naruto

naruto

Kamis, 29 November 2012

pdek ky ha 244

Episode 244 "Aduhhh..., daripada menderita siksa batin seperti ini, lebih baik aku mati saja...! mati menyusul ibu... Menyusul ayah...." makin terisak ia menangis ketika teringat bahwa dia adalah puteri Sin-jiu Kiam-ong. Dia belum pernah bertemu dengan ayahnya. Dan Keng Hong adalah murid ayahnya, murid yang terkasih! Kalau saja ia dapat bersanding dengan Keng Hong, akan terobatilah rindunya kepada ayahnya. Akan tetapi Keng Hong....! "Lebih baik aku mati...!" Dan gadis itu menangis sesenggukan, air matanya seperti air sungai meluap, membasahi kedua pipinya, terus menurun ke dagu dan menetes ke dada. Akan tetapi Biauw Eng adalah seorang gadis yang semenjak kecilnya digembleng kegagahan oleh mendiang ibunya. Semenjak kecil dia diajar menghadapi segala apa pun di dunia ini penuh ketahanan, penuh keberanian dan kepercayaan kepada diri sendiri. Kini, pikiran ingin mati hanya terucapkan di mulut karena dorongan rasa duka yang amat mendalam. Di dalam hatinya, tidak seujung rambut pun keinginan untuk mati, apalagi bunuh diri yang dianggapnya perbuatan seorang pengecut. Ia tidak takut apa pun juga, mengapa takut melanjutkan hidup. Pula, kematian ibunya belum terbalas! Pada saat itu, tidak mungkin bagi dia untuk membalas dendam karena jelaslah bahwa menghadapi Cui Im, dia tidak dapat berbuat apa-apa. Bekas sucinya itu, yang dahulu bekas lawannya dan akan dapat ia kalahkan dengan mudah, kini telah menjadi seorang wanita yang amat lihai, memiliki kepandaian ynag jauh mengatasinya. Apalagi di sebelah Cui Im terdapat Siauw Lek yang juga amat lihai. Kalau saja ada Keng Hong di sampingnya, tentu mereka berdua akan dapat mengalahkan Cui Im dan Siauw Lek. Keng Hong....! Ah, tak dapat diharapkan dan ia pun tidak sudi minta pertolongan pemuda berhati palsu itu! Dia tidak takut mati, akan tetapi dia pun bukan seorang tolol yang menyerahkan kematian begitu saja denagn nekat menyerang Cui Im. Ibunya dahulu meberi tahu bahwa dengan nekat menyerang lawan yang jauh lebih kuat sehingga diri sendiri dirobohkan, bukanlah perbuatan orang gagah, melainkan perbuatan seorang tolol! Habis, apa yang akan ia lakukan? "Aduh, ibu...!" Biauw Eng menangis lagi, baru pertama kali ini selama hidupnya ia merasa tidak berdaya, kehabisan akal dan kehabisan semangat. Luka di hati karena asmara memang amat pedih, apalagi kalau dirasakan dan dikenang. Memang sesungguhnya bukan apa-apa, karena luka seperti itu akan lenyap dengan sendirinya, akan sembuh tanpa diobati. Obatnya hanya tidak memikirkannya lagi dan mencurahkan pikiran untuk hal-hal lain yang banyak terdapat dalam hidup. Akhirnya tentu akan lenyap dan kemudian orang yang tadinya terluka asmara akan tertawa geli kalau mengenang kelakuannya sendiri. Akan tetapi kalau dikenang dan dirasakan, memang tidak ada luka lebih pedih daripada luka asmara, tidak ada penyakit yang lebih parah dan berat daripada penyakit asmara! Tidak, dia tidak akan mati! Dia tidak boleh putus asa! Ia teringat akan ibunya. Ibunya dahulu juga disakitkan hatinya oleh Sin-jiu Kiam-ong! Ayahnya, atau guru Keng Hong telah menggoda ibunya, bahkan lebih jauh perbuatan Sin-jiu Kiam-ong, yaitu telah melakukan hubungan cinta dengan ibunya sehingga ibunya mengandung! Dan ayahnya itu tidak pernah kembali kepada ibunya. Biarpun demikian, ibunya tidak putus asa, bahkan lalu mengasingkan diri dan berhasil memiliki ilmu kepandaian tinggi, menjadi Lam-hai Sin-ni, tokoh pertama dari semua datuk hitam! Mengapa dia tidak meniru perbuatan ibunya? Ia akan pergi jauh, jauh dari tempat ramai, menggembleng diri dengan ilmu sehingga ia akan dapat memiliki ilmu kepandaian yang akan dapat mengatasi Cui Im! Dia lebih beralasan untuk hidup daripada ibunya dahulu! Dia akan menggembleng diri dan kelak akan membalas dendamnya kepada Cui Im! Pikiran ini mendatangkan semangat baru dalam hati Biauw Eng. Tidak, dia tidak akan putus asa. Sedikitnya, hubungannya dengan Keng Hong belum sejauh hubungan antara ibunya dengan Sin-jiu Kiam-ong! Dia masih gadis. Lai Sek sekalipun, Lai Sek yang amat mencintanya, yang selalu siap berkorban apa saja untuknya, bahkan yang telah ia serahi seluruh tubuhnya, Lai Sek pun tak pernah menyentuhnya! Sungguh seorang pemuda yang hebat! Cinta kasihnya demikian murni! Kalau saja Keng Hong memiliki cinta kasih seperti Lai Sek. Ah, tidak perlu memikirkan Keng Hong lagi. "Aku tidak boleh memikirkannya lagi. Dia laki-laki yang tidak berharga! Aku.... benci kepadanya!" Biauw Eng melompat bangun lalu lari secepatnya ke utara. Ia lari seperti dikejar setan, dan memang dia melarikan diri untuk lari dari bisikan yang mengejarnya, bisikan bahwa tidak mungkin ia dapat melupakan Keng Hong, bahwa tidak mungkin ia dapat membencinya. Betapapun cepat ia lari, suara bisikan ini terud mengejarnya, terus terdengar oleh telinganya karena yang berbisik adalah hatinya sendiri. Ah, cinta! Sungguh engkau dapat berubah dari seorang dewi pembawa bahagia menjadi seorang iblis yang kejam pembawa derita sengsara! Dan betapa bodohya orang muda yang sudah dicengkeram kuku-kuku beracun dari asmara! Lebih lagi, betapa bodohnya seorang pemuda seperti Keng Hong yang tadinya tidak dapat membedakan antara cinta kasih seorang gadis seperti Biauw Eng dari cinta nafsu seorang wanita macam Cui Im! *** Biauw Eng melakukan perjalanan yang tidak mengenal lelah. Hanya kalau kakinya sudah mogok saking lelahnya, baru ia beristirahat. Kalau matanya sudah hampir tak dapat dibuka saking kantuknya, baru dia tidur dan kalau perutnya sudah tak dapat menahan laparnya, baru ia mencari makanan pengisi perut. Berbulan-bulan dara yang merana karena asmara ini melakukan perjalananke utara dan pada suatu pagi ia memasuki sebuah hutan di lereng Pegunungan Go-bi-san. Pakaiannya yang berwarna putih itu masih bersih karena sering kali dia berhenti dan mencucinya di sungai atau danau, akan tetapi pakaian itu sudah banyak yang robek, juga sepatunya sudah bolong-bolong. Kulit mukanya yang biasanya halus putih itu kini agak hitam karena setiap hari dibakar terik matahari. Hanya ada perubahan yang amat menyolok, yaitu pada pandang mata gadis ini. Dahulu, ketika masih bersama ibunya, ketika namanya terkenal sebagai Song-Siu-li (Dara Jelita Berkabung) pandang mata, sikap dan bicaranya dingin seperti sebuah gunung es, dingin akan tetapi amat ganas dan ia dapat membunuh lawannya dengan mata tanpa berkedip. Akan tetapi kini pandang matanya bersinar-sinar penuh api dan semangat, tanda bahwa di dalam hatinya terkandung cita-cita yang amat besar. Selain pandang matanya berubah panas, juga ada kematangan dalam sikap dan suaranya. Kematangan seorang dara muda yang tergembleng oleh tekanan-tekanan batin yang hebat. Keadaan di hutan itu mendatangkan rasa suka di hatinya. Banyak tetumbuhan yang aneh dan tak pernah dijumpainya di selatan. Juga banyak terdapat burung-burung indah beraneka warna bulunya. Banyak pula kembang-kembang yang indah bentuk maupun warnnanya. Biauw Eng duduk beristirahat di bawah pohon, memperhatikan bunga kuning yang tumbuh di dekatnya. Bunga itu aneh bentuknya, dapat dikatakan buruk dan tidak berbau wangi. Tak jauh dari bunga kuning ini tumbuh bunga lain yang warnanya merah, bentuknya indah seperti bunga kiok-hwa (seruni) dan berbau harum. Episode 245 Bunga ini dikelilingi beberapa ekor kumbang yang seolah-olah berebut hendak memasuki kelopak bunga merah dan menghisap madunya. Bunga kuning yang buruk itu tidak dihiraukan kumbang. Biauw Eng menarik napas panjang mengulur lengan dan menyentuh bunga kuning dengan ujung jar-jari tangannya, sentuhan halus penuh kasih sayang dan rasa iba. "Jangan berduka, bunga kuning," bisiknya menghibur. "Dalam kesepianmu, engkau lebih bahagia daripada bunga merah itu. Biauw Eng memperhatikan bunga-bunga itu dan menghela napas panjang. Betapa sama nasib bunga-bunga ini dengan nasib para wanita. Di mana -mana, seperti bunga-bunga ini, wanita menjadi permainan kaum pria. Hanya wanita-wanita cantik yang dikejar-kejar kumbang. Pria dan kumbang sama saja. Pria tertarik oleh kecantikan wanita seperti kumbang tertarik oleh keharuman madu kembang. Kembang-kembang yang tidak harum, seperti kaum wanita yang tidak cantik, tidak dipedulikan dan tersia-sia. Namun, kembang-kembang tidak harum dan wanita-wanita tidak cantik tidaklah lebih sengsara daripada nasib kembang-kembang harum atau wanita-wanita cantik. Kembang bermadu setelah madunya habis dihisap kumbang, lalu ditinggal pergi tanpa pamit oleh si kumbang. Wanita cantik setelah dipermainkan oleh pria, seperti kembang habis madunya, seperti tebu habis manisnya, lalu disia-siakan dan ditinggal begitu saja! Seperti ibunya! Dan dia tidak mau dijadikan seperti ibunya seperti kembang beradu harum yang kelak disia-siakan. Tidak, lebih baik menjadi kembang kuning yang tidak dipedulikan kumbang, akan lebih segar dan dapat bertahan lama, tidak mudah layu! Persetan dengan kumbang-kumbang palsu itu! Persetan dengan cinta kasih pria-pria palsu yang hanya membutuhkan kecantikan wajah dan keindahan tubuh! Tiba-tiba rasa bencinya kepada kaum pria yang mempunyai cinta kasih palsu melimpah dan membuat Biauw Eng marah kepada kumbang-kumbang itu. Tangan kirinya bergerak menampar dan empat ekor kubang besar terkena tamparan tangannya, terbanting hancur di atas tanah, di bawah kembang kuning. Biauw Eng memandang puas. "Tersenyumlah, kembang kuning. Tertawalah, dan lihat kumbang-kumbang palsu itu kini menjadi bangkai, sebentar lagi membusuk dan dimakan semut!" Saking gembiranya dan puas hatinya melihat "kumbang-kumbang berhati palsu" itu tewas, Biauw Eng bicara dengan keras, seolah-olah kembang kuning merupakan seorang wanita lain yang perlu dihibur hatinya. Tiba-tiba, agaknya terkejut oleh suaranya, dua ekor kijang berbulu coklat berkuningan seperti emas meloncat keluar dari balik semak-semak. Biauw Eng terkejut dan memandang, ketawa senang dan ia merasa kagum sekali menyaksikan dua ekor kijang jantan betina yang berkejaran itu. Saking gembiranya, Biauw Eng lupa diri dan seperti seorang anak kecil yang nakal, ia pun lalu mengerahkan ginkangnya dan meloncat pula, lari mengikuti dua ekor kijang yang berlari naik ke bukit. Dua ekor kijang berlari makin cepat dan kelihatan ketakutan, mengira bahwa manusia yang dapat berlari cepat di belakang mereka itu mengejar mereka dan hendak menangkap mereka. Mereka mengeluarkan suara ketakutan dan lari kacau balau. Melihat ini, Biauw Eng menjadi kasihan dan mengikuti dari jauh agar dua ekor kijang itu tidak menjadi ketakutan. Ia berniat untuk mendekati mereka secara sembunyi agar dia dapat memandang mereka sepuas hatinya. Tiba-tiba terdengar suara gerengan yang amat nyaring, yang menggetarkan seluruh permukaan bukti. Gerengan ini disusul suara mengembik yang menyayat hati, dua kali beruntun. Biauw Eng terkejut bukan main dan cepat ia meloncat tubuhnya berkelebat mengejar ke arah suara. Ketika ia tiba di tempat itu, dara ini memandang dengan mata terbelalak dan mukanya menjadi merah sekali saking marahnya. Dua ekor kijang jantan dan betina yang berkejaran tadi kini telah menjadi bangkai, leher mereka terluka dan robek, darah mereka menjadi satu membasahi rumput dan di antara bangkai kedua kijang itu berdiri seekor harimau besar yang mengaum perlahan lalu mencium-cium darah dan tubuh kijang, agaknya hendak menikmati baunya yang sedap dan gurih sebelum mengganyangnya. Harimau itu besar seperti anak lembu, bulunya kehitaman, ekornya panjang melingkar dan yanganeh sekali adalah sebuah tanduk yang tubuh di antara kedua telinganya yang kecil! Akan tetapi Biauw Eng tidak memperdulikan keanehan binatang ini. Hatinya telah dikuasai nafsu amarah dan sambil mengeluarkan jerit melengking ke depan, menerjang hariau bertanduk satu itu. Dalam kemarahannya, Biauw Eng menubruk maju dan menghantam dengan tenaga sekuatnya ke arah kepala harimau yang ada tanduknya itu. "Siuuuuuuttt.... werrrrrrr!" "Aihhhhh!" Biauw Eng berseru kaget karena pukulannya yang cepat dan kuat itu mengenai tempat kosong! Ternyata harimau bertanduk itu telah dapat mengelakkan pukulannya. Padahal pukulan tadi tidak akan mudah dielak begitu saja oleh seorang ahli silat yang belum memiliki kepandaian tinggi! Tentu saja merupakan hal yang amat aneh kalau seekor binatang dapat mengelak dengan gerakan yang begitu cepat akan tetapi juga seenaknya saja karena Biauw Eng melihat betapa harimau itu mengelak secara tenang tidak tergesa-gesa, hanya dengan miringkan kepala ke kiri! Biauw Eng yang marah sekali melihat sepasang kijang menjadi bangkai diterkam oleh harimau ganas ini, cepat memutar tubuh dan melanjutkan gerakannya dengan sebuah tendangan. Ujung sepatunya meluncur cepat menyambar bawah iga binatang itu. Akan tetapi, sambil mengaum harimau itu kini mengelak dengan loncatan ke belakang dan kaki depan kiri yang bercakar runcing tiba-tiba diangkat menampar ke arah kaki Biauw Eng! "Ehhh.....!" Biauw Eng terpaksa menarik kembali kakinya. Ia tidak takut dicakar, akan tetapi celana dan sepatunya bisa dirobek kalau terkait kuku-kuku yang kuat itu. Ia makin heran dan penasaran. Dua kali dia enyerang dan dua kali binatang itu mampu mengelak, bahkan balas mencakar ke arah kakinya. Biauw Eng hampir tidak percaya. Cepat ia menerjang lagi, kini menggunakan seluruh kecepatan gerakannya, melambung dan ketika tubuhnya menubruk dan menukik, tangan kirinya dengan jari-jari terbuka menusuk ke arah mata harimau itu, dan tangan kanannya diiringkan menghantam ke arah tengkuk. Dua serangan ini ia lakukan sambil mengerahkan Iweekang. Melihat gadis itu yang malah menerkamnya, harimau tanduk satu mengangkat muka, agaknya terheran, akan tetapi begitu angin serangan yang dahsyat menyambar, harimau mengaum dan tiba-tiba tubuhnya merendah dan diputar, lalu kaki depan kanannya membuat gerakan melingkar, menangkis tusukan jari ke arah matanya, sedangkan tangan kanan Biauw Eng yang menghantam tengkuk itu ditangkisnya dengan ekornya yang panjang, yang dipergunakan seperti cambuk diayun dari belakang. "Plakkk! Dukkk!" Episode 246 "Hayaaaaaa....!" Biauw Eng cepat melempar diri ke belakang. Tangkisan-tangkisan itu membuat kedua pukulannya tertahan dan harimau agaknya menjadi marah itu tadi sambil menangkis sudah menggerakkan kepala menggigit sehingga Biauw Eng terpaksa melempar tubuh ke belakang. Akan tetapi baru saja meloncat turun, harimau yang marah itu sudah menerjangnya dan membalas dengan serangan yang dilakukan secara aneh, bukan menubruk seperti harimau-harimau biasa, melainkan menggerakkan kedua kaki depan bertubi-tubi mencakarnya dari kanan kiri, sedangkan tubhnya bergerak maju dengan kaki belakang saja. seperti gerakan manusia! Biauw Eng melangkah mundur dan melolos sabuknya. Dalam keadaan biasa kiranya gadis ini akan merasa malu menggunakan senjatanya menghadapi seekor binatang hutan. *** Akan tetapi, ia sudah merasa amat marah melihat sepasang kijang yang dibunuh dan ia tahu bahwa hariau ini bukan sembarangan harimau, melainkan seekor harimau yang memiliki kelebihan daripada harimau lain. Gerakannya selain cepat dan kuat, juga aneh, mirip gerakan yang terlatih, gerakan yang memiliki dasar ilmu silat! "Binatang jahat dan kejam, mampuslah!" Biauw Eng membentak dan tangannya bergerak. Sinar putih menyambar ke depan, sinar putih panjang dari sabuk suteranya. Dengan sabuk suteranya ini, dahulu Biauw Eng amat dikenal dan ditakuti lawan, karena memang hebat permainan sabuk suteranya yang dala segebrakan saja mampu merapas senjata lawan, kalau perlu mampu merampas nyawa lawan! Kini ujung sabuk sutera itu melayang ke arah kepala, tenggorokan dan lambung harimau dengan kecepatan yang menyilaukan mata. Ujung sabuk yang bergerak bertubi-tubi itu seolah-olah berubah menjadi pukulan banyaknya dan ketika menyambar ke arah harimau mengeluarkan bunyi bercuitan mengerikan. "Cuiiiiiittttt.... dar-dar-dar...!" Tiga kali ujung sabuk sutera yang tidak mengenai sasaran itu meledak di tempat kosong. Sekali ini Biauw Eng benar-benar terkejut. Binatang buas itu mampu mengelak serangan sabuk suteranya secara beruntun tiga kali dengan cara menggulingkan diri. Mana di dunia ini ada harimau yang mempunyai akal untuk mengelak sambil bergulingan? Dan bukan sampai disitu saja karena tiba-tiba harimau itu mengaum dan tubuhnya yang tadi bergulingan itu kini berguling mendekat dan secara mendadak sekali tubuh yang kehitaman itu mencelat ke atas dan sudah menubruk ke arah Biauw Eng dengan gerakan dahsyat. Keempat kakinya bergerak hendak mencengkeram akan tetapi dengan cakar-cakar digerak-gerakkan sehingga sukar ditentukan kemana keempat buah cakar yang mengerikan itu akan mencengkeram, dan serangan ini didahului oleh sebatang "cambuk" yaitu ekornya yang digerakkan lebih dulu, bukan menyabet seperti buntut harimau biasa, akan tetapi ekor ini dari bawah menjadi sebatang toya lurus yang menyodok ke arah leher Biauw Eng. Hebat bukan main serangan binatang itu karena sekali serang, buntutnya menotok leher, keempat cakar kakinya mencengkeram dan mulutnya yang terbuka menggigiit kepala! "Aihhhhh....!" Biauw Eng kaget, akan tetpi tidak menjadi gugup. Ia merendahkan tubuh, tidak mengelak mundur, bahkan cepat ia menyusup ke bawah tubuh harimau yang sedang meloncat. Harimau menggereng, agaknya menjadi bingung dan merasa diakali oleh lawan karena selagi tubuhnya meloncat tak mungkin membalik. Hanya buntutnya yang dapat digerakkan secara tidak terduga oleh Biauw Eng dan tiba-tiba menyabet ke bawah selagi gadis itu menyusup. Hal ini sungguh tidak terduga oleh Biauw Eng sehingga pundaknya terpukul ekor harimau yang menyambar. Dan ternyata pukulan itu amat keras sehingga Biauw Eng terbanting ke kanan dan pundaknya terasa nyeri seperti dipukul toya oleh lawan yang bertenaga besar! Kini Biauw Eng marah sekali. Ia tidak memperdulikan rasa nyeri di pundak cepat ia melompat bangun dan pada saaat harimau itu melayang turun, sabuk suteranya sudah menyambar ganas, merupakan dua sinar putih karena yang menyambar adalah kedua ujungnya sedangkan dara itu memegang bagian tengah. Kedua ujung sabuk itu dengan kecepatan kilat sudah menyambar dan membelit keempat kaki harimau itu, ujung pertama membelit kedua kaki belakang, ujung ke dua membelit dua kaki depan. Harimau menggereng dan meronta, namun sia-sia karena tubuhnya tiba-tiba terangkat naik tanpa dapat ditahannya lagi. Harimau masih meronta-ronta ketika Biauw Eng mengerahkan tenaga menggerakkan tangan. Tubuh harimau yang sudah dibelenggu oleh kedua ujung sabuk itu kini terbanting ke bawah menghantam sebuah batu gunung. "Desssss!" Batu itu remuk dan harimau itu menggerang-gerang kesakitan. Kembali tubuhnya terangkat dan kini menghantam sebuah batu lain yang lebih besar, hanya kali ini ia terbanting dengan kepala lebih dulu. "Prokkk!" Dan kembali batu yang pecah biarpun kepala harimau itu pun terluka dan berdarah. Biauw Eng menjadi penasaran. Betapa kuatnya harimau itu. Saking marah dan penasaran, berkali-kali ia membanting tubuh harimau yang sudah tak berdaya itu sampai kepala harimau itu pecah-pecah. Sebelum tewas harimau itu mengeluarkan suara mengaum yang amat dahsyat dan nyaring, menggetarkan gunung. Biauw Eng lalu melontarkan bangkai harimau itu jauh memasuki jurang. Kemudian Biauw Eng menghampiri bangkai sepasang kijang berjongkok dan memandang bangkai sepasang kijang itu dengan kening berkerut karena kasihan. Akan tetapi kemarahannya mereda dan sekarang, dalam keadaan tidak panas hatinya, baru ia teringat dan terheran-heran penuh kekaguman akan kelihaian harimau itu. Baru keadaannya sudah aneh, kepalanya bertanduk, sungguhpun dalam perkelahian tadi ia melihat bahwa benda di kepalanya itu bukan tanduk keras macam lembu,melainkan segumpal daging yang tumbuh di antara kedua telinga. Selain keadaanya yang aneh, juga kini ia teringat betapa gerakan harimau tidak wajar. Gerakan-gerakannya mengandung tehnik ilmu silat! Cara kaki depan menangkis dari samping dengan gerakan memutar dan membesut, cara buntut harimau itu menangkis dan menyerang, semua itu adalah gerakan ilmu silat! Kemudian Biauw Eng termenung memandangi bangkai dua ekor kijang itu dan ia merasa heran teringat akan kelakuannya sendiri. Harimau itu membunuh dua ekor kijang ini karena lapar, karena kijang-kijang ini akan dijadikan mangsanya. Kenapa ia marah-marah dan membunuh harimau itu? Hal ini tidak biasa ia lakukan. Mengapa ia menjadi marah melihat harimau membunuh kijang? Bukankah hal itu sudah sewajarnya dan dahulu sudah sering kali ia melihat kejadian seperti ini tanpa terpengaruh sedikitpun? Ia memandang lagi dan tiba-tiba mengertilah dia, lalu menghela napas panjang. Tadi ia melihat dua ekor kijang itu, sepasang kijang indah, jantan dan betina yang kelihatan rukun. Hatinya yang baru diobrak-abrik asmara itu tadi merasa mesra dan penuh gairah menyaksikan pasangan kijang ini, mengingatkan ia akan Keng Hong. Betapa akan mesra dan bahagianya kalau dia bersama Keng Hong bisa hidup rukun berdampingan seperti sepasang kijang itu. Dan harimau itu kemudian muncul menghancurkan kemesraan yang memenuhi dada. Melihat sepasang kijang rebah menjadi bangkai yang berlumuran darah, ia seolah-olah merasa bahwa si harimau juga menghancurkan kebahagiannya bersama Keng Hong, maka bangkitlah kemarahannya yang luar biasa. Episode 247 "Ah, Keng Hong... Engkau membuat aku tidak hanya menjadi merana, juga menjadi ... Gila!" keluhnya dan kini hatinya mulai merasa menyesal mengapa ia membunuh harimau yang sesungguhnya tidak bersalah apa-apa terhadap dirinya itu. Tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan keras, teriakan-teriakan yang makin lama makin mendekati tepat itu. Biauw Eng terkejut dan cepat meloncat bangun sambil melibatkan sabuk suteranya di pinggang. Tak lama kemudian muncullah tiga belas orang wanita. Mereka muncul dari berbagai jurusan, ada yang berlari-larian dari atas, ada yang meloncat keluar dari jurang. Gerakan mereka gesit-gesit dan mereka memakai pakaian seraga berwarna kuning. Tangan mereka memegang pedang dan gerakan mereka gesit sekali. Sambil bertteriak-teriak marah mereka mengurung Biauw Eng yang berdiri tegak dengan sikap tenang. "Dia membunuh tuan muda..!" Beberapa orang di antara mereka berteriak sambil menangis. "Dia menyiksa tubuh tuan muda...., hi-hi-hik!" Beberapa orang lagi berseru dan…. Tertawa-tawa. Melihat sikap mereka, meremang bulu tengkuk Biauw Eng. Wajah tiga belas orang wanita yang berusia antara dua puluh sampai tiga puluh tahun itu rata-rata cantik, akan tetapi sinar mata mereka liar seperti mata orang yang miring otaknya! Mereka menangis dan tertawa tidak karuan, meloncat-loncat seperti orang menari mengelilinginya. "Kalian ini mau apakah?" Biauw Eng membentak. "Siapa pula yang membunuh tuan muda?" "Kau yang membunuh siauw-ya (tuan muda)!" seorang di antara mereka, yang membiarkan rambutnya terurai dan yang kelihatan paling tua di antara mereka juga paling cantik, membentak dengan suara seperti orang menangis, akan tetapi bentakan marah itu disusul suara ketawa cekikikan! "Aku? Tuan muda yang manakah yang kubunuh?" Biauw Eng bertanya, tengkuknya terasa dingin dan hatinya merasa serem. Mudah di duga bahwa wanita yang mengurai rambut ini tidak waras pikirannya. Akan tetapi kalau gila, masa tiga belas orang wanita yang melihat pakaiannya merupakan pasukan seragam ini gila semua? "Eh, engkau masih berpura-pura? Engkau telah membunuh tuan muda Tok-kak-houw (Harimau Tanduk Satu)! Mayatnya kau lempar ke dalam jurang!" Sambil berkata demikian wanita itu menggerakkan pedangnya menyerang. "Srattttt... Sing-sing....!" Cepat sekali gerakan pedangnya, sekaligus sudah membacok satu kali dan menusuk dua kali. Biauw Eng mengelak tiga kali lalu meloncat mundur, akan tetapi tiga belas orang wanita itu sudah menerjangnya dan menggunakan ginkangnya mengelak ke sana-sini sambil beerseru. "Heeeeee! Nanti dulu, apakah kalian sudah gila semua? Yang kubunuh adalah seekor binatang! Seekor harimau karena dia telah membunuh sepasang kijang. Aku tidak membunuh seorang manusia, bagaimana kalian menuduhku membunuh tuan muda kalian?" Tiba-tiba tiga belas wanita itu tertawa semua, tertawa dan dengan telunjuk kiri menuding ke arah hidung Biauw Eng, lalu tertawa lagi terpingkal-pingkal. Melihat ini, Biauw Eng makin terheran dan serem, bahkan otomatis dia meraba hidungnya sendiri. Mengapa hidungnya ditunjuk dan ditertawakan? *** Hidungnya tidak apa-apa dan gerakannya itu agaknya memancing kegelian hati mereka karena meledaklah suara ketawa mereka makin keras, bahkan ada yang memegangi perut menahan ketawa. "Hi-hi-hik, heh-heh, engkau sendiri gila mengatakan kami gila! Engkau telah membunuh tuan muda Tok-kak-houw dan masih menyangkal? Hayo lekas berlutut untuk kamu belenggu dan kami bawa menghadap Thai-houw (Ratu)!" kata pemimpin pasukan itu dan kembali Biauw Eng terkejut. Apakah di tempat seperti itu ada ratunya? Kalau harimau mereka sebut tuan muda, bagaimana macamnya ratu mereka? Tentu mereka ini sekawanan manusia jahat yang sengaja hendak mempermainkannya, dan marah Biauw Eng. Ia tadi melihat gerakan mereka amat gesit dan lihai, aka ia lalu meloloskan sabuk suteranya dan berkata dengan suara nyaring, "Kalian ini orang-orang gila jangan main-main dengan aku! Pergilah atau kalian akan mampus seperti harimau siluman itu!" Tiga belas orang wanita itu tertawa cekikikan, akan tetapi di antara suara ketawa ini terdengar oleh Biauw Eng suara tangis, sehingga keadaan amat menyeramkan. Gadis ini menjadi serem karena baru saja ia mengeluh dan merasa menyesal bahwa dia telah membunuh harimau, merasa bahwa Keng Hong membuatnya menjadi gila. Kini, tiga belas orang wanita itu sikapnya begitu aneh dan ia menganggap mereka seperti gila. Benar gilakah mereka ini? Ataukah..., dia sendiri yang sebetulnya gila sehingga hal yang wajar tampak olehnya sebagai tidak wajar? Ia mengkirik dan kemarahan memenuhi hatinya. Ia merasa ditertawakan dan dihina, maka sambil mengeluarkan jerit melengking nyaring ia lalu menerjang maju, menggerakkan sabuk suteranya yang berubah menjadi sinar putih bergulung-gulung. Tiga belas orang wanita baju kuning itu berteriak-teriak dan mengeroyoknya. Biarpun mereka cekikikan seperti orang gila, namun ternyata gerakan mereka selain ringan cepat dan kuat, juga teratur baik sekali sebagai pasukan yang terlatih. Gulungan sinar putih sabuk sutera Biauw Eng selalu bertemu dengan sambaran-sambaran pedang yang datang bagaikan hujan. Terpaksa Biauw Eng harus mengerahkan seluruh kepandaiannya karena ternyata olehnya bahwa tiga belas orang itu benar-benat amat lihai dan sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Gerakan pedang mereka aneh, kadang-kadang membacok atau menusuk secara kasar seperti gerakan tukang menebang pohon saja, akan tetapi kadang-kadang gerakan mereka melingkar-lingkar dan sukar sekali diduga kemana hendak menyerang. Namun Biauw Eng adalah seorang wanita yang sejak kecil telah dilatih dengan ilmu silat tinggi maka dengan tenang ia dapat menangkis semua serangan dengan membuat benteng dari sinar putih yang mengelilingi tubuhnya secara rapat sekali. Yang membingungkan adalah gerakan tubuh dan kaki para pengeroyoknya. Mereka itu bergerak-gerak aneh, kadang-kadang seperti monyet menggoda, dan kadang-kadang seperti tarian manusia-manusia yang liar. Meloncat-loncat, berjongkok, bahkan ada yang bergulingan di atas tanah menyerang dengan pedang membabat ke arah kaki. Ada pula yang meloncat tinggi dan seperti burung mematuk, pedangnya menusuk-nusuk ke arah kepala Biauw Eng! Episode 248 Biauw Eng terheran-heran. Ilmu silat apakah yang mereka mainkan itu? Dala hal ginkang dan tenaga sinkang, ia masih dapat mengatasi mereka, akan tetapi menghadapi ilmu silat edan-edanan yang selama hidupnya belum pernah ia saksikan itu, ia benar-benar tidak berani bersikap sembrono dan melawan dengan hati-hati sekali. Setelah ia melawan dengan pertahanan ketat sampai lima puluh jurus sambil memperhatikan gerakan mereka, Biauw Eng mendapat kenyataan bahwa di balik semua gerakan anak-anak dan edan-edanan itu sebetulnya bersembunyi ilmu silat yang dasarnya tinggi dan indah sekali. Gerakan aneh-aneh itu hanya terbawa oleh sifat mereka dan juga dipergunakan untuk mengacau lawan! Sebagai seorang ahli silat tinggi, begitu mengenal dasar mereka, Biauw Eng dapat melihat gerakan-gerakan yang mengandung kelemahan dari mereka yang lebih rendah, maka sekali ia berseru keras secara tiba-tiba ia merebahkan tubuh terlentang akan tetapi berbarengan sabuk suteranya menyambar dengan lingkaran lebar ke arah kaki tiga belas orang yang mengurungnya! Terdegat jerit-jerit dan tertawa-tawa dan dua orang yang terjungkal roboh karena terlibat sabuk sutera kakinya. Akan tetapi Biauw Eng cepat menarik kembali sabuknya dan menggunakan kedua tangan menekan tanah sehingga tubuhnya sudah mencelat berdiri di atas tanah. Tepat seperti dugaannya, sebelas orang yang berhasil mengelak dari serampangan sabuknya kini menusuk atau membacok pinggangnya. Ia berseru keras, tubuhnya meloncat tinggi. Ia maklum bahwa pedang-pedang itu akan mengejarnya, maka cepat ia menggunakan kedua kakinya membarengi saat semua pedang menyambar, menginjak pedang-pedang itu, meminjam tenaga mereka mengenjot tubuhnya ke atas. Sebelas batang pedang yang kena dienjot itu tertekan ke bawah sehingga memperlambat gerakan mereka, dan pada saat itu, tubuh Biauw Eng yang sudah melayang ke atas cepat membuat gerakan membalik, kepalanya menukik ke bawah dan sinar putih sabuk suteranya menyambar dari atas ke arah kepala orang-orang itu. "Wuuuttt... Trang-trang-cringggg...!" Beberapa batang pedang yang menangkisnya terlempar, beberapa orang lagi meloncat jauh menghindar, akan tetapi ada tiga orang yang kurang cepat mengelak sehingga pundak mereka terkena totokan ujung sabuk. Mereka terguling roboh dan.... tertawa cekikikan, padahal yang kena ditotok ujung sabuk adalah jalan darah kin-ceng-hiat-to dan tiong-ca-hiat-to. Mestinya mereka yang tertotok ini mengalami penderitaan karena nyeri, akan tetapi mereka tidak mengeluh tidak menangis malah tertawa sambil meraba-raba pundak! Dua orang sudah roboh karena kaki mereka terkilir uratnya, tak dapat bangun, tiga orang lagi tertotok roboh, tinggal delapan orang yang kini mulai mengurung lagi. Mata mereka makin liar berputaran,mulut menyeringai, ada yang menjilat-jilat bibir basah dengan ujung lidah merah kecil meruncing,sikap mereka amat menyeramkan. Akan tetapi ada perasaan kasihan timbul di hati Biauw Eng. Dara ini sekarang merasa yakin bahwa yang mengeroyoknya adalah pasukan wanita yang miring otaknya alias gila! Ia pikir lebih baik melarikan diri dari situ meninggalkan orang-orang gila yang sebetulnya tidak berdosa ini. Akan tetapi selagi ia berpikir hendak pergi meninggalkan mereka, tiba-tiba terdengar suara ketawa nyaring melengking, ketawa merdu sekali, akan tetapi ternyata mengandung wibawa hebat bagi delapan serta merta mereka itu menjatuhkan diri berlutut sambil berseru, "Sian-li datang....!" Biauw Eng cepat menoleh ke arah wanita-wanita itu menghadap terkejut mendengar mereka menyebut sian-li (dewi) kepada wanita yang tertawa merdu tadi. Ia makin terheran dan terkejut ketika melihat seorang wanita muda berpakaian serba merah. Wanita itu masih muda, hanya dua tiga tahun lebih tua dari padanya, berwajah cantik manis dan bersikap gagah, matanya bersinar-sinar seperti sepasang bintang pagi, akan tetapi di balik kemanisan wajahnya ini terbayng kebengisan dan kekerasan hati. Pakaian yang berwarna merah dan dipinggangnya juga tergantung sebatang pedang yang sarungnya terukir kembang-kembang merah pula. Dua orang gadis jelita itu berdiri berhadapan dan saling pandang. Diam-diam Biauw Eng bergidik. Kalau para pelayannya yang tiga belas orang itu gila, apakah majikannya tidak lebih gila? Akan tetapi, pelayan-pelayannya sudah begitu lihai, tentu majikannya lebih lihai! Maka ia bersikap waspada, menggulung sabuk sutera dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan. "Apa yang terjadi di sini?" Suara wanita baju merah itu halus dan merdu, sikapnya tenang sekali sehingga Biauw Eng menjadi kagum dan lebih hati-hati lagi. Sikap ini saja sudah menimbulkan dugaan bahwa wanita ini tentu amat lihai. "Tanpa sebab aku dikeroyok oleh pasukan ini, terpaksa aku membela diri," kata Biauw Eng mendahului orang-orang gila itu. "Hi-hi-hik, orang gila ini bicaranya tidak karuan, Sianli. Dia melakukan tiga macam kesalahan besar. Pertama, dia membikin marah Thai-houw, ke dua, dia membikin sakit hati Sianli, dan ke tiga, dia menyerang kami!" kata wanita gila berambut riap-riapan. "Bohong!" Biauw Eng berteriak marah dan penasaran."Mereka itulah yang gila dan miring otaknya!" "Kau yang gila!" Teriak tiga belas orang itu berbarengan. "Kalian yang gila!" Biauw Eng balas berteriak, tak kalah nyaring. "Kau......!" Tiga belas orang itu membalas. "Kalian!" Biauw Eng berseru pula. Beberapa kali tiga belas orang itu dan Biauw Eng saling mengatakan gila. Dara baju merah mengangkat tangan dan tiga belas orang wanita itu diam, terpaksa Biauw Eng juga diam. "Hemmm, ternyata kalian semua ini gila. Eh, orang berbaju putih dekil kotor. Benarkah engkau telah melakukan tiga dosa besar itu?" "Tidak! Bohong semua. Coba buktikan, orang-orang gila. Tiga dosa apakah yang kulakukan? Mengapa aku membikin marah Thai-houw kalian sedangkan bertemu pun belum?" Wanita berurai rambut bangkit berdiri dan menuding ke arah hidung Biauw Eng. "Tentu saja engkau membikin marah Thai-houw. Engkau memasuki wilayah kekuasaan Thai-houw tanpa ijin, bukankah hal itu berarti engkau membikin marah Thai-houw?" *** Biauw Eng meraba-raba dagunya. Biarpun alasan yang dikemukakan alasan gila, namun tak dapat disangkal, memang akibatnya akan memarahkan orang yang berkuasa di situ, biarpun ia tidak sengaja melanggar wilayah orang. Ia masih penasaran dan bertanya, "Kenapa kalian katakan aku menyakitkan hati Sianli dan menyerang kalian?"

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger