naruto

naruto

Jumat, 30 November 2012

pdk harum 297 -- 301

Episode 297 Dengan jari telunjuknya ia perlahan-lahan menyentuh kulit punggung dekat luka, hati-hati sekali, seolah-olah khawatir kalau-kalau kulit punggung itu akan rusak oleh sentuhannya, seperti orang menyentuh sebuah perhiasan yang mahal. Kemudian ia memegang urat nadi lengan Keng Hong untuk meneliti denyut darahnya yang juga normal. Ia bernapas lega, lalu menjaga di situ, mengusap setiap tetes racun, menjaga dengan penuh kesetiaan, penuh ketelitian dan penuh kebahagiaan. Dia suka kepada pemuda ini. Dia tadinya merasa girang sekali endapatkan seorang suheng yang begini lihai dan begini... Ganteng! Sekarang, suheng ini tiba-tiba menjadi calon suaminya! Benar-benar kini berbeda sekali perasaannya. Dia hanya girang, gembira, bahagia. Selanjutnya dia tidak akan berpisah dari pemuda ini kalau sudah menjadi isteri pemuda ini. Cinta? Dia tidak tahu, tidak mengerti. Yang ia tahu hanya bahwa dia suka kepada Keng Hong, suka dan kagum. Dengan amat telaten dan penuh perhatian Yan Cu merawat Keng Hong, merawat luka di punggungnya yang sekarang sudah tidak hitam lagi setelah semua racun disedot oleh Siang-bhok-kiam yang kini sudah dicabut oleh Yan Cu. Pemuda itu masih berada dalam keadaan tidak sadar dan dalam waktu dua hari dua malam dia selalu dijaga oleh Yan Cu yang tak pernah meninggalkan kamarnya. Bahkan gadis ini hanya tidur sambil duduk di atas bangku, hanya makan bubur setelah ia menyuapi Keng Hong yang masih setengah pingsan itu dengan bubur encer. Karena kurang tidur dan lelah, tubuh gadis ini menjadi agak kurus, rambutnya kusut dan wajahnya pucat. Akan tetapi mulutnya selalu tersenyum dan sinar matanya berseri melihat betapa Keng Hong makin sehat. Pada hari ke tiga, Keng Hong siuman. Pagi itu dia tersadar dan membuka mata, melihat Yan Cu tertidur, duduk di atas bangku, kepalanya menyandar dinding. Di atas meja terdapat obat-obat dan di sudut kamar terdapat anglo tempat masak bubur dan obat. Keng Hong kaget meraba punggungnya dan hatinya teharu sekali. Ia tahu bahwa dia telah selamat dan agaknya gadis ini selalu menjaganya entah berapa lamanya dia tidak tahu. Akan tetapi dia bisa menduga, tentu lama sekali, buktinya gadis itu sampai tertidur kelelahan di atas bangku! Ia mengamat-amati wajah yang tertidur itu. Rambut yang kusut itu sebagian menutupi pipi. Hatinya terharu sekali. Aiiihhh, gadis yang amat cantik jelita yang telah menjaga dan merawatnya, entah berapa hari lamanya! Budi yang amat besar ini, dan dia membalasnya dengan pandang pandang mata tertarik, dengan gairah yang seperti dikutik-kutik! Benar-benar dia keparat tak tahu malu, tak kenal budi! Ia bangkit bersila dan bersamadhi. Sinkangnya dia gerakkan dan ternyata seluruh tubuhnya sudah sehat kembali. Luar biasa sekali, kini sinkangnya dapat dia gerakkan lebih cepat daripada biasanya, jauh lebih kuat! Ia teringat, inilah hasilnya menyedot hawa sinkang dari tiga orang kakek iblis! Terbayanglah semua pengalamannya seenjak dia bertemu dengan Thian-te Sam-lo-mo dan dia bergidik. Ia berhutang budi kepada subonya, berhutang nyawa. Juga kepada gadis cantik ini. "Ehhhhh... Engkau belum boleh duduk, Suheng...!" Tiba-tiba Keng Hong mendengar suara gadis itu. Betapa merdunya suara itu. Ia membuka mata, tersenyum. Dua pasang mata bertemu pandang, bertaut sebentar dan... gadis itu menundukkan mukanya, kedua pipnya merah sekali, mulutnya tersenyum-senyum penuh rasa jengah! Eh, mengapa begini? Apakah pandang matanya kembali membayangkan perasaan terpikat? Membayangkan sifatnya yang mata keranjang? Celaka kalau begitu. Tidak boleh begini! "Maaf, Sumoi... Mengapa tidak boleh duduk?" Yan Cu mengangkat muka, kini berani memandang. "Subo berpesan agar engkau berbaring dan memulihkan tenaga sampai sepuluh hari. Engkau baru tiga hari..." *** "Apa?" Keng Hong memotong, terkejut. "Sudah tiga hari tiga malam aku rebah di sini dan engkau terus-menerus menjaga dan merawatku di sini, Sumoi?" Sepasang mata yang indah itu memandang Keng Hong dan seolah-olah mata itu bertanya apa salahnya dengan itu, akan tetapi bibirnya bergerak, berkata halus. "Ah, Suheng. Itu sudah menjadi kewajibanku." "Kewajibanmu? Dan engkau menjaga terus-menerus tanpa istirahat sehingga engkau kelelahan dan tertidur di bangku. Mukamu pucat, engkau agak kurus, pakaianmu dan rambutmu kusut... Ah, Sumoi aku benar tak tahu diri, mebuat Sumoi capek sekali.: Yan Cu bangkit berdiri, meneliti pakaiannya, otomatis tangannya meraba rambutnya. "Wah, aku... Aku harus berganti pakaian... Harus mandi, rambutku... ah, tentu jelek sekali..." Keng Hong tak dapat menahan ketawanya. "Bukan begitu, Sumoi. Engkau tetap cantik, ah, malah lebih cantik dalam keadaan begini. Engkau telah merawatku, sungguh aku harus berterima kasih!' Keng Hong meloncat turun dan menjura di depan gadis itu. Yan Cu tersipu-sipu. "Eh-eh-eh, jangan Suheng. Aku... aku harus menjagamu, dan engkau tidak boleh turun. Kesehatanmu belum pulih. Subo bilang, kalau sinkangmu cukup kuat, dalam waktu sepuluh hari barulah Suheng boleh turun." "Ha-ha-ha! Aku sudah cukup sehat dan kuat berkat perawatanmu, Sumoi. Lihat!" Keng Hong membusungkan dada, menarik napas panjang dan tiba-tiba tubuhnya meloncat ke atas, dan... Punggungnya menempel di langit-langit. Kemudian dia melompat turun lagi, demikian ringan tubuhnya. "Nah, bukankah aku sudah pulih kembali?" Yan Cu memandang kagum. "Engkau... engkau hebat, suheng. Baru malam tadi aku... Engkau makan dengan..." Sukar ia melanjutkan kata-katanya dan ia hanya memandang ke arah bekas mangkok dengan sendoknya. Keng Hong memandang, terharu. "Engkau masih menyuapi aku, bukan? Terima kasih, Sumoi. Aku tidak akan mungkin membalas budimu, biarlah Thian saja yang akan membalasmu." Kembali Keng Hong menjura. "Dimanakah subo? Aku harus menghaturkan terima kasih kepadanya." "Subo telah tiga hari pergi seperti biasa, mencari daun-daun obat... nah itu subo datang!" Benar saja, nenek itu sudah berdiri di ambang pintu dengan sebuah keranjang penuh daun dan akar obat. Keng Hong cepat menjatuhkan diri berlutut. "Subo, terimalah hormat dan terima kasih teecu atas pertolongan Subo. Sungguh teecu tidak akan dapat melupakan budi Subo dan Sumoi yang amat besar terhadap diri teecu!" Keng Hong bersoja sampai delapan kali. Nenek itu memandang dengan wajah berseri dan penuh kekaguman. "Baru tiga hari dan engkau sudah sehat kebali. Entah betapa hebat sinkangmu, Keng Hong! Engkau benar-benar mengagumkan, agaknya sinkangmu malah sudah melebihi mendiang suhumu!" Episode 298 "Subo, terlalu memuji. Kalau tidak ada Subo dan Sumoi, tentu teecu sekarang hanya tinggal nama saja. Entah bagaimana teecu akan dapat membalas budi Subo dan Sumoi!" "Keng Hong, orang yang ingat akan budi adalah orang yang baik. Syukurlah kalau engkau suka ingat akan budi orang. Untuk membalasku, engkau harus memenuhi permintaanku dan untuk membalas budi Sumoimu, engkau harus suka menurut menjadi calon suaminya. Aku menjodohkan engkau dengan muridku." Terbelalak mata Keng Hong dan otomatis dia menengok kepada sumoinya. Akan tetapi gadis itu sudah lari keluar dari kamar. "Akan tetapi, Subo..." Keng Hong sudah bangkit berdiri dan memandang nenek itu dengan bingung. Dia benar-benat itdak dapat menggunakan pikirannya, bingung karena keputusan itu benar-benar amat mendadak dan sama sekali tidak pernah diduganya. Dia dijodohkan dengan gadis jelita itu "Cia Keng Hong, apakah engkau hendak menolak? Tegakah engkau menolak setelah apa yang dilakukan oleh muridku? Dia sudah setuju, dan kulihat kalian memang berjodoh. Engkau murid Sin-jiu Kiam-ong, dia muridku. Engkau tampan gagah, dia pun cantik jelita dan gagah. Adakah gadis yang lebih cantik dari dia? Eh, Keng Hong, apakah engkau sudah mempunyai calon isteri laiinya?" Nenek itu memandang penuh perhatian dan penuh selidik. Keng Hong menggelengkan kepala. Memang dia belum mempunyai tunangan. Akan tetapi pada saat itu, terbayanglah wajah Biauw Eng di pelupuk matanya. Biauw Eng! Bagaimana dia dapat memilih gadis lain menjadi calon isterinya kalau dia sudah yakin benar bahwa Biauw Englah satu-satunya wanita di dunia ini yang dicintanya? Cintanya terhadap Biauw Eng adalah cinta yang murni, yang mendalam bukan hanya cinta berahi atau tertarik oleh kecantikan Biauw Eng saja. memang dia suka akan kecantikan, selain tertarik, akan tetapi itu bukanlah cinta! Mana mungkin dia mencinta wanita lain, biar sejelita gadis itu sekalipun? Cinta kasihnya sudah direnggut Biauw Eng. Memang Biauw Eng sekarang membencinya, karena kebodohannya sendiri, akan tetapi apa pun yang terjadi, andaikata kelak Biauw Eng menjadi isteri orang lain sekalipun, dia akan tetap mencinta Biauw Eng! "Nah, kalau engkau belum bertunangan, mengapa ragu-ragu? Engkau harus menjadi suai muridku, karena hanya untuk jodoh muridku inilah aku bertahan hidup selama ini. Kini aku telah mendapatkan jodoh untuknya, yaitu engkau. Kalau engkau menolak, berarti engkau adalah seorang yang tak kenal budi dan akan kuanggap sebagai musuh. Aku akan membunuhmu!" "Subo...!!" Keng Hong berteriak kaget. Nenek itu menurunkan keranjangnya. "Dengarlah, dahulu aku telah melakukan dosa terhadap gurumu. Karena itu, aku kini melihat jalan untuk menebus dosa, yaitu untuk membahagiakan muridnya. Karena itu, aku memilihmu untuk menjadi suami muridku, padahal andaikata ada seorang putera kaisar sekalipun yang melamar m uridku, belum tentu akan kuterima! Engkau bahagia sekali menjadi calon suami muridku. Kalau engkau menolak, berarti engkau menghancurkan harapanku menebus dosa dan sekaligus engkau menghina aku, engkau menghancurkan perasaan muridku yang juga akan merasa terhina karena ditolak. Nah, aku telah cukup bicara. Kalau menerima dan akan kuatur pernikahan kalian bulan ini juga atau engkau menolak dan harus mengadu jiwa dengan aku!" "Subo...!!" Keng Hong mengeluh, akan tetapi nenek itu sudah menyambar keranjangnya dan pergi dari situ. Keng Hong bangkit perlahan-lahan, kemudian menghampiri pembaringan dan menjatuhkan diri berlutut di pembaringan itu. Pikirannya tidak karuan, gelap dan ruwet, hatinya tertekan, membuatnya bingung sekali. Apa yang harus dia lakukan? Harus dia akui bahwa kalau tidak ada guru dan murid itu, dia tentu sudah mati di tangan Ang-bin Kwi-bo! Dia berhutang budi, berhutang nyawa! Hutang benda seperti yang dilakukan gurunya, dapat dibayar, pusaka-pusaka yang "dihutang" gurunya dapat dia cari kembali dan dia kembalikan. Akan tetapi hutang budi? Hanya dapat dibalas dengan budi pula. Kalau dia menolak, berarti dia akan menjadi orang yang paling tidak mengenal budi di dunia ini! Dia masih jejaka, belum menikah belum bertunangan. Alasan apa yang dapat dia pakai untuk menolak? Yang mengatur perjodohan adalah isteri gurunya sendiri, berarti berhak untuk mewakili gurunya yang sudah tidak ada. Adapun jodoh yang demikian cantik jelita, berkepandaian tinggi, berbudi mulia, gadis yang telah menjaga dan merawatnya selama tiga hari tiga malam tanpa mempedulikan dirinya sendiri. Dari sikap itu saja dia sudah dapat menduga bahwa gadis itu tentu suka kepadanya! Bagaimana dia dapat menolak? Keng Hong menjadi pening kepalanya dan dia duduk sambil memegang kepala dengan kedua tangannya. "Suheng...!!" Halus merdu sekali suara itu, akan tetapi mendengar itu, kepala Keng Hong menjadi makin pening. Ia mengangkat muka memandang dan matanya terbelalak. Gadis itu sudah mandi, sudah menyisir rambut dengan rapi, sudah bertukar pakaian yang bersih dan indah, pakaian berwarna serba kuning. Rambutnya yang hitam gemuk dikelabang dua, diikat dengan pita sutera kuning pula. Segar dan cantik mempesonakan. Akan tetapi, melihat kecantikan gadis ini, kepalanya berdenyut-denyut rasanya sehingga dia memejamkan mata dan menekankan kedua tangannya keras-keras dari kanan kiri. "Suheng... apakah kepalamu masih terasa pening...?" Keng Hong mencium bau yang amat sedap harum. Perlahan-lahan dia membuka matanya dan cepat memejamkannya kembali karena melihat sepasang mata seperti dua buah bintang cemerlang menatapnya dekat-dekat di depan mukanya. Ia mengelengkan kepalanya dan dengan kedua mata masih terpejam dia bertanya, "Sumoi, di mana Subo?" Ia heran sendiri mendengar suaranya tiba-tiba menjadi parau dan gemetar, seperti suara orang terserang penyakit demam, suara orang gelisah dan bingung dan kehabisan akal! "Subo sudah pergi lagi, katanya hendak mencari akar jin-som di puncak paling ujung. Paling cepat lima hari lagi akan kembali. Mengapa. Suheng? Mukamu pucat sekali. Subo sudah bilang, bahwa engkau boleh turun setelah beristirahar sepuluh hari. Baru tiga hari engkau turun. Lebih baik berbaringlah dan mengasolah sampai sembuh, Suheng. Hari ini engkau boleh makan masakan daging. Kutangkapkan kelinci untukmu, ya? Ataukah engkau lebih senang daging ayam hutan? Atau kijang? Aku akan masak yang enak untukmu..." Keng Hong merasa jantungnya seperti ditusuk-tusuk. Ia memaksa diri membuka mata, memandang sumoinya itu dengan tajam, lalu bertanya, "Sumoi, apakah engkau... engkau... Tadi mendengar...?" *** Gadis itu memandang, matanya kini terbuka agak lebar. Mati aku, pikir Keng Hong. Sepasang mata itu luar biasa indahnya! Akan tetapi menikah dengannya? Ahhh, bagaiamana mungkin? Biauw Eng...! Episode 299 "Mendengar apa, Suheng?" Keng Hong mengerutkan keningnya. Kalau gadis berpura-pura tidak tahu berarti gadis ini mempunyai watak yang suka mempermainkan! Akan tetapi sepasang mata itu memandangnya begitu jujur, sewajarnya dan tidak menyembunyikan apa-apa, jelas memang tidak mengerti. "Itu... tuhhh... Tentang... eh, tentang perjodohan..." Tiba-tiba gadis itu menundukkan mukanya. Setelah menunduk, tampak sekali betapa lentik panjang bulu matanya, betapa mancung hidungnya dan betapa runcing dagunya. Bukan main ! Keng Hong tidak percaya di dunia ini ada yang lebih manis daripada wajah di depannya ini! Gadis ini mengangguk, kemudian terdengar suaranya yang keluar dari bibir yang merah basah tanpa gincu, lebih merah sedikit dari sepasang pipinya yang tiba-tiba menjadi amat merah. "Aku sudah tahu... bahkan Subo sudah memberi tahu tiga hari sebelumnya, setelah Subo berhasil menusukkan Siang-bhok-kiam itu..." Keng Hong tertegun. "Kalau begitu.. Ketika engkau menjaga dan merawatku selama tiga hari tiga malam... eh. Engkau sudah tahu akan perjodohan itu?" Gadis itu mengangguk dan mengerling sambil tersenyum manis, bukan sikap memikat melainkan agaknya merasa geli dan hendak menggoda. Keng Hong merasa betapa hawa pagi dalam kamar itu tiba-tiba menjadi panas. Ah, dia harus bicara dari hati ke hati dengan gadis ini. Kalau dia tidak berani nekat sekarang, nanti akan terlambat dan dia takkan dapat menghindarkan diri lagi dari ikatan jodoh ini. Dia harus dapat menyelesaikan urusan ini sebelum isteri gurunya itu pulang! "Sumoi, mari kau ikut bersamaku...!" "Eh... eh... kemana...?" Yan Cu berkata heran ketika pemuda itu menggandeng tangannya dan menganjaknya lari keluar dari dalam pondok. Keng Hong tidak menjawab melainkan terus menarik tangan gadis itu, setelah tiba di luar dia berkata, "Kemana saja, asal jangan di dalam pondok. Aku... aku membutuhkan udara segar, dan aku ingin bicara kepadamu, Sumoi. Bicara dari hati ke hati, bicara sejujurnya demi kebaikan kita bersama, demi masa depan penghidupan kita!" Gadis itu memandang dengan sinar mata heran, akan tetapi ia mengangguk dan berkata. "Marilah. Di puncak sana itu amat indah pemandangannya dan sejuk hawanya. Aku paling suka duduk melamun sendirian di sana!" Berlari-larilah mereka dan Keng Hong sengaja hendak menguji ginkang gadis itu. Ia berlari cepat sekali. "Wah, larimu cepat bukan main, Suheng!" Teriak gadis itu akan tetapi Keng Hong mendapat kenyataan bahwa gadis itu memiliki ginkang yang hebat juga. Ini pun tidak mau mengerahkan seluruh kepandaiannya dan mengimbangi kecepatan gadis itu sampai mereka tiba di puncak. Keng Hong memandang sekeliling dan dia menjadi kagum. Memang indah bukan main pemandangan dari puncak itu. Di sebelah timur tampak menjulang puncak Pegunungan Phu-niu-san, sedangkan sebelah barat menjulang tinggi puncak Pegunungan Cin-ling-san. Di sebelah bawah tampak jurang-jurang yang curam dan anak sungai yang berlika-liku seperti ular naga. Hawanya pun nyaman sekali. Berdiam di tempat seperti inilah yang membuat manusia merasa kecil, dan merasa lebih dekat dengan alam yang maha besar, merasa bahwa dirinya tidak berarti, hanya menjadi sebagian kecil saja dari alam ini. Mereka lalu duduk di atas rumput yang hijau tebal seperti permadani. Sejenak mereka berpandangan dan gadis itu bertanya, "Suheng, pandang matamu aneh. Engkau kau hendak bicara apakah?" "Sumoi, pertama-tama, siapakah namamu?" Gadis itu membelalakkan matanya kemudian tertawa geli, menutupi mulut dengan lengan bajunya. Hemmm, bukan main manisnya kalau begini, pikir Keng Hong kagum. Ia dapat mengerti kegelian hati gadis itu. Seorang suheng yang tidak tahu nama sumoinya! Atau lebih lagi, seorang calon suami yang tidak tahu nama isterinya! Mana ada keduanya di dunia ini? "Aihhh, kukira Suheng sudah tahu. Jadi belum tahukah?" Keng Hong tersenyum. Sikap gadis itu kini lebih terbuka, lincah dan tidak malu-malu setelah mereka berdua berada di tempat sunyi yang amat indah itu. Sikap ini menular kepadanya dan dia pun menjadi gembira. "Kalau aku sudah tahu, masa aku bertanya lagi, Sumoi?" Gadis itu bangkit berdiri dan menjura sambil bersoja, sikapnya lucu dan manis. "Kalau begitu, perkenalkanlah, nama saya Gui Yan Cu!" "Saya Cia Keng Hong!" Keng Hong juga sudah bangkit berdiri dan membalas penghormatan sumoinya seolah-olah mereka itu merupakan dua orang yang baru bertemu dan baru berkenalan. Keduanya saling pandang lalu tertawa bergelak. Kini Yan Cu bahkan tertawa gembira tanpa malu-malu menutupi mulut seperti tadi sehingga Keng Hong terpesona melihat deretan gigi yang putih seperti mutiara dan sekilas pandang melihat rongga mulut dan ujung lidah yang merah. "Yan Cu sumoi, marilah kita duduk dan bicara. Aku tidak main-main lagi, aku ingin bicara denganmu mengenai diri kita dan kuharap kau suka bicara sejujurnya seperti aku, karena ini demi kebahagiaan masa depan kita sendiri." Ternyata Yan Cu adalah seorang gadis yang selain lincah dan jujur, juga dapat diajak berunding, karena gadis itu telah dapat menghapus kegembiraannya dan duduk sambil memandang Keng Hong penuh perhatian. Melihat sikap gadis ini, sepasang matanya yang bening, sepasang bibirnya yang merah indah, rambutnya yang melambai tertiup angin gunung, diam-diam Keng Hong membayangkan betapa akan bahagia hidupnya menjadi jodoh gadis seperti ini kalau saja di sana tidak ada Biauw Eng! "Sumoi, engkau tentu sudah tahu bukan bahwa Subo telah menetapkan agar kita menjadi pasangan, menjadi calon suami isteri?" Gadis itu mengangguk, kembali sepasang pipinya menjadi merah, akan tetapi karena maklum bahwa suhengnya bicara dengan sungguh-sungguh, ia berani menentang pandang mata suhengnya, bahkan kini pandang matanya sendiri penuh selidik. Episode 300 "Bagaimana tanggapanmu mengenai urusan itu, Sumoi? Bagaimana perasaanmu ketika Subo menyatakan urusan penjodohan itu kepadamu?" "Hemmm, apa maksudmu, Suheng? Aku tidak tahu harus menjawab bagaimana!" "Jawab saja, apakah engkau girang mendengar itu? Ataukah engkau terpaksa menerima akan tetapi dalam hatimu sebetulnya tidak suka?" Gadis itu kelihatan canggung, akan tetapi ia memaksa mulutnya menjawab. "Aku girang dan suka mendengar itu Suheng." "Sumoi, katakanlah terus terang, apakah engkau... suka kepadaku? Mengapa engkau merasa girang dan suka mendengar bahwa engkau hendak dijodohkan denganku?" Wajah yang manis itu menjadi merah sekali. Diam-diam Keng Hong merasa kasihan dan dia menyumpahi dirinya sendiri yang dia tahu amat kejam mengajukan pertanyaan seperti ini kepada seorang gadis, malah tunangannya sendiri! Akan tetapi dia harus melakukan hal ini, agar urusan yang ruwet itu dapat beres. "Aku... aku suka kepadamu, Suheng. Mengapa tidak? Engkau seorang pemuda yang gagah perkasa, yang... eh, amat tampan dan yang baik budi, bahkan engkau murid suami Subo yang terkenal. Apakah engkau tidak suka kepadaku, Suheng?" Kini sepasang mata yang bening dan membayangkan hati yang bersih itu seolah-olah hendak menembus jantung Keng Hong. Mampus kau sekarang, demikian Keng Hong memaki diri sendiri. Senjata makan tuan! Dia dibalas oleh gadis itu dengan ucapan sederhana dan dengan pertanyaan langsung yang menancap di ulu hatinya. "Aku... aku... Ah, nanti dulu, Sumoi. Sekarang engkau dulu menjawab pertanyaanku, nanti aku yang mendapat giliran menjawab semua pertanyaanmu." Yan Cu memandang aneh, lalu menghela napas. "Engkau aneh, Suheng. Akan tetapi baiklah, kau mau bertanya apa lagi?" "Ketika engkau merawatku selama tiga hari tiga malam, apakah hal itu kaulakukan karena... engkau memang kasihan kepadaku, apakah karena suka, ataukah karena kau merasa hal itu menjadi kewajibanmu sebagai.. eh, calon isteri?" Keng Hong menanti jawaban dari gadis itu dengan hati berdebar tanpa berani memandang wajah Yan Cu. Sampai lama gadis itu tidak menjawab dan selama itu Keng Hong tidak berani memandang wajahnya. Kemudian terdengar suaranya, halus namun penuh keheranan, "Aku tidak mengerti mengapa kau mengajukan pertanyaan-pertanyaan aneh seperti ini, Suheng. Aku merawatmu karena merasa hal itu sudah semestinya, sudah kewajibanku, bukan hanya karena aku menjadi calon isterimu, akan tetapi karena aku kasihan kepadamu juga suka kepadamu, apalagi engkau adalah suhengku." Keng Hong mengaruk-garuk kepalanya. Dasar engkau sendiri yang tolol, makinya kepada diri sendiri, ingin menjenguk hati gadis yang murni! Mengapa tidak terus terang saja? Mengapa tidak terus terang saja, Suheng?" "Hahhh..?" Keng Hong kaget karena pertanyaan yang diajukan Yan Cu begitu tepat dengan suara hatinya sendiri? Siapakah yang bertanya tadi? Benarkah suara Yan Cu, atakah suranya sendiri? Ia menjadi bingung sendiri dan memandang kepada Yan Cu dengan mata kosong. Gadis itu tersenyum geli. "Suheng, jangan-jangan sebagian dari racun Ban-tok-sin-ciang ada yang naik memasuki kepalamu.." *** Keng Hong memegangi kepalanya. "Wah... Kau menghina..." Akan tetapi dia tertawa dan gadis itu pun tertawa geli. Suasana yang tegang membingungkan tadi membuyar. "Kau terlalu, Sumoi. Apakah kau anggap aku sudah menjadi gila...?" "Habis, pertanyaan-pertanyaanmu aneh-aneh saja, sih. Kalau ada sesuatu di hatimu, katakanlah terus terang, Suheng. Bukankah kau tadi mengajak aku untuk bicara dari hati ke hati? Aku tahu bahwa engkau masih terkejut karena keputusan Subo yang tiba-tiba menjodohkan kita. Apakah kau hendak bicara tentang ini? Ataukah tidak setuju dan terpaksa menerima karena takut kepada Subo?" Nah, rasakan sekarang! Keng Hong menundukkan mukanya seperti seorang pesakitan mendengarkan tuduhan-tuduhan hakim. Akhirnya dia memberanikan hatinya, mengangkat muka memandang wajah yang jelita itu dan berkata, "Terus terang saja, Suoi. Memang hal itulah yang membuat hatiku bingung bukan main. Karena berhutang hati kepada Subo yang telah menyelamatkan nyawaku, pula karena mengingat bahwa Subo adalah isteri Suhu yang tentu saja berhak mewakili Suhu, bagaimana aku berani membantahnya?" "Jadi engkau tidak setuju dan engkau tidak suka kepadaku, Suheng ?" "Wah-wah-wah, nanti dulu, Suoi. Disaksikan oleh langit dan bumi yang dapat kita lihat sekarang ini, sama sekali tidak demikian. Aku suka sekali kepadamu, Sumoi, dan untuk ke dua kalinya aku bersumpah bahwa belum pernah aku bertemu dengan seorang gadis secantik, sepandai dan semulia engkau. Aku suka kepadamu, akan tetapi bukan hanya karena suka orang lalu bisa menjadi suami isteri. Eh, apakah engkau cin... cinta kepadaku, Sumoi?" Keng Hong ingin menampar mulutnya sendiri untuk keluarnya pertanyaan ini, akan tetapi karena sudah terlanjur, maka dia hanya dapat memandang muka gadis itu yang kini mengerutkan kening dan bibirnya diruncingkan, agaknya berpikir keras! Keng Hong menanti jawaban yang memutuskan ini. Kalau sumoinya ini terang-terangan menyatakan cinta kepadanya, berati dia kalah dan harus bertekuk lutut tanpa syarat lagi! Karena kalau sumoinya ini mencintanya, tentu dia tidak akan tega untuk menghancurkan hati dan hidupnya, dan dia akan menyerahkan diri, pasrah bongkokan membiarkan hidungnya diikat dan dituntun seperti kerbau ke meja sembahyang pernikahan! Diam-diam dia berdoa agar gadis itu menjawab sebaliknya! Sampai lama Yan Cu tidak menjawab, melainkan mengerutkan alis dan matanya memandang jauh ke puncak Pegunungan Cin-ling-san yang tertutup awan. Tiba-tiba ia menoleh, sinar matanya seperti dua cahaya menembus dahi Keng Hong dan bertanya, "Cia-suheng! Apakah engkau mencinta gadis lain??" Episode 301 Keng Hong tersentak kaget dan matanya terbelalak. Pertanyaan itu begitu tiba-tiba dan tersangka-sangka seperti datangnya ujung pedang yang menusuk ulu hati. Ia tergagap dan menjawab seperti orang dikejar harimau atau seperti maling konangan, "Eh... wah... ini... eh itu...wah bagaimana ya? Ya begitulah, Sumoi. Begitulah..." "Begitu-begitu bagaimana, Suheng? Engapa tidak terus terang saja? apakah ini namanya bicara dari hati ke hati?" Keng Hong mengangguk-angguk dan menelan ludahnya, baru bisa bicara. "Memang benarlah, Sumoi. Aku telah jatuh cinta kepada seorang gadis lain. Maafkan Sumoi. Aku telah berterus terang, sekarang kuminta Sumoi suka berterus terang pula. Apakah Sumoi cinta padaku?" Wajah gadis itu berubah agak cepat, sapai lama ia menatap wajah tapan di depannya itu, lalu bertanya, "Dan gadis itu.apakah dia juga mencintamu?" Keng Hong menggeleng kepala. Sejenak terjadi perang dihatinya. Dahulu memang Biauw Eng mencintanya, bahkan mengaku cinta di depan ibunya sendiri, di depan banyak tokoh, secara terang-terangan. Akan tetapi dalam pertemuan terakhir, Biauw Eng telah menyatakan benci kepadanya! Apakah bedanya antara cinta dan benci? Sukar membedakan kalau dia teringat akan sikap Biauw Eng. "Tidak, dia malah... membenciku, Sumoi!" Gadis itu menunduk, agaknya menahan senyum karena kembali ia merasa geli hatinya melihat sikap dan mendengar jawaban Keng Hong merendahkan kepalanya untuk mengintai muka yang tunduk itu, keningnya berkerut dan dia menuntut, "Kenapa kau tertawa, Sumoi? Kau malah menertawakan aku yang dibenci padahal aku mencinta sedangkan dahulu aku yang benci dia dan dia mencintaku dan..." Tiba-tiba Keng Hong sendiri tak dapat menahan ketawanya melihat betapa gadis itu terbatuk-batuk menahan ketawa dan keduanya lalu tertawa-tawa sambil memegangi perut karena geli! "Wah, kalau begini terus kita berdua bisa gila, Suheng!" Gadis itu menahan ketawa sambil mengusap air matanya. Saking geli hatinya ia tadi tertawa sampai keluar air mata. Keng Hong juga mengusap dua butir air mata yang dia tidak tahu lagi apakah karena tertawa ataukah karena hatinya sakit mengingat Biauw Eng. "Baiklah, Sumoi. Memang seharusnya kita berdua sebagai manusia-manusia sadar, membicarakan urusan perjodohan kita ini sebelum terlanjur. Percayalah, Sumoi. Andaikata di sana tidak ada gadis itu yang aku tidak tahu entah cinta entah benci kepadaku, demi Tuhan, ajakan perjodohan ini akan kusambut dengan kebahagian besar sekali..Karena itu, agar urusan ini dapat kita pecahkan bersama dengan kesadaran sehingga yang aku lakukan adalah hal yang sudah kita ketahui jelas dan tidak secara membuta, katakanlah sesungguhnya apakah engkau cinta kepadaku!" "Aku mengerti maksudmu, Suheng dan hal ini malah menambah kekagumanku kepadamu. Engkau laki-laki yang jujur dan memang sebaiknya berterang begini,apalagi menghadapi urusan perjodohan yang akan mengikat kita satu sama lain untuk selama hidup. Tentang cinta, terus terang saja aku sendiri tidak tahu dan tidak mengerti. Aku suka kepadamu, Suheng, dan kiranya kalau dipaksa harus memilih di antara seribu orang pemuda untuk menjadi jodohku, tanpa ragu-ragu lagi aku akan meilihmu. Akan tetapi tentang cinta...? Hemmm, Suheng, mungkin engkau yang lebih berpengalaman daripada aku dapat menjelaskan, apakah sebenarnya cinta itu? Dan bagaimana? Aku tidak tahu bagaimana aku dapat menjawab pertanyaanmu apakah aku cinta kepadamu atau tidak? Coba kaujelaskan padaku, Suheng. Apa sih cinta itu?" Keng Hong mengerutkan alisnya. Berabe, pikirnya. Itu bukan jawaban namanya! Dan dia malah harus memberi kuliah tentang cinta, sedangkan dia sendiri mengenai urusan cinta kasih masih kelas nol! Urusan cintanya dengan Biauw Eng saja kacau balau tidak karuan. Akan tetapi, dia harus menjawab! Maka dia lalu mengurut-urut dahinya seperti aksi seorang guru besar hendak memberi kuliah, "Cinta? Apa itu yang dinamakan cinta? Hemmm... cinta itu asmara... cinta itu kasih, cinta itu sayang... hemmm, cinta itu ya cinta, aku sendiri pun tidak mengerti!" Ia memandang wajah Yan Cu yang semenjak tadi mendenarkan penuh perhatian seolah-olah pandang matanya tergantung pada bibir Keng Hong. Ketika mendengar kaliat terakhir ini, Yan Cu terkekeh dan mencubit lengan Keng Hong dengan gemasnya, sampai Keng Hong teraduh-aduh kesakitan. "Engkau mempermainkan aku, Suheng!" kata Yan Cu gemas. "Wah, lihat kulit lenganku sampai biru. Kau memiliki kuku yang lebih jahat daripada kuku Ang-bin Kwi-bo!" Mereka berdua kembali tertawa-tawa geli. "Aihhh, kiranya orang yang hendak kumintai kuliahtentang cinta juga menghijau, tidak lebih pintar dan tidak lebih bodoh dari aku sendiri. Suheng, apakah pernikahan harus disertai cinta?" Kembali Keng Hong memasang muka sungguh-sungguh. "Harus! Mutlak! Syarat utama!" "Tapi engkau tidak tahu apa itu cinta!" "Cinta sukar dimengerti, hanya dapat dirasakan oleh hati." Keng Hong membantah. Yan Cu bangkit berdiri dab berjalan maju lima langkah. Pakaiannya yang berwarna kuning terbuat dari sutera halus itu berkibar tertiup angin, juga rambutnya berkibar. Indah sekali pemandangan ini. Cantik jelita luar biasa gadis ini! Keng Hong benar-benar kagum dan kembali dia menghela napas. Kalau saja di sana tidak ada Biauw Eng. Kemudian dia mendengar dara jelita itu bernyanyi, suaranya merdu sekali dan kata-kata dalam nyanyian itu membuat Keng Hong bengong terlongo : "Cinta kasih asmara begitu indah mempesona begitu rumit berbahaya manis mengatakan madu pahit mengatakan empedu dapat mencipta sorga juga menyeret ke neraka! Cinta kasih asmara perpaduan rasa mesra suka sayang dan iba. Ingin menyenangkan dan disenangkan hatinya Ingin memiliki dan dimiliki tubuhnya Ingin mengikat dan diikat hidupnya Harus mencakup seluruhnya satupun tak boleh kurang Lengkap mendatangkan bahagia mencipta sorga di dunia Kurang satu saja menjadi goyah berantakan gugur Menimbulkan deita sengsara Menyeret ke neraka penuh duka!"

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger