naruto

naruto

Jumat, 30 November 2012

harum 330-335

Episode 330 "Cia Keng Hong, engkau seorang laki-laki, mengapa begini pengecut? Engkau telah melakukan banyak hal memalukan dengan banyak wanita, mengapa sekarang engkau tidak mau mengaku bahwa engkau telah memperkosa Suci? Hayo mengakulah bahwa engkau telah memperkosanya!" "Biauw Eng, di dalam hati nuranimu engkau pun tentu tidak percaya bahwa aku telah memprkosa nona Tan Hun Bwee. Aku tidak melakukannya, bagaimana harus mengaku?" "Bohong!" Biauw Eng membentak. "Siapa tidak mengenalmu? Engkau seorang laki-laki mata keranjang, seorang laki-laki hidung belang! Dan engkau seorang laki-laki cabul! Engkau bermain gila dengan wanita manapun juga! Hayo berlutut dan mohon ampun kepada Suci!" Keng Hong tersenyum dan menggeleng kepala. "Aku tidak merasa bersalah terhadap wanita mana pun juga, kecuali kepadamu, Biauw Eng. Kalau disuruh minta ampun kepadamu, biar harus berlutut selamanya aku bersedia melakukannya! Akan tetapi, tidak kepada wanita lain karena aku tidak merasa bersalah." "Oooohhhh.....!" Jeritan ini keluar dari mulut Hun Bwee dan gadis ini menjatuhkan diri berlutut, menutupi mukanya dengan kedua tangan dan menangis. Agaknya ucapan Keng Hong membuat dia sadar dan ucapan penyangkalan itu menusuk perasaannya. Biauw Eng marah sekali. "Tar-tar.....!" Dua kali ujung sabuk menotok jalan darah di kedua pundak Keng Hong dan pemuda ini terguling roboh. Mukanya berkerut-kerut menahan rasa nyeri, akan tetapi mulutnya tetap berusaha untuk tersenyum dan pandang matanya tetap ditujukan kepada Biauw Eng dengan sinar penuh cinta kasih. Karena maklum bahwa kini Hun Bwee sudah sadar dan tidak akan menghalanginya, Biauw Eng melangkah maju. "Pengecut! Kalau engkau tidak mengaku, aku akan menyiksa dan memaksamu!" Ujung sabuk di tangannya tergetar dan sekali tarik, ia membuat tubuh Keng Hong terseret dekat kakinya. Keng Hong berlutut dan menengadah, memandang wajah Biauw Eng. Apapun yang akan dilakukan baiuw Eng terhadap dirinya, akan diterimanya dengan senang hati. IA telah melakukan banyak kesalahan terhadap gadis ini dan tidak ada hukuman baginya yang cukup berat untuk menebus kesalahannya itu. Kalau dia ingat betapa gadis ini amat mencintainya, telah melakukan pengorbanan-pengorbanan sungguhpun hatinya telah dibikin sakit oleh hubungan cintanya dengan gadis-gadis lain, betapa Biauw Eng membelanya di Kun-lun-pai, mengorbankan dirinya sendiri. Betapa gadis ini masih terus mencinta dan menantinya sampai bertahun-tahun ketika dia menghilang dalam tempat rahasia gurunya. Kemudian betapa semua cinta kasih yang amat mendalam itu, semua pengorbanan gadis itu dia balas dengan penghinaan-penghinan! "Biauw Eng, jangankan hanya menyiksa, biar kau membunuhku, aku akan rela mati di tanganmu, hitung-hitung menebus dosaku kepadamu, Biauw Eng!" "Desssss! Sebuah tendangan mengenai dada Keng Hong, membuat pemuda itu terjengkang dan sejenak tak dapat bernapas. Biarpun dia tidak mengerahkan sinkang, namun hawa sakti di tubuhnya yang amat kuat telah secara otomatis bergerak sendiri melindungi rongga dada sehingga tendangan itu tidak mendatangkan luka berat di dalam dadanya. Ujung sabuk sudah diputar-putar di tangan Biauw Eng. "Mengakulah! Mengakulah...... dan nyatakan kesediaanmu mengawini Suci atau........ hemmmm......kuhancurkan kepalamu.........!" Keng Hong yang sudah berlutut lagi menggeleng kepala dan tersenyum. "Hanya engkau di dunia ini satu-satunya wanita yang kucinta, Biauw Eng. Mana mungkin aku menikah dengan wanita lain?" "Wuuuuut.......! Plakkk!" Ujung sabuk yang sudah menyambar ke arah kepala Keng Hong itu tertangkis oleh pedang hitam di tangan Hun Bwee. Dua orang gadis itu saling pandang. Hun Bwee sudah tidak kumat lagi, kini mukanya agak pucat akan tetapi matanya bersinar-sinar. "Sumoi, engkau tidak berhak membunuhnya! Kalau ada orang yang akan membunuhnya, maka satu-satunya orang itu adalah aku sendiri!" Biauw Eng menghela napas panjang dan memaki Keng Hong, "Laki-laki tidak setia, pengecut dan tidak tahu malu. Lihat betapa Suci yang telah kaurusakkan hatinya itu masih selalu melindungimu? dan engkau...... engkau...... ahhh!" Biauw Eng membalikan tubuh, cepat menggunakan ujung sabuknya menghapus dua titik air mata yang meloncat ke luar. Sementara itu, Hun Bwee yang kini sudah sadar, memandang Keng Hong yang masih berlutut lalu berkata, "Cia Keng Hong, engkau menjadi tawanan kami, tahukah engkau mengapa kami menawanmu dan hendak menyeretmu ke depan kaki guru kami?" Keng Hong bangkit berdiri, kedua tangannya masih dibelenggu oleh ujung sabuk sutera putih yang kini sudah dilepaskan ke tanah ujung lainnya oleh Biauw Eng setelah tadi dipakai menghapus air matanya. Dia memandang gadis baju merah itu, diam-diam dia terheran karena seingatnya Tan Hun Bwee dahulu berpakaian hijau. "Aku tidak tahu, nona Tan. Siapakah gurumu?" "Subo Go-bi Thai-houw disakitkan hatinya oleh Sin-jiu Kiam-ong. Karena sekarang Sin-jiu Kiam-ong gurumu telah meninggal dunia, maka engkau sebagai muridnya harus kami bawa kepada subo." "Hemmmm, sungguh tidak adil. Urusan antara guruku dan gurumu tidak ada sangkut-pautnya dengan aku, mengapa aku yang harus dibawa menghadap?" "Demikianlah kehendak guruku. Akan tetapi urusan guruku itu tidaklah berapa penting kalau dibandingkan dengan urusanku sendiri. Kita sama tahu apa yang telah terjadi pada pertemuan kita pertama kali. Sejak dulu engkau menyangkal, dan dahulu aku tidak berdaya melawanmu. Akan tetapi sekarang lain lagi! Aku telah mewarisi ilmu subo dan kalau kau tetap menyangkal, terpaksa aku akan membunuhmu di sini juga dan tidak akan membawamu kepada subo. Cia Keng Hong, masihkah engkau hendak menyangkal bahwa engkau dahulu telah........ memperkosaku?" Berbeda ketika dia menghadapi tuduhan Biauw Eng tadi, kini Keng Hong memandang Hun Bwee dengan mata bersinar penuh penasaran dan suaranya lantang ketika menjawab, Episode 331 "Tan-siocia! Biar aku bersumpah demi Tuhan dan disaksikan Bumi dan Langit bahwa aku tidak pernah memperkosamu! Kalau aku melakukan hal itu, perlu apa aku harus menyangkal?" "Hemmmm....., kalau bukan engkau, siapa lagi?" Keng Hong menggeleng kepala, tidak menjawab. Dia dapat menduga bahwa tentu Lian Ci Tojin yang melakukan perbuatan terkutuk itu, akan tetapi karena dia tidak menyaksikan dengan mata sendiri, bagaimana dia akan menuduh orang lain? Tan Hun Bwee menjadi marah. "jadi engkau tetap menyangkal?' "Aku tidak melakukannya!" "Dan engkau tidak mau mempertanggungjawabkannya dan menikah dengan aku?" "Aku tidak akan menikah dengan orang lain kecuali Biauw....." Keng Hong menghentikan kata-katanya karena sinar hitam pedang Hun Bwee sudah menyambar ke dadanya dengan sebuah tusukan kilat. Cepat pemuda yang kedua tangannya masih terbelenggu ke belakang ini mengelak dengan loncatan ke kiri. Pedang hitam itu tidak mengenai dadanya, akan tetapi dengan gerakan aneh, cepat dan kuat sekali Hun Bwee melanjutkan serangannya, nenubruk dan mengirim tusukan-tusukan dan bacokan-bacokan secara bertubi-tubi. Pedang Hek-sin-kiam berubah menjadi gulungan sinar hitam yang ganas sekali, bagaikan seekor naga hitam menyambar-nyambar dan terus mengejar ke manapun Keng Hong meloncat untuk menghindarkan diri. Dalam keputusasaan dan kemarahannya, Hun Bwee mnyerang dengan niat membunuh pemuda itu. Biauw Eng yang mendengar suara pedang sucinya bercuitan, sudah membalikkan tubuh lagi dan hanya berdiri memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat. Dia tidak tahu harus berbuat apa, tidak tahu harus berkata apa, bahkan dia tidak tahu apa yang tergerak di hati dan pikirannya. Ia menjadi bingung dan gelisah! *** Keng Hong mengelak sambil berloncatan ke sana ke mari. Setelah memperhatikan gerakan pedang Hun Bwee, diam-diam dia terkejut. Memang jauh sekali bedanya ilmu kepandaian puteri Tan-piauwsu ini dahulu dan sekarang. Gerakan pedangnya sekarang ini amatlah anehnya. Biarpun dia sudah banyak mempelajari ilmu silat tinggi dari kitab-kitab pusaka peninggalan gurunya, namun harus dia akui bahwa dia belum pernah membaca tentang ilmu pedang yang begini ganas dan anehnya. Biarpun dengan mengandalkan ginkangnya yang tingkatannya jauh lebih tinggi, namun dia mengerti bahwa kalau dia harus terus berloncatan mengelak dengan kedua tangan terbelenggu ke belakang, akhirnya dia akan celaka. dan dia yang rela serela-relanya mati di tangan Biauw Eng, tentu saja tidak sudi mati konyol di tangan gadis gila yang menuduhnya memperkosanya itu. "Tan-siocia! Jangan mendesak orang yang tidak bersalah. Hentikanlah seranganmu!" Keng Hong berteriak. Akan tetapi sebaliknya daripada menghentikan serangan, Hun Bwee malah memperhebat gerakan pedangnya. Tiba-tiba Keng Hong mengeluarkan seruan perlahan dan....... kedua tangannya yang tadi dibelenggu oleh ujung sabuk sutera, telah lolos tanpa merusak sabuk. Dia telah mempergunakan ilmu Sia-kut-hoat (Ilmu Melepas Tulang Melepaskan Diri) sehingga kedua lengannya dapat lolos. Kini melihat datangnya sinar hitam ke arah lehernya, dia miringkan tubuh, tangan kirinya bergerak ke depan dan menggunakan jari tangannya menjentik pedang. "Cringgggg..... aihhhhh.....!" Tubuh Hun Bwee terhuyung ke belakang karena pedang yang dijentik jari tangan Keng Hong tadi membuat tangannya tergetar hebat dan tanpa ia ketahui, tahu-tahu pundaknya telah ditepuk perlahan oleh Keng Hong, membuat separuh tubuhnya seperti setengah lumpuh kehilangan tenaga! "Berani engkau melukai Suci?" Biauw Eng meloncat maju dan memukul dada Keng Hong. "Dessssss!!" Tubuh Keng Hong roboh. Melihat ini, Hun Bwee sudah berteriak nyaring, pedangnya berkelebat dan tubuhnya meloncat maju menubruk dan mengirim tusukan ke arah perut Keng Hong yang karena pukulan keras Biauw Eng tadi agaknya nanar dan takkan dapat menyelamatkan diri lagi. "Tranggggg.....!" "Sumoi! Engkau malah membela dia?" Hun Bwee marah sekali ketika pedangnya ditangkis ujung sabuk Biauw Eng. Saking marahnya Hun Bwee kini menyerang Biauw Eng dengan menyabetkan pedangnya ke leher sumoinya itu. Biauw Eng mengelak dan ketika pedang menyambar lagi ke arah kaki, ia meloncat tinggi ke belakang sambil berseru, "Tahan, Suci! Aku bukan membelanya. Akan tetapi kalau kau membunuhnya, berarti kita akan mendapat marah besar dari subo, dan kedua kalinya, engkau akan kehilangan calon suami. Apalagi dia belum mengaku!" Tiba-tiba Hun Bwee tersentak kaget, menyarungkan pedangnya lalu menangis, berlutut menghadapi Keng Hong, "Ahhh, suamiku...... suamiku, kekasihku....." Biauw Eng bernapas lega. Sucinya kumat lagi, akan tetapi kini jiwa Keng Hong terbebas dari kematian. Keningnya berkerut. Mengapa ia membela Keng Hong? Mengapa tidak ia biarkan saja Keng Hong mati di tangan Hun Bwee? Ia membiarkan Hun Bwee menangis menutupi mukanya, lalu ia menghampiri Keng Hong. Pemuda itu sudah bangkit duduk, tersenyum kepadanya. "Terima kasih, Biauw Eng. Engkau telah menyelamatkan nyawaku." Ucapan dan senyum itu merupakan ejekan bagi Baiuw Eng, seolah-olah pemuda itu mengejek dan menanyakan bahwa gadis itu masih mencintanya! Hal ini membuat Biauw Eng menjadi marah. "Apa? Kaukira aku membela dan menyelamatkanmu? Hemmm........ aku lebih suka melihat engkau mati!" Keng Hong kini memang benar-benar hendak menggodanya. Ia pun merasa penasaran mengapa Biauw Eng yang seperti tepat dikatakan Yan Cu sebelum mereka berpisah, amat mencintanya dan masih mencintanya itu kini hendak memaksa melawan hati sendiri. Padahal baru saja terbukti jelas telah membelanya dan menyelamatkannya dari kematian. Ia tersenyum lebar dan menggoda, "Kalau begitu, mengapa engkau lebih suka melihat aku mati, Moi-moi?" Ia menyebut moi-moi dengan suara yang amat mesra. Episode 332 Wajah Baiuw Eng menjadi merah. "Kaukira aku tidak tega membunuhmu?" Keng Hong menggeleng kepala. "Engkau tidak akan membunuhku, Moi-moi, karena engkau mencintaku, seperti juga aku mencintamu!" "Keparat bermulut palsu!" Biauw Eng meloncat maju dan kedua tangannya bergerak cepat sekali-berturut-turut menotok jalan darah kematian di leher dan dada Keng Hong. "Cusss-cusss!!" Tepat sekali jari-jari kedua tangannya menotok jalan darah di kedua tempat berbahaya itu. Keng Hong mengeluarkan suara tertahan, matanya mendelik, tubuhnya berkelojotan dan....... tubuh itu diam tak bergerak lagi, kedua matanya terpejam, napasnya terhenti! Wajah Biauw Eng yang tadinya amat merah, kini berubah pucat sekali, matanya terbelalak memandang Keng Hong, kemudian dengan kedua tangan gemetaran ia memeriksa, membuka kelopak mata Keng Hong. Mata itu tidak bersinar lagi, mendekatkan tangan ke depan hidung yang tidak bernapas lagi, meraba pergelangan tangan, akan tetapi nadi tangan tidak berdetak lagi! Keng Hong telah mati! "Keng Hongggg.......!!" Biauw Eng menjerit dan menubruk dada pemuda itu sambil menangis sesenggukan, kemudian malah mengerung-ngerung. "Keng Hong.....! Apa yang telah kulakukan ini.......? Keng Hongggggg.....!!" Ia memeluki dada merangkul leher, mencium muka yang pucat itu dan air matanya membasahi seluruh pipi, hidung, mulut dan leher Keng Hong. "Keng Hong.....ah, Keng Hong.........aku telah membunuhmu...... kaubawalah aku serta.....! Keng Hongggggg.....!" Biauw Eng terisak-isak dan mendekapkan mukanya kepada muka Keng Hong, kepala, lehernya dan ke dadanya. Sementara itu, Hun Bwee yang masih kumat itu masih berlutut menangis dengan muka tersembunyikan di belakang kedua tangan. "Moi-moi....... marilah kau ikut bersamaku, Moi-moi....." Tangis Biuaw Eng makin menjadi. Itulah bisikan suara Keng Hong! Tentu dari alam baka! Roh Keng Hong yang baru saja meninggal mengajaknya! Ia memeluk tubuh itu lebih erat lagi. "Keng Hong...... Koko....... bawalah aku.......aku ikut denganmu........! Bawalah aku mati bersamamu......!" "Hussshhhh, bukan mati bersama, melainkan hidup berdua! Mari kita hidup bersama meneguk nikmat kebahagiaan........ kekasihku........." Seketika isak tangis Biauw Eng terhenti. Bisikan itu keluar dari mulut Keng Hong, dekat sekali dengan telinganya! Dan tangan ini.....? Tangan Keng Hong membelai rambutnya? Mengusap air matanya? Cepat seperti tersentak kaget Biauw Eng mengangkat mukanya, menoleh, memandang dan..... ia melihat Keng Hong tersenyum penuh haru kepadanya dan dari mata pemuda itu bertitik keluar dua tetes air mata! Keng Hong masih hidup! Dia tidak tahu bahwa pemuda ini memiliki tenaga sinkang yang luar biasa kuatnya sehingga biarpun totokannya tadi tepat mengenai jalan darah maut, namun tidak dapat menembus benteng pertahanan hawa sakti yang otomatis bergerak di tubuh pemuda itu melindungi jalan darah. Akan tetapi Keng Hong yang merasa penasaran mengapa Biauw Eng setega itu hatinya, menggunakan kepandaiannya dan berpura-pura mati! *** "Kau......! Kau......! Plak! Plak! Dua kali pipi Keng Hong kena ditampar dan Biauw Eng meloncat bangun, mengeluarkan sabuk hitam dan membelenggu tubuh Keng Hong seperti orang mengikat kue bakcang! Sabuk hitam ini memang sengaja dibawa untuk menawan Keng Hong dan terbuat daripada kulit yang amat kuat. Keng Hong menyerah dan hanya tersenyum-senyum karena dia merasa tubuhnya masih seperti diayun-ayun di sorga ke tujuh kalau dia teringat betapa tadi Biauw Eng memeluknya, menciuminya, menangisinya, dan minta diajak mati! Tak dapat dia bayangkan betapa cinta kasih Biauw Eng sepanas itu! gadis jelita yang begini mencintainya dan dia........masih bermain gila dengan segala macam wanita seperti Cui Im! Benar-benar dia layak mampus! Setelah tubuh Keng Hong diikat dan dibelit-belit dengan sabuk kulit yang kuat itu, hati Biauw Eng masih belum puas. Ditotoknya Keng Hong di tiga tempat dan kini ia merasa bahwa totokan-totokannya itu berhasil membuat tubuh Keng Hong menjadi lumpuh. Hun Bwee berhenti menangis. Melihat Keng Hong sudah diikat seperti itu, dia berkata, "Sumoi, kulihat orang ini tidak berjantung. Mengapa susah payah membawanya kepada subo? Kaupaksa juga tidak mungkin dia akan mau menjadi suamiku. Subo hanya membutuhkan bukti. Kalau kita penggal kepalanya dan bawa kepalanya kepada subo, kurasa dia akan puas dan kita tidak susah payah membawanya." “Jangan, Suci. Kalau begitu, dia akan keenakan. Memang dia ingin mampus, akan tetapi aku ingin melihat dia menderita. Biarlah kita serahkan kepada subo, dan kelak untuk membunuhnya masih belum terlambat." "Sucimu benar, Eng-moi. Kalau engkau tidak membunuhku sekarang, makin lama engkau makin tersiksa hatimu. Aku tahu betapa besar engkau mencintaku, Moi-moi, dan engkau pun tahu betapa aku mencintamu dengan seluruh jiwa ragaku." "Keng Hong, tak perlu aku berpura-pura. Memang aku pernah mencintamu dan masih mencintamu, akan mencintamu selamanya. Aku adalah seorang yang memegang kesetiaan, tidak seperti engkau yang hanya mencinta karena dorongan nafsu binatangmu! Kau ingat, tubuhku telah dimiliki mendiang Sim Lai Sek!" Keng Hong tersenyum. "Memang dahulu aku bodoh, sebodoh-bodohnya. Aku mencinta engkau, mencinta pribadimu, bukan hanya mencinta tubuhmu. Jangankan baru seorang Lai Sek, biar ada seribu orang, aku tetap yakin bahwa cinta kasih di hatimu hanya untukku seorang, seperti juga cinta kasihku hanya untukmu." Sejenak mereka berpandangan. jantung di rongga dada Keng Hong berdebar penuh harapan ketika dia melihat sinar Biauw Eng sama seperti dahulu sebelum gadis ini marah-marah kepadanya, sinar mata yang penuh kemesraan, sinar mata yang membayangkan sorga bagi kehidupannya. Akan tetapi, perlahan-lahan mata yang bening indah itu berkaca-kaca, basah dan berderailah beberapa butir air mata seperti mutiara-mutiara lepas dari untaianya. Pelupuk mata tertutup memeras air mata terakhir, dua baris bulu mata bertemu dan merapat sampai lama. Setelah mata itu terbuka kembali, lenyaplah kemesraan yang tadi dan terbayang pandang mata yang dingin. Episode 333 "Keng Hong, tidak perlu lagi engkau merayuku dengan ucapan manis-manis, dengan janji muluk-muluk. Tak perlu lagi engkau mengoles bibirmu dengan madu merah memikat karena aku tahu bahwa semua kemanisan itu mengandung racun. Apapun yang terjadi, tak dapat aku membiarkan penderitaan Suci tidak terobati. Suci telah kau perkosa dan engkau harus menjadi suaminya." "Aku tidak memperkosanya." "Itu adalah pengakuanmu, akan tetapi Suci tidak akan menjatuhkan fitnah tanpa dasar kepadamu. Sudahlah, biar subo yang akan memberi keputusan nanti." Dengan suara dingin Keng Hong berkata, "Biauw Eng, engkau pun tidak perlu mengingkari bisikan hatimu sendiri. Aku cinta kepadamu dan engkau ini percaya kepadaku, akan tetapi engkau memaksa dirimu sendiri untuk menghancurkan kepercayaanmu. Engkau percaya pula bahwa aku tidak memperkosa nona Tan Hun Bwee, akan tetapi engkau memaksa diri untuk lebih percaya kepada keterangan Sucimu yang telah menderita sakit jiwa ini. Engkau sengaja hendak merusak kebahagiaan kita berdua. Aku tidak menyesal, Biauw Eng, karena aku rela menebus segala dosa dan kesalahanku yang amat besar terhadap dirimu. Hanya aku kasihan kepadamu......" Biauw Eng hanya terisak-isak, tidak mampu menjawab karena apa yang dikatakan pemuda itu tepat sekali, setiap kata-kata menusuk menembus dadanya, mengiris hati menyayat-nyayat jantung. "Dia memperkosaku! Cia Keng Hong, engkau memperkosaku!" Tiba-tiba Tan Hu Bwee berteriak. "Tidak benar!" Tiba-tiba terdengar suara lantang dan muncullah Cong San dan Yan Cu! Yang berteriak itu adalah Cong San. Pemuda ini berdiri tegak, memandang dengan kagum kepada Biauw Eng dan dengan mata mengandung iba kepada Hun Bwee. Dia adalah seorang pemuda yang cerdik, maka sekali pandang saja maklumlah dia akan keadaan wanita berpakaian merah itu. Wanita ini menjadi korban perkosaan sehingga menjadi miring otaknya dan kini Keng Hong yang kejatuhan fitnah sebagai pemerkosanya! "Cia Keng Hong taihaip sama sekali bukan tukang perkosa! Tidak benar kalau dikata dia yang memperkosa wanita. Nona, engkau tentulah nona Tan Hun Bwee, bukan? Dengarlah! Aku tahu bahwa yang memperkosamu adalah Lian Ci....." "Yap-twako.....!" Keng Hong berteriak memotong keterangan pemuda murid Siauw-lim-pai itu. "Harap jangan mencampuri urusan ini. Sumoi, mau apa kau kembali lagi dan...... bagaimana bisa bersama Yap-twako?" "Kau bohong!" Hun Bwee menjerit. "Yang memperkosaku adalah Cia Keng Hong! Tidak ada orang lain!" Sambil berkata demikian, Hun Bwee melengking nyaring dan pedangnya sudah menerjang Cong San. Pemuda ini terkejut menyaksikan gulungan sinar hitam yang amat cepat itu. Cepat dia meloncat jauh ke belakang. Ketika Hun Bwee mengejarnya, Cong San sudah mengeluarkan senjatanya, sepasang Im-yang-pit dan bertandinglah mereka dengan seru. Sumoi, kenapa kau tidak mentaati permintaanku?" Keng Hong menegur Yan Cu. gadis itu tersenyum dan berkata, "Suheng, mana mungkin aku harus berpangku tangan saja sedangkan engaku terjatuh ke tangan dua orang wanita yang menderita penyakit jiwa? Tan Hun Bwee ternyata gila karena peristiwa pemerkosaan yang bukan kaulakukan, sedangkan Enci Biauw Eng ini juga gila karena melawan perasaan hati sendiri!" "Hentikanlah.....! Hentikanlah.....!" Berkali-kali Keng Hong berteriak keras, namun sia-sia saja. Empat orang itu bertanding makin seru dan mati-matian. Keng Hong maklum bahwa baik Cong San maupun Yan Cu tidak akan menang melawan Biauw Eng dan Hun Bwee yang amat lihai dan yang memiliki ilmu silat amat aneh itu. Dia bersikap untuk mencegah jatuhnya korban dalam pertandingan yang tak dikehendakinya itu, akan tetapi tiba-tiba Keng Hong berubah ketika dia melihat berkelebatnya bayangan beberapa orang yang gerakannya cepat sekali. Memang benar wawasan Keng Hong. Yap Cong San terdesak hebat oleh gulungan sinar hitam dari pedang di tangan Hun Bwee. Pemuda murid ketua Siauw-lim-pai ini merasa heran dan terkejut sekali menyaksikan permainan pedang yang luar biasa anehnya, papalagi ketika Hun Bwee mulai terkekeh-kekeh dalam penyerangannya, membacok dengan pungung pedang, kadang-kadang malah memukulnya dengan gagang pedang, dan lebih gila lagi, ujung pedang yang runcing itu beberapa kali mengancam leher gadis itu sendiri! Justeru penyerangan-penyerangan aneh inilah yang beberapa kali hampir saja memcelakan Cong San. Akhirnya pemuda Siauw-lim-pai ini maklum bahwa ilmu pedang lawannyaamalah kukoai (janggal) dan amat berbahaya, maka dia lalu bersilat dengan tenang dan mencurahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk melindungi tubuhnya. Ilmu silat Siauw-lim-pai amat terkenal dalam gaya pembelaan diri sehingga keadaan Cong San seumpama batu karang yang kokoh kuat dapat menahan segala gempuran ombak membadai dari serangan-serangan aneh Hun Bwee. *** Yang payah keadaannya adalah Yan Cu. Tingkat kepandaiannya kalah jauh kalau dibandingkan dengan Biauw Eng yang memiliki tingkat kepandaian lebih tinggi daripada tingkat Hun Bwee. Untung bahwa Biauw Eng bukanlah seorang yang berwatak keji. Tadi memang ia merasa cemburu kepada gadis ini. Siapa yang tidak akan cemburu melihat gadis ini demikian cantik jelita sehingga dia sendiri pun sebagai wanita merasa tertarik, apalagi Keng Hong seorang pemuda yang mudah kagum akan keindahan wajah dan tubuh wanita? Akan tetapi setelah mendengar ucapan-ucapan Yan Cu ketika hendak pergi, ia maklum bahwa gadis ini memiliki watak yang mulia dan jujur sehingga kini dia tidak tega untuk membunuhnya. Kalau Biauw Eng ingin membunuhnya, agaknya pertandingan di antara mereka tidak akan berlangsung terlalu lama. Akan tetapi, untuk merobohkan Yan Cu tanpa melukai berat, bukanlah hal yang mudah karena tingkat ilmu silat yang dimiliki Yan Cu sudah cukup tinggi, apalagi dia mempergunakan sebatang pedang pusaka yang ampuh! Mengapa wajah Keng Hong berubah ketika dia melihat bayangan-bayangan berkelebat? Ternyata bayangan-bayangan yang kini telah berada di tempat itu bukan lain adalah Ang-kiam Bu-tek Bhe Cui Im, Pat-jiu Sian-ong, Lian Ci Seng-jin, Kiam-to Lai Ban dan Thian It Tosu! Melihat munculnya orang-orang ini, Cong San terkejut bukan main. Ia meloncat ke belakang dan berteriak berkali-kali, "Tahan.....!" Akan tetapi seorang yang sudah kacau pikirannya seperti Hun Bwee itu mana mau berhenti. Episode 334 "Jai-hwa-cat!" Ia memaki dan menerjang terus, mendesak dengan pedang hitamnya. Tentu saja Cong San kembali menggerakan Im-yang-pit dengan marah karena dia ikut-ikutan dimaki penjahat cabul oleh wanita gila yang agaknya amat membenci penjahat-penjahat cabul dan menganggap semua laki-laki yang menjadi musuhnya sebagai penjahat cabul! Kembali mereka bertanding dengan seru. Adapun Biauw Eng yang mengenal Cui Im, kaget sekali dan juga marah. Akan tetapi Yan Cu yang sudah marah itu kini melihat keraguan Biauw Eng, malah mendesak dengan pedangnya! Pertandingan yang seru itu membuat empat orang ini celaka sendiri. Sambil tertawa-tawa Cui Im bergerak ke depan dan di lain saat Biauw Eng dan Yan Cu sudah roboh ditotok oleh Cui Im yang amat lihai. Kalau saja Biauw Eng tidak sedang didesak Yan Cu, agaknya tidaklah akan mudah begitu saja bagi Cui Im untuk merobohkannya. Adapun Cong San dan Hun Bwee juga roboh oleh totokan Pat-jiu Sian-ong yang dibantu oleh Thian It Tosu. "Hi-hi-hi-hi-hik! Kiranya si tampan ini sudah lebih dulu roboh oleh dara-dara manis ini!" Cui Im terkekeh-kekeh girang sambil menudingkan telunjuknya kepada Keng Hong yang masih rebah dengan tubuh terbelit-belit sabuk kulit hitam, sama sekali tidak mampu bergerak. "Nah itulah dia!" Tiba-tiba Cong San yang tertotok lumpuh itu berseru, matanya memandang ke arah Lian- Ci Sengjin. "Perempuan gila Tan Hun Bwee, engkau menuduh Keng Hong! Hemmm, dia itulah laki-laki yang telah memperkosamu! Lihat baik-baik, apakah engkau tidak ingin lagi?" Mendengar ucapan ini, Biauw Eng, Hun Bwee dan juga Yan Cu mengikuti pandang mata pemuda itu, semua memandang kepada Lian Ci Sengjin yang berdiri dengan muka pucat. Cui Im menengok ke arah Lian Ci Sengjin yang terbelalak pucat memandang ke arah wanita baju merah. Kemudian Cui Im tertawa terkekeh-kekeh, "Heh-heh-hi-hi-hik! Lian Ci Sengjin, seleramu boleh juga! Memang dia itu cukup denok montok dan cantik! jangan khawatir, dia kini sudah tertawan dan engkau boleh memiliki dia sepuas hatimu, hi-hi-hik! Tidak perlu memperkosa lagi!" Akan tetapi Lian Ci Sengjin tidak segembira yang disangka Cui Im. Sebaliknya dia berdiri terbelalak dengan muka pucat dan sikap penuh kengerian karena pada saat itu Hun Bwee memandangnya dengan mata yang liar. "Kau.....! kau.....! kau..... tosu yang menawanku..... kiranya engkau.....! Ya benar...... demi Tuhan......! Engkaulah orangnya! Terkutuk.....!" Gadis ini mengeluarkan lengking mengerikan dan roboh pingsan! Cringggg.....!" Pedang itu terpental dan kiranya Sian Ti Sengjin, suhengnya sendiri yang menangkisnya. "Sute! Apa yang kaulakukan? Sudah memperkosa malah hendak membunuhnya? Sampai begini gelapkah pikiranmu?" Bentak kakek itu dan Lian Ci Sengjin hanya menunduk, mukanya merah sekali karena malu mendengar suara ketawa Cui Im yang mengejeknya. Dia jatuh cinta kepada Cui Im yang pernah hampir menjadi isterinya. Kini rahasianya terbuka, bagaimana dia tidak merasa malu sekali? Akan tetapi Cui Im pada saat itu tidak mempedulikannya. Wajahnya berseri ketika ia mengambil pedang pusaka Hoa-san-paidari atas tanah, pedang yang tadi dipakai Yan Cu, kemudian merenggut lepas perhiasan-perhiasan yang dipakai Hun Bwee. Bahkan setelah melakukan penggeledahan, ia menemukan sisa-sisa pusakanya dari sebelah dalam baju Yan Cu. Akan tetapi keningnya berkerut ketika ia tidak dapat menemukan dua buah kitab Siauw-lim-pai. Cong San, Yan Cu, Biauw Eng dan Hun Bwee kini pun dibelenggu dengan kedua lengan di belakang. Hun Bwee sudah sadar kembali, akan tetapi dia menjadi pendiam sehingga Biauw Eng sendiri sukar untuk menentukan apakah sucinya itu sedang kumat ataukah tidak. Gadis baju merah itu banyak menundukan muka, dan apabila sekali-kali mengangkat muka, ia memandang ke arah Lian Ci Sengjin dengan sinar mata seolah-olah hendak membakar bekas tokoh Kun-lun-pai itu. Biauw Eng memandang ke arah Keng Hong yang berbeda dengan mereka berempat yang biarpun dibelenggu dapat berdiri, sebaliknya Keng Hong rebah karena seluruh tubuhnya dibelit-belit sabuk dengan amat kuat dan tubuhnya sudah lumpuh terkena totokannya pula. Ketika Biauw Eng memandang, Keng Hong juga sedang memandang kepadanya. Biauw Eng menahan tangis , akan tetapi tetap saja matanya menjadi merah sekali dan membasah. Mulutnya berbisik penuh penyesalan. "Maafkan aku yang telah menjatuhkan fitnah padamu....." Keng Hong tersenyum, menggerakan kepala mengangguk-angguk, pandang matanya penuh dengan pengampunan, kesabaran dan kasih sayang. Yan Cu yang dibelenggu pula dan berdiri di dekat Biauw Eng, dapat mendengar bisikan Biauw Eng itu. Hatinya menjadi panas dan ia segera berseru nyaring, "Dasar engkau yang berhati kejam, Sie Biauw Eng! Kalau saja engkau tidak menawan suheng, tak nanti monyet-monyet ini dapat merobohkan kita! Sekarang, kita semua telah tertawan musuh karena kebodohanmu, menangis lagi perlu apa?" Biauw Eng menoleh kepada Yan Cu dan menundukkan muka, berkata, "Engkau tidak tahu betapa hatiku telah tersayat-sayat, betapa segala kepahitan telah kurasakan sebagai akibat cinta kasihku kepadanya....." Yan Cu tercengangan hatinya terharu melihat Biauw Eng yang terbelenggu itu perlahan-lahan menghampiri Keng Hong, berlutut, kemudian dengan gerakan kaku karena kedua lengannya dibelenggu ke belakang tubuh, ia membungkuk dan mencium Keng Hong! Bukan main kekasihnya ini! Keng Hong hampir menangis saking terharunya. Dahulu, dengan suara lantang Biauw Eng tidak ragu-ragu untuk mengaku cintanya di depan banyak tokoh kang-ouw di puncak Kun-lun-san. Sekarang, untuk menyatakan penyesalan dan cinta kasihnya, di depan begitu banyak orang, Biauw Eng dengan gerakan wajar dan tanpa ragu-ragu atau malu-malu lagi menciumnya! Ingin dia membisikan sesuatu, namun karena dia melihat betapa Cui Im memandang ke arah mereka penuh perhatian dengan senyum mengejek, dia tidak jadi berkata apa-apa, hanya memandang Biauw Eng dengan sinar mata penuh kasih sayang dan penuh keyakinan agar kekasihnya itu tidak usah khawatir. *** "Aku rela dan siap mati bersamamu, Keng Hong." Biauw Eng berbisik ketika ia menangkap isyarat pandang mata Keng Hong. Cui Im menghampiri mereka, sejenak memandang tajam kepada Keng Hong lalu berkata, "Keng Hong, di mana kitab yang dua buah lagi? kitab-kitab Siauw-lim-pai?" Episode 335 Keng Hong tersenyum mengejek. "Cui Im, engkau takkan dapat menemukan kedua buah kitab itu. Sampai mati pun takkan mungkin dapat kau temukan!" Cui Im menggerakan tangan dan pedang merahnya sudah tercabut, ujungnya yang runcing menodong muka Keng Hong, hanya beberapa senti di depan mata pemuda itu, "Keng Hong, engkau boleh jadi seorang laki-laki yang keras hati dan keras kepala, yang tak mengenal takut akan tetapi kalau tidak kau jawab pertanyaanku, hemmmm..... hendak kulihat bagaimana sikapmu kalau pedangku ini mencongkel keluar biji matamu!" Ang-kiam Bu-tek, hanya seorang pengecut besar yang mengancam orang yang sudah tidak berdaya. Ha-ha-ha, ingin sekali aku melihat apakah sikapmu masih seperti itu gagahnya mengancam Cia-taihiap kalau dia tidak terbelenggu. Dengarlah , kitab I-kiong-hoat-hiat dan kitab Seng-to-cin-keng oleh Cia-taihiap telah dikembalikan kepadaku dan telah kuserahkan ke tangan suhu. Kalau kau masih menginginkannya, coba saja engkau ambil dari tangan suhu Tiong Pek Ho-siang. Jelas engkau tidak berani, bukan? Ha-ha-ha!" "Desss!" Tubuh Cong San terbanting roboh karena pukulan Lian Ci Sengjin yang mengenai punggungnya ini keras sekali. Cong San yang dipukul dari belakang ini menggulingkan tubuhnya dan meloncat bangun kembali sambil tersenyum mengejek. Kiranya Lian Ci Sengjin yang amat marah kepadanya karena pemuda murid Siauw-lim-pai ini yang tadi membuka rahasianya, menjadi marah mendengar pemuda ini mengejel Cui Im. "Biar kubunuh saja bedebah ini!" Bentak Lian Ci Sengjin, makin penasaran melihat betapa pukulannya yang keras tadi ternyata tidak dapat membunuh pemuda itu. Akan tetapi Cui Im sambil tersenyum mengangkat tangannya. "Jangan bodoh, Sengjin! Dia ini murid tersayang ketua Siauw-lim-pai, merupakan tawanan penting. Juga Keng Hong tidak boleh dibunuh, aku masih amat membutuhkannyasaat ini! Kita bawa saja mereka berlima ini ke tempat Pat-jiu Sian-ong dan baru di sana kita memutuskan apa yang harus kita lakukan kepada lima orang ini." "Ha-ha-ha-ha-ha-ha, Bhe Cui Im wanita cantik yang amat cedik. Murid Sin-jiu Kiam-ong ini amat gagah dan tampan, demikian pula murid ketua Siauw-lim-pai. Aku tahu mengapa engkau merasa sayang untuk membunuh mereka sekarang, ha-ha-ha!" Cui Im juga terkekeh genit dan memainkan biji matanya ke arah kakek kecil kate berkepala besar yang memegang kebutan hudtim itu. "Ihhh! Bukankah sudah kukatakan bahwa bagiku, tua atau muda, tampan atau buruk, tidak ada bedanya? Aku sudah berjanji kalau kalian membantu dan kita berhasil, aku akan melayanimu sampai kau tidak kuat bangun kembali! Aku menawan Keng Hong karena ada persoalan penting mengenai ilmu silat antara dia dan aku....." "Cui Im, kalau kau hendak memperlajari Thi-khi-i-beng, engkau harus mati dulu!" Keng Hong mengejek. Akan tetapi Cui Im tidak mempedulikannya dan melanjutkan : "Adapun murid ketua Siauw-lim-pai ini, bukankah dapat kita pergunakan sebagai perisai kalau menghadapi ketua partai itu? Tiong Pek Hosiang si tua bangka itu lihai sekali, dan siapa tahu dia akan hadir pula. Mengertikah engkau sekarang, Pat-jiu Sian-ong?" Kakek kecil kate berkepala besar itu tertawa dan mengangguk-angguk, mengebut-ngebutkan hudtimnya dengan lagak seorang dewa atau seorang pertapa sakti sambil berkata perlahan, "Kasihan..... kasihan..... orang-orang muda yang tak tahu diri, berani lancang menentang Ang-kiam Bu-tek..... hem.....!" Ia lalu melambaikan kebutannyadan terdengar suara bersuit nyaring. Keng Hong yang masih rebah menahan napas dan diam-diam dia merasa bersyukur bahwa dia tadi awas sehingga tidak semberono karena dia sudah menduga bahwa Cui Im kalau sudah berani menyergapnya tentulah mempunyai andalan. Kiranya di samping teman-teman yang memiliki ilmu kepandaian tinggi itu, di sekitar tempat itu sudah terkurung dan kini muncullah puluhan orang anak buah Pat-jiu Sian-ong dipimpin oleh dua orang kakek kembar yang bukan lain adalah Thian-te Siang-to, murid Pat-jiu Sian-ong. Beramai-ramai lima orang muda yang menjadi tawanan itu di giring ke tempat tinggal atau sarang Pat-jiu Sian-ong, yaitu di dekat tembok besar di sebelah utara puncak Tai-hang-san. Di bagian ini, tembok besar yang amat panjang itu melalui lereng-lereng gunung dan di dekat tembok di lereng Gunung Tai-hang-san sebelah utara inilah dijadikan sarang oleh pat-jiu Sian-ong, di mana dibangun sebuah benteng yang cukup kuat. Perjalanan itu melalui lereng-lereng gunung dan hutan-hutan liar, memakan waktu beberapa hari. Para tawanan di jaga ketat dan sungguhpun mereka itu diberi waktu makan dan istirahat, namun mereka tidak mendapat kesempatan untuk saling bicara. Bahkan di waktu rombongan berhenti bermalam, lima orang muda itu dipisahkan. Betapapun juga, hati Keng Hong dan teman-temannya merasa lega bahwa mereka tidak pernah menerima gangguan. Agaknya Cui Im memang melarang mereka diganggu. Keng Hong diam-diam merasa gelisah. Bagi dia sendiri, dia tidak usah merasa takut karena kalau dia menghendaki, mudah saja baginya untuk membebaskan diri. Ketika dia dibelenggu oleh Biuaw Eng dan ditotok tiga kalipun, kalau dia menghendaki, mudah saja baginya untuk bebas. Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal ini, pertama karena dia ingin menguji Biauw Eng untuk penghabisan kali, ke dua karena keadaan musuh yang amat kuat sehingga kalau dia berlaku nekat, tentu teman-temannya terancam bahaya. Di antara mereka berlima, yang boleh diandalkan kepandaiannya hanya Biauw Eng. Mungkin Hun Bwee juga memiliki kepandaian luar biasa, akan tetapi wanita yang terganggu jiwanya itu sama sekali tidak boleh diandalkan. Cong San dan Yan Cu memang memiliki kepandaian yang cukup tinggi, akan tetapi menghadapi tokoh-tokoh seperti Bhe Cui Im dan Pat-jiu Sian-ong, mereka itu masih terlalu lemah. Apalagi menghadapi Cui Im! Agaknya harus dia sendiri yang maju, baru wanita keji itu akan dapat ditundukan. Malam ke empat rombongan itu beristirahat di sebuah kuil kosong tua yang berada di sebuah lereng gunung. Lima orang tawanan itu dipisahkan dan dijaga ketat. Bahkan Keng Hong yang masih terbelit-belit sabuk kulit hitam itu direbahkan di sebuah kamar kuil tua dan dijaga sendiri oleh Cui Im! Selosin orang anak buah pat-jiu Sian-ong dengan golok terhunus masih menjaga di luar kamar, berdiri seperti patung. "Uuuhhhh, pegal-pegal semua tubuhku. Cui Im, maukah engkau membantuku agar aku dapat duduk bersandar tembok?" Keng Hong berkata. Cui Im yang duduk di sudut kamar itu mengangkat muka memandang penuh kecurigaan, kemudian tagannya menggapai seorang penjaga. Penjaga itu masuk dan Cui Im berkata, "Bantu dia duduk bersandar tembok."

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger