naruto

naruto

Jumat, 30 November 2012

pdk 302 --- 306

Episode 302 Keng Hong meloncat dan memegang lengan gadis itu dari belakang, menarik tubuhnya sehingga membalik dan mereka berhadapan, beradu pandang. Keng Hong mencela sumoinya, "Wah, ternyata engkau adalah seorang guru besar tentang cinta! Sajakmu itu indah sekali, Sumoi." Yan Cu menggeleng kepala dan kembali mereka duduk di atas rumput berhadapan. "Keliru dugaanmu, Suheng. Sajak itu memang indah, akan tetapi aku hanya membacanya dalam sebuah kitab, entah kitab apa aku lagi. Akan tetapi biarpun indah, sayang sekali, aku tidak mengerti artinya sehingga sampai sekarang pun aku tidak mengerti apa itu disebut cinta!" "Aku belum mengerti betul, Sumoi. Memang agaknya urusan cinta ini hanya bisa diengerti karena pengalaan. Marilah kita mencoba mempelajarinya dari sajakmu tadi." "Engkau yang coba menjelaskan kepadaku, Suheng, setidaknya engkau tenti lebih berpengalaman daripada aku yang sama sekali tidak tahu." Merah wajah Keng Hong. Teringat dia akan pengalamannya dengan Bhe Cui Im yang merupakan wanita pertama yang merenggut tubuhnya, akan tetapi terang itu bukan cinta melainkan nafsu berahi semata. Teringat pula dia akan pengalamannya dengan Sim Ciang Bi, dengan Kim Bwee Ceng dan Tang Swat Si. Mungkin sekali di antara tiga orang wanita yang telah tewas itu ada perasaan cinta, akan tetapi dia tidak mengangap peristiwa itu merupakan cinta kasih baginya, melainkan nafsu berahi pula, sungguhpun tidak sekasar pengalamannya dengan Cui Im. Kemudian dia teringat kepada Biauw Eng dan dia menjadi bingung lagi. "Sajakmu menyatakan bahwa cinta dapat mencipta bahagia dan mencipta sengsara, itu tepat sekali. Memang demikianlah, seperti yang kualami sendiri. Sekarang ini cinta sedang menyeret aku ke neraka sehingga gadis yang dahulu mencintaku itu sekarang membenciku! Dikatakan pula dalam sajak itu bahwa cinta adalah perpaduan antara rasa suka, sayang dan iba. Nah, engkau bilang suka kepadaku, Sumoi, akan tetapi apakah engkau juga merasa sayang dan iba ?" Gadis itu mengerutkan alis dan berpikir dan menggeleng kepala. "Aku suka kepadamu, Suheng, dan aku merasa iba ketika engkau sakit. Kalau engkau sehat dan segar bugar begini, kenapa mesti menaruh iba?” Keng Hong mengangguk-angguk dan tersenyum. Lagaknya seperti seorang guru yang merasa senang mendengar jawaban yang tepat dari muridnya. "Nah, itu tandanya bahwa engkau tidak mencinta aku! Sekarang kita lanjutkan. Cinta itu adalah rasa ingin memiliki dan dimiliki tubuhnya, hemmm, ini tentu ada hubungannya dengan nafsu. Ingin menyenangkan dan disenangkan hatinya, hemmm, ini tentu timbul dari rasa sayang dan iba yang timbal balik. Ingin mengikat dan diikat hidupnya, wah yang tentu tibul dari kesadaran berkewajiban dan dari perasaan cemburu! Nah, sekarang kau coba enyelidiki hatimu sendiri, Sumoi. Pertama, apakah... apakah timbul... eh, nafsu berahimu kalau kau melihat aku?" Semenjak kecil Yan Cu tinggal di puncak gunung bersama subonya, urusan cinta dia gelap sama sekali, apalagi mengenai pertanyaan itu yang hanya dapat ia kira-kira artinya oleh perasaan kewanitaannya, namun tentu saja sulit sekali untuk menjawabnya. Ia mengerutkan alisnya dan bibirnya yang merah basah itu cemberut. "Hemmm, agaknya sukar bagimu, Sumoi. Sekarang kuajukan pertanyaan ini dengan cara yang jelas. Begini!" Keng Hong mengerutkan alisnya yang tebal mendekatkan mukanya dan matanya memandang tajam seolah-olah hendak menyihir gadis itu, lalu dia bertanya, "Apakah kalau engkau berdekatan dengan aku, engkau mempunyai perasaan ingin sekali.. Eh, kupeluk dan kucium...?" Sepasang mata yang indah itu tiba-tiba membelalak dan mukanya ditarik ke belakang seolah-olah takut kepada muka Keng Hong yang mendekat itu. Akan tetapi Yan Cu menjawab juga, "Kalau hatiku sedang gembira, hemmm... mungkin ada juga perasaan itu karena aku suka padamu dan engkau tampan, Suheng. Akan tetapi sekarang ini... melihat engkau begini kusut, kotor, berhari-hari tidak berganti pakaian... hemm, tentu saja sama sekali tidak persaan itu, Suheng!" Keng Hong membelalakkan mata dan meloncat bangun. "Wah, celaka, aku sampai lupa..! Nanti dulu, Sumoi... Aku... aku mau mencuci muka dulu...!" Keng Hong lari cepat meninggalkan gadis itu encari air di lereng gunung. Yan Cu tertawa geli, bahkan terkekeh-kekeh seorang diri setelah Keng Hong pergi, akan tetapi ia mengakhiri kegelian hatinya dengan duduk bersunyi sendiri, termenung memikirkan keputusan yang di ambil gurunya. Ia mengerti bahwa agaknya tidaklah sukar baginya untuk jatuh cinta kepada seorang pemuda seperti Keng Hong. Akan tetapi kalau pemuda yang menjadi suhengnya itu telah terang-terangan menyatakan mencinta gadis lain, dan hatinya sendiri tidak merasa sakit mendengar pengakuan itu, dia tahu bahwa dia barulah tertarik dan suka belum jatuh cinta. Untung suhengnya berterus terang sehingga rasa sukanya tidak berlarut-larut menjadi cinta. Akan tetapi subonya telah menentukan hal itu, bagaiamana baiknya? Yan Cu masih termenung ketika Keng Hong datang kembali. Pemuda itu sudah mencuci muka, bahkan rabutnya masih basah, wajahnya nampak segar. Yan Cu memandang dengan hati geli. Keng Hong duduk lagi menghadapi sumoinya itu dan berkata, "Nah, aku sudah bersih, tidak menakutkan lagi sekatang. Bagaimana, Sumoi?" "Bagaimana apa?" "Apakah sekarang ada perasaan di hatimu, ingin kupeluk dan kucium?" Yan Cu mengeleng kepalanya. Keng Hong menganguk-angguk girang. "Bagus, itu tandanya kau tidak cinta padaku. Sekarang pertanyaan yang merupakan ujian terakhir! Engkau dengar baik-baik, “Sumoi! Aku... eh, terus terang saja... aku... Aku pernah melakukan hubungan jasmani dengan Bhe Cui Im si iblis betina, pernah pula melakukan hubungan hanya berdasarkan nafsu berahi dengan tiga orang gadis lain!” Wajah Yan Cu mendadak menjadi merah sekali dan mulutnya cemberut, matanya memandang merah. "Ihhh, cabul! Kenapa engkau ceritakan hal semacam itu kepadaku, Suheng?" Episode 303 "Jawablah! Setelah mendengar ini ditambah lagi, aku mencinta seorang gadis bernaa Sie Biauw Eng, aku mencintanya setengah mati, nah, setelah kau mendengar ini bagaimana rasanya hatimu?" Yan Cu menjawab cemberut. "Rasanya muak mendengar yang pertama, dan terharu mendengar yang ke dua." "Kau.. kau tidak marah? Aku bermesra-mesraan dengan gadis-gadis lain itu, bagaimana?" "Bagaimana... bagaimana maksudmu? Aku muak mendengarnya!" "Tidak cemburu? Tidak iri?" "Mengapa mesti cemburu dan iri? Kau ingin bermesraan dengan seluruh monyet betina di gunung ini pun silakan!" Keng Hong tertawa bergelak, memegang pundak Yan Cu, menarik gadis itu berdiri dan berjingkrakan menari-nari saking gembiranya. "Kau tidak cinta padaku! Kau tidak cinta padaku! Aduh, Sumoiku yang baik, engkau telah menolongku!" Yan Cu menarik tangan Keng Hong. "Jangan bergirang-girang dulu, Suheng. Subo sudah memutuskan perjodohan itu. Bagaimana?" Keng Hong menjadi serius kebali dan sambil menarik tangan Yan Cu, dia mengajak gadis itu duduk kembali di atas rumput, berhadapan dan saling pandang dengan wajah serius. "Benar, Subo telah mengancam bahwa kalau aku menolak, dia akan membunuhku!" Keng Hong menggigit-gigit kuku telunjuk kanannya, kedua alisnya berkerut. "Bagaaimana baiknya, Suheng?" "Menolak perintahnya, berati aku akan menjadi orang yang paling hina, tidak ingat budi, apalagi kalau aku melawannya. Menurut perintahnya, hem.. tanpa cinta, kita berdua kelak akan terseret ke neraka penderitaan, di samping menghancurkan hati Biauw Eng, yaitu kalau dia benar mencintaku. Sumoi, baiknya kita mengambil jalan tengah saja!" "Jalan tengah bagaimana, Suheng?" "Kita menghadap Subo dan menyatakan terus terang bahwa kita berdua hendak membuktikan dulu apakah kita berdua saling mencinta. Tanpa cinta kita berdua rela mati di tangan Subo. Aku akan menyatakan terusterang bahwa yang menjadi penghalang sambungan cinta kita adalah karena aku mencinta Biauw Eng, dan aku belum tahu apakah gadis itu mencintaku ataukah membenciku. Kita berdua akan mencarinya, kalau sudah beertemu dan kita mendapatkan bahwa Biauw Eng memang membenciku, kita akan kembali ke sini dan menerima keputusan Subo. Karena, kalau Biauw Eng tidak mencintaku, maka sudah pasti akan menumpahkan seluruh cinta kasihku kepadamu, Sumoi!" "Aihhh, kenapa cinta kasih kau pindah-pindahkan seenakmu saja seperrti orang memindahkan kursi atau meja, Suheng?" "Bukan begitu, Sumoi. Cinta kasih memang tidak akan dipindah-pindahkan seperti itu. Akan tetapi seperti dalam sajak tadi, cinta kasih itu harus berimbang dari kedua fihak, saling memberi dan saling meninta, kurang satu saja menimbulkan sengsara. Biarpun aku mencinta Biauw Eng, apakah aku harus menggerogoti hatiku sendiri sampai coplok? Di atas segala maca perasaan, termasuk perasaan cinta, masih ada kesadaran yang paling tinggi, Sumoi, yang akan menuntut kita mengatasi segala akibat perasaan sehingga mencegah kita melakukan hal yang bukan-bukan, misalnya karena asmara gagal lalu minum racun tikus dan lain-lain perbutan rendah dan keji untuk membunuh diri! Eh, kita melantur lagi. Bagaiana pendapatmu, Sumoi? Setujukah engkau?" Gadis itu mengangguk-angguk. "Baiklah, Suheng. Memang selain engkau harus yakin dulu akan cintamu terhadap gadis itu aku sendiri harus mempelajari dulu bagaimana sebetulnya perasaanku terhadap dirimu. Mudah-mudahan saja kalau kelak ternyata kau tidak dapat melanjutkan tali cintamu dengan gadis itu dan hendak "pindah" kepadaku, aku bisa menerimanya. Siapa tahu, kelak aku jatuh cinta kepada orang lain sehingga tak dapat membalas cintamu." "Wah, celaka kalau begitu... Biauw Eng putus, engkau luput..., habis bagimana kelak dengan aku? Keng Hong mengaruk-garuk kepalanya dan Yan Cu tertawa. Gadis ini sudah mendapatkan kembali kegembiraannya. "Kalau memang kelak terjadi begitu yaaaahhh, engkau rasakan saja, Suheng, hitung-hitung engkau melanjutkan nasib mendiang gurumu. Eh, kurasa tidak baik kalau kita menanti Subo. Aku mengenal watak Subo. Di waktu dia sedang marah, hatinya keras bukan main dan mungkin kita akan dibunuhnya seketika. Sebaliknya, kalau hatinya lagi lunak, dia merupakan orang yang paling sabar. Sebaiknya kita jangan mempertaruhkan nyawa. Lebih baik kita pergi saja sebelum dia pulang dan kita meninggalkan surat kepadanya, menjelaskan segala maksud kita. Biarpun dia marah, kalau kita tidak ada, akhirnya hatinya akan lunak dan dia akan memaafkan kita." Keng Hong memegang kedua lengan gadis itu, memandang dengan mata bersinar-sinar gembira dan berkata, "Yan Cu, kalau di sana tidak ada Biauw Eng kalau kita sudah jelas saling mencinta, saat ini kau sudah kupeluk dan kugigit bibirmu yang manis ini!" "Ihhh! Pantas kalau Biauw Eng membencimu! Engkau... genit sih!" Gadis itu melepaskan tangannya dan berlari cepat menuruni puncak, kembali ke pondok diikuti Keng Hong. Mereka berdua lalu membuat surat dan pada hari itu juga pergilah mereka meninggalkan tempat itu. Tentu saja pusaka peninggalan gurunya yang telah dia rapas dari Cui Im, dia bawa, demikian pula pedang Siang-bhok-kiam. *** Sesosok bayangan hitam berkelebat cepat sekali di atas wuwungan rumah gedung Kwan-taijin. Bayangan ini berhenti dan mendeka di balik wuwungan dengan matanya dia menyapu ke bawah dan mata itu bersinar gembira ketika ia melihat bahwa keadaan di situ amat sunyi. Maklum bahwa saat itu telah menjelang tengah malam. bayangan ini lalu bangkit dan berindap-indap ke wuwungan sebelah belakang, kemudian bagaikan seekor burung garuda terbang, dia meloncat ke bawah dan kedua kakinya saa sekali tidak mengeluarkan suara ketika menginjak lantai di ruangan belakang. Bayangan hitam itu ternyata adalah seorang laki-laki yang berusia empat puluh tahun lebih akan tetapi masih kelihatan tampan dan gagah, tubuhnya tinggi besar dan pakaiannya serba mewah dan indah, di punggungnya tampak pedang yang gaganganya terukir indah. Dia adalah Kim-lian Jai-hwa-ong Siauw Lek, penjahat cabul yang telah melarikan diri dari istana bersama Cui Im. Mereka lari berpencar karena mereka takut kalau-kalau fihak istana melakukan pengejaran. Setelah gagal mengejar kemuliaan di istana dengan menjadi pengawal karena perbuatan Cui Im yang hendak memancing Keng Hong akan tetapi gagal, Siauw Lek yang kini merantau seorang diri telah kambuh lagi penyakit lamanya dan mulailah dia melakukan kekejiannya yang membuat dia dijuluki Jai-hwa-ong (Raja Pemetik Bunga), yaitu dengan menculik dan memperkosa wanita-wanita cantik! Episode 304 Malam itu dia mencari korban di rumah gedung pembesar Kwan yang tinggal di kota Cin-an, sebuah kota besar yang terletak di tepi Sungai Huang-ho. Siauw Lek yang sudah berpengalaan dalam perbuatan keji seperti ini, menanti sampai para penjaga keamanan yang meronda lewat di ruangan belakang itu, kemudian dia mendongkel jendela samping dan masuk ke ruangan dalam dilihatnya anak tangga yang menuju ke loteng dan dia tersenyum. Biasanya, para wanita tinggal di tinkgat atas itu. Tubuhnya berkelebat dan dia sudah meloncat ke atas. Tak lama kemudian dia sudah mengintai dari jendela kamar besar dan melihat pembesat Kwan yang setengah tua itu di samping isterinya. Ia lalu mengintai kamar sebelah dan matanya berkilat ketika dia melihat dua orang wanita cantik tidur di kamar yang indah itu. Ia dapat menduga bahwa dua orang wanita muda itu tentulah selir si pembesar. Melihat tubuh muda dan wajah cantik itu, timbullah gairahnya dan tanpa menimbulkan suara berisik, Siauw Lek sudah berhasil membuka jendela dantubuhnya meloncat ke dalam, lalu ditutupnya kembali jendela kamar. Dengan sikap tenang karena memang sudah biasa dia melakukan perbutan terkutuk ini, Siauw Lek mengambil lilin dari atas meja dan menyinkgap kelambu yang menutup tempat tidur itu. Dia tadi hanya dapat mengira-ngira saja akan kecantikan dua orang wanita itu karena tertutup kelambu yang tipis, dan kini dia hendak memeriksa dulu calon korbannya. Bukan main girang hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa dugaannya benar. Mereka berdua itu adalah wanita-wanita muda, tentu selir bangsawan Kwan, wajah mereka menggairahkan. Dengan halus dan mesra Siauw Lek menggunakan telunjuknya meraba dan membelai bibir yang setengah terbuka dari wanita yang tidur di pinggir, yang memakai pakaian dalam berwarna hijau pupus. Wanita itu membuka matanya, memandang dan mulutnya sudah bergerak hendak berteriak, akan tetapi jari tangan Siauw Lek menahan bibir merah itu dan Siauw Lek tersenyum, menggelengkan kepala memberi isyarat agar wanita itu jangan menjerit. Sejenak wanita itu terbelalak, memandang wajah Siauw Lek penuh perhatian, wajah yang tampan dan ganteng, jauh lebih menarik daripada kemudian pandang mata wanita itu menurun, menyapu tubuh Siauw Lek yang tinggi besar dan kokoh kuat, jauh bedanya dengan tubuh pembesar Kwan yang perutnya gendut itu. Pandang mata Siauw Lek bicara banyak selir ini pun bukan seorang wanita yang bodoh, maka ia tersenyum lebar dan bangkit berdiri menarik telunjuk ke depan bibirnya yang merah seolah-olah memberi isyarat kepada Siauw Lek agar tidak berisik, kemudian ia menuding ke arah tubuh temannya dan memgang tangan Siauw Lek lalu menariknya ke sudut kamar itu Siauw Lek agar tidak berisik, kemudian ia menuding ke arah tubuh temannya dan memegang tangan Siauw Lek lalu menariknya ke sudut kamar itu Siauw Lek mengembalikan lilin ke atas meja dan begitu dia membalikkan tubuh menghadapi wanita itu, selir berpakaian dalam warna hijau ini sudah merangkul lehernya dan menciumnya seperti seekor harimau kelaparan! Siauw Lek mendengus marah, tangan kirinya bergerak ke atas. "Prakkk!" Tanpa mengeluh lagi wanita itu roboh terkulai dengan nyawa melayang karena kepalanya sudah retak oleh hantaman jari tangan Siauw Lek! Memang watak Siauw Lek aneh dan kejam sekali. Dia paling tidak suka akan wanita yang genit, wanita yang menyambutnya dengan rayuan. Dia lebih senang memperkosa wanita yang melawannya! Benar-benar manusia ini memiliki watak binatang. Seperti seekor kucing yang kalau menangkap tikus selalu mempermainkan dan menyiksanya dulu sebelum memakannya, makan daging tikus sebelum mati sebelum mati sehingga terasa di mulut betapa tubuh tikus itu mengeliat-geliat dan meronta-ronta demikianlah watak penjahat cabul itu. Maka dia lalu membunuh begitu saja ketika selir berpakaian hijau itu menyambutnya dengan mesra dan penuh nafsu berahi. Setelah membunuh wanita itu, tanpa menengoknya lagi Siauw Lek lalu menghampiri tempat tidur dan sekali tangannya meraih terdengar suara "brettt!" dan pakaian merah yang dipakai wanita ke dua telah direnggutnya robek. Wanita itu terkejut, membuka mata dan memandang terbelalak, kemudian menjerit sekuatnya! Siauw Lek tidak jadi menotoknya ketika melihat bahwa wanita ini kalah cantik melihat bahwa wanita yang dibunuhnya tadi, memang wanita ini cukup muda dan cantik, berusia paling banyak tiga puluh tahun, akan tetapi karena kalah cantik oleh wanita yang dibunuhnya tadi, maka tampak buruk dalam pandangan matanya. Jari tangannya yang tadi siap menotok urat gagu wanita itu agar tidak sempat berteriak, kini menyelonong ke arah tenggorokan dan terdengar suara "krekkk!" disusul rebahnya tubuh telanjang itu dalam keadaan tak bernyawa lagi! Suara ribut-ribut di luar kamar, yaitu suara para penjaga yang terkejut mendengar jerit tadi, membuat Siauw Lek melompat dan tubuhnya sudah menerobos langit-langit dan berada di atas genteng. "Jaga kamar Siocia...!" terdengar suara orang. Siauw Lek melihat ada beberapa orang penjaga lari ke sebuah kamar di ujung kiri. Ia cepat meloncat mendahului mereka, mendahului mereka, menendang daun jendela dan girang sekali hatinya ketika melihat seorang gadis muda yang amat cantik telah terbangun dari tidur dan duduk di ranjang dengan mata terbelalak ketakutan. Melihat Siaw Lek gadis itu kaget dan hendak lari, akan tetapi sekali sambar saja Siauw Lek sudah menotok lumpuh lalu mengempit tubuh gadis itu dan menerjang ke pintu yang didobrak dari luar oleh para penjaga yang melihat penjahat itu memasuki kamar melalui jendela. Empat orang pengawal itu roboh oleh tendangan kaki Siauw Lek dan dalam sekejap mata saja tubuh Siauw Lek sudah berloncatan ke atas genteng, dikejar oleh beberapa orang pengawal. Tentu saja para pengawal itu jauh kalah cepat sehingga mereka hanya dapat berteriak-teriak bingung ketika bayangan penculik itu lenyap. Kekecewaan hati Siauw Lek terobati ketika dia mengempit tubuh yang hangat itu, membawanya lari keluar dari kota Cin-an. Sekali ini dia tidak mau gagal. Dia tahu bahwa karena yang diculiknya adalah puteri seorang pembesar, tentu para penjaga keamanan akan mengerahkan pasukan mencarinya. Maka dia terus melarikan diri ke pinggir Sungai Huang-ho dan di sebuah tempat yang sunyi dia membangunkan tukang perahu, menodong dada tukang perahu itu dengan pedangnya. Tukang perahu yang kaget terbangun melihat dia ditodong ujung pedang oleh seorang laki-laki tinggi besar yang mengempit seorang wanita yang agaknya pingsan, seketika menggigil seluruh tubuhnya. "Hayo lekas seberangkan aku ke sana!" Tukang perahu tidak berani membantah. Siauw Lek meloncat ke perahu dan tukang perahu itu lalu mendayung perahunya ke tengah menyeberang Sungai Huang-ho yang lebar. Di dalam perahu, Siauw Lek duduk dan memangku tubuh gadis yang tak dapat bergerak karena ditotoknya tadi. Hatinya girang bukan main. Lampu di perahu itu kecil sekali, akan tetapi cukup untuk menerangi tubuh gadis yang montok dan padat dan wajahnya yang cantik manis. Dia akan menikmati korbannya ini, tanpa gangguan. Maka diperintahkannya tukang perahu untuk menyeberangkannya ke bagian seberang yang sunyi. Episode 305 Malam telah terganti pagi ketika perahu kecil itu mendarat di pantai yang penuh pohon, sebuah hutan yang sunyi dan tak tampak sebuah pun perahu di situ. Siauw Lek menyuruh tukang perahu mengikatkan perahu pada sebatang pohon, kemudian pedangnya berkelebat dan tubuh tukang perahu itu roboh mandi darah, kemudian mencelat ke sungai oleh tendangan kaki Siauw Lek. Sambil tersenyum Siauw Lek melihat mayat tukang perahu terbawa air, kemudian dia memodong tubuh gadis itu dibawa ke dalam hutan! Melihat betapa tempat itu sunyi sekali dan di pinggir sungai itu terdapat rumput yang hijau tebal, Siauw Lek tertawa, membebaskan totokan gadis itu dan melepaskan tubuh itu ke atas rumput. Dia sendiri duduk memandang sambil tersenyum. Gadis itu mengeluah, tubuhnya masih kaku-kaku, kemudian ia bangkit duduk. Ketika menoleh dan melihat laki-laki tinggi besar yang memandangnya seperti seekor harimau memandang kelinci, ia mengeluarkan jerit tertahan, meloncat berdiri dan lari! Siauw Lek tertawa bergelak, membiarkan gadis itu berlari-lari di atas rumput sampai belasan langkah-langkah kecil, kemudian tubuhnya bergerak mengejar. *** Gadis yang lari itu tiba-tiba tersentak kaget merasa betapa ujung pakaiannya dibetot dari belakang. Ia meronta dan menggunakan semua tenaga untuk meloncat ke depan. Terdengat bunyi robek dan sebagian baju luarnya tertinggal di tangan Siauw Lek yang tertawa-tawa girang. Sungguh menyenangkan sekali permainan ini baginya. Gadis itu berlari lagi akan tetapi tiba-tiba ia menjerit dan tubunya terjungkal. Ketika ia bangun lagi, kedua sepatunya telah berada di tangan Siauw Lek, juga sebagian celana luar yang robek. Gadis itu mengeluarkan suara seperti dicekik karena rasa ngeri dan takut membuat ia sukar mengeluarkan suara. Akan tetapi ia sudah berdiri lagi, terengah-engah dan memaksa kedua kakinya yang telanjang untuk lari lagi ke depan, kemana saja asalkan menjauhi laki-laki yang baginya lebih menakutkan daripada iblis sendiri. "Ha-ha-ha-ha-ha-ha-ha! Engkau manis sekali. Larilah... ha-ha-ha, larilah...!" Gadis itu berlari. Kakinya yang terasa nyeri tak dihiraukannya. Ia berlari sampai agak jauh, napasnya terengah dan tibalah ia di sekumpulan pohon-pohon besar. Tiba-tiba ia menjerit ngeri ketika melihat laki-laki tinggi itu tahu-tahu sudah berada di depannya, muncul keluar dari balik sebatang pohon sambil tertawa-tawa. "Aiiihhhhhh.. Ja... jangan..!" Gadis itu menjerit, membalikkan tubuh dan lari lagi ke lapangan rumput hijau. "Ha-ha-ha-ha-ha! Larilah sekuatmu nona manis!" Siauw Lek berjalan-jalan mengikuti. Gadis yang sudah hampir kehabisan napas itu akhirnya menjerit dan roboh terguling di atas rumput karena kakinya terjerat oleh sisa pakaiannya sendiri. Sambil tertawa puas Siauw Lek menubruknya. "Ampunnn... jangan... tolooongggg...!" Akan tetapi tetapi di tempat sesunyi itu, siapa yang mampu menolongnya. Siauw Lek terkekeh-kekeh dan mencium muka yang pucat ketakutan itu. Tiba-tiba Siauw Lek berteriak kesakitan, ternyata gadis yang sudah putus asa saking ngerinya itu, dan menjadi nekat dan menggunakan kesempatan selagi Siauw Lek yang diamuk berahi itu lengah, telah menggigit lehernya, menggigit dan mengerahkan tenaga tidak mau melepaskan lagi! "Lepaskan! Keparat! Lepaskan...!" Siauw Lek membentak, akan tetapi gigitan pada lehernya itu makin mengeras. Siauw Lek menjadi marah sekali, tangan kirinya menampar. "Plakkk!" Gigitan terlepas, gadis itu terkulai, darah keluar dari telinganya dan napasnya empas-empis, akan tetapi matanya masih terbelalak memandang Siauw Lek penuh kebencian. Siauw Lek bangkit berdiri, meraba kulit lehernya yang berdarah. "Sialan! Anjing betina!" Ia memaki dan melihat ke bawah di mana gadis itu rebah terlentang dalam keadaan hampir mati karena kepalanya retak! Dengan gemas Siauw Lek mengangkat kakinya dan memaki, "Perempuan hina!" Kakinya menginjak dada yang tak tertutup lagi dan yang tadi amat menggairahkan hatinya, menginjak sambil mengerahkan tenaga. "Krakkk!" Tulang-tulang iga gadis itu remuk dan nyawanya melayang! "Manusia iblis! Kim-lian Jai-hwa-ong Siauw Lek manusia terkutuk!" Siauw Lek terkejut, cepat membereskan pakaiannya dan membalikkan tubuh. Ketika dia melihat ada dua orang gadis cantik sekali berdiri di situ, wajahnya seketika menjadi berseri. Kiranya yang memakinya itu adalah Song-bun Siu-li Sie Biauw Eng, gadis puteri Lam-hai Sin-ni yang cantik jelita, sumoi dari Cui Im yang masih perawan dan yang pernah membuat dia tergila-gila. Kehilangan gadis bangsawan itu dan belum Biauw Eng sama dengan kehilangan ikan teri mendapatkan kakap! Mata laki-laki itu bersinar-sinar, apalagi ketika melihat bahwa wanita yang berdiri di samping Biauw Eng, yang memakai pakaian serba merah, juga amat cantiknya! Benar-benar dia mendapatkan keuntungan besar, padahal semalam dia tidak bermimpi kejatuhan bulan. Dia tahu bahwa Biauw Eng bukan seorang gadis lemah, akan tetapi dia memandang rendah karena dia cukup mengenal sampai di mana tingkat kepandaian gadis ini. Dengan mudah dia akan dapat menundukan Biauw Eng dan hemmm... wanita baju merah itu pun bukan main manisnya! Tentu saja Siauw Lek tidak pernah mimpi bahwa Biauw Eng yang berada di depannya sekarang ini sama sekali tidak boleh disamakan dengan Biauw Eng yang pernah dilawannya dahulu! "Ha-ha-ha-ha-ha! Terima kasih, Biauw Eng! Memang aku sudah bosan dengan gadis tak tahu malu seperti anjing betina yang suka menggigit ini. Kiranya engkau datang untuk menemaniku! Mari... Marilah manis. Sudah lama aku rindu sekali kepadamu. Tak usah malu-malu, di sini sunyi dan tidak ada orang lain. Kalau temanmu yang manis itu ingin pula main-main denganku, marilah. Aku masih kuat melayani kalian berdua, ha-ha-ha-ha-ha-ha!" "Hi-hi-hik!" Hun Bwee, wanita pakaian merah terkekeh. "Sumoi, inikah monyet cilik murid tujuh ekor monyet tua Go-bi? Karena hanya macam ini saja? dia tidak seberapa akan tetapi mulutnya amat lebar, menantang kita berdua main-main dengannya? Hi-hi-hik, aku sendiri pun cukup untuk main-main dengannya!" Diam-diam Siauw Lek terkejut. Wanita muda itu cantik sekali, akan tetapi sikapnya begitu aneh, seperti... Miring otaknya! Dan berani memaki guru-gurunya, yaitu Go-bi Chit-kwi yang terkenal. Episode 306 "Biarlah Suci, jangan turut campur. Tangannya bernoda darah ibuku, maka harus aku sendiri yang menghadapinya", kata Biauw Eng sambil melangkah maju menghadapi Siauw Lek, sikapnya tenang sekali, akan tetapi sinar matanya mengandung ancaman maut yang mengerikan. Adapun Hun Bwee sudah berlutut di dekat mayat gadis yang telanjang itu, kemudian terdengar ia terisak menangis memondong mayat itu dan membawanya pergi dari situ. Hati wanita ini penuh rasa iba dan terharu melihat korban kebiadaban ini yang mengingatkan dia akan nasibnya sendiri ketika dia diperkosa oleh laki-laki yang tadinya ia kagumi, diperkosa oleh Cia Keng Hong! Hun Bwee lalu mengali lubang di tanah dan mengubur jenazah itu. Biauw Eng yang menghadapi Siauw Lek berkata, "Siauw Lek, kekejianmu melampaui batas, kejahatanmu sudah melewati takaran. Hari ini, aku Sie Biauw Eng kalau tidak dapat membunuhmu, aku bersumpah takkan mau hidup lagi!" Kemarahan Biauw Eng melihat musuh besarnya, musuh ke dua setelah Cui Im, mendatangkan kemarahan yang memuncak sehingga keluarlah kata-katanya yang amat menyeramkan itu. Diam-diam Siauw Lek merasa bulu tengkuknya berdiri. Ia dapat merasa ancaman yang dahsyat itu dan maklum betapa hebat itu dan maklum betapa hebat kebencian gadis ini kepadanya. Namun tentu saja dia tidak takut. Dia akan menangkap gadis ini, akan memperkosanya sepuasnya, kemudian dia harus membunuhnya agar kelak tidak menjadi ancaman baginya. Maka untuk melenyapkan rasa serem di hatinya, dia tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, Biauw Eng. Ingin aku melihat engkau melawanku. Memang aku paling suka kalau dilayani wanita, nanti pun aku ingin merasai bagaimana engkau melawan, meronta dan menggeliat dalam pelukanku. Ha-ha-ha!" Mulutnya masih tertawa, akan tetapi dengan curang sekali tiba-tiba tubuhnya sudah menyambar ke depan, meloncat sambil menubruk seperti seekor harimau menubruk kijang. Biauw Eng masih berdiri, tidak mengelak, malah mengangkat kedua tangan menyambut terkaman kedua tangan Siauw Lek. Jari-jari tangan mereka bertemu Siauw Lek sudah merasa girang karena tentu dia akan dapat menangkap gadis ini mengandalkan tenaga sinkangnya yang lebih besar. "Cuh! Cuh! Tiba-tiba mulut Biauw Eng meludah dua kali ke arah mata Siauw Eng. Laki-laki yang tubuhnya masih di uadara ini kaget sekali. Belum pernah dia mengalami ilmu berkelahi seperti ini pakai meludah segala. Akan tetapi biarpun yang meludah seorang gadis cantik kalau cara meludahnya disertai sinkang kuat dan yang disambar air ludah adalah sepasang mata, amatlah berbahaya! Siauw Lek miringkan mukanya, akan tetapi pada saat itu, Biauw Eng sudah melempar tubuh ke belakang. Tentu saja Siauw Lek terbawa pula karena kedua tangan mereka masih saling cengkeram dan begitu punggungnya menyentuh tanah, kedua kaki Biauw Eng diangkat dan menendang perut dan pusar Siauw Lek. "Celaka..!" Siauw Lek berseru kaget, mengerahkan sinkang ke arah tubuh yang ditendang. "Blukkk!" Sinkangnya membuat perutnya kebal, akan tetapi tidak dapat menahan tubuhnya yang masih di udara itu terpental sampai lima meter lebih. Untuk bahwa Siauw Lek mempunyai ilmu ginkang yang sudah tinggi sehingga dia dapat berjungkir balik dan turun dengan kedua kaki di bawah tidak terbanting. Cepat dia melompat ke depan dan menghadapi Biauw Eng yang sudah berdiri dengan sikap tenang menghadapinya. Kedua mata Siauw Lek merah. Hampir saja dia celaka dan sama sekali dia tidak pernah menduga bahwa gadis itu mempunyai cara berkelahi yang begini aneh! Ia marah sekali, akan tetapi kemarahannya masih belum menghapus rasa cintanya yang ingin menguasai tubuh Biauw Eng yang dirindukan, maka dia berseru keras dan cepat sekali menerjang maju dengan tangan diainkan secara hebat. Dari dua tangan yang terbuka itu menyambar angin pukulan yang kuat sekali, bertubi-tubi datangnya dan kedua telapak tangan itu berubah menjadi hitam. Namun Siauw Lek lebih banyak membuat gerakan mencengkeram untuk menangkap gadis itu daripada gerakan memukul. Dia sudah menggunakan ilmu pukulan Hek-liong-ciang-hoat (Ilmu Pukulan Naga Hitam) yang amat lihai. Namun, dengan masih tenang sekali, Biauw Eng mengelak dan kadang-kadang menangkis semua serangan lawan. Bahkan ketika menangkis dan lengannya yang berkulit halus putih itu bertemu dengan lengan tangan Siauw lek yang besar dan kuat, tubuh Siauw Lek tergetar dan lengannya gatal-gatal! Ia terkejut sekali., maklum bahwa ternyata gadis ini sudah memperoleh kemajuan yang hebat. *** Ia teringat akan penuturan Cui Im bahwa Biauw Eng mempunyai pukulan Ngo-tok-ciang (Tangan Lima Racun) yang amat berbahaya, maka kini dia berseru hebat dan mempercepat gerakannya. Dengan jurus menyesatkan tangan kanannya menghantam susul-menyusuk dengan tendangan kaki kirinya ke arah perut Biauw Eng, akan tetapi ketika gadis itu mengelak dan menangkis, tiba-tiba tangan kirinya mencengkeram ke arah tengkuk Biauw Eng. "Plakkk!" tengkuk itu kena disentuh, akan tetapi tiba-tiba tangan Siauw Lek yang mencengkeramnya meleset, tubuh Biauw Eng sudah berputar dan kedua tangan Biauw Eng sudah berputar dan kedua tangan Biauw Eng bergerak cepat menampar ke depan! "Plak! Plak!" Bagaikan disambar petir, tubuh Siauw Lek berputaran terhuyung-huyung. Telinganya yang kanan kena ditampar, menimbulkan bunyi mengiang tiada hentinya,kepalanya seperti pecah dan pandang matanya berkunang. Ketika dia meraba mukanya yang terasa nyeri, dia terkejut karena hidungnya ternyata kena taparan pula sehingga ujungnya pecah-pecah berdarah. Hidungnya yang biasanya dia banggakan, yang mancung dan besar, kini pecah berdarah, tidak mancung lagi! Siauw Lek menggoyang kepala mengusir pening. Ketika bintang-bintang yang menari-nari di depan matanya lenyap dan dia dapat memandang lagi, dia melihat Biauw Eng masih berdiri sambil bertolak pingang. Hal inilah yang membuat jantungnya berdebar penuh rasa ngeri dan takut. Jelas bahwa dia tadi sudah tidak berdaya dan kalau Biauw Eng tadi mengirim susulan serangan maut, tak mungkin dia dapat mempertahankan diri lagi. Akan tetapi gadis itu berdiri saja memandang, sama sekali tidak mempergunakan kesempatan itu. Hal ini hanya mempunyai satu arti, yaitu bahwa Biauw Eng memadang rendah kepadanya, bahwa Biauw Eng percaya penuh akan dapat mengalahkannya! Dan dia pun masih bingung mengapa gadis itu kini menjadi demikian hebat! Dengan hati gentar Siauw Lek mengambil keputusan nekat. Dia mencabut senjatanya dan tampaklah sinar hitam berkelebat menyilaukan mata. Pedang hitam Hek-liong-kiam telah berada di tangannya dan tanpa memberi peringatan lagi, sesuai dengan wataknya yang curang, tangan kirinya bergerak dan belasan sinar-sinar kecil hitam menyambar ke arah jalan darah di tubuh depan Biauw Eng. Itulah senjata paku-paku hitam beracun yang dilepas dari jarak dekat secara tiba-tiba, kemudian selagi sinar-sinar hitam menyambar, dia sendiri sudah meloncat dan menerjang dengan pedang hitanya!

Tidak ada komentar:

naruto

naruto
naruto

Daftar Blog Saya

naruto

naruto
Powered By Blogger