bagi kalian? Dan biarlah, untuk bekal ke akhirat engkau mendengar pengakuanku, Biauw Eng." Cui Im yang cerdik segera dapat menangkap sikap bekas sumoinya yang agaknya masih mendendam kepada Keng Hong sebagai akibat pemalsuan-pemalsuannya dahulu. Kalau sekarang dia ceritakan, tentu akan sadar bekas sumoinya betapa pemuda itu amat mencintanya dan mungkin hati Biauw Eng tidak rela kalau melihat Keng Hong mati, dan mungkin akan membujuk permuda itu menyerahkan ilmu yang amat diinginkan. Kalau dia sudah mendapatkan ilmu itu, tentu dia akan mampu mengalahkan Keng Hong dibantu kawan-kawannya dan untuk membunuh mereka berdua ini kelak, masih banyak waktu! Sebelum bicara, ia menghela napas panjang. "Semua itu kulakukan demi cintaku kepada Keng Hong. Engkau tentu sudah dapat menduga apa yang telah terjadi sebelum engkau menemukan aku dan Keng Hong untuk pertama kali dahulu. Antara dia dan aku telah terjalin cinta kasih... “ Episode 348 "Bukan cinta kasih, Cui Im. Ingatlah akan rayuanmu dan akan arak beracunmu, bukan cinta kasih, melainkan nafsu iblis yang kau pergunakan untuk menyeretku!" Cui Im memandang kepada Keng Hong dengan senyum mengejek, lalu melanjutkan. "Katakan apa sukamu, Keng Hong, akan tetapi bagiku, semenjak saat itu aku telah jatuh cinta kepadamu. Demikianlah, Biauw Eng. Aku telah jatuh cinta kepada Cia Keng Hong sebelum kau menjumpainya, maka salahkah aku kalau aku menjadi iri hati dan cemburu melihat engkau mencintanya, bahkan mengaku cintamu di depan mendiang ibumu. Saat itulah timbul kebencianku kepadamu, menghapus semua pertalian persaudaraan dan aku bertekad untuk mempertahankan Keng Hong dari wanita yang manapun juga, termasuk engkau!" Biauw Eng mendengarkan dengan sinar mata tajam dan penuh perhatian, sedikit pun tidak memperlihatkan peerasaan hatinya pada wajahnya. Bahkan wajahnya yang cantik itu masih tenang dan tidak memperlihatkan perasaan apa-apa ketika dengan panjang lebar Cui Im menceritakan betapa dia mencuri senjata-senjata rahasia sumoinya dan menyamar sebagai sumoinya untuk menjelekkan nama suoinya itu agar selain sumoinya dimusuhi orang-orang kang-ouw, juga menimbulkan kebencian di hati Keng Hong. "Dengan perbuatan itu, sekali pukul aku mendapatkan tiga keuntungan. Pertama, aku bisa memburukkan namamu di mata dunia kang-ouw sebagai pembalasanku karena engkau telah merampas cinta kasih Keng Hong dariku, Ke dua aku dapat membangkitkan kebencian di hati Keng hong terhadap dirimu dan ke tiga aku dapat membunuh setiap wanita yang berani mendekati Keng Hong !" Mendengar pengakuan-pengkuan ini,biarpun wajahnya tetap tenang, namun dua titik air mata membasahi bulu mata Biauw Eng, dan ketika ia mengerling kepada Keng Hong, pandang matanya mengandung rasa kasihan dan kemesraan. Kini terbukalah semua rahasia, sejelas-jelasnya tampak oleh Biauw Eng mengapa sikap Keng Hong dahulu amat menyakitkan hatinya. Kiranya malah Keng Hong yang tentu akan sakit hatinya menyaksikan semua perbuatan keji yang disangka dia yang melakukannya. "Biauw Eng, maukah sekarang engkau mengampuni aku?" Keng Hong bertanya lirih ketika Cui Im menghentikan ceritanya. Biauw Eng menatap wajah pemuda itu sampai lama, tak mampu menjawab, hanya mengagguk, kemudian setelah menekan perasaan harunya, baru ia dapat berkata perlahan, "Bukan engkau yang harus minta maaf, melainkan aku, harap kau suka maafkan..." Dua orang muda itu saling berteu pandang, penuh keharuan dan kemesraan dan hal ini membakar hati Cui Im. Namun, gadis yang cerdik ini bersabar dan mengingat akan kebutuhannya ia lalu berkata, "Biauw Eng, setelah engkau mendengar semua, kini tentu engkau yakin bahwa apa pun yang telah dilakukannya, Keng Hong hanya mencinta engkau seorang. Dan engkau pun telah yakin akan cinta kasihmu kepada Biauw Eng, Keng Hong. Karena itu, demi cinta kasih kalian, mengapa engkau tidak mau mengorbankan ilmu begitu saja agar kalian dapat bebas dan melupakan pertalian cinta kasih kalian?" "Tidak! Keng Hong, jangan mendengarkan dia! Aku mencintamu dengan seluruh jiwa ragaku, karena itu, aku tetap ingin melihat engkau sebagai seorang gagah yang patut kubela sampai mati! Kalau engkau menyerah kepada iblis betina ini, berarti engkau menodai cinta kasih antara kita!" *** Mendengar ucapan yang bersemangat, Keng Hong tertawa dan menoleh kepada Cui Im, lalu berkata penuh ejekan, "Kau dengar sendiri, Cui Im! Kekasihku, pujaan hatiku Sie Biauw Eng adalah puteri dari mendiang suhu Sin-jiu Kiam-ong Sie Cun Hong yang mewarisi watak gagah perkasa ayahnya, tidak seperti engkau yang rendah budi! Kalau engkau mau membunuh aku dan Biauw Eng, silakan. Dalam kematian pun kami berdua akan masih mencinta! Tidak ada kekuasaan di dunia dan akhirat yang akan dapat memisahkan cinta kasih kami!" Pucat wajah Cui Im mendengar ini. Celaka, pikirnya. Dia sudah mengorbankan perasaan, sudah mengobati kepedihan hati Biauw Eng dengan pengakuannya, dengan harapan agar Biauw Eng suka membujuk Keng Hong menyerahkan ilmu itu demi kebahagian dan kehidupan mereka. Siapa kira, dua orang itu demikian keras kepala! Ia mengepal kedua tangannya, ingin sekali pukul membunuh dan orang yang kini makin dibencinya itu. Akan tetapi wajahnya yang pucat itu menyeringai dan dalam keadaan seperti itu, kecantikannya berubah menjadi serem menakutkan, seperti wajah iblis betina yang haus darah. "Keng Hong dan Biauw Eng! Aku masih bersabar terhadap Keng Hong mengingat akan hubungan cinta kasihnya denganku dahulu, dan aku bersedia memaafkan Biauw Eng karena mengingat akan hubungan persaudarann. Akan tetapi kesabaran ada batasnya! Kalau engkau suka menurunkan ilmu itu kepadaku Keng Hong, bukan hanya engkau dan Biauw Eng yang akan bebas, melainkan juga Gui Yan Cu dan Yap Cong San. Akan tetapi kalau engkau menolak, berarti bukan hanya kalian berdua yang akan mati tersiksa, juga kedua orang muda itu!" "Ha-ha-ha! Mereka berdua pun adalah dua orang gagah perkasa yang mengangap kematian seperti pulang ke kampung halaman!" Keng Hong menantang, Dan sesungghunya pemuda ini bukan hanya omong kosong atau bicara besar, karena dia sudah memperhitungkan bahwa Cui Im tidak akan mudah begitu saja menyerah sebelum kehendaknya dipenuhi maka tidak akan membunuh mereka secara tergesa-gesa, sedangkan sebaliknya, sekali kehendaknya tercapai, tentu Cui Im akan membunuh mereka tanpa di tunda-tunda lagi. Selain ini, dia pun sudah bersiap sedia untuk turun tangan apabila keadaan sudah mendesak dan tidak ada jalan lagi untuk mengatasinya. Akan tetapi tiba-tiba Cui Im tertawa, suara ketawanya bergelak menyeramkan seperti suara kuntianak menangis karena kehausan darah. "Mereka kini hampir mati, dan engkau masih bicara tentang kegagahan mereka? Aku telah menyerahkan gadis ayu yang menjadi sumoimu itu kepada Thai-lek Sin-mo. Hi-hi-hik,. Engkau tentu tahu siapa Thai-lek sin-mo Cou Seng, si raksasa yang tubuhnya seperti gajah! Hi-hi-hik, kalau tidak ada urusan dengan kalian di sini, ingin sekali aku menyaksikan betapa Yan Cu menggeliat-geliat digagahi oleh raksasa itu. Mungkin saat ini sedang merintih-rintih atau mungkin juga mampu. Gadis mana yang akan dapat bertahan terhadap Thai-lek Sin-mo? Sayang, aku masih banyak urusan, terutama sekali denganmu, Biauw Eng. Engkau keras kepala, sepatutnya dihukum seperti yang diderita Yan Cu. Akan tetapi Yan Cu masih untung setidaknya menerima penghinaan dari seorang di antara Iblis-iblis Tembok Besar. Adapun engkau, engkau akan kuberikan kepada dua orang raksasa kasar yang lebih rendah derajatnya daripada dua ekor. Di sini! Di kamar ini dan engkau akan menjadi saksinya, Keng Hong! Engkau dan aku, hi-hi-hik! Kira berdua akan menikmati pemandangan yang amat mesra! Hi-hi-hik!" Episode 349 Biauw Eng dan Keng Hong terkejut bukan main, bukan mengkhawatirkan nasib mereka sendiri, melainkan mengkhawatirkan nasib dua orang teman mereka, Yan Cu dan Cong San. Mereka saling pandang dan menduga-duga, apa gerangan yang terjadi dengan mereka itu? Malapetaka apakah yang menimpa mereka? Cui Im memang tidak membohong ketika menceritakan tentang Yan Cu. Memang ada saja akal yang aneh-aneh dan keji-keji dalam benak iblis betina ini untuk menyiksa musuh-musuhnya. Menyaksikan sikap mesra Yan Cu terhadap Keng hong, biarpun dia tahu bahwa Yan Cu adalah sumoi dari Keng Hong, namun tak dapat ia tahan rasa cemburu yang timbul di hatinya. Yan Cu demikian muda dan demikian cantik jelita, rasa cemburu bercampur dengan rasa iri yang menimbulkan kebencian hebat. Oleh karena Yan Cu tidak ada gunanya baginya, maka gadis itu harus dibunuh, akan tetapi selain untuk menyiksanya, juga dia hendak mempergunakan kesempatan itu untuk menyenangkan hati Thai-lek Sin-mo Cou Seng yang haus wanita pula. Hal ini mudah saja ia tangkap dari pandang mata Cou Seng yang ditujukan kepadanya. Karena dia sendiri enggan melayani raksasa gendut itu, biarlah raksasa itu memuaskan nafsunya kepada Yan Cu. Dan untuk menyiksa Cong San, di samping membangkitkan gairahnya agar kelak mudah dia merayu pemuda tampan yang menarik hatinya itu, dia mengatur agar Cong San berada di dalam kamar menyaksikan apa yang akan dilakukan oleh Cou Seng terhadap Yan Cu! Malam itu memang merupakan malam yang menyeramkan, malam yang penuh ancaman mengerikan bagi empat orang muda yang menjadi tawanan di benteng Pat-jiu Sian-ong di lereng Pegunungan Tai-hang-san itu. Mereka berempat tidak tahu bahwa tiga hari yang lalu, Hun Bwee telah membunuh Lian Ci Sengjin dan gadis itu melarikan diri dari benteng. Pada malam hari itu, Yan Cu yang tadinya di tahan dalam kamar terpisah, didatangi Thai-lek Sin-mo Cou Seng yang tertawa-tawa dan tanpa banyak bicara raksasa ini memondong tubuh Yan Cu yang dibelenggu kaki tangannya lalu dibawa keluar dari kamar tahanan. Empat orang penjaga di luar pintu kamar tahanan hanya tertawa dengan pandang mata iri karena mereka sudah menerima perintah dari Cui Im bahwa tawanan yang jelita itu "diserahkan" kepada Thai-lek Sin-mo. Yan Cu maklum akan bahaya yang mengancam, akan tetapi dia sama sekali tidak berdaya dalam kempitan lengan yang amat kuat itu, apalagi dalam keadaan terbelenggu kaki tangannya. Sementara itu, Yap Cong San yang merasa prihatin sekali, tidak pernah berhenti dengan usahanya mematahkan belenggu. Dengan pengerahan tenaga sinkang, berkali-kali dia berusaha merenggut belenggu baja yang mengikat kedua tangannya pada tiang di dalam kamar tahanan, namun belenggu itu amat kuat sehingga semua usahanya hanya mengakibatkan kulit kedua pergelangan tangannya lecet-lecet. Kemudian dia mengubah cara usahanya. Pemuda ini sambil berdiri lalu menghimpun tenaga dalam, dan mulai bersamadhi untuk mempergunakan ilmu sakti dari Siauw-lim-pai, yaitu ilmu Sia-kut-sin-hoat, semacam ilmu untuk membuat tulangnya seolah-olah terlepas dan tubuhnya menjadi lemas dan licin. Untuk dapat mencapai ilmu ini diperlukan pengarahan hawa murni di tubuh sehingga dia bersamadhi sampai dua hari dua malam, barulah berhasil. Tulang pergelangan tangannya dapat dia gerakkan sedemikian rupa sehingga dapat tergeser dan dagingnya menjadi lemas sehingga akhirnya dia dapat meloloskan kedua tangannya dari belenggu demikian pula membebaskan kedua kakinya! Namun, setelah berhasil dia harus mengatur napas sampai lama untuk memulihkan tenaga. Belum lama dia berdiri tak bergerak mengatur napas, tiba-tiba dia mendengar jejak kaki yang berat mendatangi dari luar kamarnya. Ia terkejut, cepat dia mengatur belenggu kaki tangannya sehingga tampak seolah-olah dia masih terbelenggu, dan dia melanjutkan usahanya memulihkan tenaga yang banyak diperasnya untuk mempergunakan Ilmu Sin-kut-sin-hoat tadi. Pintu kamarnya terbuka dan dapat dibayangkan betapa kaget dan gelisah hatinya ketika dia melihat bahwa yang memasuki kamarnya adalah raksasa gendut Thai-lek Sin-mo yang memondong tubuh Yan Cu yang masih terbelenggu kaki tangannya dan kemudian melemparkan tubuh Yan Cu di atas pembaringan yang berada di dalam kamar itu, di depannya. "Ha-ha-ha!" Thai-lek Sin-mo tertawa bergelak dan bertolak pingang menghadapi Cong San. Pemuda ini bersikap tenang dan siap untuk melawan Yan Cu kalau si raksasa gendut ini hendak melakukan kekejian. "Ang-kiam Bu-tek sungguh aneh sekali! Memberikan si jelita ini memakai syarat pula, harus kulakukan di kamar ini, di depan matamu, orang muda! Ha-ha-ha! Entah apa kehendaknya, akan tetapi di depanmu atau di mana saja, apa bedanya? Hanya kuharap engkau akan cukup sopan untuk memejamkan matamu dan hanya menikmati pertunjukkan ini dengan telingamu saja. Ha-ha-ha! Gadis manis seperti bidadari, kau bersiaplah menerima aku!" Thai-lek Sin-mo membalikkan tubuh dan hendak menerkam tubuh Yan Cu yang rebah terlentang di atas pembaringan. Gadis itu memandang dengan mata terbelalak, maklum dia terancam bahaya yang hebat, maka mengambil keputusan untuk melawan mati-matian biarpun tangan kakinya terbelenggu. Sebagai murid tersayang dari Tung Sun Nio, ia memiliki ginkang yang hebat. Kini melihat raksasa gendut itu melangkah maju dengan kedua lengan berbulu dipentang lebar, baju atas terbuka memperlihatkan dada yang berbulu lebat, muka yang menyeringai mengerikan, Yan Cu menggerakkan tangan dan kaki yang membelenggu ke atas dipan dan sekali mengenjot tubuh, ia telah menendangkan kedua kaki yang terbelenggu itu ke arah pusat Thai-lek Sin-mo! "Blukkk!" Serangan ini sama sekali tidak tersangka-sangka oleh Thai-lek Sin-o yang sedang dimabuk nafsu berahi, maka mengenai perutnya dengan keras. *** Namun ternyata raksasa gendut berbangsa Kerait ini memiliki kekebalan sehingga tendangan yang amat kuat itu hanya membuat dia terhuyung dan mengerutkan kening dengan perut terasa agak mulas. Sebaliknya, karena kaki tangannya terbelenggu, ketika kaki tangannya terbelenggu, ketika kedua kaki Yan Cu bertemu dengan perut yang gendut dan keras itu, tubuhnya sendiri terbanting kembali ke atas pembaringan dengan keras. "Ha-ha-ha, engkau benar-benar liar! Aku senang... Aku senang sekali... Makin hebat kau melakukan perlawanan, makin menyenangkan, Manis!" Cou Seng sudah melangkah maju lagi mendekati pembaringan sambil tertawa terkekeh-kekeh, dari sudut mulutnya yang lebar menetes air liur seperti seekor anjing melihat daging. "Thai-lek Sin-mo, tahan!" tiba-tiba Cong San berseru. Sudah gatal-gatal tangan pemuda ini hendak menerjang raksasa gendut itu. Akan tetapi dia adalah seorang pemuda yang tenang dan cerdik. Kalau dia menerjang raksasa gendut itu di dalam kamar tahanan, mungkin dia akan berhasil membunuh lawan ini, akan tetapi tidak mungkin akan dapat membebaskan diri dan menolong Yan Cu. Kalau terjadi perkelahian di situ, tentu tokoh-tokoh fihak lawan akan datang dan mana mungkin dia dapat melawan mereka? Fihak musuh amat banyak dan banyak di antara mereka yang memiliki kepandaian amat tinggi. Episode 350 Thai-lek Sin-mo memutar tubuh seperti singa menoleh. "Mengapa banyak cerewet? Kalau kau tidak suka menonton, pejamkan matamu!" Bentaknya. "Thai-lek Sin-mo, aku mendengar bahwa engkau adalah seorang yang berilmu tinggi dan gagah perkasa, siapa kira ternyata engkau hanya seorang pengecut dan penakut!" Thai-lek Sin-mo mendelik marah dan inilah yang diharapkan Cong San. Lengan yang besar itu bergerak. "Plakkk!" Pipi Cong San ditamparnya keras sekali sehingga pemuda ini merasa kepalanya pening dan ujung bibirnya berdarah. Akan tetapi dia menahan sabar dan melajutkan kata-katanya. "Engkau hendak menikmati tubuh gadis ini adalah hal yang wajar dan tidak aneh, akan tetapi ke mana perginya sifat gagahmu, sifat laki-lakimu sehingga engkau begitu merendah diri untuk melakukannya di sini, terlihat oleh orang lain? Hal itu akan membuat engkau malu dan hina! Apakah kalau engkau membawa dia itu ke hutan dan menikmatinya di tempat sunyi sepuas hatimu, engkau tidak berani? Takut kalau gadis yang sudah terbelenggu itu melawanmu? Begitu penakutnya engkau yang berjuluk Thai-lek Sin-mo?" "Yap-twako...!! Kau... Kau...!! Yan Cu terbelalak marah. Saking marahnya, Yan Cu kembali meloncat dan menerjang Thai-lek Sin-mo dengan kakinya, akan tetapi sekali ini, raksasa gendut itu cepat menyambar dan mengempit pinggangnya. Kemudian sambil menyeringai ke arah Cong San dia berkata, "Kalau dipikir, omonganmu benar juga. Tempat ini, terlalu sempit untuk menaklukan kuda betina liar macam ini, ha-ha-ha!" Setelah berkata demikian Thai-lek Sin-mo lalu membawa Yan Cu keluar dari tempat tahanan sambil tertawa-tawa Yan Cu berteriak-teriak memaki, "Yap Cong San, kiranya engkau hanya seorang yang berwatak pengecut dan rendah!" Tentu saja tidak ada penjaga yang merintangi larinya Thai-lek Sin-mo yang memondong tubuh Yan Cu yang masih berteriak-teriak memaki dan meronta-ronta itu. Ia memasuki sebuah hutan lebat yang sunyi, kemudian sambil tertawa-tawa dia merenggut pakaian Yan Cu, menelanjangi gadis itu yang menyepak-nyepak dan meronta-ronta tanpa hasil. Melihat tubuh yang menggairahkan itu di bawah sinar bulan, nafsu berahi bernyala-nyala di dalam hatinya dan dia lalu melemparkan tubuh Yan Cu ke atas rumput, sambil menyeringai dia tergesa-gesa melepas bajunya sendiri keudian dia mendekati tubuh Yan Cu. Yan Cu menggulingkan tubuhnya, berusaha menjauhi orang yang mengerikan itu. Tentu saja usahanya sia-sia saja karena sambil tertawa-tawa seenaknya raksasa gendut itu melangkah lebar mengikuti ke mana tubuh gadis itu bergulingan, lagaknya seperti seekor kucing mempermainkan tikus dan hendak mempermainkan dulu sepuasnya sebelum akhirnya menerkamnya. Yan Cu mengerti bahwa dia tak mungkin dapat membebaskan diri, maka ketika melihat tak jauh dari tempat itu terdapat sebuah jurang, tiba-tiba ia menggerakkan tenaga dengan kaki dan tangan menekan tanah dan tubuhnya sudah meloncat untuk terjun ke jurang. Dia memilih hancur ke dalam jurang daripada menjadi korban perkosaan Thai-lek Sin-mo. Akan tetapi, lengan raksasa itu sudah menyambarnya. "Ha-ha-ha, tidak boleh, Manis!" kata raksasa itu dan membawa tubuh Yan Cu ke tempat tadi, merebahkan di atas rumput dan dia sendiri berlutut. Yan Cu memejamkan mata, tak tertahan lagi ia terisak menghadapi saat yang mengerikan itu. "Keparat, lepaskan dia!" Tiba-tiba Cong San muncul dan mengirim pukulan dari belakang. "Aihhh!" Cong San terkejut dan cepat meloncat bangun sambil menangis. Ke dua lengan mereka bertemu dan keduanya terhuyung ke belakang. Ternyata tenaga raksasa itu benar-benar hebat sekali. Untung bahwa Cong San tidak terlambat datangnya dan bahwa Thai-lek Sin-mo hendak mempermainkan dulu korbannya sehingga gadis itu terhindar daripada perkosaan. Ketika tadi melihat Thai-lek Sin-mo melarikan Yan Cu, Cong San cepat berkelebat keluar, kaki tangannya bergerak cepat merobohkan empat orang penjaga di depan pintu kamar tahanan sehingga mereka roboh tanpa sempat berteriak lagi, kemudian Cong San menyelinap keluar, mempergunakan ginkangnya yang tinggi untuk meloncat-loncat dan menyelinap di antara pohon-pohon mengejar Thai-lek Sin-mo. Kalau saja dia tidak mendengar suara Thai-lek Sin-mo tertawa-tawa, agaknya akan sukar baginya untuk dapat menyusul dengan cepat. Ketika melihat raksasa itu berlutut dan Yan Cu menangis, kemarahan membuat dada Cong San seperti hendak meledak maka dia langsung mengirim pukulan yang dapat ditangkis oleh raksasa gendut itu. "Tar-tar-tarrr...!" Thai-lek Sin-mo sudah melolos cambuk bajanya menyerang Cong San. Raksasa gendut ini marah sekali karena dalam saat terakhir kerika dia hendak menikati korbannya muncul pemuda ini yang sama sekali tidak disangkanya. Dia tidak sempat lagi menyelidiki bagaimana pemuda itu dapat terlepas dan muncul, kemarahan membuat dia gelap mata dan langsung menyerang kalang kabut dengan sambaran pecut bajanya yang lihai. Cong San bertangan kosong. Kedua macam senjatanya, yaitu senjata rahasia Touw-kut-chi (Uang logam Penebus Tulang) dan sepasang Im-yang-pit telah dirampas musuh. Namun pemuda gemblengan ketua Siauw-lim-pai ini bersikap tenang dan tabah. Melihat gulungan sinar hitam dari pecut baja lawan yang menyambar-nyambar, dia lalu mengerahkan ginkangnya, melesat ke kanan kiri dan berusaha membalas dengan pukulan-pukulan jarak jauh dan dekat. "Yap Cong San manusia hina! Aku tidak membutuhkan bantuanmu!" Terdengar Yan Cu memaki, menahan isak. Hatinya masih panas sekali mengingat akan sikap Cong San dalam kamar tahanan tadi yang seolah-olah tidak memperdulikan nasibnya malah memberi nasihat kepada raksasa gendut untuk melarikannya dan memperkosanya di dalam hutan. Sambil meloncat tinggi mengelak sambaran pecut yang menyerampang kakinya, Cong San membela diri terhadap makian gadis yang menjatuhkan hatinya itu, "Harap jangan salah sangka, Moi-moi. Aku sengaja memancing dia ke tempat sunyi ini agar dapat menolongmu tanpa gangguan musuh-musuh yang lain!" "Oohhh... maaf... maaf...!" Yan Cu kini terisak lagi seperti tadi, hanya bedanya, kini ia terisak karena menyesal akan dugaannya yang keliru sehingga dia memaki pemuda itu, dan karena girang mengharapkan pertolongan. Mendengar isak tangis gadis itu, Cong San mendapat semangat baru dan gerakkannya makin lincah. Ketika cambuk itu dengan suara bercuitan menyambar lehernya, dia mengerahkan sinkang, membiarkan ujung cambuk baja membelit leher, namun secepat kilat dia menangkap cambuk dan kedua kakinya mengirim tendangan berantai ke arah pusar dan tangan lawan yang memegang cabuk. Gerakannya cepat sekali, juga amat kuatnya. Dalam hal ilmu silat, memang pemuda ini masih menang setingkat dibandingkan lawannya, menang cepat dan ilmu silatnya lebih murni, gerakannya lebih teratur, hanya dalam hal tenaga dia kalah sedikit.

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger