naruto

naruto

Senin, 26 November 2012

pendekar kayu harum25

Episode 25 "Kiranya engkau baru akan dapat menandingi kesaktian mereka itu kalau engkau sudah mempelajari semua kitab-kitab peninggalanku...." Demikian antara lain gurunya meninggalkan pesan sebelum menutup mata. Dan rahasianya berada di Siang-bhok-kiam! Mengapa turun gunung sebelum dia mendapat bekal kesaktian yang akan cukup kuat di pakai mempertahankan Siang-bhok-kiam? Lebih baik dia mencari dan memperlajari kitab-kitab itu! Pada keesokan harinya, Keng Hong mulai memeriksa dan meneliti pedang Siang-bhok-kiam. Pedang itu tidak bersarung, pedang telanjang yang terbuat daripada bahan kayu yang berbau sedap harum. Warnanya kehijauan dan kerasnya melebihi baja! Keng Hong meraba-raba pedang Siang-bhok-kiam dan meneliti ukiran huruf-huruf kecil yang pernah dilihat dan dibacanya. Kini dia memeriksa dan membacanya kembali: "Kebijaksanaan tertinggi seperti air! Tulus dan sungguh mengabdi kebajikan Tukang saluran mengalirkan airnya kemana dia suka!" Keng Hong mengerutkan keningnya. Sepanjang pengetahuannya, Sin-jiu Kiam-ong gurunya itu adalah orang yang paling memandang rendah para pendeta yang dia anggap orang-orang munafik yang pura-pura suci. Karena itu, pengetahuan suhunya tentang kitab-kitab suci hanya sepotong-sepotong dan ngawur saja. Akan tetapi mengapa pedang itu diukir dengan bait-bait yang terdiri dari kata-kata yang hanya dipergunakan dalam kitab-kitab suci? Sudah jelas bahwa gurunya yang membuat huruf-huruf ini. Dia mengenal huruf tulisan suhunya yang bengkak-bengkok tidak dapat dikatakan indah. Namun orang yang sudah dapat menuliskan huruf-huruf kecil pada tubuh Siang-bhok-kiam, kiranya di dunia ini hanya dapat dihitung dengan jari tangan! Apakah artinya huruf-huruf itu? Apakah artinya sajak yang bukan sajak, ujar-ujar yang setengah matang itu? Keng Hong merasa seperti sering membaca kalimat-kalimat ini, akan tetapi setelah dia ingat-ingat, dia tahu betul bahwa tidak ada ujar-ujar seperti itu bunyinya dalam kitab yang manapun juga! Sehari semalam lamanya dia merenungi arti tiga baris tulisan ini, namun tetap saja dia tidak dapat mengerti. akhirnya dia berpendapat bahwa mungkin rahasianya bukan terletak dalam baris-baris sajak yang tidak karuan ini, melainkan pada pedang itu sendiri. Diperiksanya pedang itu, di tekan sana-sini, dicarinya kalau-kalau ada bagian yang mengandung rahasia. Namun tak berhasil menemukan sesuatu yang aneh di pedang itu kecuali huruf-huruf tadi. Keng Hong telah berlatih ketekunan selama lima tahun di tempat itu, maka kini pun dia tidak mudah putus asa. Dengan tekun dia lalu mencari-cari di seluruh permukaan puncak batu pedang memeriksa kalau-kalau ada gua rahasia atau ada lubang-lubang yang cocok dengan ukuran pedang untuk dicongkel, kalau-kalau di situ terdapat pintu rahasia tempat penyimpanan pusaka suhunya. Namun, sampai sebulan sejak suhunya meninggal dunia, dia tidak berhasil menemukan pusaka itu di permukaan puncak batu pedang. Sementara itu, persediaan buah-buahan telah habis. Maka diambilnya keputusan untuk meninggalkan tempat itu, sesuai dengan pesan Kiang Tojin karena dia merasa tidak berhak tinggal di situ lebih lama lagi. Untuk penghabisan kali ini dia berlutut dan bersembahyang ke empat penjuru sambil menyebut nama suhunya, kemudian menyelipkan Siang-bhok-kiam di sebelah dalam bajunya. Ketika menyelipkan Siang-bhok-kiam ini, dia tersenyum dan menoleh ke sebuah sudut di atas permukaan puncak batu pedang. Ia merasa girang bahwa akhirnya timbul keberaniannya untuk turun dan menghadapi apa saja dengan dada lapang. Dia sudah lupa akan watak ayah bundanya, namun dia masih ingat benar akan watak gurunya. Gurunya seorang periang, mengapa dia sebagai muridnya tidak mencontoh watak guru? Dia harus menghadapi segala rintangan yang mungkin timbul dengan hati riang dan penuh kepercayaan kepada diri sendiri? Dia kini bebas lepas seperti seekor burung terbang di udara. Mengapa tidak gembira? Dengan wajah berseri pemuda remaja yang tampan ini lalu, menuruni puncak ini. Setelah mengoper sinkang suhunya sebulan yang lalu, dia merasa tubuhnya demikian penuh hawa yang amat kuat, yang membuat dia dapat meringankan tubuhnya, dan menuruni tebing yang curam itu dapat dia lakukan dengan amat mudahnya, jauh lebih mudah daripada yang sudah-sudah kalau dia turun mencari persediaan makan untuk suhunya dan dia. *** "Aiiihh....! Tolongggg....! lepaskan aku....!!" Jerit melengking ini jelas keluar dari mulut seorang wanita. Keng Hong yang tadinya mengira bahwa turunnya tentu akan dihadang musuh, mendapat kenyataan bahwa Kiam-kok-san (Puncak Lembah Pedang) di bawah batu pedang sunyi saja. Akan tetapi tiba-tiba dia mendengar lengking yang mengerikan itu, yang membuat bulu tengkuknya berdiri! Apalagi karena sebagai seorang yang tergembleng hebat, dia mendapat perasaan seolah-olah banyak pasang mata yang selalu mengikuti gerak-geriknya. Keng Hong tidak mempedulikan perasaan ini karena dia sudah melesat ke kiri, berlari ke arah suara yang menjerit tadi. Apapun yang terjadi, sudah pasti bahwa di sana ada seorang wanita yang minta tolong, yang membutuhkan bantuan karena terancam keselamatannya. "Jangan menolak setiap uluran tangan yang minta tolong", demikian pesan gurunya, "Namun waspadalah terhadap tangan yang berniat menolongmu.” Bukan karena teringat akan pesan suhunya, melainkan terutama sekali karena dorongan hati sendiri. Keng Hong melesat cepat untuk menolong wanita yang terancam bahaya, timbul dari dorongan welas asih yang memang sudah ada pada tiap hati manusia. Tak lama kemudian tibalah dia di sebuah lapangan terbuka dan dia tercengang. Di situ telah berkumpul puluhan orang tosu Kun-lun-pai dan di depan sendiri tampak penolongnya, Kiang Tojin berdiri dengan sikap angker, tangan kirinya mencengkeram pundak seorang wanita cantik yang meronta-ronta dan merintih-rintih. Dan selain tokoh-tokoh Kun-lun-pai, tampak pula Thian seng cinjin sendiri berdiri dengan bersandar pada tongkatnya! Ketua Kun-lun-pai ini tampak sudah tua sekali dan sikap mereka semua yang kini memandang Keng Hong membayangkan bahwa mereka itu memang sedang menantinya! Keng Hong menghentikan larinya dan otomatis dia menoleh. Benar saja seperti dugaannya tadi, di sebelah belakangnya kini muncul belasan orang tosu Kun-lun-pai dan dia berdiri terkurung di tengah, berhadapan dengan Kiang Tojin yang menangkap wanita cantik itu dan ketua Kun-lun-pai yang berdiri dengan sikapnya yang agung dan ramah! Keng Hong merasa seolah-olah menjadi seekor kelinci yang dikurung oleh puluhan ekor harimau kelaparan! Akan tetapi, dia adalah seorang yang sejak kecil sudah belajar kesopanan. Melihat Kiang Tojin yang menjadi penolongnya dan para tosu Kun-lun-pai yang pernah melepas budi selama dua tahun kepadanya, dia cepat-cepat menjatuhkan dirinya berlutut di depan Thian seng Cinjin dan Kiang Tojin sambil berkata. Episode 26 "Boanpwe (saya yang rendah) bekas kacung Cia Keng Hong datang menghadap para locianpwe (orang-orang tua gagah), mohon di maafkan segala kesalahan boanpwe!" Thian seng cinjin tersenyum lebar dan Kiang tojin berseri wajahnya lalu menggerakkan tangannya yang mencengkeram pundak wanita itu sambil berkata kepada anak muridnya, "Belenggu wanita jahat ini!" Dua orang tosu lalu datang dan mengikat kaki tangan wanita itu pada sebatang pohon. Keng Hong melirik dengan ujung matanya, melihat betapa wanita yang usianya sekitar dua puluhan tahun dan amat cantik jelita itu menangis perlahan sehingga hatinya merasa kasihan sekali. Akan tetapi dia segera mengalihkan perhatiannya ketika Kiang Tojin berkata. "Baik sekali, Keng Hong. Bangun dan berdirilah karena engkau bukan anak murid kami, juga bukan kacung kami lagi. Sudah sebulan lamanya kami menunggu. Apakah yang menyebabkan engkau terlambat sampai sebulan baru turun dari Kiam-kok-san?" Keng Hong terkejut. Kiranya para tosu Kun-lun-pai ini sudah tahu bahwa suhunya telah meninggal sebulan yang lalu dan diam-diam telah menjaga dan menanti dia turun dari puncak batu pedang. Yang menjaga dan memata-matai di Kiam-kok-san hanyalah murid-murid Kun-lun-pai, agaknya ketua Kun-lun-pai dan Kiang Tojin masih belum berani melanggar pantangan untuk mengotori Kiam-kok-san! Kemudian dia teringat betapa dia telah membakar jenasah suhunya di dalam pondok. Agaknya pembakaran itulah yang memberitahukan para tosu. Sebelum dia menjawab, karena melihat dia meragu dan bingung, Kiang Tojin sudah berkata lagi. "Kami melihat betapa asap mengebul dari puncak Kiam-kok-san. Kami tidak suka mengganggu seorang murid yang berkabung atas kematian gurunya, maka kami hanya menunggu. Akan tetapi, alangkah banyaknya orang yang telah menanti-nantimu, Keng Hong. Wanita jahat ini adalah orang terakhir dari kaum sesat yang menunggumu turun gunung dan yang sudah siap menurunkan tangan jahat kepadamu.” “Bohong! Tosu bau tak pernah mandi! Siapa yang hendak turun tangan jahat terhadap pemuda itu? Aku hanya ingin menonton keramaian, kemudian tersesat di sini dan kalian menggunakan pengeroyokan menangkap aku! Cih, tak tahu malu! Segerombolan kakek tua bangka mengeroyok seorang gadis! Kaukira aku tidak tahu? Kalian hanya berpura-pura menjadi pendeta, padahal menggunakan kesempatan untuk meraba-raba dan membelai-belai tubuhku dengan alasan hendak menangkap seorang penjahat!" Hebat sekali penghinaan ini. Banyak di antara para tosu Kun-lun-pai menjadi merah sekali mukanya, entah merah karena malu ataukah karena marah. Akan tetapi yang jelas, banyak di antara mereka yang melotot marah dan memandang wanita cantik itu penuh kebencian. Namun Kiang Tojin dan Thian Seng Cinjin hanya tersenyum, sedikitpun tidak terpengaruh oleh ucapan-ucapan menghina itu. Kiang Tojin hanya membalikkan tubuhnya dan tiba-tiba tangan kanannya bergerak ke depan dengan jari telunjuk menuding ke arah wanita yang terikat di pohon itu. Jarak di antara mereka ada tiga meter, akan tetapi terdengar angin bercuit dan.... tubuh wanita itu menjadi lemas dan ia tak dapat mengeluarkan suara lagi karena ia telah terkena totokan yang dilakukan dari jarak jauh! Hanya matanya saja yang memandang dengan mendelik penuh kemarahan. Diam-diam Keng Hong terkejut dan kagum sekali. Juga merasa betapa ketekunannya selama lima tahun ini sesungguhnya tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan tingkat kepandaian tosu yang menjadi penolongnya ini. Sebagai orang yang pernah mempelajari ilmu silatnya masih kalah jauh sekali oleh Kiang Tojin, dan agaknya kalau harus melawan tosu ini, belum tentu dia sanggup bertahan sampai lima jurus! "Keng Hong, ketahuilah bahwa kaum sesat dan orang-orang gagah yang menaruh dendam kepada gurumu selalu mengincarmu untuk merampas pedang Siang-bhok-kiam dan rahasia penyimpanan kitab-kitab gurumu. Kami para tosu Kun-lun-pai sama sekali bukanlah orang-orang serakah dan tidak menghendaki apa-apa, baik dari Sin-jiu Kiam-ong atau dirimu. Akan tetapi, mengingat bahwa engkau datang ke Kun-lun-pai tidak membawa apa-apa, maka kepergianmu dari sini pun tidak boleh membawa apa-apa! Kalau Siang-bhok-kiam berada bersamamu, harus kau tinggalkan pedang itu kepada pinto. Demikian pula, segala benda lain yang kaubawa, kitab-kitab atau apa saja, harus ditinggalkan. Hal ini bukan sekali-kali karena pinto ingin memilikinya, melainkan pertama, benda-benda itu hanya akan mendatangkan malapetaka padamu, dan daripada jatuh ke tangan kaum sesat sehingga mereka menjadi lebih lihai, lebih baik kami simpan atau kami hancurkan di Kun-lun-san!" Keng Hong mengerutkan keningnya, "Akan tetapi, pedang yang saya bawa ini adalah pemberian suhu, bukan hasil mencuri milik Kun-lun-pai!" Kiang Tojin tersenyum dan mengangguk-ngangguk, "Betul, akan tetapi Sin-jiu Kiam-ong telah meninggal dunia di Kiam-kok-san, karena itu semua peninggalannya harus ditinggalkan di Kiam-kok-san pula. Biarpun engkau muridnya, tak boleh engkau membawanya pergi dari Kun-lun-san.” "Kalau saya menolak?" Kiang Tojin mengerutkan alisnya dan mengangkat mukanya. "Keng Hong, tak tahukah engkau bahwa peraturan kami ini demi keselamatanmu sendiri? kalau engkau menolak, berarti engkau lupa akan budi dan pinto terpaksa menggunakan kekerasan!" Keng Hong dapat menyelami maksud hati Kiang Tojin dan dia makin kagum dan tunduk kepada tosu Kun-lun-pai yang bijaksana dan cerdik ini. Akan tetapi untuk mengalah begitu saja dia merasa enggan. Apalagi tidak ada kesempatan yang lebih baik daripada berlatih melawan Kiang Tojin yang tidak mempunyai niat buruk terhadap dirinya. Biarpun dia berlatih dengan penolongnya yang berilmu tinggi ini. "Maafkan saya, Totiang. Sebelum menyerahkan pedang ingin sekali saya menerima petunjuk Totiang dalam hal ilmu silat.” Episode 27 Kiang Tojin tertawa, "Ha-ha-ha, memang sejak dahulu engkau keras hati. Baiklah, Keng Hong. Kau boleh menyerangku, pinto juga ingin melihat sampai di mana hasilmu berguru kepada mendiang Sin-jiu Kiam-ong! Mulailah!" Biarpun belum pernah mempergunakan kepandaian yang dipelajarainya selama lima tahun itu untuk bertanding dalam pertempuran sungguh-sungguh, namun Keng Hong sudah menguasai dasar-dasar ilmu silat tinggi. Juga dia selalu ingat akan semua nasihat dan petunjuk suhunya. Ia ingat akan nasehat gurunya bahwa bagi seorang yang sudah tinggi ilmu silatnya, lebih baik di serang lebih dahulu daripada menyerang, karena lawan yang menyerang itu otomatis akan membuka bagian yang kosong sehingga mudah "dimasuki" dalam serangan balasan yang dilakukan otomatis pula. Karena dia tahu bahwa Kiang Tojin adalah lawan yang amat berat, maka setelah berseru keras dia maju memukul dengan gerakan perlahan dan hati-hati, hanya menggunakan seperempat bagian perhatiannya saja untuk menyerang, yang tiga perempatnya bagian dia cadangkan untuk penjagaan diri agar begitu lawannya membalas, dia dapat menghindar dengan elakan atau tangkisan. "Wuuuttt!" Pukulan tangan kanannya menyambar, mendatangkan angin yang kuat. "Bagus.....!" Kiang Tojin berseru, kagum melihat kenyataan betapa kuat pukulan Keng Hong sehingga tidak mengecewakan menjadi murid Sin-jiu Kiam-ong karena dia sendiri tidak akan sanggup melatih seorang murid selama lima tahun sudah memiliki sinkang yang sedemikian kuatnya. Namun diam-diam dia kecewa menyaksikan gerakan-gerakan itu yang amat sederhana, padahal dia tadinya mengira bahwa ilmu silat yang diturunkan kakek raja pedang itu kepada muridnya tentu hebat. Melihat pukulannya hanya dielakkan Kiang Tojin dan ternyata tosu itu sama sekali tidak membalasnya, bahkan jelas menanti serangan selanjutnya, tahulah Keng Hong bahwa tosu penolongnya ini benar-benar hanya ingin mengujinya. Pujian yang keluar dari mulut Kiang Tojin itu membuat telinganya merah. Sudah jelas bahwa dia memukul dengan gerakan sederhana saja, bahkan dengan tenaga yang hanya seperempatnya, bagaimana bisa di sebut bagus? Apakah tosu penolongnya ini mengejeknya? Biarlah, kalau aku kalah biar kalah, roboh di tangan tosu yang menjadi tokoh kedua Kun-lun-pai ini, apalagi yang menjadi penolongnya, tidaklah amat memalukan. Maka dia berkata. "Totiang, maafkan kelancanganku!" Seruan ini dia tutup dengan gerakan menyerang. Kini Keng Hong tidak mau diejek untuk kedua kalinya. Ia mengerahkan sinkang dari pusarnya. Hawa panas meluncur cepat ke arah kedua lengannya dan dia mempergunakan ginkangnya. Tubuhnya melesat bagaikan kilat menyambar ke arah Kiang Tojin dan sekaligus dia memukulkan kedua tangannya dalam serangan berantai. Harus diketahui bahwa dalam silat tangan kosong, Keng Hong belum dapat dikatakan lihai. Ia hanya digembleng dengan pengertian dan gerakan dasar-dasar ilmu silat saja. Setiap gerakan tangan dan geseran kaki memang dapat dia lakukan dengan mahir, namun rangkaian ilmu silat belum banyak dia pelajari karena waktunya tidak mengijinkan. Dari suhunya dia hanya baru dapat memetik ilmu silat tangan kosong yang oleh gurunya dinamai San-in-kun-hoat (ilmu silat awan gunung) yang diambil dari keadaan di puncak Kiam-kok-san. Ilmu silat ini merupakan gerakan-gerakan inti ilmu silat tinggi, namun diatur amat sederhana sehingga hanya terdiri dari delapan buah jurus serangan saja! Dalam serangan ke dua ini Keng Hong yang tidak mau diejek itu telah mempergunakan jurus yang disebut Siang-in-twi-an (Sepasang Awan Mendorong Gunung). Kedua kakinya masih di udara ketika dia melompat, namun siap melakukan tendangan susulan sebagai perkembangan jurus ini, sedangkan kedua lengannya didorongkan ke depan secara bergantian sambil mengerahkan tenaga sinkang sekuatnya. "Siuuuuttt....!" "Siancai...!" Kiang Tojin terkejut bukan kepalang. Melihat tenaga pada serangan pertama tadi, dia sudah kagum, akan tetapi serangan kedua ini benar-benar membuat dia kaget karena serangan ini bukan merupakan serangan main-main dari seorang pemuda yang baru lima tahun belajar ilmu silat! Episode 28 Serangan ini lebih pantas kalau dilakukan seorang tokoh persilatan yang sudah melatih diri selama puluhan tahun! Tenaga pukulan itu dapat dia ukur dari angin yang menyambar dan biarpun Kiang Tojin sendiri tidak berani menerima pukulan sehebat itu. Cepat tosu itu meloncat ke samping dan memutar tubuh sambil mengangkat tangan karena melihat kedudukan tubuh Keng Hong di udara itu dia maklum bahwa pemuda ini akan melanjutkan jurus itu dengan tendangan. Dugaannya memang tepat dan baik dorongan tangan maupun tendangan Keng Hong banyak mengenai angin belaka, dan hanya berhasil membuat pakaian tosu itu berkibar. Ketika serangan kedua ini gagal, Keng Hong yang khawatir kalau-kalau menerima serangan balasan, lalu menggunakan ginkangnya dan di udara tubuhnya sudah berjungkir balik di barengi seruannya yang keras sekali. Tubuhnya berputaran di udara dan membalik, lalu meluncur turun dan langsung menyerang untuk ketiga kalinya ke arah Kiang Tojin yang masih berdiri terbelalak. Gaya serangan tadi saja sudah membayangkan ilmu silat yang luar biasa, apalagi tenaganya yang membuat kulit tubuhnya terasa pedas dan dingin sekali, kini menyaksikan ginkang sehebat itu tosu ini melongo. Namun pada detik berikutnya, tubuh pemuda ini sudah meluncur dan menyerangnya dari atas seperti seekor burung garuda menyambar. Sekali ini Keng Hong menggunakan jurus ke delapan atau jurus terakhir dari ilmu silat San-in-kun-hoat, yaitu jurus yang disebut In-keng-hong-i (Awan Menggetarkan Angin dan Hujan). Jurus inilah yang paling sukar dimainkan, karena keempat kaki tangan melakukan serangan dari atas secara bertubi-tubi. Keng Hong yang ingin memperlihatkan apa yang telah dia pelajari dari suhunya agar tidak dipandang rendah, telah menggerakkan kedua kakinya susul-menyusul menendang ke arah dada dan perut, disusul dengan hantaman tangan kiri yang terkepal ke arah leher dan akhirnya dengan jari terbuka ke arah ubun-ubun kepala lawannya! Benar-benar serangan yang amat hebat, cepat dan mengandung tenaga mijizat karena pada saat itu dia mempergunakan seluruh hawa sinkang di tubuhnya yang dia lancarkan melalui kedua tangan dan kakinya! Dengan pukulan seperti inilah ketika dia marah-marah kepada diri sendiri di puncak batu pedang, dia telah menggempur batu menonjol sehingga batu setinggi orang itu telah hancur lebur. "Hayaaaa....!" Kiang Tojin benar-benar kaget sekali sekarang. Ia maklum bahwa sedikit pun dia tidak boleh memandang ringan serangan ini dan dia pun maklum bahwa serangan ini terlalu dahsyat dan berbahaya. Maka dia mengerahkan perhatian dan tenaganya. Tendangan kedua kaki mengarah perut dan dadanya dia hindarkan dengan elakan cepat, demikian pula pukulan ke arah lehernya. Akan tetapi tamparan ke ubun-ubunnya sedemikian cepat dan hebatnya sehingga amat berbahaya kalau dielakkan karena terkena sedikit saja bagian kepalanya tentu akan mendatangkan bencana hebat, maka dia mengerahkan tenaganya, miringkan kepala dan tubuh kemudian secepat kilat dia menangkis tamparan itu sambil terus menangkap tangan Keng Hong yang terbuka. Kiang Tojin adalah seorang tokoh besar yang telah memiliki tingkat kepandaian amat tinggi, juga memiliki tenaga sinkang yang sukar di cari bandingnya. Maka amatlah mengherankan kalau kini menghadapi seorang muda yang baru belajar selama lima tahun dia terpaksa harus berhati-hati dan mengerahkan tenaganya. "Plakk....! Aihhhh.....!" Kiang Tojin berseru kaget sekali. Ketika dia menangkis tamparan Keng Hong dengan Telapak tangannya, dia merasa seolah-olah lengannya tertindih tenaga yang amat kuat dan beratnta hampir tak kuat dia menahannya, yang membuat seluruh lengan sampai setengah dada terasa ngilu! Sebagai seorang yang sakti, tentu saja dia terkejut namun tidak kehilangan akal. Cepat dia memutar telapak tangannya bergerak, tubuh Keng Hong terbanting ke bawah. Namun karena pemuda itu memiliki ginkang yang luar biasa, dia terbanting dalam keadaan berdiri sungguhpun bantingan itu membuat dia berdiri setengah berlutut dengan tangan masih menempel dengan tangan Kiang Tojin yang menangkapnya. "Heeeiiiitttt....!" Kembali Kiang Tojin memekik kaget dan megerahkan tenaga sinkang untuk melepaskan pegangannya. Namun sungguh aneh sekali, dia tidak dapat melepaskan pegangannya pada tangan Keng Hong! Dapat dibayangkan betapa kaget dan herannya ketika dia merasa betapa makin dia mengerahkan sinkang, maka hawa sakti itu seolah-olah air dituangkan ke dalam laut, amblas dan hanyut tanpa bekas, bahkan kini tak dapat lagi dia menahan sinkangnya yang terus mengalir keluar melalui lengannya dan tersedot masuk ke dalam tubuh Keng Hong melalui tangan! "Iiiiihhhh...., ehhhh....!" Kiang Tojin menjadi pucat, matanya terbelalak dan dia meronta-ronta hendak melepaskan pegangannya. Sia-sia belaka, karena seperti ada tenaga mijizat yang membuat tangannya lekat dan diapun tak dapat menahan sinkangnya yang menerobos keluar! Tentu saja Kiang Tojin tidak mengerti bahwa kalau tadi dia hampir kalah kuat oleh Keng Hong, adalah karena pemuda itu telah menerima pengoperan sinkang dari Sin-jiu Kiam-ong dalam saat terakhir sehingga dapat dikatakan bahwa yang dia lawan bukan sinkang asli Keng Hong, melainkan sama dengan melawan Sin-jiu Kiam-ong! Dan kini, baik dia sendiri maupun Keng Hong tidak mengerti betapa ada tenaga "menyedot" luar biasa pada diri Keng Hong sehingga hawa sakti dari tubuh tosu itu mengalir keluar dan pindah ke dalam tubuh pemuda itu! Ketika Keng Hong merasa betapa hawa panas mengalir dari tangan tosu itu dan menerobos memasuki tubuhnya melalui tangannya tanpa dapat dicegah lagi, dia tahu apa yang telah terjadi dan dia menjadi terkejut sekali. Mula-mula dia mengira bahwa seperti apa yang telah dilakukan mendiang suhunya, tosu penolongnya inipun hendak mengoperkan sinkang kepadanya, akan tetapi ketika melihat wajah tosu itu menjadi pucat, sikapnya yang gugup dan betapa tosu itu dengan sia-sia hendak melepaskan pegangan, dia menjadi kaget bukan main. Tanpa dia ketahui sendiri, dalam dirinya telah timbul semacam "penyakit" yang dia sendiri tidak mampu obati, yaitu telah timbul semacam daya sedot yang hebat dan yang tak dikuasainya. Hal ini terjadi diluar di luar kehendaknya dan dia tidak tahu bahwa ketika Sin-jiu Kiam-ong memaksakan sinkangnya berpindah ke tubuh muridnya, paksaan yang tidak wajar ini telah mengacau hawa sakti di tubuh Keng Hong dan telah merusak susunannya sehingga menimbulkan kekuatan daya sedot yang amat luar biasa ini. Dalam bingungnya, Keng Hong juga membetot-betot tangannya dan mulutnya berkata gagap "Totiang.....lepaskan......, lepaskan tanganku.....!" Selagi mereka berkutetan, masing-masing ingin melepaskan tangan yang saling melekat, beberapa orang tosu yang menjadi sute dari Kiang Tojin, menjadi marah. Mereka ini juga merupakan orang-orang yang berilmu tinggi. Mereka tidak tahu apa yang telah terjadi, akan tetapi melihat betapa suheng (kakak seperguruan) mereka menjadi makin pucat dan tampak gugup dan bingung, mereka itu sebanyak empat orang telah melangkah maju menghampiri Keng Hong. Seorang di antara mereka berseru marah. Episode 29 "Bocah jahat, lepaskan!" Empat buah lengan yang kuat dan mengandung penuh tenaga lweekang menyentuh tubuh Keng Hong. Dua orang memegang tangannya, dua orang lagi memegang kedua pundaknya. Keng Hong tidak melawan dan dia masih dalam keadaan setengah berlutut. Namun begitu empat buah tangan itu menyentuh Keng Hong, terdengar seruan-seruan kaget, bukan hanya empat orang tosu itu yang berseru kaget, bahkan Keng Hong juga mengeluh dan berteriak, "Lepaskan......!" Ternyata bahwa kini empat orang tosu itu tak dapat melepaskan lagi tangan mereka yang menempel tubuh Keng Hong dan seperti tempat air bocor, sinkang di tubuh mereka juga mengalir dan disedot masuk ke dalam tubuh pemuda itu! "Bocah berilmu iblis!" Seorang di antara tosu itu memaki dan dia memukul dengan tangan lain ke punggung Keng Hong. Akan tetapi hanya terdengar suara “plakkk!" dan kini tangannya yang sebelah lagi itu pun melekat dan makin hebatlah tosu ini tersedot tenaganya sehingga dia menjadi pucat dan lemas seketika! Keliru kalau mengira bahwa Keng Hong merasa senang menerima terobosan hawa sakti yang berkelimpahan memasuki tubuhnya ini. Tubuhnya menjadi makin panas, tidak karuan rasanya, seolah-olah sebuah bola karet yang terisi angin, tubuhnya terasa seperti akan meledak, dadanya penuh hawa, pusarnya penuh hawa yang menekan-nekan dan memberontak hendak keluar, kepalanya pening sekali dan mukanya menjadi merah seperti udang rebus! Ia merasa tersiksa sekali, apalagi karena dia maklum bahwa lima orang tosu itu bisa tewas kalau mereka tidak lekas-lekas dapat melepaskan tangan mereka dari tubuhnya. Namun dia sendiri tidak tahu bagaimana caranya agar dapat terlepas dari mereka! Kalau tadinya dia masih dapat berteriak-teriak minta mereka melepaskan tangan sambil meronta-ronta, kini dia hanya dapat mengeluarkan suara "ah-ah-uh-uh" seperti orang gagu. Keadaan Kiang Tojin dan empat orang tosu itu lebih menderita lagi. Mereka merasa betapa tenaga sinkang mereka makin lama makin menipis, tersedot secara ajaib tanpa mereka dapat mencegahnya. Tubuh mereka menjadi lemas, kepala menjadi pening dan pikiran tak dapat dipergunakan dengan baik lagi, membuat mereka menjadi bingung dan tak tahu harus berbuat apa. "Siancai.... siancai....!" Seruan ini keluar dari mulut Thian Seng Cinjin, seruan yang halus dan tahu-tahu tubuh kakek ini sudah melayang dekat, kemudian dia menggerakkan kedua tangan setelah menancapkan tongkat di atas tanah. Dengan kedua tangannya dia memegang kedua pangkal lengan Keng Hong, lalu merenggut dan menghentak keras. Keng Hong merasa betapa sebuah tenaga raksasa menariknya dan tenaga ini yang jauh lebih kuat daripada tenaga kelima tosu yang membocor ke dalam tubuhnya, telah menghentikan hubungan atau aliran hawa sakti itu, melepaskan kedua lengannya dan tahu-tahu tubuhnya terlempar sampai sepuluh meter lebih jauh sampai bergulingan. Keng Hong meloncat bangun, loncatannya amat ringannya dan dia berteriak kaget karena tubuhnya itu mencelat jauh lebih tinggi daripada yang dikehendakinya. Tubuhnya terasa seperti penuh dengan hawa yang membuatnya ringan sekali, akan tetapi juga berat di sebelah dalam. Hawa yang memenuhi tubuhnya minta keluar, membuat mulutnya menghembuskan suara mendesis seperti orang yang mulutnya kepedasan! "Aaahhhh... minggir..... aaahhhhh.... minggir semua.....!" pekiknya dengan suara menggereng seperti seekor harimau, kemudian tubuhnya sudah melesat ke depan, menuju ke arah pohon-pohon besar. Para tosu yang menyaksikan keadaannya ini menjadi kaget, heran dan juga gentar sehingga otomatis mereka itu minggir dan menjauhkan diri. Keng Hong yang hanya merasa bahwa dia harus menyalurkan semua hawa sakti yang memenuhi tubuhnya, harus mengeluarkan tenaga yang membuat dadanya dan kepalanya seperti akan meledak, terus saja menggunakan kedua kaki tangannya untuk menghajar pohon-pohon yang tumbuh di depannya. Ia memukul, menendang dan mendorong. Dengan ngawur saja dia lalu mainkan keseluruhan delapan jurus dari ilmu silat San-in-kun-hoat dan setelah selesai, dan terdengar suara-suara hebat "dessss, kraaak-kraaaaak.... bruuuuk!" berkali-kali maka dia telah merobohkan delapan belas batang pohon besar yang menjadi tumbang, batangnya remuk dan kini malang melintang seperti diamuk topan! Setelah menjadi tumbang, batangnya remuk dan kini malang melintang seperti diamuk topan! Setelah mengeluarkan sebagian hawa sinkang yang mendesak-desak di tubuhnya itu melalui pukulan-pukulan dan tendangan-tendangan yang merobohkan belasan batang pohon, barulah Keng Hong merasa tubuhnya tidak tersiksa lagi, dadanya dan kepalanya tidak seperti mau meledak, napasnya tidak sesak dan dia seperti baru timbul dari keadaan seorang yang hampir tenggelam ke dalam air yang amat dalam tanpa dapat berenang! Ia kini menggoyang-goyang kepalanya mengusir sisa kepeningan lalu memandang ke depan. Ia melihat betapa Kiang Tojin dan empat orang sutenya telah duduk bersila mengatur pernapasan dan mengumpulkan tenaga dengan wajah pucat. Teringatlah dia akan semua peristiwa akibat gara-garanya, maka cepat dia menghampiri Kiang Tojin dan menjatuhkan diri berlutut sambil mengangguk-anggukkan kepala penuh penyesalan. "Saya mohon ampun dari Totiang sekalian...!" Suaranya pilu dan tak terasa lagi pemuda ini menangis sesenggukan! "Siancai...., engkau bocah telah mewarisi ilmu iblis Sin-jiu Kiam-ong, masih baik tidak mewarisi wataknya yang ugal-ugalan. Hatimu masih bersih....!" Thian Seng Cinjin memuji sambil mengelus jenggotnya yang putih. Tosu tua ini maklum bahwa kalau hati anak muda itu mengandung kekejaman, dia akan kehilangan beberapa orang murid. Tentu malapetaka besar akan timbul kalau saja pemuda itu menyalurkan hawa sinkang yang hebat itu bukan kepada pohon-pohon, melainkan kepada manusia. Kiang Tojin membuka matanya, mulutnya tersenyum sabar namun pandang matanya penuh kengerian dan juga kekaguman. "Keng hong, engkau telah mewarisi ilmu yang hebat dan mengerikan...." "Totiang, saya bersumpah bahwa semua itu terjadi di luar kehendak saya. Kini saya mohon kepada Totiang sudilah Totiang melenyapkan daya sedot yang mencelakakan orang tanpa saya kehendaki ini. Tolonglah, Totiang...!" Pemuda ini merasa tersiksa sekali batinnya dan dia menganggap ilmu kepandaian aneh yang berada di dalam dirinya, daya sedot yang ajaib itu, tak lain hanya sebagai sebuah penyakit hebat yang menyeramkan dan menjijikkan!

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger