naruto

naruto

Jumat, 30 November 2012

pdk harum 361--365

Episode 361 Setelah berkata demikian, bekas tosu Kun-lun-pai yang telah insyaf itu lalu berlari keluar dengan cepat. Keng Hong tidak membuang waktu lagi. Dia menyimpan benda-benda pusaka itu, kemudian bersama Biauw Eng, Cong San dan Yan Cu dia lari keluar. Dengan mudah saja mereka berempat merobohkan para penjaga yang mencoba menghalangi mereka dan dengan berlari cepat mereka menuju ke puncak Tai-hang-san. Demikianlah, mereka berempat dapat datang tepat pada saat Kiang Tojin dan Pak-san Kwi-ong menyelesaikan pertandingan mereka yang mengakibatkan mereka keduanya terluka. Keng Hong dan Biauw Eng yang lari di depan dapat mendengar tantangan Cui Im, maka mereka berdua segera menyambut tantangan itu. Kini dua pasang orang sakti yang bermusuhan itu memandang dengan mata bersinar-sinar, sebaliknya Cui Im dan Pat-jiu Sian-ong memandang dengan kaget sekali. Kiang Tojin yang sedang bersamadhi untuk memulihkan tenaga dan mengobati lukanya, membuka mata dan tersenyum lemah. "Thian selalu berfihak kepada yang benar, siancai... siancai...! Ang-kiam Bu-tek, karena di fihak kami telah datang tenaga-tenaga baru, maka pinto menunjuk Cia Keng Hong dan Sie Biauw Eng untuk menjadi jago-jago kami yang ke dua dan ke tiga!" "Heh-heh-heh, beginikah sikap tokoh-tokoh yang menamakan dirinya golongan bersih? Tidak dapat dipegang janjinya! Bukankah tadi kau mengajukan Thian Kek Hwesio dan seorang di antara Hoa-san Siang-sin-kiam sebagai jago? Di mana letak kegagahanmu, Kiang Tojin?" Cui Im tertawa mengejek. "Cui Im!" Keng Hong membentak marah. "Orang macam engkau masih mau bicara tentang kegagahan dan pemenuhan janji? Berapa kali sudah engkau menipuku? Kalau engkau tidak mau menghadapiku sebagai wakil yang diajukan oleh Kun-lun-pai, tetap saja engkau harus kuhadapi sekarang juga untuk menebus semua kejahatan dan kecuranganmu!" "Dan engkau pun harus menebus kecuranganmu ketika menjebak kami, Pat-jiu Sian-ong!" Bentak pula Biauw Eng yang sudah siap dengan sabuk suteranya seperti Keng Hong yang sudah mempersiapkan Siang-bhok-kiam untuk menghadapi lawan. Pat-jiu Sian-ong menggerak-gerakkan kebutannya dengan lagak seorang dewa lalu berkata halus, "Binatang kerbau diikat hidungnya, akan manusia diikat kata-kata yang keluar dari mulutnya. Kiang Tojin seorang manusia atau seekor kerbau? Jangan dikira bahwa aku jerih menghadapi seorang bocah seperti puteri Lam-hai Sin-ni, hanya hatiku belum puas kalau belum memaki Kiang Tojin." Pak-san Kwi-ong juga sudah melompat bangun, menyeringai menahan rasa nyeri dan sesak di dadanya, lalu menuding ke arah Kiang Tojin sambil berkata, "Kiang Tojin, di antara kita masih belum ada yang kalah atau menang. Marilah kita lanjutkan pertandingan untuk menentukan siapa yang lebih unggul, kalau engkau berani!" Kiang Tojin menghela napas panjang. "Siancai...!" Pinto bukan seorang yang takut menghadapi kematian, Kwi-ong, Marilah!" Ia pun bangkit dengan cepat akan tetapi agak terhuyung. Sekali pandang saja maklumlah Keng Hong bahwa Pak-san Kwi-ong telah terluka hebat di dalam dadanya, akan tetapi Kiang Tojin juga telah terluka parah, maka dia cepat benyanyi, "Tiga puluh buah ruji berpusat pada poros roda di tempat yang kosonglah terletak kegunaannya! Dengan tanah liat membuat mangkok bundar Di tempat yang kosonglah terletak kegunaannya! Membobol pintu jendela pada sebuah rumah Di tempat yang kosonglah terletak kegunaannya! Yang ada hanya sebagai pegangan Yang kosong itulah yang berguna!" Sajak yang dinyanyikan Keng Hong itu adalah ayat-ayat dalam kitab To-tik-keng yang menggambarkan keadaan To dan sifat-sifatnya. Dilihat kosong namun justeru yang kosong itulah yang menciptakan kegunaannya. Akan tetapi tentu saja Keng Hong mempunyai maksud tertentu dengan nyanyian ini yang dia harapkan akan ditangkap maknanya oleh Kiang Tojin. Cui Im adalah seorang yang cerdik, akan tetapi dia tidak mengenal ayat-ayat seperti itu. Ia khawatir kalau-kalau Keng Hong membantu dengan nyanyian yang tak dimengertinya itu, maka sambil melengking keras ia sudah menerjang Keng Hong dengan pedang merahnya. Sambil tersenyum Keng hong menangkis dengan Siang-bhok-kiam dan kedua orang yang sama saktinya ini sudah bertanding hebat. Juga Pat-jiu Sian-ong biarpun mengenal nyanyian itu namun tidak tahu mengapa pemuda aneh ini menyanyikannya dalam saat seperti itu, sudah menggerakkan senjata hudtimnya menyerang Biauw Eng yang menghadapinya dengan sambaran sabuk sutera putih. Kiang Tojin adalah seorang ahli Agama To, tentu saja mengenal sajak itu. Kalau saja dia belum mempelajari kitab Thai-kek Sin-kun yang belum lama ini dia terima dari Keng Hong, agaknya dia pun akan sukar sekali menangkap apa yang dimaksudkan oleh pemuda itu. Akan tetapi kini dia mengerti dan diam-diam dia kagum sekali karena melihat akan tepatnya "nasihat" yang diberikan pemuda lihai itu untuk memberi petunjuk kepadanya menghadapi lawan Pak-san kwi-ong adalah seorang tokoh utara yang memiliki kepandaian dahsyat namun liar dan ganas, mengandalkan senjata ampuh dan tenaga kuat. Kini, seperti juga Kiang Tojin, dia sudah terluka hebat. Kalau saja kakek hitam ini tidak yakin benar bahwa Kiang Tojin sudah terluka parah, tentu dia tidak berani menantang dengan nekat. Kini melihat keadaan lawan yang kelihatan lebih lemah, dia sudah menerjang cepat dengan mengayun tengkoraknya yang tinggal sebuah. Kiang Tojin cepat mengelak dengan gerakan ringan sekali dan sebentar saja tosu ini sudah terdesak hebat oleh lawan yang kelihatannya tergesa-gesa hendak cepat merobohkan dan membunuh lawan agar dia dapat beristirahat dan melanjutkan usahanya mengobati luka di dalam dadanya. Namun semua serangannya dapat dihindarkan oleh Kiang Tojin dengan mudah dan pada serangan ke tiga, Kiang Tojin menangkis dengan pedangnya. *** "Tranggg... Semua orang gagah terkejut menyaksikan betapa pedang di tangan Kiang tojin terpental lepas dari tangan tosu itu. Pak-san Kwi-ong tertawa girang dan memutar senjatanya lebih dahsyat lagi untuk merobohkan Kiang Tojin yang kini bertangan kosong. Akan tetapi Keng Hong yang melayani Cui Im sempat melirik dan diam-diam dia menjadi girang karena ketua Kun-lun-pai itu dapat menangkap maksudnya ketika memberi petunjuk melalui sajak tadi. Kini Kiang tojin hanya mengandalkan kelincahan tubuh berkat ginkang yang tinggi, mengelak ke sana-sini untuk menghindarkan sambaran tengkorak yang rantainya diputar-putar kuat-kuat oleh lawan. Episode 362 Dengan hati lega dan tidak mengkhawatirkan keadaan Kiang Tojin seperti para orang gagah yang memandang gelisah, Keng Hong melirik ke arah Biauw Eng dan dia menjadi kagum bukan main. Ternyata Biauw Eng sekarang jauh bedanya dengan Biauw Eng dahulu! Gerakan sabuk suteranya mengandung tenaga hebat, gerakannya lebih ringan dan jurus-jurus serangannya amat aneh. Pat-jiu Sian-ong sudah tidak berani memandang rendah lagi dan pertandingan antara mereka ini seru sekali dalam keadaan berimbang. Betapa Pat-jiu Sian-ong takkan menjadi bingung kalau melihat gerakan sepasang ujung sabuk sutera yang berubah menjadi sinar putih bergulung-gulung dan membentuk lingkaran-lingkaran itu dan kadang-kadang menyerang tanah, kadang-kadang malah bermain di atas kepala gadis itu sendiri seperti hendak menotok tubuh sendiri, akan tetapi tiba-tiba melejit dan menotok ke arah jalan darah kematian kalau dia menjadi lengah dan heran? Sementara itu, Cui Im mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk mengimbangi Keng Hong, namun dengan hati panas dan penasaran ia mendapat kenyataan bahwa gerakan-gerakan pemuda itu seluruhnya mengatasi gerakannya sendiri. Ia seolah-olah dihadapkan dengan benteng baja amat kuat yang tak mungkin ia tembusi dengan penyerangannya, sebaliknya dari dalam "benteng baja" itu keluar sinar-sinar yang menyerangnya secara tiba-tiba dan tak terduga-duga! Mulailah Cui Im marah-marah dan memaki-maki, "Keng Hong, kau curang! Agaknya dahulu engkau tidak membaca sungguh-sungguh semua kitab itu! Banyak yang kau sembunyikan dariku!" ia memaki-maki dan menyerang terus kalang kabut. Akan tetapi Keng Hong hanya tersenyum saja dan melayaninya seenaknya. Keng Hong tidak dapat cepat mengalahkan Cui Im, karena selain memang wanita ini amat lihai dan rapat menjaga tubuh, juga Keng Hong membagi sebagian perhatiannya kepada Biauw Eng untuk melindungi gadis itu kalau-kalau terancam bahaya di tangan Pat-jiu Sian-ong yang dia tahu amat lihai. Maka dia selalu memancing Cui Im untuk bertanding dekat kekasih hatinya itu. Tepat seperti telah diperhitungkan oleh Keng Hong, terjadilah perubahan hebat dalam pertempuran antara Pak-san Kwi-ong dan Kiang Tojin. Sebetulnya tidak patut disebut pertempuran karena dalam pertandingan ini, Kiang Tojin sama sekali tidak pernah membalas serangan. Kelihatannya saja seolah-olah dia sudah terlalu lemas sehingga terdesak dan tidak sempat membalas, padahal memang tosu ini sengaja tidak mau balas menyerang, hanya mengandalkan ginkangnya untuk mengelak terus, membiarkan lawan menyerangnya makin hebat. Inilah petunjuk yang diberikan oleh Keng Hong dalam sajaknya tadi. Yaitu agar Kiang Tojin menggunakan kekosongan. Ketua Kun-lun-pai ini segera dapat menangkap maksud Keng Hong. Mereka berdua sudah luka parah, luka di sebelah dalam tubuh dan pantangan besar bagi orang terluka di dalam tubuhnya untuk mempergunakan tenaga, apalagi tenaga sinkang karena tenaga ini akan membuat luka di dalam tubuh makin parah. Karena itu, maka Keng Hong menganjurkan agar Kiang Tojin menggunakan kekosongan, berarti tidak menggunakan tenaga dan membiarkan lawan yang mempergunakan tenaga sebanyaknya dan dia sendiri hanya mengandalkan kegesitannya untuk mengelak tanpa mengerahkan tenaga. Kini mulai tampak perubahan. Biarpun Kiang Tojin kelihatan didesak terus, namun dia masih tetap seperti semula, sebaliknya Pak-san Kwi-ong makin lama makin limbung, wajahnya yang hitam menjadi pucat sekali, matanya merah, mulutnya mengeluarkan buih dan kepalanya mengepulkan uap, kedua kakinya mulai menggigil dan serangan-serangannya mulai ngawur! Pak-san Kwi-ong bukanlah seorang bodoh. Dia tahu bahwa dia telah menggunakan tenaga terlalu banyak sehingga luka di dadanya makin parah, napasnya sesak sekali dan seluruh isi dada dan perut terasa nyeri. Akan tetapi di samping kecerdikannya, dia memiliki watak yang kasar, liar dan ganas, watak seekor binatang buas. Ia penasaran melihat lawan yang seakan-akan tinggal injak saja begitu sukar dirobohkan, maka makin lama dia makin bernafsu sampai akhirnya dia terlambat menyadari kesalahannya. Sambaran tengkoraknya makin lemah dan tiba-tiba dia merasa betapa kepalanya berdenyut-denyut, matanya gelap dan jantungnya seperti akan meledak. Ia masih menubruk maju dan menghantamkan tengkoraknya sekuat tenaga sehingga Kiang Tojin terkejut dan terpaksa meloncat ke belakang. Tubuh Pak-san Kwi-ong terjelungup ke depan dan robohlah raksasa hitam itu. Biarpun demikian, dia masih melakukan serangan dari bawah, tengkorak itu menyambar ke arah perut Kiang Tojin. Ketua Kun-lun-pai ini cepat memutar tubuh, kakinya bergerak mendorong tengkorak dari samping. Tengkorak itu meluncur kembali ke bawah, ke arah muka Pak-san Kwi-ong seolah-olah hendak mencium muka raksasa hitam itu. "Prokkk!" Tengkorak pecah berantakan dan kepala Pak-san Kwi-ong juga pecah sehingga dia tewas seketika. Kiang Tojin meloncat ke belakang menghindarkan diri dari sambaran jarum-jarum yang meluncur dari dalam tengkorak, kemudain dia terhuyung dan cepat mundur ke rombongan, lalu duduk bersila dan memejamkan mata. Melihat tewasnya Pak-san Kwi-ong, barulah Cui Im mengerti dan dengan marah ia berseru, "Keng Hong, engkau manusia curang!" dan ia mempercepat serangan pedangnya. Pat-jiu Siang-ong juga kaget menyaksikan tewasnya Pak-san Kwi-ong yang diandalkan. Ia mengeluarkan suara bersuit keras dan kini majulah semua pembantunya, menyerbu, bukan hanya pembantu tokoh-tokoh persilatan, juga pasukan yang menjadi anak buahnya mulai menyerbu dan memperketat pengurungan! Cong San dan Yan Cu berseru keras, mencabut senjata dan menerjang ke depan menyambut lawan, diikuti oleh semua tokoh kang-ouw yang memang sejak tadi sudah siap-siap untuk bertempur dan membela diri. Maka terjadilah perang tanding yang dahsyat dan tidak teratur lagi. Cong San dan Yan Cu mengamuk dan sebentar saja sudah merobohkan dua orang lawan, akan tetapi mereka segera dihadapi oleh Gu Coan Kok dan Hok Ku, dua orang iblis tembok besar yang lihai. Menghadapi Coan Kok, Yan Cu terdesak, sebaliknya Cong San dapat membikin Hok Ku sibuk melindungi dirinya maka Cong San yang selalu memperhatikan Yan Cu segera bertanding sejajar dengan Yan Cu untuk melindungi gadis yang dicintanya itu. Maka ramailah pertandingan antara empat orang itu, gerakan mereka cepat dan dahsyat sehingga yang lain-lain tidak sempat untuk mencampuri pertempuran ini. Dari fihak orang gagah, mengamuklah Thian Kek Hwesio, kedua Hoa-san Siang-sin-kiam, keempat orang kakek tokoh Kong-thong-pai, ketua Tiat-ciang-pang Ouw Kian, dan empat orang tosu menjadi sute Kiang Tojin. Mereka ini dihadapi oleh kawan-kawan Pat-jiu Sian-ong yaitu Thian-te Siang-to keempat Pak-san Su-ong dan masih banyak tokoh kaum sesat dibantu oleh ratusan orang anak buah Pat-jiu Sian-ong. Melihat betapa fihak Kiang Tojin terdesak hebat karena memang jauh kalah besar jumlahnya, Keng Hong menjadi khawatir. Untuk cepat-cepat mengalahkan Cui Im bukan merupakan hal yang mudah, maka tiba-tiba tubuhnya melesat mengirim serangan ganas dengan Siang-bhok-kiam. Cui Im menangkis akan tetapi ia terpekik dan mencelat ke belakang karena tenaga sinkangnya jauh kalah kuat. Kesempatan itu dipergunakan oleh Keng Hong untuk meloncat ke dekat Biauw Eng yang masih bertanding ramai sekali melawan Pat-jiu Sian-ong. Keng Hong langsung menyerang dengan tusukan Siang-bhok-kiam sehingga terdengar suara bercuit nyaring dan tampak sinar hijau yang amat terang dan cepat menyambar leher Pat-jiu Sian-ong. Kakek ini mendengus, dengan gugup melihat cepat dan kuatnya serangan ini telah mengebutkan hudtimnya menangkis Siang-bhok-kiam dan terus membelit ujung pedang itu untuk merampasnya. Akan tetapi saat yang hanya seteangah detik itu dipergunakan dengan tepat oleh Biauw Eng,. Sabuk suteranya berubah kaku dan menusuk perut Pat-jiu Sian-ong. Episode 363 "Crottt!" Sabuk sutera yang telah berubah kaku oleh tenaga sinkang itu menembus perut kakek kate itu. Pat-jiu Sian-ong mengeluarkan teriakan kaget, matanya terbelalak seolah-olah tidak percaya ke arah perutnya, akan tetapi tiba-tiba Keng Hong yang sudah berhasil menarik pedangnya, menusukkan Siang-bhok-kiam menembus dada kakek itu. "Aihhhhh...!!" Pat-jiu Sian-ong memekik dan hudtimnya menyambar ke arah Biauw Eng. Namun gadis ini sudah menarik kembali ujung sabuk pada hudtim sehingga bulu kebutan itu tertarik pedang Siang-bhok-kiam berkelebat lagi dan hudtim itu patah menjadi dua! Putusnya kebutan itu agaknya berbareng dengan putusnya napas Pat-jiu Sian-ong, tubuhnya terkulai, roboh dan dari perut dan dadanya keluar darah yang memancar deras. Cui Im menjerit, "Keng Hong, manusia curang!" Wanita ini sudah menerjang lagi dengan ganas. Keng Hong menangkis dengan pedang kayunya dan berkata kepada Biauw Eng, "Kau bantulah teman-teman!" Tanpa diperintah dua kali, Biauw Eng lalu mengamuk dan membantu Cong San dan Yan Cu. Keng Hong melanjutkan pertempurannya melawan Cui Im. Diam-diam harus dia akui bahwa andaikan dia tidak mempelajari Thai-kek Sin-kun, agaknya amat sukar baginya untuk mendapatkan kemenangan melawan Cui Im yang benar-benar amat ganas pedang merahnya ini. Pantas saja gadis ini berani menamakan diri Ang-kiam Bu-tek Pedang Merah Tanpa Tanding, karena memang pada masa itu, agaknya sukarlah dicari lawan yang dapat menandingi ilmu pedang gadis ini. Bahkan sekarang pun agaknya tidak akan mudah baginya untuk merobohkan Cui Im tanpa membunuhnya. Dan sukarnya Keng Hong tidak tega untuk membunuh Cui Im! Dia bukannya tidak ingat akan semua perbuatan jahat wanita ini terhadap dirinya, akan tetapi ada beberapa hal yang tak dapat dilupakan Keng Hong dan yang membuatnya tidak tega untuk membunuhnya, yaitu pertama mengingat akan cinta kasih wanita ini terhadap dirinya. Ke dua, karena betapapun juga, setelah sama-sama mempelajari ilmu peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, sedikitnya Cui Im boleh dikatakan saudara seperguruan dengannya. Ketiga, kalau saja Cui Im tidak menipunya di dalam tempat rahasia di batu pedang, belum tentu dia akan dapat menemukan dan mempelajari kitab peninggalan Thai Kek Couwsu sehingga secara tidak langsung, Cui Imlah yang berjasa! Oleh karena itu, Keng Hong hanya mau merobohkan Cui Im tanpa membunuhnya dan hal ini benar-benar amat sukar karena serangan-serangan biasa saja mana mampu mengalahkan Cui Im? *** Maka dia lebih banyak bertahan dan membela diri sambil menanti kesempatan baik untuk merobohkan lawannya yang tangguh ini tanpa membunuhnya. Hebat bukan main perang tanding yang terjadi di puncak Tai-hang-san itu. Betapapun lihainya para tokoh kang-ouw dan betapa nekat mereka mempertahankan diri, namun karena jumlah mereka jauh kalah banyak sehingga setiap orang terpaksa harus menghadapi empat lima orang lawan, maka mulailah fihak mereka terdesak dan keadaan mereka berbahaya sekali. Korban kedua fihak sudah mulai berjatuhan dan perang itu penuh dengan suara gaduh, teriakan-teriakan kesakitan, maki-makian kemarahan dan diseling bertemunya senjata tajam yang mengeluarkan bunyi nyaring. Tiba-tiba terdengat bunyi terompet disusul sorak-sorai dan menyerbulah pasukan pemerintah yang terdiri dari ratusan orang, dipimpin oleh seorang perwira dan didampingi oleh Sian Ti Sengjin! Itulah pasukan yang didatangkan oleh bekas tokoh Kun-lun-pai ini dari tai-goan dan kalau tadi pertandingan terjadi berat sebelah dengan keuntungan fihak pemberontak, kini sebaliknya menjadi berat sebelah dengan kerugian mereka! Kini fihak pemberontak kalah banyak jumlahnya dan mulailah terjadi penyembelihan yang mengerikan Perang tanding yang terjadi selama setengah hari di puncak Tai-hang-san itu bagi golongan sesat merupakan sejarah hitam di mana lebih dari dua ratus orang terbunuh. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang dapat lolos, semua tewas termasuk tokoh-tokohnya, sungguh pun di fihak orang kang-ouw juga jatuh korban yang tidak sedikit. Yang hebat adalah pertandingan antara Keng Hong dan Cui Im. Masih juga Keng Hong belum dapat merobohkan Cui Im pada perang telah terhenti karena musuh telah terbasi habis. "Keng Hong, aku bersumpah untuk membunuhmu sekarang juga!" Cui Im meloncat maju mengirim tusukan maut. "Trang-trang-cringgg!" Keng Hong menangkis dan melanjutkan dengan membacokkan pedang Siang-bhok-kiam ke arah paha lawannya. "Wuuutttttt!" Cui Im melompat ke belakang sehingga bacokan itu luput. "Keng Hong, engkau selamanya menjadi penghalang untukku. Engkau manusia satu-satunya di dunia yang paling kubenci!" Kembali Cui Im menerjang maju. Wajahnya pucat sekali, keringatnya membasahi seluruh tubuh, akan tetapi matanya sama sekali tidak memperlihatkan kelelahan, bahkan mata itu memancarkan cahaya seperti api menyala-nyala. "Cui Im, kau menyerahlah. Aku takkan membunuhmu," kata Keng Hong sambil memutar pedangnya menangkis. "Menyerah? Lebih baik mati!" Cui Im kembali menerjang maju. Keng Hong tahu bahwa teman-temannya sudah mengurung tempat pertandingan itu, menonton penuh perhatian. Di antara mereka terdapat Biauw Eng yang menonton dengan alis berkerut. "Keng hong, kenapa engkau ragu-ragu merobohkan dia?" Tiba-tiba Biauw Eng bertanya, di dalam suaranya terkandung penasaran besar. Keng Hong kaget dan maklum bahwa dia menjadi pusat perhatian. Mungkin bagi orang-orang lain mereka tidak tahu betapa dia mengalah dan tidak mau membunuh lawan, akan tetapi pandang mata tajam dari orang-orang yang ilmunya sudah tinggi seperti Biauw Eng, Cong San, Yan Cu dan beberapa orang lain akan mudah melihatnya. Maka dia menjadi bimbang dan ketika pedang merah itu berkelebat menyambar lehernya, dia mengerahkan seluruh sinkangnya dan menangkis sekuat tenaga. "Trakkk!" Pedang merah itu patah manjadi dua dan ujung Siang-bhok-kiam masih menyerempet pundak Cui Im. Episode 364 "Aihhhhhh!!" Cui Im terhuyung dan roboh, pundaknya terluka lebar dan darah bercucuran. Sinar putih berkelebat menyambar ke arah kepala Cui Im yang masih rebah miring. Itu adalah sabuk sutera yang digerakkan Biauw Eng untuk membunuh bekas sucinya. Agaknya gadis ini hendak membalas dendam atas kematian ibunya di tangan Cui Im. "Takkk!" Ujung sabuk sutera tertangkis oleh pedang Siang-bhok-kiam sehingga luput mengenai sasaran. "Keng Hong...!" Biauw Eng berseru kaget. Keng Hong menarik napas panjang. "Biauw Eng, maafkan aku. Perlukah kita membunuhnya? Dia bekas sucimu dan kalau kuingat-ingat secara adil, dia pun masih terhitung sumoiku sendiri karena dia telah mempelajari pusaka warisan suhu. Dia sudah kalah, kehabisan sagala-galanya, perlukah kita membunuhnya begitu saja. kurasa hatimu tidak akan sekejam itu, Biauw Eng." "Tapi... Tapi... dia telah membunuh ibuku!" "Benar, akan tetapi apakah untungnya balas-membalas karena dendam? Memang ibumu terbunuh olehnya dalam pertandingan, akan tetapi sekiranya baik kita ingat betapa banyaknya orang yang telah tewas di tangan ibumu juga, Biauw Eng, kalau bukan engkau yang hendak membunuhnya, aku masih tidak peduli. Akan tetapi aku tidak ingin melihat engkau melibatkan diri dalam ikatan dendam-mendendam. Kalau dia melakukan dosa biarlah dia yang akan memikul hukumannya yang pasti akan ia rasakan sendiri. Kekalahannya yang berkali-kali pun merupakan peringatan dan hukuman baginya. Biauw Eng, kuharap engkau suka memenuhi permintaanku, yaitu kita bebaskan lawan yang sudah kalah, jangan membunuh orang yang sudah tidak mampu melawan lagi." Biauw Eng meragu, memandang kepada Keng Hong kemudian kepada Cui Im yang sudah merangkak bangun dengan wajah kerut-kerut menahan sakit. "Akan tetapi, andaikata dia tidak kubunuh, kurasa banyak saudara di sini yang tentu akan membunuhnya!" "Aku tidak percaya mereka mau melakukannya, Biauw Eng. Setelah begini banyak manusia terbunuh...?" Dengan gerakan kedua lengan dikembangkan ke arah tumpukan mayat, Keng Hong memandang sedih. "Cia-taihiap benar! Tiba-tiba terdengar suara keras dan Thian Kek Hwesio yang masih memegangi jubahnya yang penuh darah lawan, berkata dan melangkah maju. "Pinceng memang bersakit hati atas tewasnya suheng Thian Ti Hwesio di tangan iblis betina itu, akan tetapi setelah mendengar kata-kata Cia-taihiap tadi pinceng... merasa malu untuk membunuh lawan yang sudah tidak berdaya. Pinceng membebaskan dia!" "Pinto juga tidak akan membunuhnya, mengingat dia itu bekas suci Nona, dan masih sumoi dari Cia-taihiap. Pinto tidak akan membunuh orang yang sudah tidak mampu melawan," kata Coa Kiu tokoh Hoa-san-pai. "Biarlah dia pergi, biarlah iblis betina terkutuk itu pergi!" Berkata Kok Sian-cu mewakili saudara-saudaranya dari Kong-thong-pai. Biauw Eng menunduk dan tidak membantah lagi. "Cui Im, kau dengarlah pendirian orang-orang sedunia! Mudah-mudahan ucapan mereka itu akan membikin engkau bertobat dan menebus kejahatan-kejahatanmu dengan perbuatan baik, dengan demikian, tidak percuma mendiang suhu meninggalkan pusaka-pusaka yang kau pelajari pula," kata Keng Hong. Cui Im bangkit berdiri, tubuhnya bergoyang-goyang, rambutnya riap-riapan, wajahnya pucat. "Keng Hong, keparat busuk! Ucapan-ucapan itu lebih hebat dari pembunuhan. Hayo, kau bunuh saja aku... Hi-hi-hik... kau bunuh aku atau kelak engkau yang akan kubunuh...!" Kemudian Cui Im pergi terhuyung-huyung sambil terkekeh-kekeh, akan tetapi suara ketawanya menyeramkan semua orang karena di dalam suara ketawa itu terkandung isak tangis! Setelah bayangan wanita itu lenyap ke bawah puncak, Keng Hong menarik napas panjang, kemudian dia mengeluarkan semua pusaka yang disimpan di kantungnya, menyerahkan pedang pusaka Hoa-san-pai kepada Coa Kiu, kemudian berkata kepada semua orang, "Setelah semua pusaka suhu kuambil dan sebagian kepada yang berhak, maka kumohon para Locinapwe sudilah memaafkan semua perbuatan suhu dahulu. Hanya sebuah kitab dari Go-bi-pai yang masih berada padaku dan kelak pasti akan kukembalikan kepada yang berhak." Coa Kiu dan Cou Bu girang sekali menerima pusaka Hoa-san-pai itu dan menyatakan terima kasihnya dan semua orang gagah merasa kagum terhadap Keng Hong yang mereka saksikan sepak terjangnya tadi. Mereka lalu mulai mengurus semua korban tewas, baik fihak sendiri maupun fihak lawan, menguburkan mereka di puncak Tai-hang-san. Hanya Kiang tojin seorang yang menjadi amat kagum kepada Keng Hong dan ketika pemuda ini berlutut menghampirinya untuk memeriksa lukanya bersama Biauw Eng, Kiang Tojin menggeleng kepala dan memegang pundak pemuda itu, "Pinto tidak apa-apa, Keng Hong. Betapa gembira hati pinto menyaksikan engkau, bukan hanya karena kepandaianmu, terutama sekali karena sikapmu terhadap Ang-kiam Bu-tek. Sikapmu tepat sekali, Keng Hong dan pinto menyatakan tunduk kepadamu. Memang semua manusia ini dan pada dasarnya sama, hanya ada yang sedang menderita sakit seperti Cui Im dan yang lain-lain dan mengakibatkan" ah, semua pembunuhan antar manusia ini... Tosu itu kelihatan menyesal sekali. Tiba-tiba Biauw Eng mengeluh dan meloncat berdiri lari ke sebelah kiri kemudian berlutut dan menangis di depan mayat Tan Hun Bwee. Melihat ini, Keng Hong menarik napas panjang dan membiarkan saja gadis itu menumpahkan kesedihannya, karena memang nasib Hun Bwee amat menyedihkan. Melihat kesibukan semua orang dan dia hanya berada dengan Kiang Tojin, Keng Hong tak dapat menahan keinginan tahu hatinya untuk bertanya kepada kakek yang dia kenal sebagai seorang yang arif bijaksana itu. "Totiang, mengapa manusia saling berbunuhan karena terbagi menjadi dua golongan? Mengapa ada yang baik dan ada yang buruk? Apakah yang menyebabkan terjadinya dosa?’ *** Kiang Tojin memejamkan mata, akan tetapi mulutnya berkata dengan lirih namun jelas, seperti orang berbisik dan yang terdengar oleh Keng Hong seperti suara yang datang dari angkasa, Episode 365 "Perbuatan yang dianggap jahat dan berdosa tercipta dari pengetahuan manusia tentang baik dan buruk itulah! Karena manusia membagi perbuatan menjadi dua, baik dan buruk, maka terciptalah pantangan-pantangan atau larangan-larangan yang menjadi hukum. Manusia menciptakan hukum dan karena pengetahuan tentang baik dan buruk ini sudah mengisi hati, maka setiap pelanggaran hukum menjadi perbuatan jahat dan berdosa. Kalau di dunia ini tidak ada hukum, di dunia ini tidak ada pengetahuan tentang baik dan buruk, maka tidak akan ada pula pemisahan perbuatan yang baik atau jahat." "Mohon penjelasan, Totiang, teecu masih kurang mengerti." "Anak-anak kecil yang hati dan pikirannya belum mengenal pengetahuan antara baik dan buruk, yang belum menerima hukum pantangan dan larangan, adalah manusia yang bersih, tidak baik dan juga tidak jahat. Dia akan mengambil barang orang lain, akan tetapi karena dia belum tahu akan hukum yang menentukan bahwa perbutan itu terlarang dan disebut pencuri, maka dia tidak merasa mencuri. Kalau orang tidak mengenal kata-kata mencuri, bagaimana dia bisa menjadi pencuri? Karena anak itu belum mengenal pengetahuan antara baik dan buruk, maka perbuatannya mengambil barang orang lain itu pun baginya tidak baik tidak buruk, hanya wajar dan tidak bisa kita katakan dia mencuri atau berdosa. Setelah dia nanti tahu dan mengenal hukum itu, tahu bahwa perbuatan seperti itu terlarang, kemudian dia melanggar, barulah dia melakukan perbuatan dosa. Jadi yang berdosa bukanlah perbuatannya melainkan pelanggarannya terhadap hukum yang sudah dikenalnya. Di dalam hati sudah tahu bahwa perbuatan itu termasuk tidak baik namun tetap di lakukannya, maka berdosalah dia. Manusia terbelenggu oleh pengetahuan antara baik dan buruk, terkurung oleh hukum-hukum yang yang diciptakannya sendiri, maka penuhlah dunia ini oleh dosa. Sungguh menyedihkan..." Keng Hong mengangguk-angguk. "Kalau begitu, kita yang hidup di dalam dunia yang penuh dengan larangan-larangan yang timbul dari pengatahuan antara baik dan buruk ini, apa yang harus kita lakukan, Totiang?" "Kita sudah terlanjur mengenal baik dan buruk, tentu saja kita harus selalu mengabdi kebaikan, hanya dengan hati besar kita harus dapat mengampuni mereka yang kita angap melakukan perbuatan jahat setelah kita tahu bahwa perbuatannya itu merupakan pelanggaran bagi hukum yang sudah dikenalnya, berarti bahwa dia itu lemah, atau sedang sakit, terdorong oleh nafsunya sendiri sehingga melakukan hal-hal yang sebenarnya berlawanan dengan pengenalan hukum dalam sanubarinya sendiri." "Terima kasih atas petunjuk Totiang yang bijaksana." Kiang Tojin membuka matanya dan tersenyum kepada pemuda itu. "Semua orang bijaksana, orang muda yang baik. Di dunia tidak ada orang pandai atau bodoh. Yang sudah mengerti disebut pandai. Padahal yang sudah mengerti itu pun tadinya tidak mengerti, sebaliknya yang belum mengerti itu pun kelak akan mengerti. Karena itu, adalah menjadi, kewajiban kita untuk belajar mengerti, setelah mengerti lalu sadar, setelah sadar lalu menjadikan pengertian sebagai dasar setiap perbuatan." Demikianlah, menggunakan kesempatan itu Keng Hong menerima wejangan-wejangan dari ketua Kun-lun-pai itu, sedangkan orang-orang kang-ouw yang lain bersama pasukan dari Tai-goan mengadakan pembersihan terhadap mayat-mayat yang berserakan. Pembicaraan Keng Hong dan Kiang Tojin terhenti Sian Ti Sengjin datang berlutut di depan ketua Kun-lun-pai sambil berkata, "Suheng..., Sute yang penuh dosa datang menghadap." Kiang tojin memandang, sejenak pandang matanya penuh teguran dan keren, akan tetapi kemudian melunak dan dia berkata, "Sute, jauh lebih baik seorang yang sadar dan bertobat, menyesali dan mencuci kekotorannya daripada seorang yang menyombongkan kebersihannya. Pinto telah mendengar semua tentang dirimu dan merasa berbahagia dapat menerimamu kembali sebagai seorang murid Kun-lun-pai yang baik." Keng Hong lalu meninggalkan kedua kakak beradik seperguruan yang sudah rujuk kembali untuk membantu orang-orang lain mengurus mayat-mayat yang amat banyak. Kembali dia bersama Biauw Eng, Cong San dan Yan Cu mengubur mayat Tan Hun Bwee di tempat terpisah. Pada keesokan harinya, barulah pasukan pemerintah kembali ke Tai-goan dan para rokoh kang-ouw meninggalkan puncak Tai-hang-san. Biauw Eng tidak mau meninggalkan tempat itu karena dia hendak berkabung selama tiga hari di situ. Keng Hong menemaninya dan Cong San juga berpamit kepada suhengnya, Thian Kek Hwesio, untuk menemani Keng Hong dan Biauw Eng. Tentu saja Yan Cu tidak mau ketinggalan menemani Biauw Eng di puncak yang menyeramkan itu. Setelah semua orang pergi, sunyilah puncak Tai-hang-san, sunyi menyeramkan. Di tempat bekas pertempuran tampak banyak sekali gundukan tanah kuburan baru, dan untuk memudahkan pekerjaan, ada satu lubang yang diisi sampai lima mayat manusia. Hanya kuburan para tokoh besar saja yang dipisahkan, termasuk kuburan Pak-san Kwi-ong dan Pat-jiu Sian-ong. Biauw Eng merasa kasihan dan terharu sekali mengenang nasib sucinya, Tan Hun Bwee, yang pada akhir hidupnya mengorbankan nyawa dan berusaha untuk menolong mereka, duduk bersila di depan makam sucinya dengan wajah berduka. Keng Hong tidak mau mengganggunya, malah pemuda ini lalu mengukir nama-nama para tokoh di atas batu-batu dan memasang batu nisan sederhana ini kuburan masing-masing. Juga Cong San dan Yan Cu tidak berani mengganggu Biauw Eng. Sepasang orang muda ini tampak rukun dan sering kali bicara bisik-bisik sehingga diam-diam Keng Hong merasa girang sekali hatinya, mengharapkan agar sekali ini Yan Cu yang lincah itu benar-benar dapat menemukan cintanya! Tak seorang pun di antara orang muda ini mengira bahwa urusan di puncak itu belumlah habis sampai di situ saja. masih ada bahaya besar mengancam mereka. Bahaya yang merupakan diri seorang nenek tua renta, yang berlari cepat seperti terbang sambil kadang-kadang tertawa atau menangis tanda bahwa otaknya tidak waras. Nenek ini adalah Go-bi Thai-houw! Secara kebetulan saja Go-bi Thai-houw yang melakukan perjalanan mencari kedua orang muridnya, bertemu dengan Cui Im di kaki Gunung Tai-hang-san. Andaikata tidak bertemu dengan Cui Im, tentu nenek ini tidak akan mendaki puncak sambil berlari secepat terbang. Dia sedang berjalan seenaknya ketika mendengar suara rintihan dicampur isak tangis. Ketika melihat bahwa yang merintih-rintih dan menangis itu adalah seorang wanita muda cantik yang pundaknya terluka besar, nenek ini menghampiri, berdiri di depan Cui Im kemudian tertawa terkekeh-kekeh sambil menudingkan telunjuknya kepada Cui Im!

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger