naruto

naruto

Senin, 26 November 2012

pendekar kayu harum 108

Episode 108 Akan tetapi Kok Cin Cu tidak mengerti akan niat wanita cantik yang baru datang ini. Melihat gerakan sabuk sutera putih, Kok Cin Cu yang juga seorang ahli memainkan senjata lemas, maklum bahwa wanita muda ini merupakan seorang lawan lihai yang sama sekali tidak boleh di pandang ringan , maka dia pikir bahwa sebelum di keroyok dua orang muda lihai ini, lebih baik turun tangan dulu membunuh Keng hong, baru menghadapi wanita itu. Pikiran inilah yang membuat Kok Cin Cu tiba-tiba meloncat ke depan menubruk ke arah Keng Hong dan mengirim serangan dengan ke dua tangannya mencengkeram ke arah kepala dengan Ilmu Ang-liong-jiauw-kang yang luar biasa dahsyatnya! "Keng Hong ....awas...! " Sie Biauw Eng menjerit ngeri menyaksikan dahsyatnya serangan tokoh Kong-thong- pai ini dari tangannya meluncur sinar putih. Keng Hong juga maklum akan kelihaian Ang-liong-jiauw-kang, maka dia pun lalu mengerahkan sinkangnya dan karena dia tidak ingin membunuh kakek ini, dia menggunakan tenaga sinkangnya untuk mendorong agar tubuh kakek itu terpental. Kini dia tidak marah kepada kakek itu, maka otomatis tenaga sedot yang mujijat di tubuhnya pun tidak bekerja! "Dessss...!" Dua tenaga raksasa yang tidak tampak bertemu di udara. Tubuh Keng Hong tergetar dan bergoyang-goyang kepalanya pening dan matanya berkunang-kunang. Akan tetapi Kok Cin Cu mengeluarkan keluhan tertahan, tubuhnya terbanting ke belakang dan kakek itu roboh tak berkutik lagi! "Kau..perempuan keji..!!" Keng Hong menoleh ke arah Biauw Eng karena dia dapat melihat jelas betapa ujung sabuk sutera Biauw Eng tadi menotok ke arah jalan darah di belakang kepala tosu itu, sebuah totokan maut yang tak mungkin dapat dielakkan oleh tosu yang sedang mengadu tenaga dahsyat dengan dia tadi. Gerakan sabuk sutera di tangan Biauw Eng sedemikian cepatnya sehingga hanya dia yang melihatnya, sedangkan sisa murid Kong-thong-pai tidak ada yang mengetahuinya, mengira bahwa guru mereka itu tewas di tangan Keng Hong. Biauw Eng memandang heran. Keng Hong ..., aku hanya membantumu...!" "Perempuan rendah! Perempuan tak tahu malu ! Siapa membutuhkan bantuanmu? Pergi, muak perukku melihatmu!" "Kau... Kau...!" Biauw Eng terisak dan mukanya pucat sekali, kemudian gadis itu membalikkan tubuhnya lalu berkelebat cepat melarikan diri dari tempat itu menginggalkan isak tertahan. Keng Hong menghela nafas panjang, memandang ke arah mayat Kok Cin Cu dan mayat empat orang murid Kong-thong-pai , kemudian dia berkata, suaranya berat. "Heh, kalian murid-murid Kong-thong-pai, semua ini salahku. Aku telah membunuh Kok Cin Cu totiang dan empat orang saudara kalian .Nah , tangkaplah aku, belenggu tanganku. Bawa aku ke Kong-thong-pai menghadap para pimpinan kalian agar aku menerima hukumannya secara adil. Empat orang laki-laki gagah dan dua wanita cantik itu sejenak memandang kepadanya dengan perasaan jerih, benci, marah dan juga heran. Kemudian mereka meloncat maju dan menelikung kedua tangan Keng Hong ke belakang. Seorang di antara mereka mempergunakan cambuk baja ilik Kok Cin Cu untuk mengikat kedua lengan pemuda itu ke belakang, kemudian mereka mengiring Keng hong sambil membawa lima jenazah itu. Mereka menuju ke sebuah dusun dan dengan bantuan penduduk di situ, kelima buah jenazah itu dikubur secara sederhana. Ketika enam orang murid Kong-thong-pai itu berlutut sambil menangis di depan gundukan kuburan itu, Keng Hong yang terbelenggu kedua lengannya ikut pula menjatuhkan diri berlutut di depan kuburan Kok Cin Cu dan berbisik lirih. "Totiang tentu mengerti bahwa bukan niatku membunuh Totiang berlima." Enam orang Kong-thong-pai itu menjadi heran melihat Keng Hong berlutut pula sabil berkemak-kemik di depan kuburan guru mereka, akan tetapi mereka diam saja. Mereka membenci pemuda ini yang telah menewaskan guru mereka, akan tetapi mereka tidak berani bersikap kasar karena mereka tahu diri dan mengerti bahwa pemuda itu dapat mereka belenggu karena pemuda itu sengaja menyerahkan driri. Kewajiban mereka hanya menggiring pemuda ini ke Kong-thong-pai, menyerahkannya kepada para pimpinan Kong-thong-pai. Mereka tahu bahwa biarpun kedua lengannya dibelenggu, kalau pemuda itu memberontak, agaknya mereka berenam bukanlah lawannya. Dua orang wanita anak murid Kong-thong-pai itu, disamping rasa benci dan dendam karena kematian gurunya, ada perasaan lain yang amat mengganggu hati mereka dan yang sekaligus menghapus rasa benci dari hati mereka. Mereka berdua merasa saat kagum kepada Keng Hong. Kagum akan kelihaian pemuda itu, kagum akan sikapnya yang tenang , gagah, kagum pula akan ketampanan wajahnya dan kebagusan bentuk tubuhnya. Apalagi bagi Kiu Bwee Ceng, wanita cantik baju kuning yang sudah dua kali bertemu dengan Keng Hong, yaitu pertama kalinya ketika ia dan para saudara sepergurunnya dan murid-murid Siauw-liam-pai dan Hoa-san-pai menghadang pemuda ini, bahkan dia pernah mengalami tersedot sinkangnya oleh pemuda yang aneh ini. Dia kagum sekali akan kegagahan Keng Hong. Kiu Bwee Ceng ini adalah seorang janda muda, usianya mendekati tiga puluh tahun. Suaminya telah meninggal dunia dan dahulu suaminya adalah murid kepala dari Kok Cin Cu, maka tentu saja ilmu kepandaiaanya paling tinggi di antara para suheng-suhengnya. Setelah suaminya tewas dalam pertempuran melawan gerombolan penjahat, Bwee Ceng menjadi janda. Sukar baginya untuk menemukan seorang pria yang dapat menandingi suaminya. Bagaimana hatinya takkan menjadi tertarik? Apalagi karena ia dapat menduga bahwa dua orang gadis cantik jelita murid La-hai Sin-ni yang amat lihai itu agaknya tergila-gila pula kepada Keng Hong. Ketika tadi melihat betapa Keng Hong menbentak dan mengusir Song-bun Siu-li yang kelihaiannya terkenal sebagai seorang iblis betina yang mengerikan, ia menjadi makin tertarik. Adapun wanita ke dua yang berpakaian biru adalah Tang Swat Si, sumoinya. Wanita ini masih gadis sungguhpun usianya sudah dua puluh lima tahun. Swat Si memiliki wajah cantik dan bentuk tubuh yang indah sehingga banyak pria yang jatuh cinta kepadanya. Banyak pula datang lamaran, kan tetapi gadis ini selalu menolaknya karena tidak ada seorangpun di antara para pelamar itu yang menggerakkan hatinya. Kini bertemu dengan Keng Hong, tiba-tiba saja hatinya menjadi tidak karuan rasanya. Berkali-kali gadis ini mencuri pandang, mengerling ke arah tubuh belakang Keng Hong, melihat pinggulnya, punggung dan paha yan telanjang sebagian karena pakainnya robek-robek terakan oleh pecut baja Kok Cin Cu tadi. Mereka kulit putih halus yang membayangkan otot-otot yang kuat, karena dia tadi menyaksikan betapa di balik kulit putih halus itu tersembunyi tenaga sinkang yang saat hebat sehingga gurunya sendiri pun tidak kuat menghadapinya, hati gadis ini menjadi tegang, mukanya menjadi merah dan pipinya terasa panas, jantungnya berdebar tidak karuan. Episode 109 Bwee Ceng agaknya maklum akan gerak-gerik sumoinya. Sebagai seorang wanita yang pernah bersuami, dia lebih berpengalaman dan melihat gerak-gerik sumoinya, ia dapat menduga bahwa sumoinya, ia dapat menduga bahwa sumoinya terserang penyakit yang sama dengan dia sendiri. Diam-diam dia mendekatinya sumoinya sehingga mereka berjalan berendeng, agak jauh dari empat orang suheng mereka. Bwee Ceng menowel lengan sumoinya dan berbisik-bisik sambil kadang-kadang memandang ke arah tawanan mereka tiu. Kelihatan Swat Si terbelalak memandang sucinya, kemudian menundukkan muka dengan kedua matanya meneriling tajam membayangkan rasa jengah dan malu-malu. Kemudian mereka berbisik-bisik dan tidak ada orang lain yang dapat mendengar mereka , kecuali Keng Hong! Pada saat itu, Keng Hong sedang berjalan sambil melamun, memikirkan Sie Biauw Eng. Kebenciannya dan penyesalan hatinya terhadap gadis itu makin menghebat. Ia mengerti bahwa gadis itu saat mencintainya, entah cinta hanya terdorong nafsu berahi belaka, seperti yang terbukti dari pengalamannya malam itu ketika Biauw Eng mendatanginya dan mencurahkan segala kemesraan terhadap dirinya, entah cinta yang lain lagi sifatnya karena buktinya secara diam-diam gadis itu selalu mengikutinya dan membantunya. Betapapun sifatnya, dua macam cinta kasih ini tentu saja dapat dia terima dengan hati senang dan puas, akan tetapi yang membuat dia menyesal dan membenci adalah bahwa setiap kali Biauw Eng turun tangan,tentu terjadi pembunuhan keji dan akibatnya dialah yang dimusuhi orang! Yang terakhir ini sudah keterlaluan. Kalau saja Biauw Eng tidak turun tangan, tak mungkin empat orang tokoh murid Kong-thong-pai tewas dan seorang tokoh di antara Kong-tong Ngo-Iojin tewas pula! Dan yang paling memanaskan hatinya karena kekejian gadis itu adalah kematian Sim Ciang BI, gadis Hoa-san-pai yang lemah lembut, yang sama sekali tidak berdosa. Hanya karena gadis Hoa-san-pai itu mencintainya lalu dibunuh secara keji oleh Biauw Eng. Hemmm.. demikian kejikah hati seorang wanita yang sudah mencinta? Apakah kalau melihat setiap orang wanita lain mencintanya, lalu turun tangan tangan membunuhnya? Ah, ingin dia melihatnya! Kalau betul demikian, dia harus dapat menangkap basah Biauw Eng, dan menyeretnya untuk menerima hukuman dari partai persilatan yang bersangkutan! Betapapun dia mempunyai perasaan sayang yang amat aneh di sudut hatinya terhadap Sie Biauw Eng, namun mengingat akan kekejian gadis itu, dia ingin menangkap basah Biauw Eng dan menyerahkannya kepada Hoa-san-pai atau Kong-thong-pai! Ketika dia termenung sampai di situ, tiba-tiba dia mendengar bisikan-bisikan dua orang wanita yang berjalan agak jauh di sebelah belakangnya. Pada saat itu, Keng Hong sedang termenung dan keadaan orang yang termenung hampir sama dengan keadaannya kalau sedang bersamadhi. Begitu telinganya dapat menangkap bisikan-bisikan itu, dia menghentikan renungannya dan mencurahkan perhatiaanya pada bisikan-bisikan tadi sehingga terdengar cukup jelas oleh Keng Hong yang memang memiliki sinkang yang amat kuat itu. Muka Keng Hong menjadi merah ketika dia menangkap bisikan-bisikan itu dan dia mengerling ke kanan kiri, ke arah empat orang murid pria Kong-thong-pai ynag berjalan di kanan kirinya, akan tetapi hatinya lega melihat mereka ini tidak mendengar apa-apa. "Suci apa yang kaukatakan ini? Jangan menuduh yang bukan-bukan.." terdengar jelas oleh Keng Hong gadis baju biru, Tang Swat Si, berbisik. "Hi-hi-hik, tak perlu bepura-pura lagi, Sumoi. Aku pun amat tertarik kepadanya. Dia seorang jantan pilihan, dan kalau saja kita dapat menerima cintanya untuk semalam saja.. ah, selamanya kita tidak akan penasaran..." balas Kiu Bwee Ceng sambil menghela napas. "Ihhh..! Suci, apa yang kaukatakan ini? Sungguh memalukan.." "Memalukan apa" Sumoi, kita sama-sama wanita dan sama-sama jatuh hati kepadanya. Dia memiliki sinkang yang luar biasa. Siapa tahu, kalau.. satu kali saja dia suka melimpahkan cintanya kepada kita.., sinkangnya yang kuat itu akan menular kepada kita..." "Hina dan rendah sekali, Suci..": "Benarkah? Kurasa tidak demikian isi hatimu. Atau, kalau engkau tidak mau, biarlah aku yang mencobanya asal engkau dapat menutup rahasia. Kulihat matanya penuh gairah ketika memandang kita. Mata seperti itu hanya dimiliki oleh pria yang bersemangat dan yang selalu suka kepada wanita. Malam ini.... kalau ada kesempatan, kalau engkau mau, lebih baik lagi..., maukah engkau, Sumoi?" "Ihhhhh, aku... aku malu, Suci. Engkau lebih dulu..." "Baik, aku lebih dulu dan engkau menjaga. Kalau berhasil, akan kubujuk dia agar suka melayanimu." Keng Hong tersenyum dalam hatinya, tersenyum geli. Alangkah banyaknya wanita cantik seperti mereka itu di dunia ini. Seperti Cui Im! Bahkan Biauw Eng, yang tadinya dia sangka lain daripada yang lain, bukan penghamba nafsu berahi, kiranya juga sama saja! Ah, dia tidak peduli lagi. Kalau memang mereka menghendaki dia tidak akan menolak. Mereka itu manis-manis dan apakah kata gurunya? "Uluran cinta kasih wanita merupakan anugerah nikmat yang tidak semestinya dibiarkan sia-sia, tentu saja kalau engkau sendiri tertarik kepadanya. Kalau tidak sekalipun, jangan menolak secara kasar karena hal itu akan menyakiti perasaannya yanghalus. Tidak ada sakit hati yang lebih parah bagi seorang wanita daripada di tolak cintanya oleh seorang pria.” Dia akan melayani mereka bahkan akan membuka jalan. Hal ini bukan sekali-kali karena dia sudah tergila-gila kepada mereka atau sudah terlalu mendesak keinginnya untuk bermain cinta dengan mereka. Sama sekali bukan. Terutama sekali karena dia kini mendapat jalan untuk memancing Biauw Eng. Bukankah Biauw Eng membunuh Sim Ciang Bi karena gadis Hoa-san-pai itu memncintainya? Nah, biarlah dua orang murid wanita Kong-thong-pai ini bermain cinta dengannya agar Biauw Eng turun tangan pula membunuh ereka. Akan tetapi sekali ini daia akan waspada, tidak akan tertidur pulas dan akan selalu menjaga agar dia dapat menangkap Biauw Eng kalau gadis itu berusaha membunuh mereka, dan tentu saja dia akan berusaha mencegah pembunuhan atas diri ke dua orang murid Kong-thong-pai ini. Episode 110 Malam itu, rombongan murid Kong-thong-pai bermalam di sebuah dusun. Karena mereka tidak ingin mengganggu penduduk dusun itu, didalam dusun kecil itu tidak terdapat rumah penginapan, terpaksa mereka lalu berada dalam sebuah kuil tua yang sudah kosong. Hati para murid Kong-thong-pai itu sedang risau dan berduka berhubung dengan kematian guru mereka , dan Keng Hong merupakan seorang tawanan yang suka rela, tidak perlu di jaga lagi karena andaikata mau melarikan diri, biar di jaga sekalipun akan percuma dan tetap akan dapat lari, maka empat orang murid pria dan dua orang murid wanita itu segera merebahkan diri mengaso di lantai kuil setelah mereka makan malam dan lantai itu disapu bersih oleh Bwee Ceng dan Swat Si. Tentu saja, seperti biasa, Bwee Ceng dan Swat Si memisahkan diri. Biarpun empat orang itu adalah suheng-suheng mereka, namun sebagai wanita tentu saja mereka merasa tidak leluasa untuk tidur dalam suatu ruangan dengan mereka, apaa lagi di situ terdapat Keng Hong dan lebih-lebih lagi karena mereka berdua diam-diam mempunyai rencana rahasia! Malam itu, menjelang tengah malam, Bwee Ceng berindap memasuki ruangan belakang di mana Keng Hong tidur. Pemuda ini emang sengaja memilih ruangan terpisah untuk tidur. Dengan suara gemetar Bwee Ceng berbisik. "Keng Hong.." Keng Hong memang belum tidur, dia masih duduk bersandar tembok kuil. "Ah, engkaukah itu? Apakah kehendakmu?" "Aku... aku ingin membuka belenggumu. Amat tidak enak tidur dengan kedua tangan terbelenggu." Keng Hong tersenyum dan mengangkat kedua tangannya yang sudah bebas. Dia telah membuka sendiri belenggu tangannya yang dia taruh di atas lantai. "Aku sudah bebas dan siap menantimu, nona. Ataukah.. Perasaan cintamu yang kau bisikkan siang tadi sudah berubah?" Bwee ceng makin kaget. "Kau..kau dapat mendengarkan percakapan itu ...?" "Tentu saja, dan aku merasa girang sekali. Kalian adalah nona-nona yang cantik manis. Akan tetapi, kita harus keluar dari kuil ini. Tidak enak rasanya kalau kita bersenang-senang disini, dimana para suhengmu tidur. Dan ajak sumoimu. Kita bertiga berjalan-jalan di kebun belakang kuil. Bagaimana, maukah?" Dengan kedua pipi kemerahan Bwee Ceng hanya mengangguk-angguk, tanpa dapat mengeluarkan suara, kemudian tertawa kecil dan berlari-larian pergi untuk memanggil sumoinya. Keng Hong sudah melangkah keluar dari kuil menuju ke kebun bunga yang berada di belakang kuil. Seperti kuil itu sendiri, kebun itupun tidak terpelihara, namun masih banyak bunga-bunga liar tumbuh di situ dan ditumbuhi rumput tebal. Keng Hong yang hendak mempergunakan pertemuannya dengan dua orang murid wanita Kong-thong-pai ini sebagai "pancingan" kepada Biauw Eng, memilih tempat terbuka dan duduklah dia di atas tanah yang bertilang rumput hijau tebal. Tak lama dia menanti dan tampaklah Bwee Ceng, janda muda ini yang begitu tiba di tempat itu, lalu menarik sumoinya duduk di dekat Keng Hong, kemudian sambil tersenyum ia merangkul Keng Hong yang balas memeluknya. "Ah, engkau begini tampan, begini gagah..." Bwee Ceng berbisik. Karena memang sudah memiliki dasar batin lemah terhadap godaan nafsu, biarpun tadinya sungkan dan malu, atas desakan Bwee Ceng dan keramahan Keng Hong, akhirnya Swat Si mulai berani pula membalas rangkulan Keng Hong. Pemuda ini melayani kedua orang murid Kong-thong-pai yang di mabuk nafsu itu dengan penuh kesediaan dan keramahan, akan tetapi dia hanya mencurahkan perhatiannya setengah saja untuk itu, karena sebagian perhatiannya lagi dia kerahkan untuk meneliti keadaan sekeliling kebun itu, dan untuk dapat "menangkap basah" apabila Biauw Eng turun tangan melakukan serangan kejam terhadap dua orang nona dalam pelukannya. Menjelang fajar, Swat Si sudah tertidur kelelahan, dan Bwee Ceng masih membelai dan memeluk Keng Hong. Janda ini benar-benar tergila-gila kepada pemuda perkasa itu dan dia berbisik-bisik mesra, "Keng Hong, kekasihku.. Engkau jangan khawatir, kelak di depan para supekku, aku akan membelamu akan kuceritakan bahwa bukan engkau yang membunuh suhu dan empat orang suheng, melainkan Song-bun Siu-li. Aku akan bersumpah dan.. Dengan segala daya akan kubela engkau, kekasihku." Keng Hong menciumnya sambil tersenyum. "Engkau baik sekali, Bwee Ceng. Terima kasih." Pada saat itu, Keng Hong cepat melepaskan pelukan Bwee Ceng dan tubuhnya bergerak ke depan, menangkap dua benda yang mengeluarkan sinar putih dan yang menyambar cepat ke arah pelipis Bwee Ceng dan Swat Si. Tepat seperti dugaannya, Biauw Eng turun tangan menyerang dengan senjata rahasianya, yatiu bola-bola putih berduri! "Biauw Eng, perempuan keji...!" Keng Hong meloncat ke arah dari mana datangnya senjata-senjata rahasia itu, tidak peduli bahwa tubuhnya bertelanjang. Akan tetapi tak tampak bayangan seorang pun manusia. Keng Hong cepat-cepat kembali dan mengenakan pakaian, sedangkan dua orang wanita itu sudah cepat kembali ke dalam kuil. Karenan tidak berhasil menangkap Biauw Eng, Keng Hong dengan hati panas kembali ke ruangan belakang kuil, lalu tertidur sampai pagi. Pada keesokkan harinya, dengan wajah berseri dan kedua pipi kemerahan, Bwee Ceng dan Swat Si telah memasak makanan. Pagi-pagi benar mereka telah membeli beberapa ekor ayam dan gandum dari penduduk dusun, bahkan Bwee Ceng membawa pula seguci arak. Keng Hong yang melihat betapa wajah mereka berseri, diam-diam harus mengakui bahwa mereka itu cantik-cantik dan manis, maka hatinya menjadi makin girang. Apalagi melihat Swat Si yang menahan senyum dan dengan malu-malu kadang-kadang mengerling ke arahnya, dia mengakui gadis ini dan membandingkannya dengan Ciang Bi. Untung bahwa dia bersikap waspada, kalau tidak, tentu dua orang wanita cantik ini sekarang telah menjadi mayat, pelipis mereka pecah oleh dua bola putih berduri, korban keganasan Biauw Eng. Ia makin marah dan benci kepada Biauw Eng. Episode 111 "Wah, Ji-wi Siocia (Nona Berdua) sungguh rajin, sepagi ini sudah mendapatkan makanan pagi yang lengkap!" Keng Hong berseru gembira sambil mendekati seorang murid Kong-thong-pai minta dibukakan belenggunya. Murid Kong-thong-pai itu membuka belenggu tangannya untuk memberi kesempatan Keng Hong ikut makan pagi. "Eh, ada araknya pula. Dari mana Ji-wi bisa mendapatkan arak?" Swat Si tidak dapat mengeluarkan suara. Ia masih merasa malu dan jengah dan sehingga khawatir kalau-kalau suaranya akan gemetar. Bwee Ceng tersenyum dan menjawab, "Kebetulan sekali ada seorang wanita petani membawa hendak ditawarkan kepada kita. Aku lalu membelinya dan araknya baik sekali, wangi." Setelah masakan gandum dan ayam matang, makanlah Keng Hong bersama enam orang murid Kong-thong-pai itu dan kalau melihat keadaan mereka itu, Keng Hong sama sekali bukan seperti seorang tawanan, melainkan seorang sahabat baik. Bahkan empat orang murid laki-laki Kong-thong-pai kini sudah mulai mengajaknya bercakap-cakap dan berkelakar. Ketika Bwee Ceng membagikan arak dan menuangkan arak pada cawan masing-masing yang diambilnya dari bungkusan perbekalan mereka, tercium bau arak yang wangi dan sedap sekali. Mereka menjadi gembira dan segera mengangkat cawan arak dan minum arak yang ternyata manis dan enak sekali. Akan tetapi, tiba-tiba Keng Hong mengerutkan aslinya ketika arak itu melalui lidahnya. Mulutnya yang sudah amat kuat berada di dalam arak, racun yang sama sekali. Akan tetapi lidahnya begitu tersentuh racun itu sudah dapat merasai dan tahulah dia bahwa dia hendak di racun! Keng Hong tersenyum ketika dia mengerling ke arah Swat Si yang kebetulan mengerling ke arahnya pula dari balik cawannya. Hem, tentu cawan untuknya itu yang diberi racun. Diam-diam dia mengeluh hatinya. Agaknya kedua orang wanita itu, ataukah Bwee Ceng itu karena dia tidak percaya bahwa Swat Si yang begitu halus dan mesra akan suka meracuninya, sengaja hendak membunuhnya karena khawatir kalau-kalau peristiwa semalam akan terbongkar dan diketahui orang lain. Kalau Keng Hong mati, tentu rahasia itu takkan pernah dapat terbongkar lagi. Begini kejamkan wanita? Keng Hong hanya mengeluh dalam hati akan tetapi terus meneguk habis araknya karena baginya, racun itu tidak akan ada bahayanya. Tiba-tiba Keng Hong meloncat bangun ketika melihat perubahan pada wajah enam orang itu. Mendadak saja wajah enam orang itu. Mendadak saja wajah mereka yang tadinya duduk di atas lantai. "Aduhhh.... Keng Hong..!" Swat Si mengeluh dan hati Keng Hong penuh keharuan dan kekhawatiran. Ia cepat meloncat dekat dan merangkul leher gadis itu. Wajah gadis itu menjadi agak menghitam, tubuhnya berkelojotan, akan tetapi matanya memandang wajah Keng Hong, mulutnya agak tersenyum sungguhpun giginya yang kecil rata dan putih mengkilap itu menggigit bibir bawah menahan rasa nyeri yang menusuk-nusuk perut. "Swat Si... kenapa..." Keng Hong yang mendekapnya bertanya khawatir. "Keng Hong ... jangan lupakan aku.." Swat Si berbisik dan tubuhnya menjadi lemas, matanya mendelik. Tak salah lagi, tentu arak itu! Dan Bwee Ceng yang membelinya ! Ia lepaskan tubuh Swat Si yang sudah sekarat lalu membalik menubruk Bwee Ceng, mengangkat tubuh itu yang lalu di rangkulnya. Seperti juga Swat Si, ketika memandangnya, Bwee Ceng berusaha untuk tersenyum. "Keng Hong ... arak...itu... ada racun.. aku tidak penasaran...setelah semalam..." Ia tidak dapat melanjutkan karena tubuhnya berkelojotan dan matanya mendelik pula. Keng Hong melepaskan Bwee Ceng dan memeriksa ke empat orang murid pria Kong-thong-pai. Semua sama keadaannya, merela sekarat dan dalam perjalanan maut. Arak beracun! Seorang wanita petani menjual seguci arak kepada Bwee Ceng ! Seperti kemasukan setan Keng Hong meloncat dan lari memasuki dusun. Hari masih pagi sekali akan tetapi seperti kebiasaan dusun-dusun, sepagi itu para penduduk telah bangun. Melihat Keng Hong berlari-lari, mereka semua terkejut dan heran. Bukankah pemuda ini yang kemarin menjadi tawanan enam orang gagah yang bermalam di dalam kuil? Pemuda tampan ini tentu seorang penjahat, maka menjadi tawanan enam orang pendekar itu. "Siapa yang telah menjual seguci arak kepada kami?" Keng Hong berteriak-teriak seperti orang gila. Seorang wanita setengah tua dengan muka pucat dan mata terbelalak melangkah maju dan berkata, "Saya yang menjual seguci arak kepada mereka tadi pagi. Ada apakah orang muda? Arakku hanya ada seguci itu, kalau mau tambah lagi harus pergi ke kota..!" Wanita itu menghentikan kata-katanya dan mengaduh-aduh karena Keng Hong sudah mencekeram lengannya. Tadinya pemuda ini mengira bahwa nenek yang telah meracuni mereka tentu memiliki kepandaian lihai, akan tetapi ketika memegang lengannya dan mendapat kenyataan bahwa wanita ini tidak bisa apa-apa dan amat lemah, dia lalu mengendurkan cengkeramannya dan membentak. "Lekas katakan! Dari mana engkau mendapat arak itu? Awas kalau membohong, ku bunuh kau!" Para penduduk dusun itu menjadi marah menyaksikan kekasaran KengHong terhadap seorang wanita. Mereka itu, yang laki-laki , telah menyerbu sambil memaki, "Orang gila! Mengapa datang-datang mengamuk ? Engkau adalah seorang tawanan, tentu seorang jahat! Melayanglah pukulan dan tendangan ke tubuh Keng Hong. Namun pemuda ini tidak memperdulikan mereka semua dan tetap memegangi lengan wanita setengah tua yang menggigil ketakutan. Terdengar suara bak-bik-buk ketika serangan itu mengenai tubuh Keng Hong, disusul teriakn-teriakan mengaduh-ngaduh para penyerang itu sendriri karena kaki tangan mereka bertemu dengan tubuh yang kerasnya seperti baja! "Dia setan....!" Episode 112 "Siluman.....!" teriakan-teriakan mereka yang mengaduh-ngaduh ini membuat suasana di situ menjadi gaduh sekali. "Saudara-saudara jangan bertindak sembrono!" Keng Hong berteriak tantang arak kepada wanita ini karena semua sahabatku yang itu arak itu kini mati semua!" Mendengar ini, orang-orang dusun itu menjadi pucat mukanya dan otomatis mereka melangkah mundur memandang ke arah wanita dengan mata terbelalak. Wanita itu sendiri lalu menjatuhkan diri berlutut sambil menangis. "Aku tidak tahu apa-apa .... Aku tidak tahu tentang arak dan tentang racun. Seguci arak itu ku terima dari seorang puteri dengan pesan agar ku berikan kepada rombongan yang menginap di kuil.... Dan.. karena niocu (nona) itu berbaik hati memberi hadiah uang......, tentu ku terima.." Keng Hong melepaskan cengkeraman tangannya dan mendorong tubuh wanita setengah tua itu yang terhuyung ke belakang sambil memegangi pergelangan tangan yang terasa nyeri, menangis dengan muka pucat. "Lekas katakan, seperti apa macamnya nona yang memberi arak kepadamu itu?" "Dia masih muda cantik sekali seperti dewi…. pakaiannya serba putih, suaranya halus dan..." Akan tetapi Keng Hong sudah meloncat pergi dan sebentar saja lenyap dari depan para penduduk yang melongo leheranan. Keng Hong tidak menjadi heran mendengar keterangan wanita dusun itu karena memang sudah disangkanya..Tangan keji Biauw Eng lagi! Siapa lagi kalau bukan Biauw Eng yang menggunakan racun membunuh enam orang Kong-thong-pai itu? Pagi tadi, menyaksikan dua orang gadis Kong-thong-pai dilayani bercinta kasih oleh Keng Hong, dalam cemburunya gadis berwatak iblis itu menyerang dengan senjata rahasia. Kemudian, karena ada Keng Hong yang menghalangi niat kejinya, ia lalu menggunakan racun secara keji dan cerdik sekali. Tentu gadis itu tahu bahwa Keng Hong kebal akan racun, akan tetapi enam orang Kong-thong-pai tidak! “Biauw Eng, engkau sungguh jahat!" Keng Hong berkata dengan hati penuh duka dan penyesalan ketika dia tiba di dalam kuil dan berdiri memandang ke arah enam sosok mayat murid-murid Kong-thong-pai itu. Dengan perasaan berat Keng Hong lalu menggali lubang di pekarangan kuil dan mengubur mayat-mayat itu. Setelah selesai dia meninggalkan kuil dan baru mendapat kenyataan bahwa banyak penduduk menonton dari jauh dan secara sembunyi-sembunyi. Ketika dia melangkah dekat mereka itu melarikan diri dan terdengar suara mereka, "pembunuh….pembunuh keji.." Keng Hong menghela napas panjang. Murid-murid Kong-thong-pai dibunuh Biauw Eng semua, dan kembali dialah yang tertuduh. Dia tidak menyalahkan orang-orang dusun itu yag menuduhnya, dan dia merasa tidak ada gunanya untuk memberi penjelasan kepada mereka. Makin keras hasrat hatinya untuk cepat kembali ke Kiam-kok-san, di mana dia takkan berhubungan lagi dengan dunia ramai, takkan terlibat urusan manusia yang hanya membuat kegetiran-kegetiran dan permusuhan ia berjalan terus mendaki lereng Pegunungan Kun-lun-san. *** Keng Hong berhenti melangkahkan kakinya dan memandang ke kiri dengan kagum. Gadis itu, dia berani menduga bahwa bayangan tubuh lamping gesit itu tentu seorang gadis, berlari dengan cepat sekali.Tadinya jantung berdebar dan mukanya terasa panas karena mengira bahwa gadis itu Biauw Eng. Akan tetapi setelah agak dekat dan pakaian gadis itu hijau muda, tidak putih seperti pakaian Biauw Eng, dia menduga-duga. Jelas bukan Biauw Eng, bukan pula Cui Im, sungguhpun gerakan gadis itu menunjukkan ginkang yang sudah tinggi. Yang jelas berbeda dan tampak dari jauh adalah cara gadis ini menyanggul rambutnya, disanggul tinggi di atas kepala seperti sebuah menara yang bergoyang-goyang ketika dia berlari cepat. Di punggungnya tampak sebatang pedang dalam sarung pedang merah. Ketika gadis itu yang ternyata cantik manis dengan pandang mata tajam dan penuh gairah hidup tiba di dekat Keng Hong yang duduk di bawah pohon, gadis itu kelihatan kaget, akan tetapi dia bahkan langsung menghampiri Keng Hong. Sejenak gadis itu memandang tajam kemudian mengangkat kedua tangan ke depan dada sebagai penghormatan ketika dia bertanya. "Maafkan kalau aku yang sesat jalan menggangu Twako dengan pertanyaan." Keng Hong tersenyum. Senang hatinya menyaksikan sikap gadis yang membayangkan kegagahan ini ternyata amat peramah dan sopan santun. Ia cepat bangkit berdiri dan membalas penghormatannya, kemudian menjawab. "Sudah sewajarnya kalau dua orang yang saling jumpa di tempat sesunyi ini saling bertanya. Nona hendak bertanya tentang apakah?" Gadis itu kembali tertegun. Agaknya ia sama sekali tidak mengira bahwa pemuda tampan yang duduk mengaso di pohon itu adalah seorang yang demikian halus tutur sapanya, membayangkan seorang yang tahu akan kebudayaan dan sama sekali bukanlah seorang penduduk pegunungan yang buta huruf. Maka pandang matanya menjadi makin tajam dan penuh selidik. "Aku hendak bertanya jalan yang menuju ke Kiam-kok-san.." Kini Keng Hong yang merasa terkejut sekali. Akan tetapi hanya sebentar karena dia segera dapat menekan perasaannya dengan pengertian bahwa sekarang ini agaknya Kiam-kok-san menjadi mercusuar bagi orang-orang kang-ouw, menjadi seperti sebuah lampu yang menarik datangnya laron dan kupu-kupu. Ia menarik nafas panjang, kemudian mencari jalan untuk mengetahui siapakah gerangan nona muda ini yang ikut-ikutan memperebutakan pusaka Kiam-kok-san. Karena hanya orang yang ingin mendapatkan pusaka-pusaka suhunya sajalah yang bertanya-tanya tentang Kiam-kok-san!

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger